Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………..……...i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah…………………………………………………………...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
A. Faktor Determinan Penyakit Kanker ........................................................... 3
B. Gejala Kanker Payudara .............................................................................. 3
C. Pencegahan Kanker Payudara……………………………………………12
D. Pengobatan Kanker Payudara…………………………………………….13
E. Kebijakan atau Program Pemerintah…………………………………….19
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………….……………………………23
A. Kesimpulan……………………………….....……………………………..23
B. Saran………………………………….……..……………………………..23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Pengertian Kanker Payudara
Ciri kelamin sekunder pada wanita salah satunya adalah payudara
membesar, dan memiliki nilai biologis, psikologis, psikologis dan psikososial
tersendiri serta menjadi bagian dari identitasnya sebagai wanita. Payudara
juga dapat terkena penyakit, sama halnya dengan bagian tubuh yang lain.
Salah satu penyakit yang dapat terjadi adalah kanker payudara.
Sekumpulan sel yang tidak normal yang diberasal dari sel yang terus
tumbuh, terlepas, tidak terkoordinasi, dan tidak berfungsi secara fisiologis
disebut kanker. Kanker timbul karena jaringan di sekitarnya rusak
(destruktif), tumbuh (invasif), dan dapat membahayakan tubuh bahkan
mengakibatkan kematian. Saat sel kanker tumbuh, jaringan menjadi lebih
besar menjadi tumor. Penyebutan yang digunakan untuk segala bentuk
pembengkakan atau benjolan di tubuh disebut tumor. Sel kanker dapat
berkembang dan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Kemampuan penyebaran sel kanker ke ke jaringan
lain disebut metastasis. Kanker memiliki beberapa ciri-ciri, seperti kanker
payudara, tumbuh dengan cepat dan beberapa tidak tumbuh dengan cepat.
Kanker payudara (adenokarsinoma payudara) adalah neoplasma
ganas yang berasal dari parenkim. Penyakit ini masuk dalam International
Classification of Diseases (ICD) World Health Organization (WHO) dengan
kode nomor 174. Jaringan payudara adalah lokasi pertama yang akan terkena
kanker, jaringan tersebut terdiri dari yang terdiri dari duktus (duktus) di
kelenjar susu (breast), dan jaringan pendukung.
Mayorita kanker menjangkiti wanita adalah kanker payudara (tidak
termasuk kanker kulit). Kemunculannya dengan proliferasi ganas sel epitel
yang melapisi lobus payudara. Mulanya hanya hiperplasia, selanjutnya
berkembang menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker

1
payudara merupakan tumor ganas, dengan pertumbuhan abnormal dan tidak
dapat dikendalikan pada jaringan payudara yang tumbuh secara infiltrasi dan
destruktif tanpa memperhatikan jaringan sekitarnya dan dapat bermetastasis.
Tumor ini agresif dan tumbuh relatif cepat.
Kanker payudara paling banyak menjangkita dan menjadi penyebab
kematian pada wanita. Kanker ini mengakibatkan kerusakan pada gen yang
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi, menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang biak dengan sangat cepat. Peredaran darah merupakan tempat
sel kanker menyebar dengan begitu cepat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa lebih dari
1,2 juta orang didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2005.
Kanker payudara merupakan prioritas utama di Amerika Serikat, dengan
insiden naik menjadi 54% dalam 40 tahun. Canadian Cancer Society
melaporkan bahwa pada tahun 2005, diperkirakan 21.600 wanita di Kanada
akan terkena kanker payudara, 5.300 di antaranya meninggal dunia.
Berdasarkan data penderita kanker payudara dari Amerika Serikat,
Kanada, dan Australia diperoleh data penderita kanker payudara di Indonesia
pada tahun 2005 adalah 876.665 orang. Masalah kanker payudara bahkan
lebih serius karena lebih dari 70% di antara mereka yang didiagnosis
menemui dokter pada stadium lanjut. Hal ini berbanding terbalik dengan
negara maju, contohnya Jepang. Di Jepang, kanker payudara stadium lanjut
hanya ditemukan pada 13% kasusnya.
Menurut Departemen Kesehatan RI, angka kejadian kanker
payudara pada tahun 2007 sebanyak 8.227 kasus atau 16,5%. Berdasarkan
data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara
menempati urutan pertama dari seluruh rawat inap di Indonesia (16,85%).
Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak terjadi pada wanita
Indonesia, dengan angka kejadian 26 per 100.000 wanita.
Berdasarkan laporan program rumah sakit dan puskesmas Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota pada tahun 2006, tercatat 22.857 kasus kanker di
Jawa Tengah (7,13 per 1.000 penduduk). Menurut survei sentinel oleh Dinas

2
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan
Sulsel, kanker payudara menempati urutan pertama, disusul kanker kelamin
wanita, kanker leher rahim, dan kanker kulit.
Usia merupakan faktor penting dalam menentukan insiden atau
frekuensi kanker payudara. The American Cancer Society melaporkan bahwa
selama periode 2000-2004, wanita berusia 75 hingga 79 tahun memiliki
insiden kanker payudara tertinggi, dengan angka 464,8 per 100.000 wanita.
dulu. Di Indonesia, 30,35% pasien kanker payudara didiagnosis antara usia
40 dan 49 tahun, dan di Jepang, 40,6% pasien kanker payudara didiagnosis
antara usia 40 dan 49 tahun.
Semua wanita berisiko terkena kanker payudara, dan penyakit ini
juga bisa terjadi pada pria, dengan rasio 1 : 100 antara pria dan wanita. The
American Cancer Society melaporkan bahwa pada tahun 2005, 269.730
wanita di Amerika Serikat didiagnosis menderita kanker payudara. The
American Cancer Society juga memperkirakan bahwa hingga 1.500 pria akan
didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2002 dan 400 akan
meninggal.
Kanker payudara adalah umum di seluruh dunia dan memiliki
insiden yang relatif tinggi, terhitung 20% dari semua keganasan. Dari 600.000
diagnosis kanker payudara baru setiap tahunnya, 350.000 di negara maju dan
250.000 di negara berkembang.
Angka kejadian kanker payudara bervariasi dari satu negara ke
negara lain. Di Amerika, insidensinya adalah 71,7 per 100.000 dan di
Australia 55,6 per 100.000. Sebagai contoh, di negara-negara Asia, angka
kejadiannya adalah 22,2 per 100.000 orang di Indonesia dan 16 per 100.000
orang di Jepang.
Di Asia, tingkat kejadian berdasarkan rasio standar usia (ASR)
masih rendah di sebagian besar negara, meskipun Manila, Filipina, dan
Karachi selatan, Pakistan mencakup lebih dari 50 per 100.000 penduduk
(tingkat normalisasi global) (Bray, 2004). Menurut Park (2008), satu hal yang

3
perlu diperhatikan adalah bahwa pasien kanker payudara relatif muda di
negara-negara Asia.
Di antara 35 kabupaten di Jawa Tengah, Semarang memiliki jumlah
penderita kanker payudara tertinggi. Menurut data Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, selama dua tahun (2002 dan 2003), jumlah penderita kanker
payudara di Semarang yang merupakan kanker terbanyak di masyarakat
menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Jumlah penderita kanker
payudara di Semarang adalah 721 pada tahun 2002 dan 992 pada tahun 2003.
Menurut American Cancer Society, dilaporkan bahwa 115.000
wanita di Amerika Serikat didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun
1974 dan 37.300 meninggal akibat penyakit tersebut. Pada tahun 1984,
dilaporkan bahwa 155.000 wanita dan 155.900 wanita, termasuk 900 pria,
didiagnosis menderita kanker payudara, dimana 37.300 wanita dan 300 pria
meninggal dunia. Pada tahun 1997, terjadi 181.600 kasus kanker payudara
dan 44.190 pasien meninggal akibat penyakit tersebut. Pada tahun 2001
terdapat 192.200 kasus dan 39.600 wanita meninggal akibat penyakit
tersebut. Pada tahun 2002, diperkirakan ada 203.500 kasus baru. Pada tahun
2003, terdapat 211.300 kasus baru dan 39.800 kematian akibat kanker
payudara.
The American Cancer Society memperkirakan kanker payudara akan
mencapai 2 juta orang Amerika, dimana 460.000 akan meninggal antara tahun
1990 dan 2000 (Moningkey, 2000). PMR (tingkat kematian proporsional)
akibat kanker pada tahun 2001 adalah 18,3% di Brunei Darussalam, 18,6% di
Thailand dan 31,9% di Jepang. Angka kematian spesifik penyebab kanker
payudara di ketiga negara tersebut masing-masing adalah 3,3 per 100.000
penduduk, 2 per 100.000 penduduk, dan 7,7 per 100.000 penduduk.
Dari tahun 1988 hingga 1992, keganasan yang paling banyak terjadi
di Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kanker payudara
merupakan kanker terbanyak kedua di Indonesia setelah kanker serviks.
Selain banyak kasus, lebih dari 70% pasien kanker payudaranya sudah
stadium lanjut. Menurut data Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kesehatan

4
Depkes, angka kematian akibat kanker payudara (CFR) karena sebab
meningkat dari 3,9 pada tahun 1992 menjadi 7,8 pada tahun 1993.
Di Rumah Sakit Dokter Kaliadi Semarang, terdapat 634 pasien
kanker payudara pada tahun 2007, 493 pada tahun 2008, dan 310 pada tahun
2009-September (data dari Bagian Rekam Medis RSDK tahun 2009). Pada
bagian ginekologi dan bedah anak, pada tahun 2007 terdapat 327 kasus, tahun
2008 sebanyak 133 kasus, dan sampai dengan September 2009 sebanyak 160
kasus (informasi dari bagian kebidanan dan bedah anak).
Kanker payudara adalah salah satu jenis kanker yang paling umum
pada wanita di seluruh dunia, terhitung 16% dari semua kanker pada wanita,
dan hingga 519.000 wanita dilaporkan meninggal akibat kanker payudara
pada tahun 2004.
Setiap tahun, 44.000 pasien meninggal akibat penyakit ini di
Amerika Serikat, sementara lebih dari 165.000 meninggal di Eropa. Setelah
pengobatan, sekitar 50% pasien mengembangkan kanker payudara stadium
akhir dan hidup hanya 18-30 bulan. Pada tahun 2007, diperkirakan 40.910
orang meninggal akibat kanker payudara di Amerika Serikat (7% dari
kematian akibat kanker dan hampir 2% dari semua kematian). Angka ini
termasuk 450-500 kematian per tahun dari 2.000 kanker.
Menurut Australian Institute of Health and Human Services, 1 dari
11 wanita Australia akan terkena kanker payudara sebelum usia 75 tahun.
Pada tahun 2001, 11.791 wanita di Australia didiagnosis menderita kanker
payudara dan 2.594 meninggal akibat penyakit tersebut (Kusminarto, 2005).
Angka kejadian kanker payudara berdasarkan age standardized ratio
(ASR) pada tahun 2000 sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk), dan angka
kematian (ASR) akibat kanker payudara di Indonesia pada tahun 2000 sebesar
10,1 (10,1/100.000 penduduk). Angka kematian adalah 10.753 pasien dari
kanker payudara. Pada tahun 2005, angka kematian (ASR) diperkirakan
sebesar 10,9 per 100.000 penduduk, dengan total 12.352 kematian akibat
kanker payudara.

5
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis hendak membuat
makalah dengan judul Kanker Payudara. Makalah ini dimaksudkan untuk
menambah pengetahuan pembaca terkait dengan penyakit tidak menular yaitu
kanker payudara.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa saya yang menyebabkan kanker payudara ?
2. Gejala apa saja yang dapat dirasakan oleh penderita kanker payudara?
3. Pengobatan apa yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan kanker
payudara?
4. Apa upaya pemerintah dalam menanggulangi kanker payudara?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Menentukan faktor penyebab kanker payudara.
2. Mengetahui gejala kanker payudara
3. Mengetahui pengobatan apa saja yang dapat dilakukan untuk
menyembuhkan kanker payudara.
4. Mengetahui tentang kebijakan dan program pemerintah yang
menangani masalah kanker payudara.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Faktor Determinan Penyakit Kanker Payudara


1. Etiologi Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan
bagi wanita karena jika sudah memasuki stadium lanjut, maka harapan
sembuhnya sudah tidak ada. Akan tetapi, jika terdeteksi sejak dini, penyakit
ini sebenarnya bisa diobati hingga sembuh. 8-9% wanita memiliki
kemungkinan akan terkena kanker payudara, menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO). Kanker ini merupakan kanker terganas dan paling sering
terjadi pada wanita di seluruh dunia, setelah kanker serviks. Menurut laporan
WHO tahun 2005, wanita penderita kanker payudara telah mencapai 1,15 juta
jiwa, 700.000 di antaranya hidup di negara berkembang, termasuk Indonesia
(Irena, 2018).
Kanker yang paling sering menimpa wanita di seluruh dunia adalah
kanker payudara dengan pesrsentase yaitu sekitar 22% dari semua kasus
kanker pada wanita. Termasuk penyebab kedua kematian terkait kanker
setelah kanker paru-paru. Insiden tertinggi kanker payudara adalah antara usia
40 dan 49, dengan kurang dari 5% insidennya sebelum usia 35 tahun.
Dibandingkan dengan wanita, pria jarang terkena penyakit kanker payudara,
terhitung hingga 1% dari semua kasus kanker payudara. Peningkatan jumlah
penderita kanker payudara yang signifikan disebabkan oleh perubahan gaya
hidup masyarakat dan kemajuan teknik diagnosis tumor ganas payudara
(Maria et al., 2017).
Terdapat tiga kategori faktor resiko yang memperbesar peluang terkena
kanker payudara yaitu: hormonal, intrinsik, dan ekstrinsik. Faktor hormonal
contohnya yaitu paparan hormon steroid. Faktor risiko intrinsik bersifat
herediter atau keturunan. Faktor ekstrinsik adalah gaya hidup dan faktor
lingkungan. Gaya hidup mempengaruhi kesehatan. Perilaku peningkatan
kesehatan dapat diatur dan dipilih sendiri oleh masing-masing individu.

7
Keputusan individu tentang apakah aktivitasnya sehat dipengaruhi oleh faktor
karakteristik sosial dari tiap individu (Maria et al., 2017)`
2. Faktor Resiko Kanker Payudara
Faktor yang memperbesar resiko terjadinya kanker payudara di
antaranya :
1. Umur
Semakin bertambahnya umur, peluang untuk terkena kanker
payudara juga akan bertambah, demikian pula kemungkinan kerusakan
genetik (mutasi). Usia 25 memiliki resiko mengalami kanker payudara
yaitu sekitar 1 : 20.000, dan akan meningkat menjadi 1 pada umur 35
tahun. Antara usia 60 dan 50, ia memiliki 1 dari 50 risiko kanker payudara
(Suardita et al., 2016).
2. Tumor jinak pada payudara
Tumor jinak adalah pertumbuhan berlebih dari jaringan payudara
yang tidak bermetastasis. Tumor jinak lebih umum, tetapi tumor jinak
tidak mengancam jiwa, tetapi membuat Anda berisiko terkena kanker
payudara di masa depan. Gaya hidup yang tidak sehat memperbesar
peluang terkena kanker payudara, seperti pola makan yang tidak baik,
merokok, konsumsi alkohol, dan faktor lingkungan dan gaya hidup
lainnya. Kebiasaan makan yang tidak sehat dapat mempengaruhi status
gizi seseorang, kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi
mempengaruhi kesehatan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak
sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk tumor payudara.
Menurut penelitian di Jepang, diet dapat dikategorikan menjadi: diet barat,
diet sehat, dan diet tradisional Jepang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pola makan barat berenergi tinggi, termasuk sering mengonsumsi
daging merah, makanan asin dan manis, meningkatkan risiko kanker
payudara pada wanita sebesar 68% (Nasyari et al., 2020).
3. Stres
Kanker payudara juga dapat disebabkan oleh stres. Ketika seseorang
mengalami stres, maka sistem pada tubuhnya juga mengalami penurunan

8
fungsi. Ketika tubuh kurang mampu menjalankan fungsi sebagaimana
mestinya, hal ini disebut distres. Stres yang paling banyak terjadi adalah
psikostres, yaitu stres karena tingginya beban hidup, yang berujung pada
stres psikobiologis. Hal ini mengakibatkan kekebalan tubuh menjadi
melemah. Orang yang terkena lebih rentan terhadap penyakit fisik dan
mental yang mungkin terkait dengan risiko mereka mengembangkan sel
ganas (kanker) (Maria et al., 2017).
4. Pola Makan
Menurut Yulianti et al., (2016), diet atau mengatur pola makan
adalah pengaturan kualitas dan jumlah makanan yang dimakan oleh
seseorang waktu tertentu. Faktor ekonomi, budaya dan agama
mempengaruhi pola makan. Pola makan berhubungan dengan risiko
kanker. Makanan yang dikonsumsi tidak bekerja sendiri-sendiri, mereka
saling bergantung nutrisi ini. Asupan makanan dikaitkan dengan efek
risiko negatif atau positif untuk perkembangan sel kanker. Pengelompokan
pola makan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Makan sehat
2) Pola makan buruk/tidak sehat
5. Genetik
Kanker payudara terjadi dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita
dengan riwayat keluarga kanker payudara lebih berisiko untuk terkena
kanker payudara. Jika memiliki ibu, saudara, atau anak pengidap kanker
payudara, maka seseorang tersebut tiga kali lebih mungkin terkena kanker
payudara (Sari & Gumayesty, 2016).
Kanker payudara merupakan kanker familial. 75% dari sindrom ini
disebabkan oleh mutasi pada gen p53. Gen p53 adalah gen penekan tumor,
dan mutasi pada gen p53 mengganggu fungsinya sebagai gen penekan
tumor, memungkinkan sel untuk terus berkembang biak tak terkendali.
Memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara maupun ovarium
dalam keluarga meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Kanker
payudara dikaitkan dengan riwayat kanker keluarga. Gen BRCA1 yang

9
yang diwariskan memiliki peningkatan risiko terkena kanker payudara
pada generasi selanjutnya (Azmi et al., 2020).
Riwayat kanker payudara pada keluarga meningkatkan resiko
seseorang terkena kanker payudara. Seorang wanita dengan riwayat
keluarga kanker payudara generasi pertama (ibu, saudara perempuan, atau
anak perempuan) memiliki risiko dua kali lipat. Riwayat kanker dalam dua
generasi berturut-turut meningkatkan risikonya tiga kali lipat. Namun,
hubungan kausal yang tepat antara keduanya masih belum diketahui
(Ningrum & Rahayu, 2021).
6. Lama Menggunakan Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang meningkatkan risiko
terkena kanker payudara. Peningkatan risiko kanker payudara juga terjadi
pada wanita yang menggunakan terapi hormon, seperti hormon eksogen.
Hormon eksogen ini dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker
payudara. Menggunakan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan
paparan hormon estrogen dalam tubuh Anda. Peningkatan paparan
hormon estrogen yang menyebabkan pertumbuhan sel abnormal di area
tertentu. B. Payudara dapat menginduksi (Dewi & Hendrati, 2009).
7. Perokok Pasif
Asap tembakau yang dihembuskan oleh perokok mengandung
banyak zat, sehingga paparan asap tembakau sangat berbahaya bagi
kesehatan. Partikel berbahaya seperti karbon monoksida. Semakin lama
waktu paparan, semakin kuat efek berbahaya. Semakin lama Anda
menghirup asap merokok, semakin banyak partikel racun dan zat
karsinogenik yang menumpuk di tubuh Anda, sehingga meningkatkan
risiko terkena kanker payudara (Suardita et al., 2016).
8. Umur Menstruasi Pertama
Menarche merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut ketika
wanita mengeluarkan darah dari rahim untuk pertama kalinya, sering
disebut sebagai menstruasi pertama. Seorang gadis berusia antara 10-16
tahun biasanya akan mengalami menstruasi pertama. Ketidakteraturan

10
siklus menstruasi biasanya terjadi pada awal menarche, tetapi setelah itu
teratur dengan peristiwa ovulasi yang teratur. Menarche dini pada wanita
di bawah usia 12 tahun menyebabkan tubuh lebih cepat terpapar hormon
estrogen, yang bisa menyebabkan pertumbuhan sel abnormal pada bagian
tubuh tertentu. Perkembangan kanker payudara oleh paparan estrogen
belum diketahui penyebab pastinya, baik karena estrogen merangsang
pembelahan sel epitel maupun karena estrogen dan metabolitnya yang
bertindak langsung sebagai mutagen (Dewi & Hendrati, 2009).
9. Perokok Aktif
Perokok tujuh kali lebih mungkin terkena kanker, dalam hal ini
termasuk kanker payudara. Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa
perokok pasif jauh lebih berisiko terkena kanker payudara ketimbang
perokok aktif. Asap rokok yang sering dihirup oleh perokok pasif dapat
menaikkan risiko kanker payudara karena rokok mengandung
bahan kimia tingkat tinggi yang dapat menyebabkan kanker payudara
(Maria et al., 2017).
10. Riwayat Kegemukan
Kelebihan energi terjadi ketika energi yang dikonsumsi melebihi
energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi diubah menjadi lemak tubuh.
Kelebihan energi ini akan menaikkan berat badan dan mengakibatkan
obesitas. Peningkatan sintesis estrogen dalam timbunan lemak
meningkatkan risiko obesitas. Kadar estrogen yang tinggi mengganggu
pertumbuhan jaringan payudara. Sel membelah karena tidak ada
proliferasi jaringan yang berlebihan dan ambang kematian sel secara terus-
menerus, mengakibatkan kanker payudara (Irena, 2018).
11. Minum Alkohol
Alkohol merupakan senyawa kimia yang dapat merusak proses dan
fungsi organ dalam tubuh. Kebiasaan sering minum alkohol teratur tiga
kali lebih mungkin menderita kanker (Kuryanti, 2019).
Konsumsi alkohol dapat merusak organ dan sistem organ. Sistem
organ yang dapat rusak akibat konsumsi alkohol adalah sistem saraf pusat,

11
hati, sistem kardiovaskular, sistem pencernaa, sistem imun, dan lain-lain.
Penyerapan zat gizi juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi alkohol, serta
meningkatkan resiko terjadinya kanker (Putra, 2012).
12. Memiliki Riwayat Kanker Payudara
Wanita yang pernah mengidap kanker payudara sebelumnya
mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk mengalaminya lagi. Wanita
masih berisiko bahkan ketika sel kanker dikeluarkan dari jaringan
payudara (Kuryanti, 2019).
B. Gejala Kanker Payudara
Ketika seseorang menderita kanker payudara, mereka mungkin mengalami
gejala berikut:
1. Perubahan ukuran ditandai dari besar sebelumnya 34 menjadi 32
(contoh ukuran pakaian dalam) dan perubahan bentuk sebelumnya
ditandai ke arah tengkuk.
2. Ada gumpalan
3. Jika Anda menderita kanker payudara, saat Anda mencubit puting,
keluar cairan kental berwarna kuning atau seperti nanah. Juga, fase
kronis meliputi warna cairan kecoklatan seperti darah. Secara kasar,
apapun cairannya.
4. Keluarnya cairan dari puting tanpa alasan bukanlah hal yang normal,
terutama jika Anda tidak sedang hamil atau menyusui.
5. Gatal tak terduga di dada. Lalu ada kerutan yang sedikit lebih gelap dan
tidak terlalu besar.
6. Kulit di sekitar payudara berubah warna secara drastis, seperti
kemerahan, bengkak, atau menggelap di salah satu sisi payudara.
7. Perubahan bentuk putting
8. Perubahan puting ditandai dengan ruam pada puting dan puting tertarik
ke dalam.
C. Pencegahan Kanker Payudara
Ketika seseorang menderita kanker payudara, mereka mungkin mengalami
gejala berikut:

12
1. Perubahan ukuran ditandai dari besar sebelumnya 34 menjadi 32 (contoh
ukuran pakaian dalam) dan perubahan bentuk dari putaran sebelumnya ditandai
ke arah tengkuk.
2. Ada gumpalan
3. Jika Anda menderita kanker payudara, saat Anda mencubit puting, keluar
cairan kental berwarna kuning atau seperti nanah. Juga, fase kronis meliputi
warna cairan kecoklatan seperti darah. Secara kasar, apapun cairannya
Keluarnya cairan dari puting tanpa alasan bukanlah hal yang normal, terutama
jika Anda tidak sedang hamil atau menyusui.
4. Gatal tak terduga di dada. Lalu ada kerutan yang sedikit lebih gelap dan tidak
terlalu besar.
5. Kulit di sekitar payudara berubah warna secara drastis, seperti kemerahan,
bengkak, atau menggelap di salah satu sisi payudara.
6. Perubahan bentuk puting
7. Perubahan puting ditandai dengan ruam pada puting dan puting tertarik ke
dalam.

D. Pengobatan Kanker Payudara


Perawatan biasanya dimulai sekitar seminggu setelah biopsi setelah
penilaian menyeluruh terhadap kondisi pasien. Tingkat stadium, berpengaruh
pada pengobatan kanker payudara. Berhasil tidaknya pengobatan ditentukan
oleh tingkat keparahannya. Lebih cepat terdeteksi, maka lebih mudah untuk
disembuhkan. Perawatan untuk kanker payudara meliputi:
a. Operasi
Perawatan bisa berupa operasi pengangkatan sebagian atau seluruh
payudara. Operasi bertujuan untuk membuang sel kanker pada payudara.
Terdapat beberapa macam operasi yang digunakan untuk mengobati
kanker payudara di antaranya :
1) Lumpektomi

13
Lumpektomi adalah operasi pengangkatan sebagian payudara di
mana cuma jaringan yang terdapat sel kanker yang diangkat, bukan
seluruh payudara. Lumpektomi selalu disertai terapi radiasi.
Lumpektomi umumnya diperuntukan untuk penderita dengan ukuran
tumornya lebih kecil dari 2 cm pada sisi payudaranya (Putri & Rahayu,
2019).
2) Mastektomi
Dunia medis kini telah banyak mengembangkan teknologi canggih
untuk menyembuhkan kanker, dan teknologi ini telah memberikan
beberapa cara untuk mengobati kanker payudara, satu di antaranya
adalah mastektomi. Kebanyakan orang mengambilnya karena memiliki
tingkat kesembuhan tertinggi. Mastektomi adalah operasi
pengangkatan kanker payudara yang memungkinkan dilakukan pada
stadium II dan III. Proses perkembangan sel kanker dapat terganggu
dengan penggunaan masektomi dan umumnya memiliki tingkat
kesembuhan mencapai 85% hingga 87%. Akan tetapi, jika tidak
ditangani dengan hati-hati, pasien dapat kehilangan sebagian atau
seluruh payudaranya dan terjadi mati rasa atau kelumpuhan pada kulit
(Guntari & Suariyani, 2016)
Menurut Saragih (2021), mastektomi yang dilakukan pada pasien
kanker payudara meliputi mastektomi radikal, mastektomi revisi
radikal (Patti mastektomi), dan berbagai jenis yang dapat menyebabkan
limfedema dengan mastektomi sederhana atau total. ada. Mastektomi
total dengan diseksi kelenjar getah bening.
a. Mastektomi simplek : Semua jaringan payudara diangkat, namun
otot di bawahnya dibiarkan utuh dan kulit yang tersisa cukup untuk
menutupi luka operasi. Rekonstruksi payudara lebih mudah bila otot
dada dan jaringan lain di bawah payudara tetap utuh. Karena kanker
payudara sering kambuh setelah operasi konservasi payudara, jadi
masektomi ini dapat digunakan untuk mengobati kanker yang telah
menyebar ke ke seluruh tubuh.

14
b. Mastektomi sederhana dengan diseksi kelenjar getah bening disebut
juga mastektomi radikal yang dimodifikasi bersamaan dengan
pengangkatan kelenjar getah bening aksila, semua jaringan payudara
diangkat, menyisakan otot dan kulit.
c. Masektomi radikal : Seluruh payudara, otot dada, dan jaringan lain
diangkat.
3) Operasi Pengangkatan Kelenjar Getah Bening
Diseksi kelenjar getah bening aksila dimaksudkan untuk
mengetahui status kelenjar getah bening aksila, dengan atau tanpa
metastasis. Ini memiliki dua implikasi penting. Sebagai informasi
prognostik dan informasi untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
Kelenjar getah bening aksila metastatik memiliki dampak signifikan
pada prognosis. Informasi tentang tahap aksila dapat mempengaruhi
keputusan perilaku.
Diseksi kelenjar getah bening aksila adalah prosedur standar
untuk hampir semua pasien dengan kanker payudara invasif dan
penyakit tingkat tinggi DCIS-nya. Metastasis jarang terjadi pada pasien
dengan kanker tubular kecil (kurang dari 1 cm) atau metastasis aksila.
Diseksi standar kelenjar getah bening aksila adalah pengangkatan Burg
level I dan II. Pembedahan kelenjar getah bening aksila tingkat III
meningkatkan risiko limfedema tanpa memberikan informasi
prognostik yang penting (Harahap, 2015).
b. Radioterapi
Terapi radiasi merupakan pengobatan kanker yang memanfaatkan
sinar-x. Energi tinggi atau jenis radiasi lainnya digunakan untuk
mematikan sel kanker atau mencegah perkembangannya. Radiasi, atau
terapi radiasi, kadang disebut radioterapi, adalah jenis terapi yang
menggunakan radiasi yang terbuat dari energi radioaktif. Perawatan ini
sering diberikan kepada pasien kanker. Terapi radiasi sering diberikan
sendiri tetapi sering digabungkan dengan perawatan lain seperti
kemoterapi dan pembedahan. Saat ini, kemoterapi dan pembedahan

15
digunakan untuk pengobatan kanker di Indonesia. Penggunaan radioterapi
untuk kanker belum meluas (Putri & Rahayu, 2019).
Terapi radiasi merupakan salah satu modalitas penting dalam
pengobatan kanker di Indonesia. Terapi multimodalitas saat ini menjadi
salah satu pengobatan untuk kanker payudara. Pembedahan, sebagai
pengobatan utama bersama dengan radioterapi dan kemoterapi,
merupakan metode pengobatan yang penting dalam pengobatan kanker
payudara. Kurang lebih 25% pasien yang menerima pengobatan radiasi di
pusat radioterapi merupakan penderita kanker payudara. Tujuan dari terapi
radiasi yaitu untuk merusak molekul DNA pada jaringan target. Terdapat
dua jenis mekanisme kerusakan DNA oleh radiasi pengion: ionisasi
langsung dan ionisasi tidak langsung. Kerusakan pengion langsung
biasanya disebabkan oleh radiasi partikel. Ini karena energi kinetik partikel
dapat secara langsung merusak struktur atom jaringan hidup dalam
perjalanannya. Ionisasi tidak langsung, di sisi lain, umumnya disebabkan
oleh radiasi elektromagnetik oleh elektron sekunder/radikal bebas. Ini
berinteraksi dengan DNA dan menyebabkan kerusakan. Kerusakan ini
dapat berupa single-strand break (SSB) dan double-strand break (DSB).
Kerusakan pada salah satu untai DNA (SSB) diperbaiki oleh sel,
sedangkan kerusakan pada untai ganda seringkali menyebabkan kematian
sel (Prastanti et al., 2016).
c. Kemoterapi
Menurut Yudissanta & Ratna, (2012), kemoterapi adalah penerapan
obat-obatan yang membunuh kanker. Obat ini dapat diberikan dalam
bentuk IV, injeksi, tablet atau cairan. Karena obat-obatan tersebut
dimasukkan ke dalam aliran darah, kemudia disebarkan ke seluruh
tubuh. Kanker yang telah menyebar ke hampi seluruh tubuh, cocok
untuk ditangani dengan kemoterapi. Obat ini mematikan sel kanker,
tidak hanya itu, kemoterapi juga dapat merusak sel tubuh. Biasanya
dapat menyebabkan efek samping. Metode kemoterapi yang umum
digunakan untuk pasien kanker payudara meliputi:

16
a. Kemoterapi adjuvan
Perawatan pasien pasca operasi yang kankernya belum menyebar
disebut terapi adjuvan. Kemoterapi jenis ini dirancang guna
memperkecil penyakit kanker payudara datang kembali.
b. Kemoterapi neoajuvan
Kemoterapi sebelum operasi disebut terapi neoadjuvant.
Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah tumor yang besar
dapat dikecilkan sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi
daripada mastektomi. Belum jelas apakah kemoterapi neoadjuvant
meningkatkan kelangsungan hidup, tapi setidaknya efektif sebagai
terapi adjuvant pasca operasi.
c. Kemoterapi paliatif
Kemoterapi paliatif biasanya lebih disukai untuk pasien dengan
kanker stadium lanjut yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup daripada menyembuhkan. Jadi jika Anda menawarkan
kemoterapi paliatif, Anda harus benar-benar mempertimbangkannya.
Menghormati otonomi (semua keputusan diserahkan kepada pasien),
bermanfaat (apa yang kami tawarkan selalu bermanfaat), tidak
berbahaya dan keadilan (bijaksana).
d. Terapi Hormonal
Terapi hormon merupakan ketika penyakit berkembang dalam
bentuk metastasis. Terapi hormon kebanyakan diperuntukan secara
paliatif sebelum kemoterapi. Alasannya yaitu terapi hormon berlangsung
lama dan memiliki efek samping yang lebih sedikit, namun hanya
beberapa jenis kanker yang mampu merespons terapi hormon.
Pengobatan utama untuk Stadium IV adalah terapi hormon (Sri Wahyuni
et al., 2018).
e. Terapi Imunologi
Studi selama beberapa dekade terakhir telah menjelaskan bahwa
imunoterapi efektif merawat pasien dengan stadium lanjut. Imunoterapi ini

17
termasuk terapi antibodi, vaksinasi, transfer sel T adopsi, dan transfer gen
reseptor sel T (Cahyawati, 2018).
1) Imunoterapi Berbasis Terapi Antibodi
Kanker payudara dapat diobati dengan terapi antibodi
menggunkan antibodi monoklonal secara spesifik berikatan dengan
sel kanker dan menginduksi respon imun dan apoptosis pada sel
kanker tersebut. Antibodi monoklonal terdiri dari beberapa jenis yang
telah disetujui untuk digunakan sebagai pengobatan kanker oleh Food
and Drug Administration (FDA). Antibodi monoklonal ini termasuk
reseptor faktor pertumbuhan epidermal (Cetuximab, Erbitux), faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) (Bevacizumab, Avastin), dan
reseptor faktor pertumbuhan epidermal (Panitumumab, Vectibix).
2) Imunoterapi Berbasis Sel Limfosit T
Limfosit T anti tumor sitotoksik yang digunakan untuk mematikan
sel tumor. Imunoterapi terdiri dari vaksinasi, transfer sel T adopsi, dan
transfer gen reseptor sel T.
a. Vaksinasi
Antigen tumor spesifik yang berasal dari peptida, protein, dan
DNA digunakan sebagai vaksin pada kanker payudara. Vaksin
diinjeksikan secara subkutan ke pasien sehingga vaksin tersebut akan
dibawa ke sel dendritik dan makrofag yang menampilkan antigen.
Fungsinya yaitu untuk menginduksi respon imun berupa pertumbuhan
limfosit anti tumor. Ia melakukan perjalanan ke situs tumor dan
membunuh sel-sel tumor.
b. Adoptive T Cell Transfer
Hasil studi klinis menunjukkan bahwa transfer sel T adopsi sebagai
imunoterapi pasif pada pasien kanker sangat efektif melawan sel
kanker. Transfer sel T adopsi melibatkan pembentukan limfosit T
antitumor dari jaringan tumor primer, yang kemudian dikembangkan
dan diaktifkan secara in vitro dan diinfuskan kembali ke pasien

18
(biasanya 109-1011 sel T ditransfer). Ia melakukan perjalanan ke
lokasi tumor dan membunuh sel tumor yang ada.
c. T Cell Receptor Gene Transfer
Imunoterapi dikembangkan berdasarkan adanya reseptor pada
permukaan sel T, tempat pengenalan antigen, memungkinkan sel T bekerja.
Pensinyalan reseptor sel-R bekerja langsung pada antigen
histokompatibilitas minor yang diekspresikan oleh sel hematopoietik,
Pengobatan ini sangat mungkin merupakan penemuan baru Untuk
pengobatan keganasan sel hematopoietik.

E. Kebijakan atau Program Pemerintah


1. Sedang Berlangsung
Pemerintah sudah menerapkan banyak aturan dan program untuk
memerangi kanker payudara. Program tersebut bertujuan untuk
meningkatkan deteksi dini dan upaya menindaklanjuti kanker payudara
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien kanker serta
meminimalisir kematian akibat kanker. Tujuan tersebut akan tercapai, jika
dilakukan program pengendalian kanker dengan peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kanker payudara dan cara mudah melakukan deteksi dini
terhadap kanker payudara. Program utama dalam kanker payudara adalah
Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Klinis
(SADANIS) (Kusumawaty et al., 2021).
Dari berbagai pilihan deteksi dini, SADARI) merupakan metode
deteksi dini yang mudah karena dapat dilakukn oleh setiap individu. Tujuan
dari SADARI adalah untuk memastikan tidak ada benjolan pada payudara
dengan melihat morfologinya apakah ada benjolan, perubahan warna, tekstur
puting susu, cairan atau nanah atau darah. Melaksanakan SADARI secara
rutin sesuai prosedur praktik yang baik menawarkan sejumlah manfaat.
Singkatnya, kanker payudara berisiko kematian karena dapat dideteksi sejak
dini, yang mengoptimalkan proses pengobatan, membuat pengobatan lebih

19
murah, dan meningkatkan kelangsungan hidup (Karnawati & Suariyani,
2022).
SADARI adalah pemeriksaan payudara sendiri. Wanita dapat
menggunakan cermin untuk mendeteksi dini kanker payudara. Deteksi dini
dapat memperkecil resiko kemungkinan benjolan akan berkembang menjadi
kanker.
Pemeriksaan payudara sendiri dapat dilakukan oleh tiap orang.
Berdasarkan data Penyakit Tidak Menular (PTM), perilaku masyarakat
terhadap deteksi dini kanker payudara masih rendah. Ditemukan bahwa
53,7% tidak pernah mengalami BSE (breast self examination) dan 46,3%
pernah mengalami BSE. BSE adalah pemeriksaan payudara sendiri. Wanita
menggunakan cermin untuk deteksi dini kanker payudara menentukan
kemungkinan benjolan berkembang menjadi kanker ganas (Fitri, 2022).
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kesulitan keuangan
pelayanan medis adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN merupakan
jaminan kesehatan untuk melindungi dan memelihara kesehatan yang dicapai
dengan membayar premi asuransi. JKN diadakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). JKN adalah salah satu jenis Skema Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diamanatkan dan dilaksanakan melalui mekanisme
asuransi. Pelaksanaan JKN dimulai pada 1 Januari 2014. JKN menawarkan
berbagai layanan yang terjangkau, salah satunya di rumah sakit. Rumah sakit
merupakan fasilitas kesehatan yang maju dan menjadi faktor penting dalam
pelaksanaan JKN. Diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, JKN
diselenggarakan melalui tarif INA CBG. Tarif INA-CBG menjadi patokan
pembiayaan pengobatan BPJS-nya sesuai diagnosis penyakit. Klasifikasi
penyakit sangat penting karena berbagai bentuk paparan memiliki
pembayaran yang berbeda (Santoso et al., 2020).
Pengetahuan sangat penting dalam praktek SADANIS. Tindakan
membuat SADANIS bekerja dengan baik ketika Anda memiliki seseorang
yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang SADANIS. Namun
implementasi SADANIS akan gagal jika tidak memiliki pengetahuan yang

20
cukup tentang pentingnya, manfaat, dan pedoman menjalankan SADANIS.
Studi menemukan bahwa sebagian besar responden tidak memahami faktor
risiko kanker payudara dan pentingnya sadanis, sehingga masih banyak pasien
yang menerima pengobatan untuk stadium lanjut (Santi et al., 2019).
Disusun sebagai panduan pencegahan kanker, pola hidup sehat, dan
deteksi dini, program penatalaksanaan kanker terpadu paripurna ini memang
menjadi rujukan penting. Lebih lanjut, sebagai upaya terhadap Program
Nasional Pengendalian Kanker, Kementerian Kesehatan dan seluruh
pemangku kepentingan terkait bekerja sama dengan Rencana Kerja Lima
Tahun (2010-2014) telah disusun. Rencana kerja ini direkomendasikan untuk
semua pemerintah daerah dalam mengembangkan program pengendalian
kanker.
Tujuan pemberantasan kanker di Indonesia adalah menurunkan angka
penderita dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit kanker serta
menaikkan kualitas hidup penderitanya. Program tersebut secara
komprehensif menerapkan pencegahan primer (sosialisasi, promosi
kesehatan, vaksinasi), pencegahan sekunder (deteksi dini), dan pencegahan
tersier (pengobatan, perawatan). Kegiatan penting lainnya termasuk
pemantauan, penelitian, dukungan dan rehabilitasi (Labibah et al., 2018).
Upaya pencegahan meliputi pengembangan kebijakan, kampanye dan
promosi (komunikasi, informasi, edukasi/KIE) untuk mengendalikan faktor
risiko; meningkatkan keterlibatan pemerintah dan pemerintah daerah; )
dilakukan melalui Diagnosis dan pengobatan yang disediakan melalui
penyediaan sarana dan prasarana diagnostik dan pengobatan, pemberian
layanan kanker, rumah sakit, dan sistem rujukan. di samping itu. Pelayanan
perawatan paliatif dilaksanakan dengan mendirikan unit perawatan paliatif di
rumah sakit untuk melayani pasien kanker (Cahyawati, 2018).
2. Sudah Berlangsung
Terdapat 14 provinsi di Indonesia yang sejak tahun 2007 sampai
2010 berkomitmen untuk melakukan pengendalian kanker serviks dan
payudara melalui deteksi dini. Pendekatan one visit pemeriksaan visual

21
dengan asam asetat (IVA) dan cryotherapy jika IVA positif digunakan untuk
deteksi dini kanker serviks, sedangkan pemeriksaan payudara klinis
digunakan untuk deteksi dini kanker payudara. (CBE) metode yang
digunakan. Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali telah
berhasil melaksanakan program ini. Hasil skrining/deteksi dini 2007–2010
diuji pada 291.473 (30–50) tahun wanita, positif VIA-nya ditemukan pada
4,3% wanita. 0,27% suspek kanker serviks dan 0,47% suspek tumor payudara
(Rasyid & Maliani, 2018).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pertumbuhan abnormal sel payudara yang berlangsung dengan cepat dan
menyebar di seluruh tubuh disebut kanker. Kanker payudara memiliki
beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya yaitu umur,
tumor jinak, stres, pola makan, genetik, lama menggunkan kontrasepsi,
perokok pasif, perokok aktif, umur menstruasi pertama, riwayat
kegemukan, minum alkohol, memiliki riwayat kanker payudara.
2. Penerapan gaya hidup sehat dapat mencegah kanker payudara. Pola makan
yang sehat dan seimbang, mengkonsumsi banyak buah dan sayur,
mempertahankan berat badan ideal, berhenti merokok, tidak minum
alkohol, dan rutin berolahraga. Perawatan untuk kanker payudara meliputi
pembedahan, radiasi, kemoterapi, terapi hormon, dan imunoterapi.
3. Disusun sebagai panduan pencegahan kanker, pola hidup sehat, dan deteksi
dini, program penatalaksanaan kanker terpadu paripurna ini memang
menjadi rujukan penting. Tujuan pemberantasan kanker di Indonesia adalah
untuk meminimalkan angka kematian serta meningkatkan harapan hidup
penderitanya. Pemerintah secara komprehensif menerapkan pencegahan
primer (sosialisasi, promosi kesehatan, vaksinasi), pencegahan sekunder
(deteksi dini), dan pencegahan tersier (pengobatan, perawatan paliatif).
B. Saran
1. Setiap wanita memiliki peluang mengalami kanker payudara. Oleh sebab itu,
pengetahuan untuk dapat mendeteksi kanker payudara sedini mungkin harus
dimiliki. Semakin dini terdeteksi, semakin besar harapan kesembuhan dan
harapan hidup penderitanya. Langkah yang dapat ditempuh untuk
mendeteksi dini kanker payudara, yaitu SADARI (Periksa Payudara Sendiri),
dianjurkan mulai melakukannya pada usia 20 tahun, minimal sekali sebulan.
Kedua, lakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan.

23
2. Peran pemerintah dalam memerangi kanker payudara sangat penting. Tentu
saja, kami perlu mengalokasikan dana untuk inisiatif di atas. Hal ini harus
disertai dengan ketersediaan staf dan spesialis terlatih, dan akses untuk
perawatan lanjutan. Diagnosis dibuat. Oleh karena itu, pemerintah
diharapkan mampu mengembangkan rencana pencegahan kanker secara
memadai.

24
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, A. N., Kurniawan, B., Siswandi, A., & Detty, A. U. (2020). Hubungan Faktor
Keturunan Dengan Kanker Payudara DI RSUD Abdoel Moeloek. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 702–707.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.373
Cahyawati, P. N. (2018). Imunoterapi pada Kanker Payudara. WICAKSANA, Jurnal
Lingkungan & Pembangunan, 2(1), 52–55.
Dewi, G. A. T., & Hendrati, L. Y. (2009). Analisis Risiko Kanker Payudara
Berdasar Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal dan Usia Merche. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 12–23, 3, 12–23.
Fitri, H. E. S. S. S. A. (2022). Pengaruh Penerapan Sadari Pada Remaja Putri
Terhadap Kemampuan Deteksi Dini Kanker Payudara Di Mts Muhammadiyah
Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya. PREPOTIF : Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6(Vol. 6 No. 3 (2022): DESEMBER 2022), 2459–2464.
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/prepotif/article/view/8320/
8336
Guntari, G. A. S., & Suariyani, N. L. P. (2016). Gambaran Fisik Dan Psikologis
Penderita Kanker Payudara Post Mastektomi Di Rsup Sanglah Denpasar
Tahun 2014. Arc. Com. Health, 3(1), 24–35.
Harahap, W. A. (2015). Pembedahan Pada Tumor Ganas Payudara. Majalah
Kedokteran Andalas, 38(1), 57.
Irena, R. (2018). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Kanker Payudara Di RSUD
Bangkinang. Garuda Ristekdikti, 2(1), 1–8.
Karnawati, P. W. W., & Suariyani, N. L. P. (2022). Faktor Yang Memengaruhi
Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) pada Wanita Usia Subur.
Archive of Community Health, 9(1), 150.
https://doi.org/10.24843/ach.2022.v09.i01.p11
Kuryanti, S. J. (2019). Perancangan Aplikasi Animasi Interaktif Sosialisasi Kanker
Payudara untuk Wanita Remaja dan Dewasa. Jurnal & Penelitian Teknik
Informatika, 2(2), 81–87.

25
Kusumawaty, J., Noviati, E., Sukmawati, I., Srinayanti, Y., & Rahayu, Y. (2021).
Efektivitas Edukasi SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) Untuk Deteksi
Dini Kanker Payudara. ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(1),
496–501. https://doi.org/10.35568/abdimas.v4i1.1177
Labibah, U. H., Indarjo, S., & Cahyati, W. H. (2018). Perilaku deteksi dini kanker
payudara pada wanita dengan riwayat keluarga kanker payudara. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 17(1), 1–20.
Maria, I. L., Sainal, A. A., & Nyorong, M. (2017). Risiko Gaya Hidup Terhadap
Kejadian Kanker Payudara Pada Wanita. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 13(2), 157. https://doi.org/10.30597/mkmi.v13i2.1988
Nasyari, M., Husnah, H., & Fajriah, F. (2020). Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Tumor Payudara Di Rsud Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 6(1), 29.
https://doi.org/10.29103/averrous.v6i1.2659
Ningrum, M. P., & Rahayu, R. S. R. (2021). Determinan Kejadian Kanker Payudara
pada Wanita Usia Subur (15-49 Tahun). Indonesian Journal of Public Health
and Nutrition, 1(3), 362–370. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN
Prastanti, A. D., Wahyuni, S., & Masrochah, S. (2016). Efek Radiasi terhadap
Perubahan Jumlah Leukosit dan Eritrosit pada Pasien Kanker Payudara
Sebelum dan Setelah Radioterapi. Jurnal Imejing Diagnostik (JImeD), 2(1),
124–128. https://doi.org/10.31983/jimed.v2i1.3169
Putra, A. (2012). Pengaruh Alkohol Terhadap Kesehatan. In Semnas FMIPA
UNDIKSHA (pp. 1–8).
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/view/2749
Putri, M. E., & Rahayu, U. (2019). Pemberian Asuhan Keperawatan secara Holistik
pada Pasien Post Operasi Kanker Payudara. Media Karya Kesehatan, 2(2),
191–203. https://doi.org/10.24198/mkk.v2i2.22761
Rasyid, M. Z., & Maliani. (2018). Kebijakan Pengendalian Kanker Melalui
Pelaksanaan Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dalam Upaya Deteksi
Dini Kanker Leher Rahim di Banjarbaru. Jurnal Kebijakan Pembangunan,
13(2), 123–128.

26
Santi, N., Suwarni, L., & Widyastutik, O. (2019). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) pada WUS di Puskesmas
Alianyang Pontianak. Jurnal Mahasiswa Dan Penelitian Dan Kesehatan, 6(1),
16–26.
Santoso, A., Sulistyaningrum, I. H., Rosyid, A., Cahyono, E. B., Riyanto, B., Studi,
P., Staf, K., Ilmu, M., Medik, K. S., Agung, I. S., & Payudara, K. (2020).
Perbandingan Biaya Rill dengan Tarif INA- CBG ’ S Penyakit Kanker
Payudara Pada Era Jaminan Kesehatan Nasional. Farmasi Sains Dan Praktis,
6(1), 60–66.
https://scholar.archive.org/work/zteqwjctmrb2tchwf3g4ij4jb4/access/waybac
k/http://journal.ummgl.ac.id/index.php/pharmacy/article/download/2963/170
1/.
Saragih, H. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lymphedema Pada Pasien
Kanker Payudara Pasca Mastektomi Di Rsup Haji Adam Malik Medan Tahun
2019. Public Health Journal, 7(2), 27–30.
Sari, D. P., & Gumayesty, Y. (2016). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Kanker Payudara di Polikinik Onkologi RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 05(2), 84–92.
Sri Wahyuni, F., Windrasari, W., & Khambri, D. (2018). Evaluasi Terapi Adjuvant
Hormonal dan Hubungannya Terhadap Outcome Klinis Pasien Kanker
Payudara Stadium Dini di Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis,
5(3), 176–184.
Suardita, I. W., Chrisnawati, & Agustina, D. M. (2016). Faktor-faktor Resiko
Pencetus Prevalensi Kanker Payudara. Jurnal Keperawatan Suaka Insan, 1(2),
1–14.
Yudissanta, A., & Ratna, M. (2012). Analisis pemakaian kemoterapi pada kasus
kanker payudara dengan menggunakan metode regresi logistik multinomial
(studi kasus pasien di Rumah Sakit “X” Surabaya). Jurnal Sains Dan Seni ITS,
1(1), 112–117.
Yulianti, I., Setyawan, H., & Sutiningsih, D. (2016). Faktor-Faktor Risiko Kanker
Payudara. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(4), 401–409.

27
28

Anda mungkin juga menyukai