Anda di halaman 1dari 3

1.

Respon Imun Terhadap Infeksi Jamur dan Parasit

Sedikit yang mengetahui tentang tanggapan kekebalan terhadap infeksi jamur, tetapi
infeksi ini diduga melibatkan sel T dan makrofag. Infeksi jamur biasanya hanya menyerang
bagian luar tubuh. Tetapi beberapa jamur biasanya dapat menyebabkan penyakit sistemik yang
berbahaya, seperti memasuki paru-paru dalam bentuk spora. Kelainan yang terjadi tergantung
pada tingkat dan sifat respon imun inang. Gangguan dapat bermanifestasi dalam bentuk gejala
saluran pernapasan, reaksi hipersensitivitas parah, hingga kematian. Penyakit jamur (mikosis)
banyak ditemukan tetapi biasanya hanya menimbulkan rasa sakit pada inang yang terinfeksi.
Infeksi jamur sering digambarkan sebagai oportunistik dan dapat menyebabkan penyakit. Infeksi
ini parah pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti pasien AIDS (Nur Ahsani,
2014).

Sebagian besar infeksi parasit bersifat kronis dan disebabkan oleh kekebalan nonspesifik.
Kelemahan dan kemampuan parasit untuk bertahan dari kekebalan spesifik. Saat ini, banyak obat
antibiotik dan antiparasit yang tidak efektif membunuh parasit. Terutama bagi mereka yang
berulang kali terpapar di daerah endemik. Meskipun respon imun nonspesifik terhadap protozoa
adalah fagositosis, banyak dari parasit ini resisten terhadap aksi bakterisidal makrofag, dan
beberapa bahkan hidup di dalam makrofag. Banyak nematoda memiliki lapisan permukaan tebal
yang tahan terhadap mekanisme penghancuran sel neutrofil dan makrofag. Beberapa cacing juga
mengaktifkan komplemen jalur alternatif. Jelas, banyak parasite resistensi terhadap efek litik
komplemen (Amelia, 2011).

2. Gangguan pada Sistem Imun (Hipersensitivitas dan auto imun)

Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi sistem imun yang terjadi ketika jaringan tubuh normal
terluka/rusak. Mekanisme sistem imun melindungi tubuh sama dengan mekanisme reaksi
hipersensitivitas yang merusak tubuh. Oleh karena itu, reaksi alergi juga memengaruhi
komponen sistem kekebalan, antibodi, limfosit, dan sel lain, yang bertindak sebagai pelindung
sistem kekebalan normal. Reaksi-reaksi ini dibagi menjadi empat kelas (tipe I–IV) berdasarkan
mekanisme yang terlibat dan lamanya waktu reaksi. Hipersensitivitas tipe I sebagai reaksi
langsung atau anafilaksis sering dikaitkan dengan alergi. Hipersensitivitas tipe II terjadi ketika
antibodi berikatan dengan antigen pada sel pasien dan menandainya untuk dihancurkan. Juga
dikenal sebagai hipersensitivitas sitotoksik, ini dimediasi oleh antibodi IgG dan IgM-nya.
Kompleks imun (agregat antigen, protein Antibodi komplemen dan IgG dan IgM) ditemukan di
berbagai jaringan yang mengalami reaksi hipersensitivitas tipe III. Hipersensitivitas tipe IV
(seluler) biasanya berkembang dalam beberapa hari. Reaksi tipe IV telah terlibat dalam berbagai
penyakit autoimun dan infeksi, termasuk dermatitis kontak. Respon dimediasi oleh sel T,
monosit, dan makrofag (Hikmah & Dewanti, 2010).
Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh
hilangnya toleransi. Autoimunitas terjadi karena gangguan mekanisme normal yang terlibat
dalam menjaga toleransi diri pada sel B dan T. Autoimunitas diklasifikasikan ke dalam kategori,
yaitu: 1) lokal, hanya mempengaruhi satu organ atau jaringan; 2) sistemik, mempengaruhi
banyak organ dan jaringan; 3) campuran lokal dan sistemik (Togatorop et al., 2021).
3. Lini Pertahanan Tubuh Menyeluruh
Pertahanan tubuh manusia terdiri dari lini pertama, kedua dan ketiga. Sebagai garis
pertahanan pertama, kulit merupakan pertahanan fisik seluruh tubuh. Sel Langerhans pada
lapisan epidermis diketahui merupakan salah satu sel yang berperan dalam pertahanan tubuh
yaitu antigen-presenting cell factor. Jalur kedua dilakukan oleh sel fagositik, sel dendritik,
komplemen, dan sel natural killer sebagai agen imun tubuh. Lini ketiga adalah sel B dan sel T.
Agen kekebalan ini bertindak secara khusus dengan menyerang antigen melalui mekanisme
tertentu (Septiani et al., 2022).
4. Mekanisme Patogen Mengidari Sistem Imun
Patogen intraseluler dapat memasuki sel melalui proses endositosis. Dengan memasuki sel,
patogen dapat menghindari interaksi dengan berbagai molekul sistem kekebalan, termasuk
komplemen, sitokin, dan antibodi, dapat menghindari ancaman fagositosis dari sel fagosit
profesional seperti makrofag. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri dan virus
juga dapat memasuki sel target oleh fagositosis. Langkah pertama patogen adalah menginfeksi
sel tertentu dan menginduksi apoptosis pada sel tersebut. Peningkatan jumlah sel apoptosis
(termasuk virus atau bakteri patogen) menyebabkan makrofag untuk memfagositosisnya. Sel-sel
apoptosis menjalani fagositosis, fagosom, virus, atau bakteri dalam sel apoptosis keluar dari
fagosom dan memasuki lingkungan sitoplasma makrofag yang bersangkutan. Melalui proses ini,
bakteri atau virus tersebut dapat menginfeksi makrofag (Usmar et al., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, S. (2011). Imunitas terhadap penyakit infeksi. In Imunitas terhadap penyakit infeksi
(Vol. 1, pp. 3–14).
Hikmah, N., & Dewanti, I. D. A. R. (2010). Seputar Reaksi Hipersensitivitas (Alergi).
Somatognatic (J.K.G Unej ), 7(2), 108–112.
Nur Ahsani, D. (2014). Respon Imun Pada Infeksi Jamur. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan
Indonesia, 6(2), 55–65. https://doi.org/10.20885/jkki.vol6.iss2.art2
Septiani, D., Nesi., Fuadi, D. F., Shari, A., Lakoan, M. R., Adiana, S., Hayuningrum, C. F.,
Radhina, A., Komara, N. K., Syafitri, P.K., & Hasanah, K. (2022). Patologi Gerak dan
Sendi. Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad Zaeni
Togatorop, L.B., Mawarti H., Saputra, B. A., Elon, Y., Melianti, E., Khotimah, N. V.M.,
Suwarto, T., Haro, M., Sagian, D. M. E., Hastuti P., & Faridah, U. (2021). Keperawatan
Sistem Imun dan Hematologi. Medan: Yayasan Kita Menulis
Usmar, U., Arfiansyah, R., & Nainu, F. (2017). Sensor Asam Nukleat Sebagai Aktivator
Imunitas Intrinsik Terhadap Patogen Intraseluler. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika
Journal of Pharmacy) (e-Journal), 3(2), 174–190.

Anda mungkin juga menyukai