Anda di halaman 1dari 26

MODUL

KEWIRAUSAHAAN 1
(UNV 211)

MODUL SESI 10
KEMITRAAN LEMBAGA KEUANGAN PENANAM MODAL/INVESTASI
USAHA DAN BUILD OPERATES TRANSFER (BOT)

DISUSUN OLEH
ELISTIA, SE, MM
BARIKA, SE, MM
EDDY JOHN, SE, MM

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 26
KEMITRAAN LEMBAGA KEUANGAN PENANAM MODAL/INVESTASI
USAHA DAN BUILD OPERATES TRANSFER (BOT)

I. Bentuk – bentuk Kerjasama Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan


Koperasi
Pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang dilakukan
dengan kemitraan kerja sama dalam kegiatan penanaman modal, yang memeliki
beberapa bentuk kerja sama. Dalam undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak
mengatur serta menjelaskan tentang bentuk – bentuk kerja sama atau kemitraan
antara penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Walaupun undang – undang ini sangat melindungi serta memperdayakan
usaha mirko, kecil, menengah, dan koperasi sehingga mampu dan sejajar dengan
pelaku ekonomi lainnya dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional.
Salah satu pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah adalah mewujudkan
kemitraan antara penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.
Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan
bersama oleh pihak yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya
dengan kemitraan yang saling menguntungkan, membutuhkan dan memperkuat,
maka dunia usaha baik kecil maupun menengah akan mampu bersaing.
Kemitraan adalah suatu strategis bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan daling membesarkan. Karena merupakan
strategis bisnis maka keberhasilan kemitraan ditentukan oleh kepatuhan diantara
yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis, dan kepatuhan tersebut harus di
didasarkan pada hukum yang mengatur masalah kemitraan. Hukum tersebut untuk
memberikan rambu – rambu terhadap pelaksanaan kemitraan agar dapat
memberikan dan menjamin keseimbangan kepentingan di dalam pelaksanaan
kemitraan.
Pemerintah membuat suatu produk hukum yang secara yuridis formal
mengatur tentang program kemitraan yaitu Undang – undang Nomor 20 Tahun
2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. Undang – undang ini

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 26
mengharapkan agar usaha mikro, kecil dan menengah termasuk juga koperasi
dapat menjadi kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan
memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.
Selain itu agar dapat menjadi salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus
memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan serta
pemberdayaan seluas – luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas terhadap
kelompok usaha ekonomi rakyat. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 13 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 bahwa kemitraan adalah kerjasama dalam
keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling
memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan
pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
Selain Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 ada juga Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang program kemitraan yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan. Peraturan Pemerintah ini merupakan
pelaksanaan dari Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Salah satu cara atau upaya dalam rangka pemberdayaan usaha kecil adalah dengan
kemitraan. Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997
terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : ―Kemitraan adalah kerjasama usaha
antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar
disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha
Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan‖.
Sebenarnya pemerintah telah melakukan pembinaan dan pengembangan
bagi kemitraan antara usaha besar dan kecil telah dimulai Tahun 1984 yaitu
dengan Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1984 yaitu Undang-Undang Pokok
Perindustrian. Namun gerakan kemitraan ini lebih berdasarkan himbauan dan
kesadaran, karena belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur kewajiban
perusahaan secara khusus dan disertai dengan sanksinya.
Kemudian dalam Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana
telah dirubah dengan Kepmenkeu RI No. 60/KMK.016/1996 tentang ―Pedoman
Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 26
Laba BUMN‖, mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan
dana pembinaan sebesar 1 % - 3 % dari keuntungan bersih, sistem keterkaitan
Bapak Angkat Mitra Usaha, penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada
koperasi dan lain sebagainya. Berikutnya pada tahun 1996 dicanangkan Gerakan
Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh Bapak Presiden. Dalam Program
Kemitraan Usaha Nasional (KUN)9 yang telah tersusun atas prakarsa Badan
Pengurus Deklarasi Jimbaran-Bali dengan Departemen Koperasi atau Pembinaan
Pengusaha Kecil, Pemerintah menekankan bahwa kemitraan usaha merupakan
upaya yang tepat untuk memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional. Oleh
karena itu kemitraan merupakan sarana bagi pemberdayaan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dalam melakukan kerja sama dengan penanam modal.
Dan kemitraan antara penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk kerja sama sesuai dengan
Pasal 26 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu: inti-plasma, subkontrak,
waralaba, perdagangan umum. Distribusi dan keagenan serta bentuk – bentuk
kemitraan lainnya, seperti : bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan
( joint venture ) dan penyemberluaran ( outsourching ).
1. Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma
Dalam kemitraan dengan bentuk inti-plasma diartikan mitra dalam
hal ini adalah penanam modal dapat bertindak sebagai Perusahaan inti atau
Perusahaan Pembina atau Perusahaan Pengelola atau Perusahaan Penghela,
sedangkan Plasma dalam hal ini adalah usaha mikro,kecil, menengah, dan
koperasi sebagai usaha yang dibina. Pola inti plasma dalam Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, adalah sebagai
berikut :
Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha
menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku
plasma, perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan
sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil
produksi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 26
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 27 serta Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Pasal 3 menjelaskan bahwa
pelaksanaan kemitraan dengan bentuk init-plasma adalah sebuah hubungan
kemitraan antara usaha besar dalam hal ini adalah penanam modal sebagai
inti pembina dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah yang
menjadi plasma dalam hal penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi,
pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan,
penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan,
pemasaran, penjaminan, pemberian informasi dan pemberian bantuan lain
yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan
luas.
Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan,
baik pada pihak usaha, mikro, kecil, menengah dan koperasi selaku pihak
plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya,
maupun pada pihak usaha besar yaitu penanam modal yang mempunyai
tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil
sebagai mitra usaha untuk jangka panjang. Peran pengusaha besar atau
penanam modal (inti) sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus
diimbangi dengan peran usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
(plasma) yaitu dengan meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja
usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar.
Sebagai contoh :
1) Kemitraan dalam bentuk inti-plasma yaitu kerja sama antara petani
tembakau di Pulau Lombok dengan industri rokok / pengelola hasil
tembakau diantaranya dengan PT.Djarum dan PT.H.M Sampoerna.
2) Kemitraan dalam bentuk inti – plasma yaitu usaha perkebunan karet
(PIR), usaha perkebunan kelapa sawit, usaha perkebunan tebu. Dalam
usaha perkebunan para petani. Hanya bertugas melaksanakan
penanaman dan pemeliharaan, sedangkan seluruh sarana prasarana dan
segala pembiayaan lainnya dijamin oleh perusahaan menengah atau
besar.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 26
2. Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak
Subkontrak adalah suatu sistem yang mengambarkan hubungan
antara usaha besar yaitu penanam modal dengan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk
(parent firm) meminta kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
(selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan
(komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Pola
subkontrak berarti memperluas jaringan usaha dan penyerapan tenaga
kerja. Alih teknologi dan pengetahuan juga berjalan secara produktif
melalui pola-pola subkontrak. Akan tetapi, pengembangan jaringan usaha
ini mensyaratkan dukungan iklim yang kondusif, antara lain melalui
perbaikan sistem perpajakan dan sistem perizinan.
Pasal 28 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan
bahwa kemitraan subkontrak adalah bahwa usaha besar (penanam modal)
untuk memberikan dukungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi selaku subkontraktor dalam memproduksi barang dan/atau jasa
berupa :
a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau
komponennya;
b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara
berkesinambungan
dengan jumlah dan harga yang wajar;
c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan
salah satu
pihak; dan
f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 26
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola
subkontrak, bagi subkotraktor antara lain adalah dapat menstabilkan dan
menambah penjualan, kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau
komponen, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen,
perolehan, pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan. Sedangkan
bagi perusahaan induk adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain,
memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan
harga yang lebih murah daripada impor, meningkatkan produktivitas dan
kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Sebagai
contoh :
1. perusahaan air minum club memilih perusahaan subkontraktor untuk
membuat botol minuman.
2. Perusahaan subkon PT. Pama Persada Nusantara atau PT. Adaro
Indonesia.

3. Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba


Menurut Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9
Tahun 1995, Pola Waralaba adalah ― hubungan kemitraan, yang di
dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek
dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba
dengan disertai bantuan bimbingan manajemen‖. Pasal 29 angkat 2
Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa pemberi
waralaba dan penerima waralaba harus mengutamakan penggunaan barang
dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar
mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan
perjanjian waralaba.
Pasal 27 angka 3 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 juga
menjelaskan bahwa pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan
dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran,
penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara
berkesinambungan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 26
Pemberian waralaba dilakukan dengan adanya suatu imbalan
berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Hal ini
pada dasarnya lebih menekankan bahwa pemberian waralaba senantiasa
dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu. Bisnis waralaba dapat
berbentuk franschise.

Melalui format bisnis waralaba, franchisor akan menularkan


keberhasilan usahanya – misalnya restoran siap hidang dengan ciri
tersendiri kepada franchisee. Franchisor sebelumnya telah melakukan dan
membuat satu formulasi standar untuk sukses sesuai dengan
pengalamannya. Proses ini dilakukan melalui riset dan pengembangan
konsep, promosi, aktivitas pemasaran, serta membangun suatu reputasi
yang baik dan citra yang dikenal. Setelah berhasil menguji konsep tersebut
bisa berjalan dan bisa direproduksi di lebih satu lokasi, franchisor
kemudian menawarkan waralaba tersebut kepada calon franchisee. Dengan
demikian kemungkinan kegagalan dari pengusaha pemula bisnis waralaba
dapat ditekan, karena format dan pola majaneman sudah teruji dengan
baik.

Seorang individu (atau kemitraan atau perusahaan) melihat peluang


yang ditawarkan franchisor di atas dan setelah mengevaluasinya,
memutuskan bahwa waralaba ini menguntungkan. Kemudian membeli
waralaba dari perusahaan tersebut dengan membayar sejumlah biaya yang
dikenal sebagai initial fee atau franchise fee. Sebagai imbalannya ia
menerima hak untuk berdagang di bawah nama dan sistem yang sama,
pelatihan, serta berbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan
memulai bisnis secara mandiri, franchisee bertanggungjawab untuk semua
biaya yang muncul guna memulai usahanya ini. Perbedaannya adalah
kemungkinan untuk mengeluarkan uang lebih rendah karena kekuatan
jaringan yang dimiliki oleh franchisor.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 26
Bila franchisee telah membuka suatu usaha secara teratur ia
kemudian wajib membayar royalti, yaitu sejumlah persentase dari
penjualannya kepada franchisor sebagai biaya mingguan, bulanan atau
tahunan. Biaya ini adalah untuk layanan penunjang yang terus diberikan
oleh franchisor. Saling kebergantungan antara pendapatan franchisee,
layanan penunjang yang diberikan franchisor kepada franchisee, dan
pendapatan franchisor yang didapat dari royalti merupakan faktor yang
menjamin waralaba menjadi suatu sistem yang efektif — karena setiap
pihak ingin pihak lain berhasil.

Format bisnis waralaba sangat menguntungkan bagi kedua pihak.


Franchisee berada di garis depan guna memikirkan cara-cara
memaksimalkan penjualan dan keuntungan di outletnya sendiri, dengan
terus menerus memperbaiki pendekatan dan strategi usahanya agar sesuai
dengan kebutuhan pasarnya yang khusus. Sementara itu franchisor
berkonsentrasi menjaga nilai kompetitif produknya, dan mendukung
franchisee untuk memusatkan upayanya secara efektif. Saat ini telah
banyak dilakukan pengembangan usaha dengan model waralaba, dari
mulai bisnis makanan, mini market,warung makan, pendidikan, dan
bidang lain. Karena dengan melakukan pengembangan usaha waralaba
keuntungan usaha akan meningkat, disamping itu bisnis waralaba
memungkinkan membuka peluang usaha bagi orang lain dengan cara yang
relatif lebih mudah.

Sebagai contoh :
1) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang makanan dan minuman
adalah perusahaan fast food Mcdonalds melakukan waralaba terhadap
merknya, Es Teler 77 dan lain sebagainya.
2) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang elektronik adalah sebuah
perusahaan elektronik dipercayakan menggunakan merek produknya
dengan nama Sony (seperti VCD dengan merek by Sony, padahal
tidak dibuat langsung oleh perusahaan Sony). Barang-barang yang
bermerek perusahaan luar negeri dibuat oleh perusahaan dalam negeri.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 26
Berarti perusahaan dalam negeri mendapat waralaba dari perusahaan
luar negeri tersebut.
3) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang mini market adalah alfa
mart dan lain sebagainya.
4) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang pendidikan adalah LP3I,
Primagama, Sanggar Kreativitas Bobo, English First dan lain
sebagainya
5) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang lainya adalah balon udara,
coat coating, D-Net, Kidy Cuts, Laundrette, Londre, Lutuye dan
Malibu Photo Studio.

4. Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum.


Pola perdagangan Umum adalah hubungan kemitraan antara
Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, Usaha Besar
memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok
kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Besar mitranya. Dengan
demikian maka dalam pola perdagangan umum, usaha besar
memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh usaha besar mitranya.
Pasal 30 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan
bahwa Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat
dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi
usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka dan
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha
Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi
Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu
barang dan jasa yang diperlukan, serta dalam hal pembayaran maka
pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan
salah satu pihak. Sebagai contoh:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 26
1. Kemitraan dalam bentuk perdagangan umum seperti perusahaan air
minum yang meminta tolong kepada mitra usahanya untuk membuat
botol ataupun tempat minum.

2. Para petani yang menghasilkan buah-buahan dibeli oleh pembeli


pengumpul (misalnya koperasi atau sebuah usaha kecil). Kemudian
buah-buahan yang sudah terkumpul dengan jumlah tertentu dikirim
kepada sebuah perusahaan pemasaran buah-buahan (perusahaan
menengah), selanjutnya dijual kepada perusahaan pengalengan buah,
perusahaan makanan (perusahaan besar).

5. Kemitraan dalam bentuk distribusi dan keagenan.


Kemitraan dalam bentuk Distribusi adalah kegiatan penyaluran
hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna
memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan kegiatan
distribusi disebut sebagai distributor. Sistem distribusi bertujuan agar
benda-benda hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar,
tetapi harus memperhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia
dalam masyarakat, dimana sistem distribusi yang baik akan sangat
mendukung kegiatan produksi dan konsumsi.
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak
prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain
(agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan
menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak
ketiga. Seorang agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal,
sehingga pihak prinsipal bertanggungjawab atas tindakan yang
dilakukan oleh seorang agen terhadap pihak ketiga, serta mempunyai
hubungan tetap dengan pengusaha.
Sedangkan kegiatan kemitraan dalam bentuk keagenan
Berdasarkan penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9
Tahun 1995 menjelaskan bahwa keagenan adalah hubungan kemitraan,
yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 26
barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. Sebagai
Contoh : Usaha agen Koran, majalah dan gula

Selain bentuk – bentuk kemitraan antara penanam modal dengan


usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi ada bentuk – bentuk kemitraan
yang lain diantarnya
1. Kemitraan dalam bentuk bagi hasil
Kemitraan dalam bentuk bagi hasil atau profit sharing ini dapat
diartikan sebagai sebuah bentuk kerjasama antara pihak investor dalam hal
ini adalah penanam modal dengan pihak usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi yang mana nantinya akan ada pembagian hasil sesuai dengan
persentase jatah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan ke dua belah pihak.
Sebagai contoh:
1. PT QSAR adalah sebuah perusahaan yang menawarkan kesempatan
investasi agrobisnis bagi masyarakat luas, dimana mereka yang berminat
bisa ikut menanam modal pada sebuah lahan. Hasil panenan dari lahan
tersebut akan dijual dan hasil penjualannya itulah yang akan dibagi
kepada para investor dalam bentuk bagi hasil.

Jenis bagi hasil:

Bagi hasil ini terdiri dari bagi hasil murni dan bagi hasil yang
dijanjikan. Bagi Hasil Murni adalah pembagian sebesar sekian persen dari
keuntungan usaha. Ini berarti, bagi hasil hanya diberikan kalau usahanya
untung. Kalau usaha tersebut kebetulan merugi, tidak ada bagi hasil yang
didapatkan. Sebagai contoh, suatu usaha mendapatkan untung (pemasukan
dikurangi pengeluaran) sebesar Rp 100 juta pada tahun 2002. Di
sini,mungkin mendapatkan bagi hasil sebesar 5 persen dari keuntungan
tersebut, yaitu Rp 5 juta. Tetapi, kalau usaha tersebut merugi pada tahun
2002 lalu, tidak ada bagi hasil yang diberikan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 26
Bagi hasil yang dijanjikan adalah berupa pembagian sebesar sekian
persen dari uang yang di masukkan, terlepas apakah usaha tersebut untung
atau tidak. Sebagai contoh, investasikan dana sebesar Rp 20 juta. Dalam
kontrak disebutkan bahwa sebulan setelah melakukan investasi, akan
mendapatkan bagi hasil sebesar 2 persen per bulan selama 12 bulan. Ini
berarti, setiap bulan akan mendapatkan bagi hasil sebesar Rp 400 ribu
selama 12 bulan, terlepas dari apakah usaha tersebut untung atau tidak dari
bulan ke bulannya.

2. Kemitraan dalam bentuk kerjasama operasional


Kemitraan dalam bentukkerjasama operasional dapat diartikan
sebagai sebuah bentuk kerjasama atau kegiatan kemitraan dalam hal
operasional yaitu dalam proses perencanaan, pengoraganisasian,
kepimpinan, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap sumber
daya kemitraan dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan kemitraan.
Joint Operational merupakan bentuk kerjasama khusus, dimana
bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan /
mengembangkan usaha yang semula merupakan hak / wewenang pihak
lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan
usaha.

Sebagai contoh :

Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk


pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya
dibentuk PT. ABC yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 26
3. Kemitraan dalam bentuk usaha patungan (joint venture)
Joint venture atau di Indonesia biasa disebut usaha patungan,
adalah entitas yang dibentuk oleh dua pihak atau lebih untuk
menyelenggarakan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak yang terlibat
sepakat untuk membentuk entitas baru, masing-masing menyetorkan
modal, berbagi risiko dan keuntungan, serta kendali atas entitas tersebut.
Joint venture bisa dibentuk hanya untuk satu projek tertentu, lalu
dibubarkan. Akan tetapi, joint venture juga bisa saja dibentuk untuk
hubungan bisnis yang berkelanjutan. Sebagai contohnya :
Para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk
mendirikan usaha tersebut masing- masing pihak menyerahkan sejumlah
modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.

4. Kemitraan dalam bentuk penyembeluaran (outsourcing)


Outsourcing (Penyembeluaran) diartikan sebagai pemindahan atau
pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa,
dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan
manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh
para pihak. outsourcing bisa juga diartikan sebagai pemborongan
pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja yang dibuat secara tertulis.
Sebagai contoh :
Perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai
penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk
menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A
seperti cleaning service yang sama sekali tidak ada hubunganya dengan
pekerjaan dari pengusaha A dengan membayar sejumlah uang dan upah
atau gaji tetap dibayarkan kepada perusahaan B.

Dengan adanya kesungguhan Pemerintah dalam melindungi serta


memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui
kemitraan dengan dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 20 Tahun
2008 Tentang Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan serta Undang –

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 26
undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Maka dengan adanya
bentuk – bentuk kemitraan atau kerjasama maka diharapkan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi dapat aktif dalam keikutsertaan untuk
membangun ekonomi nasional salah satunya melalui kemitraan dengan
penanam modal dalam kegiatan penanaman modal.

II. Pengertian dan Dasar Hukum Build Operate and Trnasfer


Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang disimpulkan dari Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata, maka lahir perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate
and Transfer/BOT), yang dikenal sebagai perjanjian tidak bernama (onebenoemde
overeenkomst), yaitu perjajian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-
undang, tetapi tumbuh dan berkembang dalam kegiatan ekonomi Indonesia.
Sebagai suatu perjanjian tidak bernama, sampai saat ini belum ada pengertian dan
pengaturan secara khusus mengenai pembangunan suatu proyek milik Pemerintah
maupun swasta yang dibiayai melalui sistem Bangun Guna Serah (Build Operate
and Transfer/BOT). Aturan yang digunakan saat ini adalah Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yang dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak.
Jenis perjanjian BOT ini tidak dikenal atau tidak ada namanya dalam KUH
Perdata. Munculnya perjanjian BOT dilatarbelakangi adanya tuntutan kebutuhan
masyarakat, khususnya bagi para pelaku usaha yang menghendaki terjalinnya
hubungan kemitraan atau kerjasama dalam menjalankan usaha maupun
melakukan ekspansi yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis dan lazimnya
agar para pihak yang berkepentingan merasa terlindungi dikemudian hari yang
dibuat dihadapan Notaris. Mengenai pengertian perjanjian BOT secara normatif
tidak diatur secara formal dalam pengaturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Penggunaan istilah BOT pun juga masih beragam, ada yang masih
menggunakan istilah aslinya untuk kata BOT dan ada yang sudah diterjemahkan
dengan BGS (Bangun Guna Serah).
Menurut Neil Bieker dan Cassie Boggs, BOT adalah suatu perjanjian
kerjasama antara Pemerintah atau BUMN dengan perusahaan swasta di mana
perusahaan tersebut bersedia untuk membiayai, merancang dan membangun suatu
fasilitas atau proyek atas biaya sendiri dan kepadanya diberikan hak konsesi untuk

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 26
mengoperasikan proyek bangunan tersebut sampai jangka waktu yang telah
ditentukan, dan menyerahkan kembali kepada Pemerintah atau BUMN pada akhir
masa konsesi.
Jadi, keberadaan BOT adalah untuk memenuhi kebutuhan praktek, di
mana di satu sisi pemilik lahan membutuhkan dana untuk membangun, namun
dana tersebut tidak tersedia. Di sisi lain, investor memerlukan lahan atau tanah
untuk membangun. Dua sisi kebutuhan tersebut kemudian bertemu dan
dituangkan dalam perjanjian BOT. Pada umumnya perjanjian yang dibuat oleh
para pihak baik dalam bentuk perjanjian BOT didesain sesuai dengan kehendak
para pihak itu sendiri, sepanjang perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan ataupun kaidah hukum yang berlaku, baik dari
aspek formil maupun materiil (substansi).
Unsur-Unsur dalam perjanjian BOT menurut Anjar Pachta Wirana, meliputi 4
(empat) unsur, yaitu:
1. Adanya para pihak, yaitu investor yang menyediakan dana untuk
membangun, dan pihak pemilik tanah/lahan, dan pihak pemilik
tanah/lahan, yaitu masyarakat atau Pemerintah (Pusat dan Daerah) selaku
pemegang hak eksklusif atau penguasa lahan;
2. Adanya objek yang diperjanjikan yaitu lahan atau tanah dan bangunan
yang dibangun di atas tanah/lahan tersebut;
3. Investor diberikan hak untuk mengelola atau mengoperasikan dengan pola
bagi hasil keuntungan; dan
4. Setelah jangka waktu berakhir investor mengembalikan tanah beserta
bangunan dan segala fasilitasnya kepada pemilik tanah/lahan.

Bangun guna serah barang milik negara/daerah dapat dilaksanakan dengan


persyaratan sebagai berikut :
1. pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan
pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
dan,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 26
2. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.

Keuntungan dan Kerugian dalam Perjanjian Build Operate and Transfer

BOT sebagai salah satu bentuk perjanjian kerjasama memiliki banyak keunggulan
namun juga kekurangan. Keunggulan dalam kerjasama BOT adalah:
1. Dikarenakan BOT merupakan kerjasama dalam pembiayaan, maka bagi
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai
pemilik lahan/tanah, tidak perlu mengeluarkan biaya atau anggaran atau
mencari dana pinjaman untuk membangun infrastruktur beserta dengan
fasilitasnya, sehingga hal demikian dapat mengurangi beban anggaran
dalam APBN/APBD.
2. Dengan kerjasama dalam bentuk BOT meskipun pemerintah tidak memliki
anggaran yang cukup, tetap dapat membangun infrastruktur beserta dengan
fasilitasnya, sehingga kebutuhan dan kepentingan masyarakat tetap dapat
terlayani, mengingat pembangunan proyek dilakukan dengan pendanaan
dari pihak swasta.
3. Dengan menerapkan sistem kerjasam BOT, pemerintah tetap dapat
melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di
atas tanah yang dimilikinya tanpa harus mengalihkan atau melepaskan hak
atas tanah tersebut kepada pihak lain, sehingga asset-asset milik negara
dapat terjaga dengan baik.
4. Dengan melalui kerjasana BOT, memberikan kesempatan atau peluang
kepada pihak lain dalam hal ini swasta untuk berperan serta dalam
pembangunan fasilitas.
5. Bagi pihak swasta, kerjasama BOT merupakan peluang bisnis berinvestasi
selama jangka waktu tertentu untuk mengambil keuntungan yang wajar
melalui pengoperasian sarana dan prasarana yang sudah dibangun.
6. Dengan kerjasama BOT bagi para pihak swasta diharapkan dapat
mengembangkan usaha di atas lahan strategis yang pada umumnya
dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah, tanpa harus membeli tanah atau
lahan kosong.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 / 26
Sedangkan kekurangan dalam kerjasama BOT ini adalah bahwa bagi pihak
swasta selaku investor harus menanggung resiko dalam berinvestasi. Resiko
tersebut bergantung pada situasi dan kondisi dalam negeri, seperti keadaan politik
dan keamanan, ketidakpastian perekonomian negara, situasi pasar yang tidak
stabil atau kondisi keamanan yang dapat berubah-ubah. Adanya kebijakan
pemerintah yang berubah-ubah dan situasi politik yang tidak stabil, maka akan
membawa dampak kerugian baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh
karena itu dalam menjalin kerjasama BOT para investor perlu menyusun suatu
perencanaan, perhitungan, pertimbangan yang matang dan perhitungan yang tajam
agar tidak menderita kerugian.

Secara garis besar Perjanjian Build, Operate and Transfer terbagi dalam tiga tahap
yang berlangsung secara prosedural, yaitu:
1. Tahap Pembangunan
Pada tahap ini pihak pemilik tanah menyerahkan penggunaan tanah yang
dimiliki atau dikuasainya kepada pihak investor untuk dibangun diatasnya
suatu bangunan komersial beserta segala fasilitasnya. Sebelum dibangun
investor wajib menunjukkan gambar bangunan kepada pihak pemilik tanah
dengan disertai penjelasan secara rinci.
2. Tahap Operasional
Pihak investor berhak mengoperasikan bangunan komersial yang dibangun
untuk jangka waktu tertentu dengan membayar fee tertentu kepada pihak
pemilik tanah atau tanpa membayar fee. Jangka waktu pengoperasian atau
pengelolaan berkisar antara 15 sampai 30 tahun. Jika pihak investor harus
membayar fee kepada pemilik tanah, besarnya fee ditetapkan berdasarkan
prosentase dari pendapatan kotor (had bruto) tiap tahun dan ditetapkan
secara berjenjang.
3. Tahap Penyerahan
Pada tahap penyerahan, pihak investor wajib menyerahkan kembali tanah
dan bangunan komersial diatasnya beserta segala fasilitasnya kepada pihak

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 / 26
pemilik tanah setelah jangka waktu operasional berakhir, dalam keadaan
dapat dan siap dioperasikan.

Gambar 2. BOT Model

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 / 26
III. Successfully Raise Capital from Venture Capital Investors!

List of Top 30 Active Venture Capital Investors in Indonesia in 2020!

Already the 16th-largest economy in the world, Indonesia has the potential to
become the seventh biggest by 2030. In recent years, this dynamic archipelago has
made enormous strides in its startup ecosystem due to strong government support
and unprecedented capital funneling into the country. This makes Indonesia a
huge, appealing and lucrative market with great potential for both entrepreneurs
and venture capitals alike. In fact, it has seen many successful stories of startups
scaling to the top such as Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek and Traveloka. This
gives Indonesia a reputation of being a go-to regional hub for venture capital
investments in South East Asia, making it well poised for future growth.

Some of the notable venture capital investors which have made significant
investments in Indonesia recently include East Ventures, Alpha JWC Ventures,
Prasetia Dwidharma, and Convergence Ventures.

Who are the most active investors looking at technology startups in Indonesia in
the past 1 year?

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 19 / 26
Here is the list of the top 30 investors in Indonesia:

If you are an entrepreneur looking to raise capital, we would love to help you out
in your fundraising journey! Visit REIZ.VC where you can find the right investor
for your startup and secure capital within weeks.

East Ventures is an early stage venture capital firm focused on Southeast Asia,
Indonesia & Japan. Success cases include Tokopedia, Traveloka, and Mercari.
Their most recent investment is in Bukuwarang’s Undisclosed Seed round in July
2020.

Golden Gate Ventures is an early-stage venture capital investor in Southeast Asia


with over 25 investments across 7 countries. They invest in companies building
out consumer Internet products and services for Southeast Asia. They mainly
focus on Seed round to Series B round and recently, they invested in
Bukuwarang’s Undisclosed Seed round in July 2020.

Insignia Ventures Partners is an early stage technology venture fund focusing on


Southeast Asia started in 2017 and manages capital from premier institutional
investors including sovereign wealth funds, foundations, university endowments
and renowned family offices from Asia, Europe and North America. They
invested most recently in PayFazz’s US$53.0M Series B round in July 2020.

B Capital Group backs brash entrepreneurs building the next generation of


groundbreaking technology companies. Partnering with Boston Consulting Group,
and its incubation arm BCG Digital Ventures, B Capital delivers unparalleled
access to top corporations to match cutting-edge start-ups with the world’s most
powerful CEOs, platforms, and brands. They last invested in PayFazz’s
US$53.0M Series B round in July 2020.

500 Startups is a global venture capital firm with a network of startup programs
headquartered in Silicon Valley with over $454M in committed capital across 4
main funds and 15 thematic funds. They have invested in 2,200+ technology

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 20 / 26
startups globally since its inception in 2010. Their latest investment is in
TapHomes’ Undisclosed Seed round in June 2020.

Ideosource is a venture capital firm dedicated to making investment in early-stage


to later-stage. Their latest investment is in GoPlay’s US$15.0M Series A round in
June 2020.

MDI Ventures is the corporate venture capital initiative by Telkom Indonesia


focusing on early and mid stage companies, particularly in the Southeast Asia
region. MDI Ventures aims to maximize the venture capital portfolio value within
the Telkom Group, empower the growth of digital entrepreneurship and help to
build the region’s startup ecosystem. They invested most recently in Fabelio
US$9.0M Series C round in June 2020.

Prasetia Dwidharma is an investment company that invests in early stage


technology startups, mostly in Southeast Asia. Their latest investment is in
Jendela360’s US$1.0M Seed round in June 2020.

BEENEXT is a venture capital investor focused on early-stage technology


startups from India, Southeast Asia, Japan, and USA. Some of their notable
portfolio companies were Droom, GrubMarket, Zilingo, HackerEarth, and
NuvoEx. Their latest investment is in Jendela360’s US$1.0M Seed round in June
2020.

Everhaus is an early stage, data-driven venture capital fund focused on technology


companies in Indonesia. They invested most recently in Jendela360’s US$1.0M
Seed round in June 2020.

SMDV, the venture capital arm of Indonesian conglomerate Sinar Mas, is a tech-
focused Venture Capital that partners with entrepreneurs building exceptional
technology companies that aim to change the landscape in Indonesia and the
region by providing venture investments, strategic network, and mentorship. They
invested most recently in Ula’s US$10.5M Seed round in June 2020.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 21 / 26
Sequoia India operates in Southeast Asia and India where they actively partner
with entrepreneurs from a wide range of companies, across categories. They
invested most recently in Ula’s US$10.5M Seed round in June 2020.

Agaeti Ventures is an early stage venture capital firm that focuses on pre-series A
and series A technology-enabled startups with a primary focus on Indonesia or
with an expansion focus into Southeast Asia. Their latest investment is in Soul
Parking’s Undisclosed Seed round in June 2020.

Intudo Ventures is an ―Indonesia-only‖ independent venture capital firm with a


concentrated portfolio approach (US$1M-5M initial investment per company)
capitalizing on the rapid growth of private consumption and rising middle class in
Indonesia. Their latest investment is in Delman’s US$1.6M Seed round in June
2020.

Alpha JWC Ventures is an Indonesia-focused value-adding venture capital firm


with deep expertise in the FinTech and Consumer Tech sector. They invested
most recently in Bobobox’s US$11.5M Series A round in May 2020.

Skystar Capital is a venture capital firm backed by leading corporate groups with
access to media, telecommunications, financial services, agriculture, healthcare,
consumer products and services, hospitality, and education sectors. Their latest
investment is in Dekoruma’s Undisclosed Series B round in May 2020.

Global Founders Capital is a globally oriented, stage agnostic venture capital firm
that empowers gifted entrepreneurs worldwide. Their latest investment is in
Klikdaily’s Undisclosed Series A round in May 2020.

Wavemaker Partners is Southeast Asia’s leading early-stage venture capital firm


investing in enterprise and deep tech companies. The firm has raised over $400M
across multiple funds and has invested in over 360 companies in the last 17 years.
Their latest investment is in GudangAda US$25.4M Series A round in May 2020.

Central Capital Ventura is an early stage corporate venture capital with the
backing of Bank Central Asia, one of the largest banks in Indonesia. It works

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 22 / 26
alongside entrepreneurs that specialize financial services. It seeks to leverage
synergies and entrepreneurial innovation to support the growth of Indonesia. Their
latest investment is in Qoala’s US$13.5M Series A round in April 2020.

Convergence Ventures is an Indonesia based venture capital firm. The firm


invests primarily in early stage funding in the emerging markets and start-ups
which build technology products and internet services with a primary focus on
Indonesia. They invested most recently in Kargo Technologies’ US$31.0M Series
A round in April 2020.

EV Growth is a joint venture between East Ventures, SMDV, and YJ Capital that
is focused on providing growth capital to startups in Indonesia and the rest of
Southeast Asia with an agnostic industry focus. They invested most recently in
Koinworks’ US$20.0M Venture round in April 2020.

Monk’s Hill Ventures invests in high-growth technology companies at post-seed


stages that will take advantage of the fast growing Southeast Asian markets. Their
latest investment is in Logisly’s Undisclosed Venture round in March 2020.

SBI Ven Capital is a leading private equity firm that invests in financial services
and technology sectors across Asia. Founded in 2007 and based in Singapore, it is
part of the SBI group that engages in the provision of comprehensive financial
services. They invested most recently in Investree’s Undisclosed Series C round
in March 2020.

Gobi Partners is an early stage to late stage venture capital firm focusing on IT
and digital media investments in China, HK and ASEAN. They invested most
recently in Deliveree Logistics’ US$18.5M Venture round in March 2020.

SOSV is a venture capital and investment management firm that provides seed,
venture and growth stage funding to startup companies in the technology sector.
The company’s focus is on accelerating startups via their market specific seed
accelerator programs located in Europe, Asia and the USA. They invested most
recently in Giladiskon Indonesia’s Undisclosed Venture round in March 2020.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 23 / 26
Pegasus Tech Ventures is a global venture capital firm based in Silicon Valley
that invests in emerging technology companies around the world targeting
disruptive opportunities in IT, healthtech, AI, IoT, robotics, big data, quantum
computing, fintech, and next-generation technologies. Their latest investment is in
Gojek’s US$1.2B Series F round in March 2020.

GDP Venture is a venture builder for digital communities, media, commerce, and
solution companies in the consumer internet industry. They invested most recently
in Visinema’s US$3.3M Seed round in February 2020.

Kejora-InterVest Star Growth Fund is a joint fund between Indonesian venture


capital firm Kejora Ventures and South Korean Intervest, that provides capital of
$5-10 million for each potential tech startup investment in their growth stage.
Their latest investment is in FinAccel’s US$90.0M Series C round in December
2019.

Mandiri Capital Indonesia is a Corporate Venture Capital arm of Bank Mandiri,


the largest integrated financial service group in Indonesia with US$70 B+ Assets,
20 M+ Retail Customers, 5 K+ outlets, and more than 7 international offices. MCI
is highly strategic and agile investors predominantly within the financial service
industry in Indonesia by facilitating enterprise partnerships between portfolio
startups and Bank Mandiri Group network of 20+ strategic subsidiaries and
business units to assist startups to be the next global players. Their latest
investment is in Mekari’s Undisclosed Series C round in December 2019.

Indogen Capital is a Jakarta based venture capital firm that typically invests in
post-seed stage up to series A companies. Indogen Capital considers itself as a
sector-agnostic venture capital firm, and they invest between US$100,000 to
US$500,000. Their latest investment is in Travelio’s US$18.0M Series B round in
November 2019.

REIZ.VC, is part of Vantage Capital Partners, an investment bank for technology


startups. We support entrepreneurs with raising capital from Business Angels,
Venture Capital, Family Office, HNWI, Private Equity funds and Corporates.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 24 / 26
Daftar Pustaka

IG. Rai Widjaja, 2005, Penanaman Modal,Pedoman dan Prosedur Mendirikan dan
Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN, Pradnya
Paramitha, Jakarta
Murtir Jeddawi, 2005, Memacu investasi di Era Otonomi Daerah, ULI Press,
Yogyakarta
Rosyidah Rakhawati, 2004, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Banyumedia
Publishing, Malang
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta
https://reiz.vc/blog/2020/07/20/list-of-top-30-active-venture-capital-investors-in-
indonesia/

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 25 / 26

Anda mungkin juga menyukai