PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aktivitas manusia sehari-hari tidak terlepas dari lingkungan udara,
makanan, sentuhan yang secara tidak langsung menghadapkan kita pada
mikroorganisme yang bisa menyerang tubuh, mikroorganisme ini dicegah agar
tidak menyebabkan penyakit dengan adanya 3 jenis pertahanan tubuh yaitu
eksternal barriers berupa kulit dan membran mukosa, nonspesifik internal
barriers berupa respon inflamasi, fagositosis, dan pertahanan tubuh yang spesifik
(sistem imun spesifik) .
Perkembangan sistem imunologik sebagai suatu penyesuaian diri respon
seluler pada lingkungan yang berubah-ubah dan bermacam-macam untuk setiap
tingkatan spesies, individu, bahkan sel. Proses adaptasi diperlukan suatu spesies
agar dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Proses adaptasi ini membentuk
dasar-dasar filogeni respon imun, baik respon imun spesifik dan nonspesifik.
Dalam kehidupan primitif elemen nonspesifik yang paling penting ialah
fagositosis dan respons inflamatoris. Dengan adanya evolusi, mekanisme
pertahanan ini tetap dan diperkuat oleh penambahan komponen-komponen baru
yaitu sistem imun spesifik dan sistem amplifikasi biologi dengan respon-respon
yang baru telah berkembang (Bellanti, 1985).
Pada saat sistem imun melemah, pemberian produk imunostimulator bagi
penderita penyakit infeksi menjadi sangat penting karena secara klinis
imunostimulator dapat dimanfaatkan dalam pengobatan maupun pencegahan
terbukti memiliki efek imunomodulator dengan parameter kadar IL-10 dan TNF-
yang meningkat pada dosis tertentu yaitu 250 mg/kg dengan harga IC50 sebesar
632 g/ml memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D. Senyawa fenolik pada
ekstrak tersebut dapat meningkatkan aktivitas sel makrofag karena dapat
menstimulasi pelepasan sitokin IL-12 dan IFN- (Shen dan Louie, 1999).
etanolik herba
B. Rumusan Masalah
Apakah kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan
daun sirih merah mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag mencit
jantan Balb/c dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan secara in vitro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data ilmiah yang dapat
digunakan
sebagai
dasar
pengembangan
produk
obat
herbal
sebagai
imunomodulator yang terdiri dari kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi
keladi tikus, dan daun sirih merah.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
immunomodulator kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus,
dan daun sirih merah secara in vitro, dengan mengevaluasi efek kombinasi ekstrak
tersebut terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dibandingkan
dengan kontrol tanpa perlakuan.
D. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Imun
Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang
menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit
menular. Sel dan molekul yang bertanggungjawab dalam imunitas adalah sistem
imun, dan keseluruhan sistem yang mengatur respon terhadap pengenalan
substansi asing disebut dengan respon imun (Abbas & Lichtman, 2005). Sistem
imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan
keutuhan
tubuh
dari
bahaya
yang
menyerang
tubuh
Hambatan fisika dan kimia yang terdiri dari kulit, lapisan mukosa, dan
enzim.
2)
3)
Sel fagositosis (makrofag, neutrofil) dan natural killer cells (Abbas &
Lichtmann, 2005).
menelan,
menghancurkan
mikroorganisme
dan
memicu
fagosit
dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya
dapat menyingkirkan agen asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini
disebut spesifik (Baratawidjaja, 2006).
Sistem imun spesifik (adaptif) ini terdapat dua tipe, yaitu cell mediated
immunity dan humoral mediated immunity. Sistem imun spesifik dapat bekerja
tanpa bantuan sistem imun non spesifik, tetapi pada umumnya terjadi kerjasama
yang baik antara antibodi, komplemen dan fagosit dengan sel-T makrofag.
Antibodi akan muncul apabila ada antigen yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
imun spesifik hanya dapat menghancurkan antigen yang telah dikenalnya (Kresno
2001).
2. Makrofag
Mekanisme pertahanan host terdiri dari imunitas alami dan imunitas
adaptif. Imunitas alami merupakan pertahanan yang paling pertama. Komponen
imunitas alami atau innate imunnity terdiri dari barier epitel, fagosit, sel NK,
sistem komplemen, dan lain-lain. Selain imunitas alami, juga terdapat sistem
imunitas adaptif. Sistem imunitas adaptif ini terdapat dua tipe, yaitu cell mediated
immunity dan humoral mediated immunity. Sistem imunitas alami yang berperan
melawan mikroba yang masuk menembus epitel ialah sistem fagosit. Sistem
fagosit yang bersirkulasi dalam darah terdapat dua tipe, yaitu neutrofil dan
monosit. Kedua sel tersebut bekerja pada tempat yang terinfeksi, dimana mereka
mengenal
dan
mencerna
mikroba.
Neutrofil
(juga
disebut
leukosit
polimorfonuklear) yang berjumlah 4000 10.000 per mm3 ialah jenis leukosit
yang terbanyak di dalam darah. Dalam respon terhadap infeksi, produksi neutrofil
dari sumsum tulang meningkat cepat sampai melewati angka 20.000 per mm3.
Produksi dari neutrofil dirangsang oleh sitokin, yaitu mediator yang
diproduksi oleh berbagai macam tipe sel sebagai respon terhadap infeksi.
Neutrofil ialah tipe sel pertama yang merespon infeksi, baik infeksi bakteri
maupun fungi. Sel neutrofil mencerna mikroba dalam sirkulasi, dan sel neutrofil
dengan cepat masuk ke dalam jaringan ekstravaskuler pada sisi infeksi, dimana sel
ini juga mencerna mikroba dan mati setelah beberapa jam.
Tipe sel kedua dalam sistem fagosit ialah sel monosit. Sel tersebut
berjumlah 500 1000 per mm3 darah, lebih sedikit dibandingkan jumlah sel
neutrofil. Sel monosit mencerna mikroba dalam darah dan jaringan. Tidak seperti
neutrofil, monosit dapat masuk ke dalam jaringan ekstravaskuler dan bertahan di
sana dalam waktu yang relatif lebih lama. Sel monosit akan berdiferensiasi
menjadi sel makrofag di dalam jaringan. Sel monosit darah dan sel makrofag ialah
dua sel yang sejenis, dimana kedua sel tersebut dinamakan sistem fagosit
mononuklear.
Makrofag adalah monosit yang meninggalkan sirkulasi darah dan
berubah agar menetap di jaringan dengan fungsi memfagositosis mikroorganisme
dan komplek molekul asing lainnya. Makrofag yang berpindah mengalami
diferensisasi sesuai dengan bentuk histologi jaringan yang dituju contohnya
kuppfer cells pada hati, alveolar macrophages di paru-paru, splenic macrophages
di white pulp, peritoneal macrophages di cairan peritoneal, microglial cells di
jaringan saraf ( Coico et al., 2003).
10
memungkinkan untuk terjadinya reaksi fagosit oksidase antara nitrit oksid dengan
hidrogen peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal peroxynitrit
sangat reaktif dan bisa membunuh mikroba (Gambar 1) (Abbas & Lichtmann,
2005)
Gambar 1. Fagositosis mikroba di dalam sel. (A) Mikroba berikatan dengan reseptor
fagositosis. (B) Membran sel fagosit membentuk fagosom. (C) Mikroba di dalam fagosom
dan berfusi dengan lisosom. (D) Mikroba dihancurkan oleh enzim lisosom , ROS, dan NO di
dalam fagolisosom (Abbas et al., 2007)
Oleh
karena
itu,
ketika
makrofag
teraktivasi
oleh
masuknya
11
peningkatan sitokin tersebut. Makrofag yang aktif juga ikut andil memperbaiki
jaringan yang luka dan terinfeksi dengan menghasilkan growth factors untuk sel
endotel dan sel fibroblasts.
3. Fagositosis
Fagositosis merupakan proses penelanan yang dilanjutkan dengan
pencernaan seluler terhadap bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh
dengan maksud mengganggu sistem homeostasis tubuh. Proses fagositosis secara
garis besar dapat dibedakan dalam 3 tahap :
a. Pengenalan dan pengikatan bahan asing.
b. Penelanan ( ingestion)
c. Pencernaan (Bellanti, 1985)
Fagositosis sebagian besar diperankan oleh makrofag sebab kemampuan
fagositosisnya jauh lebih kuat dibandingkan dengan sel fagosit yang lain. Segera
setelah menelan bahan asing tersebut, membran makrofag akan menutup. Partikel
tersebut digerakkan ke dalam sitoplasma sel dan terbentuk vakuol fagosit.
Lisosom adalah kantung-kantung dengan enzim, bersatu dengan fagosom
membentuk fagolisosom. Pada keadaan ini dimulailah proses pencernaan
intraseluler dan pembentukan zat bakterisidal jika lisosom gagal menerima bahanbahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Makrofag jaringan mempunyai
kemampuan serupa makrofag aktif yang mampu mengembara ke seluruh jaringan,
yaitu memfagosit bahan-bahan asing.
12
4. Imunomodulator
Imunomodulator adalah bahan atau senyawa yang dapat merangsang
sistem imun atau menekan aspek spesifik dari respon imun. Bahan atau senyawa
yang
bersifat
imunomodulator
dapat
bekerja
dengan
immunorestorasi,
cara
memperbaiki
fungsi
sistem
imun
dengan
menggunakan
13
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Phyllanthus
Spesies
b. Mofologi
Meniran merupakan terna, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm,
bercabangcabang. Batang berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling.
Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan
bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm,
berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga
jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak
daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil,
keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Hutapea dan Syamsyuhidayat, 1991).
c. Daerah Distribusi dan Habitat
Herba meniran tumbuh liar di tempat yang lembab dan berbatu, seperti di
sepanjang saluran air, semak-semak, dan tanah diantara rerumputan. Meniran juga
14
eridiktol-7-ramnopiranosid,
nirurin,
nirurisid,
filantin,
15
efek terhadap respon imun nonspesifik maupun spesifik. Efeknya terhadap respon
imun nonspesifik yaitu meningkatkan fagositosis dan kemotaksis makrofag,
kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas hemolisis komplemen,
sedangkan terhadap respon imun spesifik, pemberian ekstrak meniran
meningkatkan proliferasi sel limfosit T, meningkatkan sekresi TNF- dan IL-4
serta menurunkan aktivitas sekresi IL-2 dan IL-10. Uji klinis terhadap manusia
juga telah dilakukan dan menunjukkan bahwa ekstrak meniran meningkatkan
kadar IFN, kadar CD4 dan rasio CD4/CD8.
6. Sirih merah (Piper crocatum)
: Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Piperales
16
Famili
Genus
: Piper
Spesies
: Piper crocatum
Nama daerah
Sirih; Suruh (Jawa), seureuh (Sunda); base (Bali); leko, kowak, malo,
malu (Nusa Tenggara); dontile, parigi, gamnjeng (Sulawesi); gies, bido (Maluku);
sirih, ranub, sereh, sirieh (Melayu) (Moeljanto, 2003).
b. Morfologi
Perdu, merambat, batang berkayu, berbuku-buku, bersalur, berwarna
hijau keabu-abuan. Daunnya bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung
daun meruncing herbaceous atau berair dan jarang terdapat rambut atau bulu serta
bertangkai, yang tumbuh berselang-seling di batangnya. Permukaan daun
berwarna merah keperakan dan mengkilap saat terkena cahaya serta tidak merata.
Perbedaan sirih merah dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna merah
keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi.
Ranting- ranting cenderung kurus. Perilous 1-5 cm; pedunculus 1-2,5 cm; bractea
memanjang 3 mm bunga pada bagian pertama ditutupi oleh daun pelindung
tetapi tidak semua bagian ditutupi, bractea biasanya berdiri jauh dari ranting atau
cabang dan tidak terbuka. Bunga bulir jantan panjangnya 5-20 cm; stamen 2-4,
biasanya 3; terdapat benang-benang halus yang pendek dan tebal;bulir dalam
bentuk buah yang panjangnya 15-20 cm; benang sari 3-4 kecil; buah bini/ellipsoid
atau hampir membentuk bola, dengan panjang 4-5 mm (Backer & van Den Brink,
1965)
17
18
d. Khasiat
Sirih merah dimanfaatkan untuk penyakit infeksi seperti radang pada
gigi, sariawan, radang pada mata, radang prostat, dan lain sebagainya (Sudewo,
2008). Khasiat sirih merah juga untuk beberapa penyakit antara lain diabetes,
hipertensi, kanker payudara, hepatitis, peradangan, ambeien, asam urat, maag,
luka dan lain-lain (Juliantina et al., 2008).
Berdasarkan penelitian, ekstrak etanol sirih merah memiliki aktivitas
antiinflamasi, antihiperglikemik (Subarnas et al., 2008 ; Robianto, 2009).
Senyawa
kimia
flavonoid
yang
berfungsi
sebagai
antioksidan,
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
19
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Subfamili
: Aroideae
Genus
: Typhonium
Spesies
b. Morfologi
Tanaman herba perenial dengan tinggi mencapai 35 cm dan panjang
tangkai 7-30 cm (Backer and van Den Brink, 1968). Keladi tikus berdaun tunggal,
berwarna hijau dan tersusun di roset, panjang daun 6-16 cm, berbentuk lonjong
dengan ujung meruncing seperti tombak. Pangkal daun berbentuk jantung dan
bertepi rata serta permukaan daun mengkilap. Ciri khas dari tanaman ini adalah
memiliki bunga unik yang bentuknya menyerupai keladi tikus (ekor tikus). Bunga
dengan panjang 4-8 cm dan berkelopak bunga bulat lonjong berwarna kekuningkuningan. Bagian atas kelopak memanjang 5-21 cm dan ujungnya meruncing
menyerupai ekor tikus (Sudewo, 2004). Bagian tanaman yng digunakan adalah
umbi.
c. Kandungan senyawa
Kandungan kimia pada keladi tikus di antaranya adalah alkaloid, saponin,
steroid, glikosida flavonoid dan triterpenoid (Syahid, 2007). Dari hasil penelitian
Nobakht et al. (2010), senyawa utama yang terkandung dalam Typhonium
20
8. Ekstraksi
Proses ekstraksi bertujuan untuk memperoleh ekstrak zat aktif dari
serbuk daun sirih merah, meniran, dan keladi tikus yang diperoleh dari Gama
Herbal. Bahan yang akan diekstrak haruslah dalam keadaan kering karena
keberadaan air dalam jaringan bahan bisa melindungi komponen penting dalam
bahan dari masuknya penyari untuk mengikat senyawa organik dalam bahan
(Harbourne, 1987), kadar air pada bahan juga dapat menurunkan efisiensi proses
ekstraksi karena titik didihnya yang lebih tinggi dibandingkan pelarut organik
memperlama proses pemekatan (Yudiastuti et al., 2007).
Proses ekstraksi yang digunakan dengan metode maserasi merupakan
teknik perendaman dengan pelarut tertentu untuk bahan yang tidak tahan panas.
Mekanisme pelarutan zat aktif dengan menembusnya penyari melalui dinding sel
21
tanaman dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat
aktif akan larut. Selama proses maserasi, rendaman disimpan di tempat yang jauh
dari sinar cahaya langsung untuk mencegah perubahan warna dan reaksi yang
tidak diinginkan (Voight 1994; Indraswari, 2008).
Pelarut yang diperbolehkan dalam pembuatan ekstrak adalah air, etanol
atau campuran air dan etanol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).
Pelarut yang digunakan dalam maserasi ini adalah etanol. Etanol sebagai pelarut
polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifar polar seperti flavonoid dengan
mekanisme like dissolve like dan didukung oleh pernyataan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (2004) dan Faraouq (2003) dalam Nurcholis (2008) bahwa etanol
merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia tanaman yang akan dijadikan
obat herbal.
9. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi dilakukan untuk memisahkan komponen yang terkandung
dalam ekstrak di mana komponen tersebut terdistribusi di antara dua fase, yaitu
fase diam dan fase gerak. Karakterisasi ekstrak yang dilakukan salah satunya
dengan melihat pola kromatogram yang diperoleh dari penelitian ini. Ekstrak daun
sirih merah, meniran, dan keladi tikus dielusi pada pelarut yang sesuai dengan
metode kromatografi lapis tipis. Metode ini mudah, cepat, tidak mahal, dan
memiliki kelebihan dibanding kromatografi kertas yang terbatas penggunaan fase
geraknya (Striegel & Hill, 1996).
Fase diam yang banyak digunakan adalah silika gel karena dapat
menghasilkan resolusi yang baik dan memiliki kemampuan untuk memisahkan
22
semua golongan senyawa (Wall, 2005). Fase diam agar dapat memadamkan
flouresensi semua senyawa di bawah sinar UV254 haruslah mengandung indikator
flouresensi (Harbourne, 1987).
Fase gerak sebagai media transport komponen yang akan dipisahkan.
Komponen tersebut akan memisah dengan prinsip kapilaritas dan hasil gaya tarik
dari fase gerak dan gaya hambat dari penyerap (Sherma & Fried, 1999). Pelarut
yang digunakan tidak boleh sangat polar atau nonpolar. Pelarut yang terlalu polar
bisa menyebabkan bercak berekor sedangkan jika terlalu non polar, sampel akan
sulit terelusi.
E. Landasan Teori
Pengobatan penyakit pada saat ini mulai mengeksplorasi obat-obat dari
alam yang bisa digunakan untuk meningkatkan sistem imun. Tubuh membutuhkan
pertahanan yang baik untuk menghadapi serangan penyakit. Pertahanan tubuh
yang baik bisa diperoleh dari alam yang diinisiasi oleh senyawa yang bersifat
imunomodulator. Daun sirih merah, herba meniran, dan umbi keladi tikus
merupakan tanaman asli Indonesia yang dimanfaatkan secara luas untuk
pengobatan berbagai penyakit oleh masyarakat dan telah terbukti memiliki sifat
imunomodulator.
Penelitian Apriyanto (2011) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun sirih merah pada tikus dapat menaikkan indeks fagositosis makrofag,
tetapi tidak mempengaruhi proliferasi limfosit. Penelitian terdahulu juga telah
meneliti umbi keladi tikus yang memberikan efek imunomodulator. Menurut
23
mengenai uji
24
F. Hipotesis
Pemberian kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus,
dan daun sirih merah mempengaruhi efek imunomodulator dengan parameter
peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.