BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parasit-parasit yang menyerang manusia dapat dibagi atas dua grup, yaitu
organisme protozoa dan organisme metazoa, seperti Cestode, Trematoda dan
Nematoda. Kedua golongan ini, selain berbeda dalam hal morfologinya, berbeda
pula dalam hal tingkat dan derajat kelainan patologiknya, serta respons imunologik
yang bangkit karenanya. Infeksi dengan protozoa, biasanya bersifat intraseluler pada
tahap-tahap penyenangan jaringan (" tissue-invading") daripada organisme tersebut.
Dikarenakan parasit mempunyai daur hidup yang rumit maka respon imun tubuh
kurang bermakna dalam perlawanan terhadap parasit dan banyak penyakit parasit yang
berkembang menjadi penyakit kronis (Anonim, 2012).
Mereka dengan segera, bermultiplikasi di dalam sel-sel dan jaringan hospes,
sehingga penyakit yang timbul berkembang sangat cepat. Sebaliknya, golongan
metazoa terutama bersifat ekstraseluler, dan biasanya tidak bermultiplikasi di dalam
hospes definitif. Akibatnya maka penyakit yang timbul lebih bersifat kronis dan
simtom-simtomnya lebih bersifat non-spesifik. Respons imunitas humoral lebih
terbangkit apabila parasit berada dalam bentuk atau tahap ekstraseluler dan/atau
berada dalam sirkulasi darah (sistemik). Sebaliknya, bila parasit berada dalam bentuk
intraseluler, maka respons imun yang bangkit adalah sistem imunitas seluler. Beberapa
hal perlu diperhatikan, ialah bahwa parasit-parasit golongan metazoa
lebih menyebabkan timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe cepat, dan tanda-tanda
eosinofilia yang jelas terlihat pada infeksi parasit jenis ini. Keadaan ini disebabkan
karena peranan imunitas humoraI, yaitu mekanisme yang dibawakan oleh IgM
(Anonim, 2011).
Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan
menghambat respon imun host. Parasit yang berbeda menyebabkan imunitas
pertahanan yang berbeda (Anonim, 2011).
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini:
1. Bagaimana respon imun manusia terhadap infeksi parasit?
2. Bagaimana mekanisme perlawanan system imun terhadap infeksi parasit?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. untuk mengetahui respon imun manusia terhadap infeksi dari parasit.
2. untuk mengetahui mekanisme perlawanan sistem imun terhadap infeksi
parasit.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Imunitas
Imunitas adalah daya tahan tubuh untuk melawan penyakit atau melawan
infeksi.
Sistem imun adalah semua sel dan molekul yang terlibat dalam imunitas tubuh,
merupakan suatu kesatuan fungsional.
Respon imun adalah tanggap (respon) terhadap substansi asing yang masuk ke
dalam tubuh, secara kolektif disebut.
Kebanyakan infeksi parasit pada manusia bersifat kronis, karena sistem imun
nonspesifik yang lemah dan kemampuan parasit bertahan terhadap imunitas spesifik,
serta banyak obat antibiotik yang tidak efektif lagi. Vaksin juga belum berkembang,
diperlukan faktor humoral (terutama IgG) yang bersifat protektif dengan mencegah
merozoit memasuki sel darah merah.
a. Imunitas nonspesifik
1. Terhadap protozoa -> fagositosis, namun banyak yang resisten terhadap efek
bakterisidal makrofag, bahkan dapat hidup di dalam makrofag.
2. Terhadap cacing -> fagosit juga menyerang cacing dan melepas bahan
mikrobisidal untuk membunuh mikroba yang terlalu besar untuk dimakan.
Beberapa cacing mengaktifkan komplemen lewat jalur alternatif, tetapi banyak
juga parasit yang memiliki lapisan permukaan tebal sehingga resisten terhadap
mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag.
b. Imunitas spesifik
1. Respons imun yang berbeda
Berbagai parasit berbeda dalam besar, struktur, sifat biokimiawi, siklus hidup,
dan patogenisitasnya -> respons imun spesifik berbeda pula. Infeksi cacing
biasanya kronik dan kematian sel host akan merugikan parasit sendiri ->
rangsangan antigen persisten -> meningkatkan kadar imunoglobulin dan
pembentukan kompleks imun dalam sirkulasi.
4
diendapkan di dinding pembuluh darah dan gromerulus ginjal -> vaskulitis dan
nefritis. Penyakit kompeks imun dapat terjadi pada skistosima dan malaria.
o Spektrum gejala filariasis limfatik begitu luas, mulai dari besar jumlah parasit
dengan sedikit gejala klinis sampai yang kronis dengan parasit yang sedikit
ditemukan.
o Mikrofilaria dalam darah -> sitokin Th2 menjadi dominan -> dengan cepat
respons sel T menghilang -> peningkatan mencolok dari sintesis IgG4 spesifik
parasit.
o Induksi toleransi sel T terhadap parasit diduga terjadi dalam subset Th1. Saat
individu sakit, toleransi dipatahkan dan respons terhadap Th1 dan Th2
meningkat dramatis. Baik respons Th1 maupun Th2 terhadap antigen filaria
ditemukan pada individu yang imun terhadap infeksi ulang -> kedua respons
Th dianggap penting pada proteksi pejamu dan patogenesis filariasis.
4. Respons Th1 dan Th2 pada infeksi parasit
Infeksi parasit intraselular, gambaran kedua respons tersebut berhubungan
dengan prognosis baik atau buruk. Dalam menentukan perjalanan penyakit,
peran Th1 dan Th2 pada penyakit parasit lebih kompleks.
Terdapat dua macam respon imun yang dapat terjadi pada kekebalan
bawaan ini yaitu :
C. Proses imuno-patologi
Bila tubuh kemasukan parasit, baik itu golongan protozoa maupun metozoa,
maka infeksi dengan parasit tersebut akan berlanjut menimbulkan penyakit dengan
10
Parasit yang masuk kedalam tubuh manusia dapat bertahan dalam tubuh dan
terhindar dari respon imun tubuh manusia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
seperti : (Anonim. 2012)
1. Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host
vertebrata. Dua bentuk variasi antigenik: 1. Stage-specific change dalam
ekspresi antigen, misalnya antigen stadium sporosit pada malaria berbeda
dengan antigen merozoit. 2. Adanya variasi lanjutan antigen permukaan mayor
pada parasit, misalnya yang terlihat pada Trypanosoma Afrika: Trypanosoma
brucei dan Trypanosoma rhodensiensi. Adanya variasi lanjutan kemungkinan
karena variasi terprogram dalam ekspresi gen yang mengkode antigen
permukaan mayor.
2. Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam
host. Misalnya larva Schistosomae yang berpindah ke paru-paru host dan
15
hal inilah yang dijadikan pegangan oleh para ahli imunologi dalam mempergunakan
respons imunologik untuk mendiagnosis penyakit-penyakit parasit (Anonim, 2011).
Secara garis besar, maka ada dua macam teknik yang dapat dikembangkan,
yaitu
(1) Teknik manipulasi kulit dan
(2) Menegakkan diagnosis penyakit parasit secara imunologik.
Walaupun telah berhasil, namun seringkali kita dihadapkan dengan berbagai
masalah, baik yang sifatnya umum maupun yang khusus. Masalah yang khusus ialah
menyangkut sifat dan karakteristik parasit yang bersangkutan, terutama dalam
menginduksi respons imun. Berbagai macam teknik imunologik juga banyak tersedia,
seperti : test presipitasi, test hemaglutinasi, test fiksasi komplemen, test fluonesensi dan
lain-lain, tetapi semuanya tidak terlepas dari masalah-masalah yang khusus untuk
teknik tersebut, dan yang penting ialah : pemilihan teknik serologik yang tepat untuk
dipergunakan dalam mendiagnosis penyakit parasit yang mana (Anonim, 2011).
Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyakit parasit
yang parasitnya sukar ditemukan dengan pemeriksaan mikroskopik, misalnya pada
masa prepaten, infeksi menahun, lokalisasi pengambilan bahan pemeriksaan secara
teknis sukar dicapai (Rusjdi, 2011).
Deteksi penyakit :
Secara garis besar terdapat dua deteksi penyakit parasit yang meliputi :
Tes fluorosensi
ELISA
Radioimmunoassay
Tes dengan komplemen
b. Reaksi Seluler
Lebih sulit karena limfosit yang diperoleh harus segar.
Dikatakan positif bila jumlah limfosit yang menempel cukup banyak
(Rusjdi, 2011).
18
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Imunitas : Daya tahan tubuh untuk melawan penyakit atau melawan infeksi.
Secara garis besar faktor kekebalan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
kekebalan bawaan / Innate Immunity dan kekebalan didapat / Natural Acqiured
Immunity. Kekebalan bawaan / Innate Immunity mempunyai 2 macam respon imun
yaitu respon imun humoral dan respon imun seluler.
Kerusakan jaringan akibat proses imunologik telah lama diketahui, dan
Coombs dan Gell (26) telah mengklasifikasinya ke dalam empat tipe, yaitu :
1. Reaksi tipe I atau reaksi tipe anafilaktik
2. Reaksi tipe II atau reaksi tipe sitotoksik
3. Reaksi tipe III atau reaksi tipe kompleks-toksik
4. Reaksi tipe IV atau reaksi seluler.
Untuk mendiagnosis penyakt-penyakit parasite, maka ada dua macam teknik
yang dapat dikembangkan, yaitu
1. Teknik manipulasi kulit dan
2. Menegakkan diagnosis penyakit parasit secara imunologik.
B. Saran
Perlu adanya perhatian khusus terhadap penyakit yang disebabkan oleh parasit
mulai dari siklus hidup, vektor, pencegahan dan pengobatan.
19
DAFTAR PUSTAKA