DIAN NURMANSYAH
BANJARBARU
1
BAB I
PENDAHULUAN
bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Mikroba patogen tersebut
dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Salah satu patogen yang
Terdapat 3 kelompok bakteri dipandang dari sisi kemapuan invasi ke dalam sel
biologik yagn bertujuan melindungi individu dari infeksi, baik infeksi bakteri,
virus, parasit dan patogen yang lain (Kresno, 2004). Respon imun akan timbul
karena adanya reaksi yang dikoordinasi oleh sel-sel di dalam tubuh. Sistem imun
terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/ native) dan
didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non spesifik maupun
kekurangan namun sebenarnya kedua sistem imun tersebut memiliki kerja sama
yang erat (Male & Roitt, 1993). Pada imunitas spesifik ada dua cabang imunitas
2
spesifik namun tujuan dari dua jenis imunitas ini sama yaotu mengeliminasi
antigen. Kedua sistem imun ini berinteraksi satu sama lain dan berkolaborasi
untuk mencapai tujuan akhir yaitu eliminasi antigen. Dari dua jenis imunitas
spesifik , satu diperantarai terutaa oleh sel B dan antibodi dalam sirkulasi, dan
dinamakan respon imun humoral, sedangkan satu sistem inun spesifik lainnya
diperantarai oleh sel T, yang tidak mensintesis antibodi, tetapi menghasilkan dan
(Kresno, 2004)
menghadapi patogen tersebut, sebagai contoh adalah sel t helper melepas sitokin
Infeksi dapat terjadi ketika patogen berhasil menginvasi pejamu (host) dan
3
beberpa mekanisme yang membuatnya dapat menyebabkan sakit diantaranya
thypi
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering
memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam
lambung, namun yang lo los akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan
melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan
ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi
melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina propria. Bakteri dapat juga
munculnya ulserasi pada folikel limfoid . S. typhi dapat menginvasi sel M dan
5
fagositik, mengurangi sekresi TNFa terhadap S enterica ser. thypi oleh
Selain itu antigen O juga mencegah aktivasi dan deposisi faktor komplemen
(Jawetz, 2013)
membrane protein (OMP) dengan berat molekul sekitar 36kDa, yang kemudian
(Jawetz, 2013)
ihasilkan dari lisisnya sel bakteri. Di peradaran darah, endotoksin ini akan
ada pada makrofag dan monosit serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan IL-1,
TNF, dan sitokin lainnya. Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin,
patogenitasnya dan dimiliki oleh semua serotipnya. Region ini disebut sebagai
salmonella patogenicity island atau sering disingkat SPI. SPI berfungsi dalam
6
menambah fungsi virulensi yang kompleks oleh bakteri terhadap inang yang
diinfeksinya. SPI-1 dan SPI-2 mengatur type III secretion system (T3SS) yang
bakteri untuk menginjeksi langsung sitosol dari sel inang. SPI-1 dan SPI-2
mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan organ yang dipengaruhi. SPI-1
bekerja pada sel enterosit dan menginisiasi inflamasi. SPI-2 bekerja dalam
pertahanan dan multiplikasi bakteri pada sel fagositik. SPI-7 merupakan genom
terbesar yang mencapai ukuran 134 kb dan pertama kali ditemukan pada S.
typhi (Seth, 2008). S. typhi juga memiliki SPI-8 dan SPI-10 (Dzen, 2003)
- Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam
7
- Simbiosis dengan bakteri flora normalyang memproduksi zat yang
epitel organ
- Innate imunity
sebelumnya; dengan kata lain merupakan pertahanan pertama bagi tubuh. Pada
tempat infeksi dimana cairan, sel, bahan-bahan yang terlarut merembes keluar
8
Gambar 1. Infeksi S.typhi memicu terjadinya inflamasi
Sumber : Karp, 1999
plasma sel bakteri, dengan akibat lisis dan kematian sel. Sel yang terinfeksi
akan dikenali oleh limposit non-spesifik, disebut sebagai sel Natural Killer
(NK), dimana fungsi dari NK sel adalah mengakibatkan kematian sel yang
apoptosis.
tidak pada sel host. Komplemen bekerja dengan menempel pada permukaan
dinding sel mikrobia dengan fragmen yang dikenali oleh reseptor makrofag
yang selanjutnya difagosit oleh makrofag. Dalam proses ini makrofag juga
9
secara umum dapat digambarkan sebagai peradangan dengan ciri-ciri
timbulnya panas, rasa sakit, timbul warna merah, dan swelling. Kondisi
demikian ini merupakan akibat kerja sitokin dan faktor inflamasi lain pada
adalah sel yang paling cepat menuju daerah inflamasi. Sebagaimana makrofag,
Induksi imunitas adaptif dimulai ketika patogen dicerna oleh sel dendritik
immature pada jaringan yang terinfeksi. Sel fagosit ini tersebar pada berbagai
sumsum tulang, dan bermigrasi dari sumsum tulang menuju jaringan periperal
tempat berhentinya, pada tempat yang baru ini sel dendritik berperan untuk
10
memperoleh antigen akan segera memasuki pembuluh limfa dam masuk lymph
node. Pada lymph node sel dendritik akan mengenalkan antigen yang dibawa
mengenali sifat umum patogen, misalnya dinding sel bakteri yang berupa
menghancurkan patogen tetapi untuk embawa antigen dari patogen itu pada
organ limfoid periferal dan empresentasikan antigen itu pada sel limfosit T.
Ketika sel dendritik menelan patogen pada jaringan yang terinfeksi, sel
dendritik teraktivasi dan bergerak menuju lymph node yang terdekat. Karena
aktivasi itu sel dendritikmengalami pemasakan menjadi sel APC yang sangat
efektif dan berubah sifat menjadi sel yang mampu mengaktifkan sel limfosit.
11
2.2 .3 Respon Imun Addptive pada infeksi Salmonella typhi
terbanyak. Subset ini dibagi lagi menjadi Th1 dan Th2, dan sitokin yang
dihasilkan disebut sebagai sitokin tipe Th1 dan sitokin tipe Th2. Sitokin tipe
Termasuk dalam sitokin tipe Th1 ini terutama interferon gamma, selain
dimediasiTh1 ini, yaitu dengan respons Th2. Sitokin yang termasuk dalam
mekanisme Th2 ini adalahinterleukin 4, 5, 9, dan 13, yang disertai IgE dan
respons eosinofilik dalam atopi, dan juga interleukin-10, dengan respons yang
dan merupakan alat komunikasi antar sel yang prinsipiil tentang adanya invasi
bakteri. Sitokin yang memulai repons inflamatori dan menentukan besaran serta
sifat respons imun yang didapat. Pada penderita sakit berat respons terhadap
injuri / patogen yang mengadakan invasi sebagian besar tergantung pada pola
12
sitokin yang diproduksi. Respons imun bervariasi dari respons proinflamatori
menjadi sel T sitotoksik (CD8+ ) atau sel T helper (CD4 + ). Sel CD8 +
melakukan killing terhadap sel sasaran (target) yang terinfeksi dengan cara
melepas lytic granula (perforin, granzymes) atau dengan cara induksi produksi
(FasL) atau TNF-a, yang melalui ikatan dengan reseptornya memulai suatu
kaskade bunuh diri sel menuju apoptosis sel sasaran. Sel-sel CD4 + dapat
13
berdiferensiasi menjadi 2 tipe sel efektor: Th1 dan Th2, tergantung pada pola
mengaktivasi proliferasi sel B serta memacu respons imun humoral. Di sisi lain
efisien dan cepat. Dalam hal bakteri tidak mempunyai mekanisme survival,
lisosom, dan bakteri dicerna dalam waktu 15-30 menit. Berbagai bakteri
killing oleh fagosit yang tidak teraktivasi (resting phagocytes). Patogen dapat
14
2.2.4.1 Intraceluler Killing
bervariasi secara luas, dan dapat dikelompokkan dalam mekanisme oksidatif dan
ROIs dan RNIs membekali fagosit dengan aktivitas sitostatik atau sitotoksik
terhadap virus, bakteri, jamur, cacing, dan sel tumor. Dalam mekanisme non-
atau bersamaan demi terwujudnya suatu lingkungan yang tidak menunjang bagi
burst dan nitric oxide (NO) memegang peran penting dalam proses mikrobisidal
oksidatif dan sitosidal dalam sel-sel fagositik. Jumlah produk oksigen toksik dan
sel dan sifat rangsangan yang diberikan. Pada umumnya sitokin Th1
15
meningkatkan oxidative burst dan produksi NO oleh sel-sel fagositik, serta
dilepaskan oleh sel-sel fagositik. Di sisi lain, sitokin Th2 memegang peran
dalam monosit (yang telah diaktivasi dengan IFN-γ atau TNF-a), dan menekan
16
kerusakan yang disebabkan ROIs serta RNIs yang toksik, namun dapat pula
bakteri luas. Terdapat 2 kelas, a dan ß, berperan dalam pertahanan tubuh antara
lain dengan cara mematahkan struktur atau fungsi membran sitoplasma mikroba.
Biasanya defensin diinduksi oleh sitokin dalam respons terhadap infeksi atau
melalui mekanisme fagositosis oleh makrofag dan lisis terhadap sel yang
IL-12 yang akan mengaktikan sel NK. Sel NK kemudian akan mensekresikan
17
2.2.4.2 Evasion Mechanism of Salmonella typhi
cytolysins dapat melarikan diri dari fagosom, dan terdapat patogen yang
serta terlindung dari fusi dengan lisosom pada fagosit tidak teraktivasi (non-
pada lisosom.
fagolisosom dan dimatikan oleh radikal oksigen dan nitrogen. Radikal oksigen
sedangkan radikal nitrogen adalah sintesis NO oleh enzim inducible nitric oxide
18
kemampuan Salmonella mempengaruhi aktivitas enzim phagocyte oxidase dan
resistensi bakteri terhadap NO. ROS dan radikal bebas menjadi perhatian selama
oksigen yang telah diaktivasi seperti anion radikal superoxide (O2-), radikal
hidroksil (OH) dan spesies radikalbebas seperti H2O2- dan singlet oksigen ().
19
endotel terhambat dan migrasi dari pembuluuh darah memakan waktu yang lebih
20
BAB III
KESIMPULAN
ekstraseluler.
dan merupakan alat komunikasi antar sel yang prinsipiil tentang adanya
makrofag dan lisis terhadap sel yang terinfeksi oleh sel T CD8 dan sel NK
21
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK & Lichmant AH. Cellular and Molecular Immunology. Fifth edition.
Philadelphia: WB & Saunders .2013
Baratawidjaja KG.. Imunologi Dasar. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia. 2001
Basuki ,P.S, infeksi bakteri intraseluler pada anak intracellular bacterial infection
in children) Divisi infeksi dan Pediatri Tropik Bagian Ilmu Kesehatan
AnakFK UNAIR/ RSUD Dr Soetomo Surabaya .2013
Berger A. Science commentary: Th1 and Th2 responses: what are they? BMJ . 2000
Bogdan C. Nitric oxide and the immune response. Nature 2(10): 907-916. 2001
Davies DH, Halablab MA, Clarke J. eds. The Immune System. Infection and
Immunity London, Taylor & Francis Ltd .1999
Dzen, S.M,. Bakteriologi Medik. Malang : Banyumedia. 2003
22
Kresno S.B , Imunologi ; Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Balai penerbit
FKUI. Jakarta.2004
Kuo CF, Wu JJ, Tsal PJ, Lei HY, Lin MT, Lin YS. Streptococcal pyrogenic
exotoxin B induces apoptosis and reduces phagocyrtic activity in U937
cells. Infect Immun 1999
Male DK, Roitt IM. Introduction to the Immune System. Dalam: Roitt IM, Brostoff
J, Male DK eds. Immunology 3rd Ed. London, Mosby-Year Book Europe
Ltd; 1993: 1.1-1.12
Munasir Z. Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 4,
Maret 2001
Oberholzer A, Oberholzer C, Moldawer LL. Cytokine signaling—regulation of the
immune response in normal and critically ill states Crit Care Med. 2000
Ouadrhiri Y, Sibille Y. Phagocytosis and killing of intracellular pathogens:
Interaction between cytokines and antibiotiks. Curr Opin Infect Dis 2000
Rook G. Immunity to Viruses, Bacteria and Fungi. dalam: Roitt IM, Brostoff J,
Male DK eds.
Spellberg B, Edwards JE, Jr. Type 1/ Type 2 Immunity in Infectious Diseases
Clin Infect Dis 2001
Vazquez-Torres A & Fang FC. Oxygen-dependent anti Salmonella activity of
macrophages. Trends Microbiol. 9. 2001
23