Anda di halaman 1dari 53

BY: SISKA DELVIA

EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Imunologi adalah suatu cabang
yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun
(kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis
sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan
imunologi karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun.
Evolusi perkembangan sistem imun dapat dianggap sebagai suatu seri respons adaptif
terhadap lingkungan yang berubah-ubah dan potensial rawan. Evolusi perkembangan sistem
imun yang ditinjau dari sudut keragaman berbagai macam spesies, dari spesies yang paling
primitif sampai yang paling berkembang yaitu manusia, dinamakan filogeni sistem imun.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta
sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang
menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem
enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

pada eukariot kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan
serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin,
fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang
secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti
manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada
jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini,
sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses
adaptasi membuat memori imunologikal dan membuat perlindungan yang lebih efektif
selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima
adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga
berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit
defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan
munculnya infeksi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang evolusi dari sistem imun yaitu
evolusi imunitas pada invertebrate dan vertebrata.
B.

TUJUAN MASALAH.

1. Mengetahui lebih jauh gambaran tentang imunologi.


2. Mengetahui lebih jauh tentang sistem imun.
3. Mengetahui apa saja yang mencakup tentang imunologi.
4. Mengetahui penyakit Imunitas.
5. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana evolusi
imuntas pada invertebrate dan vertebrata
C.
1.
2.
3.
4.

RUMUSAN MASALAH.
Apa pengertian imunologi ?
Apa saja yang termasuk dalam sistem imun?
Apa yang dimaksud dengan Antigen dan Antibodi ?
Apa saja macam-macam penyakit Imunitas?

BAB II
PEMBAHASAN
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

2.1 EVOLUSI IMUNNOLOGI


A.

Pendapat Para Ahli Tentang Imunologi


Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi
(cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar. Dengan ditemukannya mikroskop
maka kemajuan dalam bidang makrobiolEogi meningkat dan mulai dapat ditelusuri penyebab
penyakit infeksi.Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901)
menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat
toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu
kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan).
Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit
dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara
penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba
mengobati penyakit hay fever dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari
subkutan sedikit demi sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit
alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.

B.

Pengertian Imunologi
Imunologi adalah ilmuyang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun
(kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai
disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin seperti : malfungsi sistem
imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun,
penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem
imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


2015

EVOLUSI IMUNNOLOGI

penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi
fungsi berperantara sel terutama yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit ,
reaksi biologik yang bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.
C. Evolusi Imunologi
Keberadaan organisme, baik tumbuhan maupun hewan dan manusia selalu
dihadapkan bahaya yang mengancam dari dunia luar. Keberadaannya dipertahankan untuk
beberapa tujuan sebagai berikut :
1.

Kompetisi untuk hidup.


Seperti halnya dengan manusia berbagai spesies berkompetisi untuk ruang dan makanan
yang terbatas dilingkunganya sendiri.

2. Melindungi diri dari asimilasi.


Organisme sederhana dapat berfungsi menjadi satu dengan mudah. Spesies yang lebih
agresif dapat mengasimilasi populasi yang kurang agresif atau lemah.
3. Melindungi kerusakan organ dan membantu perbaikan.
4. Melindungi diri dari invasi bakteri dan parasit yang mungkin merupakan encaman
terbesar.
5. Regulasi integritas. Varian ataumutan dapat terjadi oleh kontaminasi virus dan modifikasi
oleh bahan kimia. Sel membagi diri tidak sempurna sehingga terjadi duplikasi DNA. Sel
varian mungkin hanya mengambil ruang dan makanan, tetapu sel tersebut dapat
berpoliferasi tanpa kontrol, menjadi neoplasma dan mengancam integritas penjamu.
Ancaman

punah merupakan

tekanan

evolusi

yang

terutama

berperan

dalam

perkembangan sistem imun.


Evolusi-filogenetik imunitas terdiri atas 3 tahap utama sebagai berikut :

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

1. Tahap quasiimmunorecognition, merupakan ciri invertebrata dan vertebrata yang dapat


ditemukan khas pada coleenterates ( emidarian ), tunicate dan mamalia dalam arti luas
sebagai inkompatibilitas alogenik.
2. Tahap imunitas selular premordinal yang terjadi melalui selprimordial ( misalnya
invertebrata yang berkembang ) sebgai inkompatibilitas alograft. Imunitas spesifik
dengan komponen memori untuk waktu pendek dapt ditemukan pada tahap ini.
3. Tahap imunitas humoral dan humoral terintegrasi, yang ditemukan hany apada vertebrata
seperti ilkan, amfibi, reptil, burung dan mamalia. Gambaran evolusi sistem imun pada
vertebrata dan invertebrata terlihat pada.
D.

Sistem Imun
Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada
organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi
dan membunuh patogen serta sel tumor. Imunitas atau sistem imun tubuh manusia terdiri dari
imunitas alami atau system imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.
Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik.Sistem imun non-spesifik
telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi level
fisik yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam
lambung atau enzim.
Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang terdiri
dari sel T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity. Salah satu
cara untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

gizi yang baik dan seimbang.Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi
secara humoral, seluler, dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Respon imun
adalah reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan
lainnya. Sedangkan yang dimaksudkan dengan sistem imun ialah semua mekanisme yang
digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Mikroba dapat hidup ekstraseluler,
mengeluarkan enzim dan menggunakan makanan yang banyak mengandung nutrien.
Mikroba lain menginfeksi sel pejamu dan berkembang biak intraseluler dengan menggunakan
sumber energi dari sel pejamu.

Baik mikroba ekstraseluler maupun intraseluler dapat

menginfeksi subjek lain, menimbulkan penyakit dan kematian, tetapi banyak juga yang tidak
berbahaya bahkan berguna untuk pejamu.
Komponen sistem imun:

Gambar 1. Komponen system imun (Baratawidjaja&Karnen Garna, 2002)

Pembentukan sel imun dari sel induk:

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Gambar 2. Pembentukan sel imun dari sel induk (Baratawidjaja&Karnen Garna, 2002)
Pertahanan imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non-spesifik (natural/innate) dan
didapat atau spesifik (adaptive/acquired). (Gambar 1). Sifat-sifat kedua sistem imun tersebut
dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan sifat-sifat sistem imun non-spesifik dan spesifik

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

Non-spesifik
Resistensi

Tidak berubah oleh infeksi

2015

Spesifik
Membaik oleh infeksi berulang
(memori)

Spesifitas

Umumnya efektif terhadap

Spesifik untuk mikroorganisme

semua mikroorganisme

yg sudah mensensitasi seblmnya

Sel yg penting

Fagosit, Sel NK

Limfosit ( T dan B )

Molekul yg penting

Lisozim

Antibodi

Komplemen

Sitokin

Protein fase akut

Mediator

Interferon

Pembagian di atas dimaksudkan hanya untuk memudahkan pengertian saja. Sebetulnya


antara ke dua sistem tersebut ada kerjasama yang erat, yang satu tidak dapat dipisahkan
dengan yang lain.
2.1 Thymus

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


2015

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Thymus dikenal sebagai the best approach dalam penyembuhan berbagai penyakit berbasis
terapi sel. Di antaranya penyakit imun, kanker, Chronic Fatigue Syndrome (CFS) dan infeksi
virus.
Thymus adalah "sarang" yang berlokasi di mediastinum bagian atas. Thymus berkembang
sampai masa pubertas, dan setelah itu ia akan menyusut atau digantikan oleh jaringan lemak.
Kelenjar thymus normalnya berfungsi secara efektif sepanjang umur manusia, namun
fungsinya menurun seiring usia. Akibatnya, insiden penyakit autoimun dan pertumbuhan selsel ganas meningkat. Tetapi sejumlah nukleoprotein (asam timonukleat) mengambil alih
beberapa fungsi thymus. Selain itu kelenjar thymus berinteraksi dengan gonad dalam
mempengaruhi pertumbuhan tubuh.
Perkembangan

seluruh

sistem

limfatik

diputuskan dan diatur oleh thymus. Thymus


(bersama-sama dengan sumsum tulang)
adalah organ imunitas yang utama. Tahun
1961, Miller dkk menemukan manfaat
utama

dari

pematangan

kelenjar

thymus

imunologi.

dalam
Mereka

membuktikan bahwa tikus yang baru lahir


tidak mengalami perkembangan imunitas setelah kelenjar thymus mereka dieksisi. Ini artinya
faktor selular dan hormonal timus menjadi perantara bagi pematangan sistem imunologi
sehingga sel-sel imun menjadi sel yang siap berperang.
Perkembangan limfosit T dari sel induk yang ada di sum-sum tulang belakang juga melalui
kelenjar timus. Sekitar 3% "pre-thymus lymphocytes" akan bermigrasi ke timus sebelum

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

melanjutkan perjalanan ke sirkulasi darah. Sisanya yang ada di kelenjar timus adalah yang
terbaik untuk ditatar agar mengenali sel-sel yang ada di tubuh.
Setelah proses pematangan selesai, sel-sel imun ditempatkan di sistem limfatik (kelenjar
getah bening, dinding usus, limpa dan sum-sum tulang). Limfosit dilepaskan ke sirkulasi
darah dan akan mengenali permukaan sel-sel seseorang sebagai milik mereka. Faktor-faktor
HLA (human lymphocyte antigen markers) berintegrasi di permukaan sel di tubuh manusia
dan masing-masing orang memiliki karakter berbeda (identitas HLA). Limfosit-limfosit timus
(limfosit T) mengenali sel-sel tubuh mereka karena informasi yang ditempelkan pada mereka
selama perjalanan mereka singgah di timus. Subkelompok dari limfosit T akan terus menerus
terbentuk melalui kontak dengan timosit (hormon timus), misalnya sel-sel T-helper. Jika perlu
(aksi defensif) produk ini akan memproduksi imunoglobin yang spesifik melawan agen-agen
asing.
Limfosit sel B tidak akan sanggup mengubah diri mereka menjadi immunoglobulin yang
memproduksi sel-sel plasma jika tidak ada sel-sel T-helper atau faktor timus. Sel-sel Tsupresor memiliki efek penghambat pada limfosit-limfosit sehingga tidak telalu banyak
antibodi yang terbentuk. Penyakit autoimun, atau penyakit imun yang kompleks akan sulit
sekali dijelaskan tanpa adanya sel-sel supresor ini.
Kelenjar timus dengan hormon-hormonnya yang spesifik, ibarat pusat pengaturan reaksi
pertahanan tubuh. Tanpa timus (misalnya yang dibuang atau rusak karena radiasi), limfosit T
tidak bisa bekerja. Kerja timus menurun setelah masa pubertas berakhir. Setelah 5 dekade,
artinya saat manusia memasuki usia 50, timus menyusut menjadi residu yang amat kecil.
Penurunan aktivitas timus menjadi salah satu latar belakang berkembanganya penyakit-

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

penyakit degeneratif, penyakit ganas, dan penyakit autoimun. Faktor-faktor penuruan kinerja
timus menjadi penyebab pertahanan tubuh mulai kendor.
Namun penelitian menunjukkan jika jaringan timus diganti, fungsi-fungsi spesifik dari
limfosit bisa dikembalikan. Dalam studi oleh Sandberg di Swedia, faktor-faktor penggantian
timus bisa mengaktifkan kembali regulasi dan kontrol sistem pertahanan tubuh. Sandberg
menggunakan peptide-peptida timus yang diperoleh dari anak sapi.
Peptida timus biasanya diperoleh dari organ-organ babi atau anak sapi. Organ-organ ini
menurut ketentuan hukum harus disterilkan dari kemungkinan zoonoses dan pirogen. Hanya
organ atau peptida yang aman dan bersih yang bisa diproses. Untuk menambah efektivitas
imunologi, peptida-peptida timus juga mengandung adenosine desaminase, purine nucleoside
phosphorylase, dan penghambat aktivitas peptidase. Uji farmakologi menunjukkan suntikan
faktor timus (hormon timus atau sel-sel timus) memiliki efek mensatimulasi dan
memodifikasi sistem imun.
Peptida timus bisa digunakan untuk terapi kanker. Manfaat utama peptida untuk timus adalah
mencegah pembentukan jaringan sel-sel abnormal yang bisa menjadi lesi prakanker, sebagai
terapi biologis baik sebelum maupun sesudah operasi dan meningkatkan kondisi secara
umum pascakemoterapi dan radiasi. Terkadang sel-sel timus bisa menghentikan penyebaran
sel kanker.
Penelitian oleh Osbond dari Boston menunjukkan suntikan peptida timus bisa membawa
remisi pada kasus malignansi histiosit. Pemberian peptida timus pada terapi kanker tidak
hanya bertujuan menstimulasi sistem imun tetapi juga mengukur dan mengembalikan
ketidakseimbangan hormon timus.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

2.2 Sistem Imun Non-spesifik


Mekanisme fisiologi imunitas non-spesifik berupa komponen normal tubuh yang tidak
memerlukan induksi oleh pajanan mikroba dari luar, meskipun jumlahnya dapat meningkat
akibat infeksi (misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak
penyakit). Mekanisme tersebut tidak menunjukkan spesifisitas, dan tidak tergantung atas
pengenalan spesifik bahan asing. Pertahanan tersebut mampu melindungi tubuh terhadap
banyak patogen potensial.
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung, sedang sistem
imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat
memberikan responsnya.

Disebut sistem non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap

mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat
berupa permukaan tubuh dan berbagai komponennya.

2.2.1 Determinan
Berbagai faktor yang disebut determinan berpengaruh terhadap sistem imun nonspesifik.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

1. Spesies
Di antara berbagai spesies ada perbedaan kerentanan yang jelas terhadap berbagai
mikroorganisme, misalnya tikus sangat resisten terhadap diphteria sedangkan manusia sangat
rentan.
2. Faktor keturunan dan usia
Peranan herediter yang menentukan resistensi terhadap infeksi terlihat dari studi
tuberkulosis pada pasangan kembar.

Bila satu dari kembar homozygot menderita

tuberkulosis, pasangan lainnya menunjukkan risiko lebih tinggi untuk juga menderita
tuberkulosis dibanding dengan pasangan kembar yang heterozygot.
Infeksi lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak usia balita dan hewan usia muda
dibanding dewasa. Hal tersebut disebabkan karena sistem imun yang belum matang pada
usia muda.
3. Suhu
Beberapa mikroba tidak menginfeksi manusia oleh karena tidak dapat hiduup baik pada
suhu 37oC.

Kelangsungan hidup banyak jenis mikroorganisme tergantung pada suhu.

Kuman tuberkulosis tidak akan menginfeksi hewan berdarah dingin.

Gonococcus dan

treponema akan mati pada suhu di atas 40 oC. Terapi dengan meningkatkan suhu pernah
dilakukan terhadap infeksi gonococcus dan sifilis serebral sebelum ditemukan antibiotik.
4. Pengaruh hormon
Pada diabetes mellitus, hipotiroidisme dan disfungsi adrenal ditemukan resistensi yang
menurun terhadap infeksi, sebabnya belum diketahui. Steroid yang merupakan antiinflamasi,
menurunkan kemampuan fagositosis, tetapi di samping lain menghambat efek toksik
endotoksin yang dihasilkan kuman.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

5. Faktor nutrisi
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi. Pada hewan
percobaan hal tersebut jelas terbukti yang disertai leukopeni dan fagositosis yang menurun.
Sebaliknya keadaan nutrisi yang buruk dapat menyulitkan proliferasi virus sehingga
seseorang dengan nutrisi buruk dapat lebih tahan terhadap infeksi virus tertentu dibandingkan
dengan orang yang nutrisinya baik. Parasit malaria memerlukan asam para amino benzoat
untuk perkembangannya. Kekurangan asam amino para benzoat ini dapat terjadi malnutrisi,
sehingga parasit malaria sukar berkembang.
6. Flora bakteri normal
Flora bakteri normal di kulit dapat membentuk berbagai bahan antimikrobial seperti
bacteriocine dan asam. Pada waktu yang sama, flora normal berkompetisi dengan patogen
potensial untuk mendapatkan nutrisi esensial. Di kulit manusia ditemukan sekitar 1012 dan di
usus sekitar 1014 kuman komensal. Mungkin kegunaan organisme komensal tersebut adalah
untuk menyingkirkan mikroorganisme lain atau patogen. Bila organisme komensal di usus
mati karena antibiotik, mikroba patogen dengan mudah mengambil tempat organisme
komensal tadi.

2.2.2 Pertahanan Fisik/Mekanik


Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran nafas,
batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan
lapisan epidermis kulit sehat, dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan
mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok,
akan meningkatkan risiko infeksi. Tekanan oksigen tinggi di paru bagian atas, membantu
kuman hidup obligat aerob seperti tuberkulosis.
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

2.2.3 Pertahanan Biokimia


Kebanyakan mikroorganisme tidak dapat menembus kulit yang sehat.

Beberapa

mikroorganisme dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam
dari keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek
denaturasi protein membran sel kuman sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit
(gambar 2).

Lisosim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap
beerbagai kuman gram-positif oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang
mempunyai sifat antibakterial terhadap E. Coli dan staphylococcus.
Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan
menimbulkan kebocoran sitoplasma.

Antibodi dan komplemen dapat berperan sebagai

opsonin dalam lisis sel mikroba.


Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus
halus membantu menciptakan lingkungan yang

dapat mencegah infeksi banyak

mikroorganisme (tidak semua). pH yang rendah dalam vagina, spermin dalam semen dan
jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri gram-positif. Pembilasan oleh urin dapat
mengeliminasi patogen. Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat zat besi yang
merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas (enzim dan antibodi) dan telinga berperan
pula dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus yang kental melindungi sel epitel
mukosa, dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh
gerakan silia. Mekanisme tersebut dapat rusak karena polusi, asap rokok, alkohol yang
semuanya memudahkan terjadinya infeksi oportunistik.
2.2.4

Laktoferin, Bodyguard Pembasmi Virus dan Bakteri


Laktoferin adalah suatu protein pengikat zat besi (iron-binding protein). Laktoferin
pertama kali diidentifikasi oleh M. Sorensen dan MPL Sorensen pada tahun 1939 dan dikenal
sebagai red protein dalam susu sapi. Namun baru tahun 1960 red protein ini bisa diisolasi dari
susu manusia oleh Johansson dari kelompok
Montreuil. Sejak itu penelitian tentang lakoferin
mulai banyak dilakukan.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Meski kandungan laktoferin dalam whey tidak begitu banyak, namun manfaatnya sebagai
pendukung sistem imun sangat besar. Kadar laktoferin dalam whey yang dihasilkan dalam
susu sapi, misalnya, hanya sekitar 0,5% - 1% bahkan kurang. Namun pada ASI, kandungan
laktoferin bisa mencapi 15%.
Bioaktivitas laktoferin yang paling awal ditemukan adalah kemampuannya untuk
menghambat pertumbuhan bakteri. Dalam keadaan infeksi bakteri, kemampuan laktoferin
mengikat zat besi lah yang menyebabkan kematian bakteri karena merupakan salah satu zat
gizi utama bagi bakteri tersebut. Tapi kini, mekanisme laktoferin sebagai anti bakteri yang
baru mulai ditemukan melalui serangkaian studi in-vitro. Ternyata laktoferin tidak hanya
mempu membuhuh bakteri dengan mengikat zat besi, namun juga dengan merusak membran
bakteri tersebut.
Bagaimana mekanisme laktoferin menggunakan kekuatan imunitasnya, hingga kini
tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas, keberadaan laktoferin pada lapisan epitel mukosa
berbagai organ tubuh merupakan indikasi adanya peran laktoferin untuk respon imun alamai.
Reseptor yang sangat spesifik dari laktoferin ditemukan pada berbagai kunci sistem imun
seperti limfosit, monosit, dan makrofag.
Uji klinis laktoferin pada hewan sudah banyak dilakukan. Salah satu studi
menemukan kematian pada bayi babi yang diberi suntikan endotoksin E.coli dan laktoferin
hanya sekitar 17%. Bandingkan dengan 74% kematian bayi babi yang tidak diberi laktoferin.
Studi klinis pada manusia kemudian menyusul. Subyek penelitian pada manusia
antara lain bayi lahir dengan berat badan rendah, pasien dengan tinea pedis (penyakit jamur
kulit pada kaki), pasien dengan hepatitis C kronik, dan pasien HIV. Hasil uji klinis
menunjukkan potensi pengaruh positif laktoferin pada subyek-subyek penelitian tersebut.
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Dalam studi in vitro ditemukan laktoferin sangat kuat mengikat V3 loop dari reseptor
gp120 virus HIV-1 dan HIV-2. Hal ini menyebabkan penghambatan masuknya virus ke dalam
sel. Tak hanya itu, laktoferin secara tidak langsung akan membunuh atau menghambat virus
dengan meningkatkan respon imun terhadap invasi virus. Salah satu studi yang
membandingakn 22 pasien HIV asimptomatik dan 45 pasien simptomatik dengan 30 orang
sehat menemukan kadar laktoferin dalam plasma menurun pada pasien HIV yang
menunjukkan progresivitas penyakit.
Dikaitkan dengan kanker, pada studi bermodel mencit, laktoferin bisa menghambat
pertumbuhan tumor padat dan menghambat laju metastastis atau penyebaran sel-sel kanker.
Studi di Jepang menggunakan laktoferin yang diambil dari susu sapi. Laktoferin ini
disuntikkan ke sel-sel kanker kanker kulit dan leukemia yang dikenal sebagai jenis kanker
yang sangat cepat bermetastasis. Laktoferin disuntikkan begitu tumor terbentuk dan hasilnya,
pertumbuhan sel-sel kanker bisa ditekan dan penyebaran sel-sel kanker ke paru dan hati
secara signifikan jauh berkurang dibandingkan pada kelompok kontrol. Studi ini
menggunakan model pada hewan.
2.2.5 Pertahanan Humoral
1. Antibodi dan komplemen
Antibodi dan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan lipopolisakarida (LPS)
dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase yang berperan pada lisis
tersebut.

Komplemen terdiri dari sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan

memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons inflamasi.


Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis dan juga
menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit (gambar 3).

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

2. Interferon
Interferon (IFN) adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tubuh yang
mengandung nukleus dan dapat dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Interferon
mempunyai sifat antivirus, dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus
menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan sel
NK (gambar 4).

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

3. C-Reactive Protein (CRP)


CRP merupakan slah satu contoh dari protein fase akut, termasuk golongan protein yang
kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut. CRP dapat meningkat 100x atau
lebih dan berperan pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan Ca ++ dapat mengikat
berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur,
sehingga mengaktifkan komplemen (jalur klasik). CRP juga mengikat protein C dari
pneumococcus. Oleh karena itu CRP berupa opsonin yang memudahkan fagositosis.
Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukkan infeksi yang persisten (gambar 5).

Protein fase akut lainnya adalah Mannan Binding Lectin (MBL) yang mengikat residu
manosa di permukaan banyak bakteri dan berperan sebagai opsonin, 1-antitripsin,
haptoglobin dan fibrinogen, berperan pada laju endap darah yang pada infeksi meningkat
jauh lebih lambat dibanding dengan CRP.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Berbagai faktor humoral terlihat pada tabel 2.

2.2.6

Pertahanan Seluler

1. Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang
berperan dalam pertahanan non-spesifik adalah sel mononuklier (monosit dan makrofag)
serta sel polimorfonuklier atau granulosit.

Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan

berasal dari sel asal hemopoietik (gambar 6). Granulosit hidup pendek, mengandung
granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan pula laktoferin yang
bersifat bakterisidal.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya
infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem
imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut,
kemotaksis, menangkap, memakan (fagositosis), membunuh, dan mencerna (gambar 7
dan 8).

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Kemotaksis adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai
faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi
komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula melepas faktor kemotaktik. Sel
polimorfonuklier bergerak cepat dan sudah berada di tempat infeksi dalam 2-4 jam,
sedang monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam untuk sampai di
tempat tujuan.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan fagositosis


(opsonisasi). Antigen yang diikat antibodi akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk
kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc
dari imunoglobulin (Fc-R) pada permukaan fagosit (gambar 9).

2. Makrofag
Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang kurang dibanding neutrofil.
Sel-sel tersebut bermigrasi ke jaringan dan disana berdiferensiasi menjadi makrofag yang
seterusnya hidup dalam jaringan. Sel Kupffer adalah makrofag dalam hati, histiosit
dalam jaringan ikat, makrofag alveoler di paru, sel glia di otak dan sel Langerhans di
kulit. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang semuanya
memberikan kontribusi dalam pertahanan non-spesifik dan spesifik.
3. Sel Natural Killer (NK) dan Large Granular Lymphocyte (LGL)
Sel NK merupakan sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari limfosit
dalam jaringan. Morfologis merupakan limfosit dengan granul besar (Large Granular
Lymphocyte/LGL). Ciri-cirinya mengandung banyak sekali sitoplasma, sedang limfosit
mengandung sedikit sitoplasma, granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus
eksentris. Sebagian besar sel LGL ini menunjukkan sifat sel NK dan Antibody Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC). Dalam kepustakaan sering sel NK dianggap sama dengan
LGL.
2.3 Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun non-spesifik, sistem imun spepsifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem tersebut hanya
dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut
spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun non-spesifik untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, tetapi pada umumnya terjalin
kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag.
2.3.1

Sistem Imun Spesifik Humoral


Yang berperan adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel asal multipoten.
Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel akan berproliferasi dan berkembang
menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat
ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap
infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta menetralisasi toksinnya.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2.3.2

2015

Sistem Imun Spesifik Seluler


Yang berperan adalah limfosit T atau sel T.
multipoten.

Sel ini juga berasal dari sel asal

Pada orang dewasa sel T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi

proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai
faktor asal timus. 90-95% dari semua sel timus tersebut mati dan hanya 5-10%
menjadi matang dan meninggalkan timus masuk ke dalam sirkulasi. Fungsi utama
sistem imun ini adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler,
virus, jamur, parasit, dan keganasan.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2.3.3

2015

Sistem Limfoid
Sistem ini terdiri dari limfosit, sel epitel dan stroma yang tersusun dalam organ
dengan kapsul atau berupa kumpulan jaringan limfoid yang difus. Organ limfoid
terbagi atas organ limfoid primer dan sekunder.
Organ limfoid primer atau sentral diperlukan untuk pematangan sel T dan B,
diferensiasi dan proliferasi sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.
Karena itu organ itu berisikan limfosit dalam berbagai fase differensiasi. Dua organ

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

limfoid primer yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius atau yang ekuivalen yaitu
sumsum tulang.
Organ limfoid sekunder mempunyai fungsi untuk menangkap dan mengumpulkan
antigen dengan efektif, untuk proliferasi dan differensiasi limfosit yang sudah
disensitasi dan merupakan tempat utama produksi antibodi dan sensitasi set T yang
antigen spesifik. Organ limfoid sekunder utama adalah limfa, kelenjar getah bening,
MALT, GALT, dan SALT (gambar 10)

2.3.4

Sistem Imun Mukosa (Mucosal Associated Lymphoid Tissue/MALT)


MALT ditemukan di jaringan mukosa saluran nafas bagian atas, saluran cerna, saluran
urogenital, dan kelenjar mammae berupa jaringan limfoid tanpa kapsul. Adanya

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

respons sistem imun di tingkat tersebut diperlukan terhadap setiap patogen atau
antigen asing lainnya yang datang dari dunia luar. Secara fungsional, sistem imun
mukosa terdiri dari dua, yaitu jaringan limfoid mukosa terorganisir, dan sistem imun
mukosa difus.
2.3.5

Sistem Imun Kulit (Skin Associated Lymphoid Tissue/SALT)


Kulit terdiri dari 2 lapisan, epidermis dan dermis. Epidermis yang merupakan bagian
terluar mengandung tiga jenis sel yaitu keratinosit, melanosit, dan sel langerhans
(LC). Dermis mengandung kolagen yang memproduksi banyak fibroblas. Dermis
juga mengandung pembuluh darah, berbagai struktur adneksal seperti folikel rambut,
kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus. Dermis juga mengandung sel mast yang
berperan dalam reaksi hipersensitifitas cepat.

2.3.6

Sistem Limfatik
Adalah sistem saluran limfe yang meliputi seluruh tubuh yang dapat mengalirkan
isinya ke jaringan dan kembali sebagai transudat ke sirkulasi darah. Sistem tersebut
juga berfungsi sebagai jalur gerakan antigen dari perifer ke kelenjar getah bening dan
untuk keperluan resirkulasi limfosit dan sel dendritik.

2.3.7

Lintas Arus Limfosit


Limfosit berdiferensiasi dan menjadi matang di organ limfoid primer untuk kemudian
masuk dalam sirkulasi darah. Sel B diproduksi dan menjadi matang dalam sumsum
tulang sebelum masuk dalam darah dan organ limfoid sekunder. Prekursor sel T
meninggalkan sumsum tulang, menjadi matang dalma timus sebelum bermigrasi ke
organ limfoid sekunder, kemudian bergerak dari organ limfoid yang satu ke organ
limfoid yang lain, saluran limfe dan darah. Dari sirkulasi limfosit kembali memasuki

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

jaringan limfoid sekunder atau rongga-rongga jaringan dan kelenjar getah bening.
Resirkulasi tersebut terjadi terus menerus (gambar 12).

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


2015

EVOLUSI IMUNNOLOGI

2.4 Metode Baru untuk Prediksi Imunitas Vaksin

Peneliti di Yerkes National Primate Research Center dan Emory


Vaccine

Center,

melakukan

studi

dengan

pendekatan

baru

multidisiplin dengan melibatkan bidang imunologi, genomik,


bioinformatik, untuk memprediksi imunitas vaksin tanpa perlu
diujicobakan pada pasien. Pendekatan tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

teknologi vaksin yang dapat diketahui efektivitasnya dalam jangka waktu lama setelah
vaksinasi atau setelah terkena infeksi.
Studi dengan pendekatan baru tersebut dipublikasikan di Nature Immunology edisi
November. Yellow fever vaccine (YF-17D) digunakan sebagai model. Vaksin ini merupakan
vaksin yang paling sukses yang pernah dikembangkan dan telah diberikan pada hampir
setengah milyar penduduk selama 70 tahun terakhir. Seperti dikatakan Kepala Peneliti Bali
Pulendran, PhD, yang juga Professor di Departemen Patologi dan Laboratory Medicine di
Emory University School of Medicine, di balik sukses vaksin yellow fever tersebut, masih
sedikit yang diketahui tentang bagaimana mekanisme yang membuatnya efektif. Jika
mekanisme ini telah diketahui, maka selanjutnya para ahli dapat merancang vaksin baru
dengan model dan sukses yang sama untuk melawan global pandemik atau infeksi.
Dengan YF-17D tersebut, peneliti memprediksi kemampuan tubuh membuat imunitas yang
kuat dan tahan lama setelah dilakukan imunisasi. Dalam studi, sebanyak 15 individu sehat
divaksinasi dengan YF-17D dan selanjutnya sel T dan respon antibodi dalam darah responden
dianalisa. Penelitian tersebut menghasilkan respon yang berbeda pada tiap individu.
Tantangan terbesar studi adalah melakukan identifikasi cap gen berbeda pada lebih dari
50.000 ribu cap pada tiap individu yang memprediksi respon sel T dan antibodi. Tapi, salah
seorang peneliti, Eva Lee, PhD, yang juga Direktur Center for Operations Research Medicine
and Healthcare di Georgia Institute of Technology berhasil mengembangkan model yang
powerful dengan fitur komputasi yang dapat mengatasi kelemahan teknik yang kerap
digunakan. Keterbatasan teknik yang ada selama ini adalah pada kurangnya kemampuan
mengatur data skala besar yang heterogen, berbeda penyakit, serta memiliki berbagai sifat
biologi dan medik. Pendekatan Lee menawarkan kerangka klasifikasi yang dapat mengatur

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

data besar, prediksi yang lebih akurat, dan error misklasifikasi yang lebih kecil dibanding
metode lain.
Pulendran mengatakan dengan pendekatan bioinformatik, timnya dapat mengidentifikasi cap
gen yang terkait dengan respon sel T dan antibodi yang dipengaruhi oleh vaksin. Pada
sekelompok responden yang diimunisasi, tim Pulendran dapat memprediksi dengan akurasi
hingga 90 persen untuk mengetahui individu mana yang akan memberikan imunitas sel T
atau B yang kuat terhadap yellow fever. Penelitian tentang kekuatan vaksin yang pertama ini,
merupakan riset penting untuk menjawab pertanyaan dasar untuk teknologi vaksinasi yang
lebih baik dalam pencegahan penyakit.
2.5 Pengaruh Paparan Formalin Terhadap Sistem Tubuh
Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk pangan
seperti ikan asin, mi basah, dan tahu yang memakai formalin sebagai pengawet. Formalin
merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini
biasanya digunakan sebagai antiseptik, germisida, dan pengawet. Formalin sudah sangat
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Besarnya manfaat di bidang industri ini
ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Formalin juga
banyak dipakai di produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari
plastik atau melamin. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas
maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut .
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas
aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat
terjadi dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

langsung atau tertelan. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia
dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang
bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian menyebutkan
formalin mengakibatkan adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan
adenocarcinoma duodenum pada binatang tifus dan anjing. Penelitian lainnya menyebutkan
peningkatan risiko terjadi carcinoma faring, sinus dan cavum nasal pada pekerja tekstil akibat
paparan formalin.
Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam dosis tertentujangka
panjang secara bermakna mengakibatkan adenocarcinoma pylorus,preneoplastic hyperplasia
pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitianlainnya menyebutkan resiko carcinoma
faring, sinus dan cavum nasal padakerja tekstil akibat paparan formalin lebih besar.
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama
cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah. Imunitas
tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas
tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin dengan
kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Usia anak khususnya bayi dan
balita adalah salah satu yang rentan untuk mengalami gangguan ini.
Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltik (gerakan usus)
merupakan pelindung masuknya zat asing masuk ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam
lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara
imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada
lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Pada usia anak, usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih
lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh
sulit untuk dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan
saluran cerna yang kronis seperti pada penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya.
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas
aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga
organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO,yang mengkhususkan pada keselamatan
penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tgersebut
maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan system tubuh manusia.

1.

Imunitas Alami atau Non spesifik


Sistem imun alami atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang
secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis
apapun dan imunitas ini tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen. Sistem ini
disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Selain itu
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak
memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki durasi yang singkat.
Sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik seperti kulit, selaput
lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai kuman patogen
kedalam tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti sistem
komplemen, sitokin tertentu, dan antibody alamiah; serta komponen seluler,seperti sel natural
killer (NK).
2.

Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)


Imunitas ini terjadi setelah pamaparan terhadap suatu penyakit infeksi, bersifat khusus
dan diperantarai oleh oleh antibody atau sel limfoid. Imunitas ini bisa bersifat pasif dan aktif.

a)
b)

Imunitas pasif, diperoleh dari antibody yang telah terbentuk sebelumnya dalam inang lain.
Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif denga antigen asing
yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi, pemaparan terhadap produk
mikroba atau transplantasi se lasing.
Sistem Imun Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampaun untuk
mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa
karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masing-masing dengan
pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara antigen asing dan antigen sendiri;
dan kemampuan untuk merespon antigen yang ditemukan sebelumnya dengan memulai
respon memori yang kuat. Terdapat dua kelas respon imun spesifik :

a)

Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok


limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi
limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran pernafasan,
pencernaan dan urogenital.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

b)

2015

Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan pematangan


dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan memperoleh kemampuan
untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya,
sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau
supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel
tersebut. Untuk mengetahui cara kerja sel T penindas atau sel T pembunhuh dapat kita lihat
pada tabel dibawah ini.

E. Antigen dan Antibodi


1. Antigen
Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan dihancurkan oleh
sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan
normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat
dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun. Antigen
biasanya berbentuk protein atau polisakarida. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah
sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksibakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko
terkena beberapa jenis kanker.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu
antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan
dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau
polutan.Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, seperti pada
asma.Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigenantigen berikut:antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau
antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting
untuk mendiagnosa penyakit. Ciri ciri antigen yang menentukan imunogenitas dalam
respon imun :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Keasingan,yaitu imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes
Ukuran molekul
Kekompleksian kimia dan struktural
Penentu antigen ( epilop )
Konstitusi genetik inang
Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen.
Pembagian antigen

2.

1.

Berdasarkan epitop

Unditerminan ( univalent )
Unideterminan ( multivalent )
Multideterminan ( univalent )
Multideterminan ( multivalent )

Berdasarkan spesifitas
Heteroantigen 4.Antigen organ spesifik
Xenoantigen 5.Autoantigen
Alloantigen

3.

Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T


T dependen
T independen

2.

Antibodi
Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuhvertebrata
lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan
menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua [rantai
ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat beberapa tipe
yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang
dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki.
Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan
peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe
benda asing yang berbeda yang ditemui. Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang
bereaksi dengan antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang
sama; digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin,
atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan
antigen pada reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.
(Dorlan).

3.

Interaksi Antigen dan Antibodi


Interaksi Antigen dan Anti bodiadalahsebagaiberikut :
1.

Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan reaksi silang (cross

2.
3.
4.

reaction)
Pengabunggan antara antigen antibodi adalah erat sekali, tetapi seringkali reversible.
Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz phenomenon )
Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang bergabung adalah gugus

5.

gugus spesifik dari kedua regens.


Dari suatu antigen dengan antiserumnya dapat diperihatkan tipe tipe reaksi serologic
yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul molekul antibodi yang sama sering
merefleksikan yang berbeda.

F.

Imunologi
Imunolgi terbagi menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


2015

EVOLUSI IMUNNOLOGI

1.

Imunologi infeksi
Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau selaput lendir, maka tubuh akan
mengerahkan keempat komponen sistem imun untuk menghancurkannya, yaitu
antibodi fagosit, komplemen dan sel sel sistem imun. Bila suatu antigen pertama
masuk kedalam tubuh, dalam beberapa hari pertama antibodi dan sel sistem imun
spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons. Tetapi komplemen dan pagosit
serta

komponen

imun

nonspesifik

lainnya

dapat

bekerja

langsung

untuk

menghancurkannya.

2. Imunulogi kanker
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan tumor.
Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem
imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka
menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor
memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti
papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya adalah
protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi
mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut
tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit
(seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma. Kemungkinan sumber
ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur
pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker
membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut


onkogen.
G. Penyakit Imunitas
Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan sistim pertahanan tubuh yang terintegrasi
sejak awal konsepsi (pembuahan).merupakan sistim pertahanan tubuh yang sudah merupakan
software bawaan. Tetapi sistim imun tersebut dapat juga berubah menjadi suatu penyakit
yang dalam beberapa jenis tidak bisadisembuhkan.Contoh : Saat udara dingin, sering kita
mengalami hidung tersumbat, bersin2 pada saluran nafas kita (hidung), ini merupakan
mekanisme untuk menghangatkan dan melembabkan udara luar yang kita hirup kedalam
paru-paru, tetapi pada orang orang tertentu, justru udara dingin tersebut akan memicu
timbulnya reaksi yang berlebihan, yaitu timbulnya serangan sesak nafas (astma), bisa juga
timbulnya gatal - gatal di sekujur tubuh (biduren/urtikaria). Berikut ini merupakan penyakit
akibat merendahnya sistem imun.

1.

Hipersensivitas
Hipersensivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respons imun yang
berlebihan sehingga menimbulkan kerusakaan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan
Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi,
yaitu tipe I, II, III dan IV. Reaksi itu dapat terjadi sendiri sendiri, tetapi klinik sering dua
atau lebih jenis tersebut terjadi bersama.

2.

Autoimunitas
Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan
sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk disebut
autoantibodi. Penyakit autoimun dapat dibagi atas beberapa golongan, yaitu :

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

a)
b)

2015

Berdasarkan organ ; terdiri atas penyakit autoimun organ spesifik dan non organ spesifik.
Berdasarkan mekanisme ; penykit autoimun melalui antibodi ( anemia hemolitik autoimun,
miastenia gravis dan tirotoksikosis ), penyakit autoimun melalui kompleks imun ( LES, AR ),

3.

penyakit autoimun melalui sel T dan penyakit autoimun melalui komplemen.


HIV AIDS
AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome, merupakan
sekumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Infeksi HIV disertai gejala infeksi yang
oportunistik yang diakibatkan adanya penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem
imun. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.

a)
1)

Gejala Infeksi HIV/ AIDS


Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah selama 1-2
minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul dengan bercak kemerahan
(biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit

tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.


2) Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi sampai 10
tahun.
3) Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan penderita
4)

masuk dalam fase AIDS.


AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak
tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya : selalu merasa
lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari
10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya,
bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang, pernafasan pendek, diare berat yang
berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.dan berat badan berangsur


angsur menurun.Berdasarkan penjelasan diatas untuk lebih mengetahui
b) Epidemiologi
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat
meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem imunitas
tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV
akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56 oC selama 10-20 menit.
HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu
bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu.
Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium
klorida dan sodium hidroksida.
c)

Dampak HIV/ AIDS


Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah : menurunnya
kualitas dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi dikarenakan
penularan virus HIV/ AIDS pada bayi, anak dan orang tua; serta adanya ketimpangan sosial
karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/ AIDS masih kuat.

d)

Cara Penularan
HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen), cairan
vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air kencing, air mata
dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak berpotensi menularkan
HIV.Cara penularan HIV AIDS antara lain :

1)

Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks dengan

2)

pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).


Kontak darah/luka dan transfusi darah Kontak darah/luka dan transfusi darah yang sudah
tercemar virus HIV.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

3)

2015

Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik

secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV.


4) Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.
5) HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, berpelukan,
tinggal serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.
e) Cara Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai perilaku
beresiko, sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri maupun
pasangannya. Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual
(monogami), penggunaan kondom untuk mengurangi resiko penularan HIV secara oral dan
vaginal. Pencegahan pada pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara menghindari
penggunaan jarum suntik bersamaan dan jangan melakukan hubungan seksual pada saat high
(lupa dengan hubungan seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu dengan
mengkonsumsi obat anti HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko penularan pada bayi)
dan pemberian susu formula pada bayi bila ibu terinfeksi HIV. Serta menghindari darah
penderita HIV mengenai luka pada kulit, mulut ataupun mata.
f)

Pengobatan HIV/ AIDS


Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV
(antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.Jenis obat-obat
antiretroviral :

1.

Attachment inhibitors(mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusioninhibitors


(mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang

2.

sedang diteliti pada manusia.


Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel
hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan NonNukes.

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

3.

Integrase inhibitors,menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi menyambung

4.

potongan-potongan DNA untuk membentuk virus


Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA
menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di pasaran

5.

(Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).


Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk
interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada

6.

manusia.
Obat antisense, merupakan bayangan cermin kode genetik HIV yang mengikat pada virus
untuk mencegah fungsinya (HGTV43).

H.

Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi adalah
pemberian kekebalaan tubuh terhadaap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam
tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan
imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa,sehingga rentang terhadap serangan penyakit
berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan
hidup anak. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari immunisasi adalah untuk
mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan
bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari
dengan imunisasi yaitu seperti Hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan,

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

gondongan, cacar air, dan TBC. Imunisasi pada balita atau anak anak dapat kita lakukan
untuk membuat system imun dalam tubuh anak menjadi lebih baik.
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus
atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau
minum. Telah bibit penyakit masuk pada tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk
melawan penyakit tersebut dengan membentuk antibodi.Imunisasi dapat dibagi jadi 2 jenis,
yakni imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
1.

Imunisasi Pasif
Imunisasi ini terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel lainnya dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi aktif atau dengan kata lain merupakan kekebalan bawaan
dari ibu terhadap penyakit.

2.

Imunisasi Aktif
Pada imunisasi aktif, respon imun dapat terjadi setelah seseorang terpasang dengan
antigen. Imunisasi aktif kekebalanya didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang
mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasaa guna membentuk antibodi terhadap penyakit
yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.Transfer sel yang imunokompeten kepala
pejamu yang sebelumnya imuninkompeten, disebut transfer adaptif Imunisasi dapat terjadi.

3.

Imunosupresif
Senyawa yang menghambat respon imun adaptif disebut obat imunosupresif. Mereka
digunakan terutama dalam pengobatan graft penolakan dan penyakit autoimun yang parah.
Imunosupresan adalah obat yang diberikan untuk menekan respon alami sistem kekebalan
tubuh. Imunosupresan diberikan kepada

pasien

transplantasi

untuk mencegah

penolakan organ dan kepada pasien penyakit autoimun seperti lupus.


EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

2.2 IMUNNOLOGI INVERTEBRATA


Imunologi modern berkembang pada pertengahan Renaiscance,yang merekapitulasi
kejadian-kejadian menjelang akir abad ke 19. Minat teori dalam imunitas nonspesifik
diperoleh dari data invertebrata.
Ada sejumlah alasan untuk menganalisis imunitas nonspesifik pada invertebrata.
1. Kita dapat lebih banyak belajar dari ivertebrata mengenai ekspansi, evolusi imunitas yang
telah melindungi jutaan metozoa.
2. Oleh karena produk humoral asal organisme tersebut biasanya merupakan bahan antibakteri
poten, kita akan lebih memahami mekanisme imunitas alamiah, tidak hanya pada invertebra,
tetapi juga akan menguntungkan sebagai sumber makanan dan obat.
Salah satu analisis dini sistem imun invertebrata diperoleh dari imunitas transplantasi
pada cacing tanah. Mengingat invertebrata telah hidup berjuta-juta tahun, diduga bahwa
sistem imun berfungsi sebagai strategi untuk hidup efektif, alamiah, nonadiktif, nonspesifik,
nonantisipasi, nonklonal dan non kombinotarial. Hal itu merupakan hal yang sebaliknya dari
imunitas spesifik yang didapat, diinduksi, spesifik antisipatori, klonal dan kombinatorial.
Sistem imun spesifik menggunakan sel B dan T yang tergantung dari penyusunan ulang gen
yang pada invertebrata belum dapat dibuktikan.
Invertebrata memiliki berbagai mekanisme untuk mengenal dan memberikan
respons terhadap bahhan nonself meskipun tidak memiliki sistem imun limfoid, baik
komponen selular maupun humoral. Respons imun internal invertebrata terdiri atas
fagositosis, enkapsulasi dan pembentukan nodul.
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Sel- sel invertebrata diduga memiliki reseptor, namun sifatnya belum banyak
diketahui seperti halnya dengan reseptor pada vertebrata yang berupa antobodi pada sel B dan
reseptor sel T. Molekul permukaan sel-sel kompeten imun invertebrata tidak banyak
jumlahnya dan tidak mampu memberikan respons terhadap berbagaijenis antigen. Sistem
imun tersebut meskipun sebagian besar nonspesifik telah menunjukkan kemampuan hidup
invertebrata dialam ini untuk jutaan tahun.
Reseptor imunosit invertebrata dapat berhubungan dengan aglutinin umum dan lektin
dalam cairan rongga badan ( coelum ). Cairran dalam rongga dengan sel-sel didalamnya
( keulosit seperti leukosit ) merupakan jenis darah vertebrata yang membawa sel-sel imun
tertentu. Invertebrata dibagi dalam 2 golongan, dengan dan tanpa rongga badan. Leukosit
invertebrata diduga merupakan prekursor evolusi dari semua imunosit vertebrata.
Berikut akan dijelaskan contoh evolusi imunitas pada invertebrat:
1.

Spons
Spons merupakan invertebrata paling primitif. Spons laut dapat membedakan self dari

non self dan dapat menolak koloni parabiosed Fingers yang berbeda dalam 7-9 hari. Gliko
proten sel spons yang spesies spesifik digunakan dalam identifikasi self dan mencegah
pembentukan koloni hibrit. Koloni spons non identik akan menjadi nekrotik ditempat kontak.
Kontak ke 2 akan lebih cepat ditolak.
2.

Cacing
Ada 4 jenis sel yang ditemukan dalam rongga badan cacing tanah, semuanya

vagositik. Beberapa sel berperan dalampenolakn alograft, sedang lainnya memproduksi


bahan bakterial. Keulomosit adalah leukosit fagositik yang bersirkulasi atau menetap yang
berpartisipasi dalam pertahanan invertebrata yang memiliki rongga badan melalui fagositosis
dan enkapsulasi.
3.

Serangga

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Artropoda memiliki eksoskleton kuat, terdiri atas kitin yang merupakan perlindungan
terhadap berbagai jenis bahaya. Toll reseptor pada serangga memacu pembentukan protein
anti bakterial sebagai respons permukaan serangga terhadap patogen dan polisakarida jamur.
Infeksi serangga memacu produksi peptida anti mikro bakterial dengan cepat.
Imunitas serangga terhadap virus irido terdiri terutama atas respons seluler seperti
palgositosis, enkapsulasi, pembentukian nodul atau koagulasi. Apasin, sekropin, lesolsin dan
oksidase fenol ditemukan pada beberapa spesies. Enkapsulasi merupakan reaksi leukosit
terhadap bahan asing yang tidak dapat dimakan oleh karena ukurannya yang besar. Beberapa
lapisan leukosit yang menjadi datar membentuk dinding sekitar benda asing dan
mengisolasinya dalam jaringan.
2.3 IMUNNOLOGI VERTEBRATA
Ada sejumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab untuk menarangkan hubungan
evolosi imunologi invertebrata dan vertebrata. Tidak banyak data yang dapat menerangkan
bagaimana mekanisme pertahanan invertebrata dapat berkembang kedalam bentuk sistem
imun vertebrata. Dari hewan invertebrata yang sangat sederhana, kita mendadak menemukan
susunan sistem imun pada vertebrata yang sangat berkembang. Kita menemukan perbedaan
besar dalam mekanisme imun antara invertebrata dan vertebrata paling sederhana.
Mekanisme imun pada invertebrata pada umumnya masih berupa fagositosis bakteri
atau penggunaan enzim dalam sekresi. Sistem imun vertebrata berkembang lain sama sekali
dan berbeda dari sistem imun invertebrata. Fagositosis merupakan hal yang penting pada
semua hewan yang dibantu oleh aglutinin dan bakterisidin yang mengikat molekul patogen
pada permukaannya.
1.

Ikan
Jaringan limfoid primer dan skunder ikan ditemukan dalam timus, ginjal dan limpa.

Sel sistem imun juga ditemukan dikulit dan membran mukosa. Ikan memiliki sel sejenis sel
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

T dan B. Dewasa ini sudah tersedia vaksin untuk melindungi ikan terhadap infeksi bakteri
dan virus. IgW adalah isotipe Ig pada ikan hiu.

2.

Reptil
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi organ berbagai reptil

termasuk sistem imun. Timus berkembang baik dengan molekul permukaan yang menyerupai
Ig yang diduga merupakan prekursor reseptor sel T, IgG dan IgM. Limpa merupakan organ
limfoid perifer terpenting. GALT berkembnag baik pada kadal dan ular.

Reptil tidak

memiliki tonsil. Reptil juga memiliki molekul MHC dan memproduksi sedikitnya 2 jenis Ig
yang menyerupai IgM.
3.

Burung dan Ayam


Burung dan ayam adalah unik dalam memproduksi sel B yaitu dalam organ yang
disebut Bursa Fabricius disaluran cerna dekat kloaka. Ayam merupakan pembentuk
antibodi yang baik sekali, membentuk IgM sebelum IgG. Sel T berkembang dari sel
prekursor melalui timus. Sel T ayam mirip dengan sel T mamalia.

4.

Mamalia
Mamalia membentuk IgD, dan IgG dan subkelasnya disamping Ig lanilla yang
menunjukkan MHC yang berbeda. Deversitas sudah lebih berkembang. Antibodi pada
sel B, reseptor sel T dan sprektum sel ( MHC ), semuanya berkembang dari leluhur
yang sama.

Berikut contoh pada vertebrata golongan mamalia :


1.

Kelinci
Imunitas kelenci hampir sama dengan manusia, hanya dengan variasi minor, GALT
pada kelinci terdiri atas apendiks, plak peyer dan nodul limfatik difus. Kelinci memiliki
EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

limfa dan timus yang berkembang baik. Limpopoiesis terjadi disumsum tulang dan sel
matang menempati jaringan-jaringan dan organ. Sitokin yang telah didefinisi adalah MIF,
faktor kemotaktik, MSF, IL-1, IL-2 dan TNF-. Sel T, sel B, mikrofag ( bukan makrofag )
dan sel polimorfonukulear, IgG, IgE, IgA, regio MHC-I dan MHC-II telah banyak
digambarkan.
2. Anjing
Struktur dan fungsi sistem imun pada anjing adalah serupa dengan tikus dan manusia.
Seperti pada manusia dan anjing memiliki berbagai mekanisme resistensi untuk
mencegah penyakit. Kulit dan membran mukosa dan Ig adalah sama namun imunitas
selularnya berbeda dari manusia.
3.

Kucing
Sistem imun kucing serupa dengan mamalia lainnya. Meskipun jaringan limfoid perifer
dan timus pada kucing dapat disamakan dengan mamalia lain, namun pada kucing
ditemukan populasi makrofag intravaskular

pulmoner yang membuatnya rentan

terhadap renjatan septik atas peran TNF asal makrofag.


4.

Kuda
Imunitas kuda serupa dengan kebanyakan spesies mamalia. Timus dan sumsum tulang
merupakan sumber pembentukan sel T dan sel B. Perkembangan sel B terjadi di plak
Peyer yang merupakan struktur tunggaldi ileum terminal.

5.

Babi
Imunitas babi berbeda dari tikus dan manusia yang memiliki 4 jenis plak Peyer dan
papila tonsil kecil yang mengeluarkan limfosit dari kelenjar limfoid langsung kedalam
sirkulasi ( tidak ke efek eferan limfe ). Babi memiliki IgG, IgA, IgE, IgM dan leukosit
perifer seperti pada manusia.

6.

Kambing/ domba

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Kambing/domba memiliki subset sel T utama, terbanyak CD4, atau CD8, MHC-I dan
MHCII.(3)

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN
Sistem Imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar Biologis yang dilakukan oleh sil
dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem
ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker
dan zat asing dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan
demam dan flu, dapa berkembang dalam tubuh.

1. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor.
2. Mekanisme imun pada invertebrata pada umumnya masih berupa fagositosis bakteri atau
penggunaan enzim dalam sekresi.
3. Sistem imun vertebrata berkembang lain sama sekali dan berbeda dari sistem imun
invertebrata.
4. Sistem imun bangun dengan vertebrata pertama, sementara invertebrata tidak menghasilkan
limfosit atau respon humoral yang berdasarkan antibodi
B.

SARAN

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

BY: SISKA DELVIA


EVOLUSI IMUNNOLOGI

2015

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan,
karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan
makalah ini harus digunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.ncbi.nml.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv. View. Show TOC&rid=mboc4.


TOC&depth=2. Diakses tanggal 01 April 2010.
2. http://web.archive. 2010. Org/web/nic savba.sk/gos/books/showentific/Inffever.html.
3.
4.
5.
6.

Diakses tanggal 03 April 2010.


Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta : Gaya Baru.
putriiandynii.blogspot.com/2014/01/makalah-imunologi.html
www.anneahira.com/pengertian-imunisasi.htm
ml.scribd.com/doc/46134656/Imunisasi-Pasif-Dan-Aktif

EVOLUSI IMUNNOLOGI

Page

Anda mungkin juga menyukai