Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang


mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2016 penyebab utama kematian anak di bawah lima tahun adalah
pneumonia (14%), diare (14%), infeksi lain (9%), malaria (8%), dan
noncomunicabledisease (4%), sehingga WHO menyebutnya sebagai pneumonia
adalah pembunuh balita yang terlupakan (Anwar & Dhamayanti , 2014).

Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan


morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun. Setiap tahun lebih
dari dua juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA), khususnya  pneumonia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari
kematian anak di akibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS,
malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia  juga merupakan urutan kedua
penyebab kematian pada balita setelah diare.

Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) melaporkan bahwa kejadian


pneumoniasebulan terakhir (period prevalence) mengalami peningkatan pada
tahun2007 sebesar 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2013. Kematian balita
yangdisebabkan pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.(Ceria,
2016).

Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017 di Indonesia,


ditemukan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan
penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional
sebesar 3,55% namun angka perkiraan kasus pneumonia di masing-masing
provinsi menggunakan angka yang berbeda- beda sesuai angka yang telah
ditetapkan. (Waani, Ottay, & Palendang, 2018).

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan


pneumonia pada anak terdiri dari
pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap
pathogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi
pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan
nonspesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam
ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dandan
lain-lain. (Waani, Ottay, & Palendang, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Pneumonia?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Pneumonia?

C. Tujuan Penulisan
1. umum
untuk menambah wawasan mahasiswa tentang penyakit pneumonia
2. khusus
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada penderita Pneumonia
khususnya tentang pengkajian keperawatan,diagnosa keperawatan, dan
intervensi

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
Untuk memperoleh gambaran secara nyata tentang gangguan pada pasien yang
menderita Pneumonia.
2. Manfaat teoritis
a. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit Pneumonia
b. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan berupa
pengkajian, diagnosa, dan intervensi pada pasien Pneumonia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Pneumonia


1. Pengertian
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius
seperti : virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma, 2015).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul
Dahlan, 2014).

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Pneumonia


disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut seperti : virus, bakteri
(mikoplasma), fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (Betz &Sowden, 2009).

B. Etiologi

Menurut (LeMone. Atai, 2016) pneumonia di dapatkan oleh 2 penyebab


antara lain : infeksius dan non infeksius. Penyebab infeksius yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa dan mikroba. Sedangkan penyebab non infeksius antara lain
adalah aspirasi isi lambung dan inhalasi gas beracun atau gas yang mengiritasi.
Pneumonia infeksius sering kali diklasifikasikan sebagai infeksi yang di dapat
komunitas, infeksi nosokpomial (didapat dirumah sakit), atau oportunistik (Imun
menurun).

Sedangkan Menurut Ridha, 2014. Pneumonia bisa disebabkan karena


beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. Bakteri (pneumokokus, streptokokus, H. Influenza, klebsiela mycoplasma


pneumonia).
2. Virus (virus adena, virus pada influenza).
3. Jamur / fungi (candida abicang, histoplasma, capsulatum, koksidiodes).
4. Protozoa (pneumokistis karinti).
5. Bahan kimia (aspirasi makan/ / isi lambung, keracunan hidrokarbon (minyak
tanah, dan lain-lain).

C. Klasifikasi

Klasifikasi pneumonia berdasarakan anatomi (pola keterlibatan paru)


(LeMone. Atal, 2016) antara lain :

1. Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya, ketika
respons imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang terkena dengan
akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respons imun dan inflamasi, RBC
dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin berakumulasi dalam alveoli. Eksudat
purulen mengandung neurofil dan makrofag terbentuk. Karena alveoli dan
bronkiolus pernafasan terisi dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan bacteria,
konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya, proses sembuh karena
enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris direabsorpsi, di fagosit, atau di
batukan keluar.
2. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), Biasanya mengenai bagian jaringan
paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat cenderung tetap
terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli dari
pada Pneumonia lobar.
3. Pneumonia interstisial (Bronkiolitis), proses inflamasi terutama melibatkan
interstisium : dinding alveolar dan jaringan ikat yang menyokong pohon
bronchial. Keterlibatan dapat berupa bercak atau difus karena limfosit, makrofag,
dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar. Ketika alveoli biasanya tidak
mengandung eksudat yang banyak, membrane hialin yang kaya protein dapat
melapisi alveoli, mengandung pertukaran gas.
4. Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi memiliki ciri
tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru melalui aliran darah.
Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang yang mengalami luluh imun
berat. Sebagai akibatnya, respons imun buruk dan kerusakan jaringan pleura
sangat signifikan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone. Atal,
2016) :

1. Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia), Pneumonia komunitas


merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering di sebabkan oleh bakteri
yaitu Streptococcus pneumonia. Bakteri ini terletak di saluran napas atas pada
hingga 70% orang dewasa. Bakteri ini dapat menyebar secara langsung dari
kontak orang ke orang melalui droplet.
2. Penyakit Legionnaire, Penyakit Legionnaire adalah bentuk bronkopneumonia
yang disebabkan oleh legionella pneumophilia, bakteri gram negatif yang secara
luas ditemukan dalam air, terutama air hangat. Perokok, lansia, dan orang yang
menderita penyakit kronik atau gangguan pertukaran imun merupakan orang yang
paling rentan terhadap penyakit Legionnaire.
3. Pneumonia Atipikal Primer, Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia
umumnya diklasifikasikan sebagai Pneumonia Atipikal Primer karena manifestasi
dan rangkaian penyakit sangat berbeda dengan Pneumonia bakteri lainnya.
Dewasa muda khususnya mahasiswa dan calon anggota militer merupakan
populasi yang umumnya terkena Pneumonia ini sangat menular.
4. Pneumonia Virus, Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit ringan yang
sering kali mengenai lansia dan orang yang mengalami kondisi kronik. Sekitar
10% pneumonia ini terjadi pada orang dewasa.
5. Pneumonia Pneumosis, Orang yang mengalami luluh imun yang parah beresiko
terjadinya pneumonia oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci,
parasit yang lazim ditemukan di seluruh dunia. Infeksi oportunistik dapat terjadi
pada orang yang ditangani dengan imunosupresif atau obat sitotoksik untuk
kanker atau transplan organ.
6. Pneumonia Aspirasi, Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung ke paru-
paru yang menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang biasanya di jumpai pada pneumonia adalah demam
atau panas tinggi disertai batuk berdahak yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas
>50 kali/menit), selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti di tusuk pisau atau
sesak, sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang (Rikesdas, 2013). Pneumonia
bacterial (pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggil, demam yang
timbul dengan cepat (39,5 sampai 40,5), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk
yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat
jelas disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan. Pneumonia atipikal beragam dalam
gejalanya, tergantung pada organisme.

Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongestinasal,


sakit tenggorokan), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol
adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis mialgia, ruam, dan
faringitis. Nadi cepat dan berkesinambungan. Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk kenaikan satu derajat celcius. Pada banyak kasus pneumonia, pipi
berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku
sianotik.

Tanda-tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009)


meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Batuk
2. Dispnea
3. Takipea
4. Pucat, tampilan kehitaman, atau sianosis (biasanya tanda lanjut)
5. Melemah atau kehilangan suara nafas
6. Retaksi dinding thorak : interkostal, substernal, diafragma, atau Nafas cuping hidung
7. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)
8. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil)
9. Anak-anak yang lebih besar tidak Nampak sakit
10. Demam
11. Sakit kepala, sesak nafas
12. Menggigil dan
13. Berkeringat

Ada beberapa faktor resiko pneumonia (Depkes RI, 2005):


1. Usia tua atau Anak-anak
2. Merokok
3. Adanya penyakit paru yang menyertai
4. Infeksi saluran pernafasan yang di sebabkan oleh virus
5. Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
6. Obstruksi bronkhial
7. Immunocompromise atau mendapat obat Immunosupressive seperti kortikosteroid
8. Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia aspirasi)

E. Patofisiologi

Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri tertentu


bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya
bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
(bronkopneumonia), dan pada remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada neonates, karena Staphylococcus aureus menghasilkan
berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase.
Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis pendarahan, dan kavitasi.

Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif


yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit
yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan- bulan, tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut (Rahajoe dkk, 2008). Sedangkan Pneumonia bacterial
menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi-reaksi infalamsi yang dilakukan
oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu
gerakan dan difusi okisegen serta karbon dioksida.

Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli


dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme,
menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan
tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area
yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi.
Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah
yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia
arterial.

Pneumonia bakterial terjadi akibat inhalasi atau aspirasi patogen,kadang-


kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjaditidaknya proses pneumonia
bergantung pada interaksi antara bakteridan sistem imunitas tubuh. Ketika bakteri
dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan diaktifkan. Saat
terjadikontak antara bakteri dan dinding alveoli maka bakteri akan ditangkapoleh
lapisan cairan epitel yang mengandung opsonin dan akanterbentuk antibodi
imunoglobulin G spesifik
F. Pathway

Virus,bakteri,jamur,
protozoa dan mikroba

Invasi saluran nafas atas

Kuman berlebih Kuman terbawa Infeksi saluran


di bronkus ke saluran cerna nafas bawah

Akumulasi
Infeksi
secret di
saluran cerna
bronkus
Dilatasi Peradangan
pembuluh darah
Peningkatan
flora normal
Bersihan Mucus di Suhu tubuh
di usus Eksudat masuk
jalan nafas bronkus
alveoli
tidak efektif
Peristaltic usus
Bau mulut Hipertermi
Gangguan
tak sedap
disfusi gas
Malasorpsi
Nutrisi Anoreksia
Gangguan
kurang dari Suplay O2
Pertukaran
kebutuhan dalam darah
Intake Frekuensi BAB Gas
tubuh
3X/hari >

Edema alveoli Hipoksia


Resiko
kekurangan
volume cairan
Tekanan
dinding paru Intoleransi
Aktivitas
Ketidakefektifan
Pemenuhan
pola nafas
paru
G. Penatalaksanaan

(Nurarif & Kusuma, 2015) menjelaskan bahwa kepada penderita yang


penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral dan tetap tinggal
dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak napas atau dengan
penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena
dan alat bantu nafas mekanik.

1. Keperawatan
A. Oksigen 1-2 L/menit. 
B. IVFD dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 mlcairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu, danstatus hidrasi.
C. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
D. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengansalin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transportmukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit.

2. Medis

Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia lobaris).
Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan pekak
pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai
seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk pengobatan
pneumonia yaitu eritromisin, derivat tetrasiklin, amantadine, rimantadine,
trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol. (Brunner &
Suddarth, 2002).

Untuk kasus pneumonia community base :

1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian


Untuk kasus pneumonia hospital base :

1) Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif & Kusuma,
2015,68).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor, bronchial),
dapat juga meyatakan abses.
2. Biopsy paru : Untuk menetapkan diagnosis.
3. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru : Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static : Untuk mengkaji jumlah udara yang di aspirasi.
7. Bronkostopi : Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
(Nurarif & Kusuma, 2015).
BAB III

TINJAUAN KASUS

B. Analisa Data

No data masalah Etiologi


1. DS: Pasien mengatakan sesak nafas Bersihan jalan
nafas tidak efektif
dan batuk berdahak,tetapi dahak
sulit keluar
DO:
-RR 35x/menit
- RR : 22 x/menit
- TD : 120/80 mmHg
- N : 94 X/menit
- T : 36,5 *C
-Terdengar suara ronchi
-Terpasang O2 nasal kanul
4L/Menit

2. DS: pasien mengatakan nafas bila Gangguan Ketidakseimbangan


pertukaran gas ventilasi-perfusi
melakukan aktivitas dan setelah
aktivitas
DO:
 Pasien tampak lemas
 ADL pasien keseluruhan
tergantung pada anak
 TD :120/80 mmhg
 N : 94X/Menit
 T : 36,5*C
 Hb : 13,7 g/dL
 Gds: 160 mg/dL
C. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi- perfusi

D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Aktivitas


kriteria hasil
1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah -manajemen O
efektif b/d spasme jalan dilakukan jalan nafas -Monitor pola nafas
nafas tindakan -edukasi -monitor bunyi nafas
keperawatan fisioterapi dada Monitor sputum
2x24 jam yang -manajemen T
di harapkan asma -Posisi semi fowler
inspirasi dan -pengaturan -lakukan fisio terapi
ekspirasi yang posisi dada
tidak -pemberian -pemasangan oksigen
memberikan obat inhalasi E
ventilasi -Ajarkan teknik batuk
adekuat efektif
membaik, K
dengan kriteria -Kolaborasi pemberian
hasil: bronkodilator
a.dispnea
menurun
b.frekuensi
nafas membaik
c.kedalaman
nafas membaik
2. Gangguan pertukaran gas setelah di -Pemantauan O
b/d ketidakseimbangan lakukan -Monitor kecepatan
ventilasi-perfusi tindakan respirasi aliran O2
keperawatan -Terapi -Monitor tanda-tanda
2x24 jam di oksigen hipoventilasi
harapkan -Fisioterapi -Monitortingkat
karbondioksida dada kecemasan akibat
pada -Pemberian terapi oksigen
membrane obat T
alveolus- -Manajemen -Bersihkan secret pada
kapiler dalam jalan nafas hidung
batas normal -Pengaturan E
dengan kriteria posisi -Ajarkan pasien dan
hasil: keluarga cara
a.tingkat menggunakan oksigen
kesadaran di rumah
meningkat K
b.dipsnea -Kolaborasi cara
menurun penggunaan oksigen
c.bunyi nafas saat aktivitas di rumah
tambahan -Kolaborasi penentuan
menurun dosis okssigen
d.sianosis
membaik

E. Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Implementasi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 31 januari 2023 1.Monitoring TTV
b/d spasme jalan nafas 2.Memberikan
10.30 WIB posisi semi fowler
3.Mengatur aliran
oksigen
4.Memberikan obat
sesuai resep dokter:
oral dan injeksi
5.Mengajarkan
pasien untuk
beraktivitas sedang
di atas tempat tidur
6.Mengajarkan
teknik batuk efektif
7.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
keluarga
01 februari 2023
1.Monitoring TTV
11.00 WIB 2.Memberikan
posisi semi fowler
3.Mengajarkan
batuk efektif
4.Melakukan
tindakan nebulizer
dengan dosis yang
di berikan oleh
dokter
5.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
02 februari 2023 keluarga

11.30 WIB 1.Monitoring TTV


2.Mengkaji tingkat
pengetahuan pasien
3.Meminta pasien
untuk batuk efektif
4.Mengatur aliran
oksiegn
5.Menganjurkan
pasien untuk
minum air putih
6.Memberikan
tindakan nebulizer
7.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
keluarga
2. Gangguan pertukaran gas b/d 31 januari 2023 1.Monitoring TTV
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 2.Mengatur aliran
09.30 oksigen
3.Membersihkan
secret yang ada di
hidung
pasien,dengan
bantuan keluarga
4.Monitor apakah
ada kecemasan di
pasien saat di
pasang oksigen
5.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
keluarga
01 februari 2023

1.Monitoring TTV
10.30 WIB 2.Mengatur aliran
oksigen
3. Menganjurkan
pasien untuk nafas
dalam
4.Mengkaji tingkat
pengetahuan pasien
5.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
keluarga
02 februari 2023

1.Monitoring TTV
11.30
2.Memberikan
edukasi pemberian
dosis aliran oksigen
saat pasien pulang
ke rumah
3.Mengatur aliran
oksigen
4.Memberitahu
hasil tindakan
kepada pasien dan
keluarga

F. Evaluasi Keperawatan

No Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan (SOAP)
1. 31 januari 2023 Bersihan jalan S:
14.00 wib nafas tidak efektif -Pasien
b/d spasme jalan mengatakan masih
nafas sesak nafas
O:
-Pasien tampak
lemas
TD
120/80mmHg,T
36,5’C, Rr
36x/menit, N
94x/menit
A:
ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
P:
Intervensi di
lanjutkan
- Pantau TTV dan
k/u
- Optimalkan batuk
efektif
Gangguan
pertukaran gas b/d
S:
ketidakseimbangan
- keluarga
ventilasi-perfusi
mengatakan sesak
nafas karena
secret di dalam
hidung terlalu
menganggu
-Dan batuk sesekali
O:
-TD:130/80mmHg
-N:80x/menit
-Rr: 20x/menit
-T:36,5’C
A:
Masalah belum
teratasi
- Bersihan jalan
nafas tidak efektif
P:
Intervensi di
lanjutkan
- Monitor adanya
refensi sputum
-Monitor pola nafas
- Monitor bunyi
nafas tambahan

2. 01 februari 2023 Bersihan jalan S:


14.00 nafas tidak efektif - Pasien
b/d spasme jalan mengatakan
nafas belum ada
perubahan dan
masih sesak nafas
- pasien
mengatakan sesak
nafasnya
terkadang di sertai
dengan batuk
berdahak
O:
- Suara nafas
ronchi
- pasien tampak
lemas
A:
Masalah belum
teratasi
- Kemampuan
Batuk efektif
- pola nafas yang
tidak efektif
P:
Intervensi di
lanjutkan
- Kaji pengetahuan
pasien tentang
penyakit yang di
alami
Gangguan
pertukaran gas b/d
S:
ketidakseimbangan
- keluarga
ventilasi-perfusi
mengatakan masih
sama dengan hari
hari
sebelumnya,tetapi
sudah ada sedikit
perubahan
- keluarga
mengatakan secret
yang ada di dalam
hidung pasien
sudah di
bersihkan
O:
-TD: 120/90mmHg
- T:36.5’C
-Rr: 30x/menit
-N:90x/menit
A:
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
P:
. intervensi di
lanjutkan
- berikan posisi
semi fowler
- berikan terapi
sesuai anjuran
3. 02 februari 2023 Bersihan jalan
dari dokter
14.30 wib nafas tidak efektif
b/d spasme jalan
nafas

S:
- Keluarga
mengatakan sesak
nafas sudah
berkurang tetapi
batuknya masih
ada dan tidak
sering
O:
- Pasien tampak
batuk tapi tidak
sering
- suara nafas ronchi
- masih
menggunakan
nasa canul
oksigen
A:
Masalah teratasi
Gangguan sebagian
pertukaran gas b/d -pola nafas yang
ketidakseimbangan tidak efektif
ventilasi-perfusi P:
Intervensi di
lanjutkan
-Posisi semi fowler

S:
-pasien mengatakan
sudah mulai
mengetahui
sedikit tentan
penyakit yang di
alami
O:
-masih terpasang
oksigen nasal
A:
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
P:
- pantau TTV
- kolaborasi
pemberian
nebulizer
- evaluasi batuk
dan sesak nafas

Anda mungkin juga menyukai