Disusun oleh:
A. PENGERTIAN
Sistem imun atau pertahanan merupakan suatu sistem koordinasi respon
biologik yang bertujuan melindungi individu dari infeksi, baik infeksi bakteri, virus,
parasit dan patogen yang lain (Kresno, 2004). Respon imun akan timbul karena
adanya reaksi yang dikoordinasi oleh sel-sel di dalam tubuh. Sistem imun terdiri atas
sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/ native) dan didapat atau
spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non spesifik maupun spesifik memiliki
peran masing-masing, keduanya meliliki kelebihan dan kekurangan namun
sebenarnya kedua sistem imun tersebut memiliki kerja sama yang erat (Male & Roitt,
1993).
Pada imunitas spesifik ada dua cabang imunitas spesifik namun tujuan dari
dua jenis imunitas ini sama yaitu mengeliminasi antigen. Kedua sistem imun ini
berinteraksi satu sama lain dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan akhir yaitu
eliminasi antigen. Dari dua jenis imunitas spesifik , satu diperantarai terutama oleh sel
B dan antibodi dalam sirkulasi, dan dinamakan respon imun humoral, sedangkan satu
sistem imun spesifik lainnya diperantarai oleh sel T, yang tidak mensintesis antibodi,
tetapi menghasilkan dan melepaskan bermacam-macam sitokin yang mempengaruhi
sel-sel lainnya (Kresno, 2004)
Jamur merupakan mikroorganisme saprofit pada manusia yang terdapat luas
pada permukaan tubuh maupun pada mukosa. Penelitian terhadap patofisiologi infeksi
jamur pada manusia, relatif masih sedikit dibandingkan dengan infeksi patogen lain
seperti bakteri dan parasit. Hal ini dikarenakan pada individu yang imunokompeten,
jamur tidak dapat menginvasi barier proteksi mekanis yang merupakan barier pertama
sistem imunitas alamiah. Infeksi jamur dapat bersifat invasif dan menginduksi infeksi
opportunistik pada pasien yang imunokompromais (Blanco, 2008).
Infeksi jamur pada manusia lebih sulit ditangani dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Manusia dan jamur merupakan organisme eukariotik yang memiliki
kesamaan dalam mekanisme pembentukan protein. Berbeda dengan jamur, bakteri
merupakan organisme prokariotik yang memiliki mekanisme berbeda dalam sintesis
protein dibandingkan dengan manusia. Hal inilah yang merupakan pencetus utama
kesulitan dalam terapi infeksi jamur pada manusia. Oleh karena itu pengobatan pada
infeksi jamur harus bersifat spesifik untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sel
manusia sebagai host (Shoham, 2005).
B. CONTOH FUNGI
1. Candida albicans
Candida albicans adalah flora normal pada membran mukosa rongga mulut,
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan organ genitalia perempuan. Candida
albicans dikenal sebagai mikroorganisme oportunistik pada tubuh manusia, pada
keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan.
Kandidiasis merupakan penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan
dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, brongki, atau paru, kadang-kadang
dapat menyebabkan septikimia, endocarditis, atau meningitis (Kuswadji, 1999).
Candida sering kali terdapat pada bagian mukosa mulut, orophaynx, dan tractus
gastrointestinal orang sehat (floral normal). Candida pada mukosa mulut dan
vagina sering kali terjadi karena pengobatan antibakteri yang lama, yang
menyebabkan berkurangnya floral normal di daerah tersebut (Entjang, 2003).
2. Aspergiluss
Jenis jamur Aspergillus ini dapat menyebabkan penyakit opportunistik yaitu
infeksi Aspergillosis. Jamur ini tersebar secara kosmopolitan di seluruh dunia.
Gejala penyakit aspergillosis ditandai dengan gangguan pernafasan, gangguan
kulit, keracunan serta alergi.
Aspergillosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Aspergillus.
Penyakit infeksi jamur ini umumnya memengaruhi sistem pernapasan, tetapi juga
dapat menyebar ke bagian tubuh lain, seperti kulit, mata, atau otak. Jamur
Aspergillus hidup di tanah, pohon, padi, daun kering, kompos, pendingin dan
pemanas ruangan, atau di tempat yang lembab. Bila terhirup, jamur tersebut dapat
menimbulkan infeksi. Walaupun demikian, infeksi jamur Aspergillus lebih sering
terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang lemah.
3. Cryptococcus
E. KESIMPULAN
Jamur memiliki kemampuan untuk dapat menghindari sistem imun tubuh host.
Mekanisme utama yang melatarbelakangi kemampuan ini adalah upaya penghindaran
pengenalan struktur PAMPs spesifik yang ada pada permukaan sel jamur dari sel
fagositik. Upaya penghindaran yang dilakukan oleh sel jamur ini akan mencegah
terjadinya respon imun yang bersifat proinflamasi yang diperantai oleh aktivasi sel
Thl. Respon imun humoral yang terpacu pada infeksi jamur, tidak poten untuk dapat
mengeliminasi infeksi jamur secara sempurna. Hal inilah yang menyebabkan infeksi
jamur menjadi bersifat kronis dan progresif. Dengan mengetahui karakteristik
penghindaran jamur terhadap sistem imun host, diharapkan dapat dikembangkan
terapi spesifik berdasarkan respon imun tubuh yang ditekan pada infeksi jamur.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. A. Cassone, R. Cauda, Candida and candidiasis in HIV-infected patients: where
commensalism, opportunistic behavior and frank pathogenicity lose
their borders Aids 26 (12) (2012) 1457–1472.
2. Blanco, JL., Garcia, ME. 2008. Immune Response to Fungal Infections.
Veterinary Immunology and Immunopathology. 125: 47-70.
3. Chai, L.Y.A., Netea , M.G.,. G. Vonk, A., Kullberg, B. 2009. Fungal strategies for
overcoming host innate immune response. Medical Mycology. 47: 227
236
4. Gantner, B.N., Simmons, R.M., Underhill, D.M., 2005. Dectin-1 mediates
macrophage recognition of Candida albicans yeast but not filaments.
EMBO J. 24: 1277–1286.
5. Kresno S.B, Immunologi; Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2004.
6. Latge, J.P., 1999. Aspergillus fumigatus and Aspergillosis. Clin. Microbiol. Rev.
12: 310–350.
7. M. Del Poeta, A. Casadevall, Ten challenges on Cryptococcus and cryptococcosis,
Mycopathologia 173 (5-6) (2012) 303–310.
8. Male DK, Roitt IM. Introduction to the Immune System. Dalam: Roitt IM,
Brostoff J, Male DK eds. Immunology 3rd Ed. London, Mosby-Year
Book Europe Ltd; 1993: 1.1-1.12
9. Netea, M.G., Van der Graaf, C.A.A., Vonk, A.G., Verschveren, I., Van der Meer,
J.W., Kullberg, B.J., 2002. The role of toll-like receptor (TLR) 2 and
TLR 4 in the host defence against disseminated candidiasis. J. Infect.
Dis. 185: 1483–1489.
10. O. Gross, A. Gewies, K. Finger, M. Schäfer, T. Sparwasser, C. Peschel, I. Förster,
J. Ruland, Card9 controls a non-TLR signalling pathway for innate
anti-fungal immunity, Nature 442 (7103) (2006) 651.
11. SS. Brunke, S. Mogavero, L. Kasper, B. Hube, Virulence factors in fungal
pathogens of man, Curr. Opin. Microbiol. 32 (2016) 89–95.
12. Shoman, S., and Levitz, S.M., 2005. The Immune Response to Fungal Infections.
Britsh Journal of Heamatology. 129: 569-582.
13. Paris, S., Boisvieux-Ulrich, E., Crestani, B., Houcine, O., Taramelli, D.,
Lombardi, L., Latge, J.P., 1997. Internalization of Aspergillus
fumigatus conidia by epithelial and endothelial cells. Infect. Immun.
65: 1510–1514.
14. Romani, L., 2004. Immunity to fungal infections. Nat. Rev. Immunol. 4: 1–23.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Nur Fatoni
Pertanyaan: Mekanisme imun pada jamur candida albican dan cryptococcus,
apakah sama dengan aspergilus atau tidak? Kalo berbeda jelasin mekanismenya!
Jawaban: Mekanisme respon imun terhadap jamur candida albican dan
cryptococcus kurang lebihnya sama dengan jamur aspergillus, Respon imun
pejamu terhadap infeksi jamur bergantung pada banyak faktor-faktor seperti status
sistem kekebalan inang, morfologi jamur, (ragi vs hifa), tempat infeksi, kapasitas
virulensi jamur dan kompleksitas dinding sel (O. Gross et al, 2006; S. Brunke et
al, 2016). Untuk Respon imun terhadap jamur patogen: Setelah infeksi jamur, re-
sident makrofag, sel dendritik dan neutrofil polimorfonuklear (PMN) menyerap
jamur yang diserang dan menjalani fagositosis. Makrofag dan PMN
mengeluarkan peptida antimikroba (AMP), sitokin inflamasi, kemokin. Neutrofil
juga dapat melepaskan neutrofil perangkap ekstraseluler (NET) yang menangkap
bentuk hifa jamur. Sel NK dapat diaktifkan oleh berbagai komponen jamur dan
langsung membunuh dengan mensekresi molekul sitotoksik. DC dapat bermigrasi
ke kelenjar getah bening dengan adanya IL-12 dan kemokin dan membentuk
respon imun adaptif. DC mengirimkan antigen yang diproses ke T naif sel dan
mendorong ke dalam diferensiasi dari berbagai himpunan bagian Th dan Tc.
Diferensiasi setiap subset T tergantung pada sitokin dan lingkungan mikro. Subset
ini mengerahkan fungsi efektor dengan memproduksi sitokin, yang memodulasi
respon imun antijamur. Th1 dan Sel Th17 bermigrasi kembali ke tempat infeksi
oleh chemokine-dependent cara dan mengaktifkan makrofag dan PMN masing-
masing.
2. Alvionita
Pertanyaan: Apa perbedaan jamur dan fungi dan bagaimana terapi spesifik jamur
pada obat antijamur yang berdasarkan target kerjanya?
Jawaban: Semua jenis jamur yang ada di dunia ini masuk dalam klasifikasi
kingdom fungi. Jamur tidak memiliki klorofil seperti tumbuhan. Itulah sebabnya
jamur menjadi klasifikasi makhluk hidup baru bernama fungi. Mekanisme kerja
obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterol membran plasma sel jamur,
sintesis asam nukleat jamur, dan dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan
mannooprotein (Gubbins et al., 2009). fungsi, diantaranya menjaga rigiditas dan
bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel.
3. Istiqomah
Pertanyaan: Perbedaan kedua Cryptococcus?
Jawaban: Jamur yang disebut C. neoformans menyebabkan sebagian besar kasus
CM. Jamur ini ditemukan di tanah di seluruh dunia. Biasanya ditemukan di tanah
yang berisi kotoran burung. C. gattii juga dapat menyebabkan CM. Jamur C. gattii
tidak ditemukan di kotoran burung, tetapi ditemukan pada pepohonan umumnya
pohon eucalyptus.CM biasanya terjadi pada orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah. C. gattii lebih mungkin menginfeksi seseorang
dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat daripada C. neoformans. Tetapi kondisi
ini jarang terjadi pada seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh normal.
4. Sahila
Pertanyaan: Mengapa aktivitas hormonal menguntungkan?
Jawaban: Aktivasi pada sistem imun hormonal digunakan oleh jamur untuk
menghindar dari sistem imun seluler. Hal ini dianggap menguntungkan bagi jamur
oleh karena jamur dapat menghindar dari aktivitas respiratory burst dan
juga menghindar dari terdapatnya sekresi antifungal yang diinduksi oleh aktivasi
sel Th1 (Shoham and Levitz, 2005).