Oleh :
Pembimbing :
Agus Nurwiyadh, drg., Sp.BM
Pendahuluan
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari proses-proses yang dipergunakan
oleh hospes untuk mempertahankan kestabilan dalam lingkungan internalnya bila
dihadapkan pada benda asing. Tubuh memiliki mekanisme untuk mempertahankan
keutuhanya yaitu dengan system imun. Pada satu sisi, dengan adanya system imun
tubuh dapat mempertahankan dirinya terhadap bahaya dari luar seperti pertahanan
terhadap infeksi dan tumor. Sedangkan pada sisi lain,apabila terjadi gangguan pada
system imun terhadap jaringan sendiri akan menyebabkan suatu keadaan yang fatal.
Imunitas adalah semua mekanisme fisiologis yang membantu untuk mengenal
benda asing (self/non-self), menetralkan dan mengeliminasi benda asing, serta
memetabolisme benda asing tanpa menimbulkan kerusakan jaringan sendiri.
Sistem Imun adalah semua mekanisme yang dipergunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistim Imun adalah hasil
kerjasama antara sel, jaringan, organ untuk membersihkan / mempertahankan diri
terhadap benda asing. Sistim imun dapat mengenali dan mengingat jutaan “benda
asing” untuk kemudian menghasilkan sekret (antibodi) dan sel yang dapat mengenali
dan membunuh tiap “benda asing” tersebut.
Organ untuk sistim imun tersebar di seluruh tubuh dan disebut organ lymphoid
karena merupakan tempat lymphocytes. Lymphocytes dapat beredar ke seluruh bagian
tubuh menggunakan pembuluh darah. Sel juga dapat beredar ke seluruh bagian tubuh
melalui sistim Lymphatic yang parallel dengan pembuluh-pembuluh vena dan arteri.
Sel dan cairan dapat berpindah dari pembuluh darah dan Lympha dan sebaliknya
sehingga sistim lympha dapat memonitor tubuh dari serangan mikroba.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistim imun :
1. Genetik : Kerentanan seseorang thd penyakit ditentukan oleh gen hla/mhc
2. Umur : Hipofungsi sistim imun pada bayi menyebabkan pada bayi mudah
terkena infeksi. Pada orang tua rentan terjadi autoimun & kanker
3. Metabolik : Penderita penyakit metabolik atau pengobatan dengan
kortikosteroid membuat penderita lebih rentan terhadap infeksi.
4. Lingkungan dan Nutrisi : Mudah terjadi infeksi pada kondisi pasien eksposur
dan malnutrisi disebabkan berkurangnya daya tahan tubuh.
5. Anatomis : Pertahanan terhadadap invasi mikroorganisme pada kulit, mukosa
6. Fisiologis : Cairan lambung, silia traktus respiratorius, aliran urin, sekresi kulit
bersifat bakterisid, enzim, antibodi.
7. Mikrobial
Fungsi Sistim Imun :
1. Fungsi Pertahanan
Pertahanan yang dimaksud adalah pertahanan terhadap invasi
mikoroorganisme. Kuman penyakit / mikroorganisme yang masuk ke dalam
tubuh dapat menyebabkan kerusakan jaringan, perdarahan, dan nekrosis. Jika
fungsi pertahanan ini terlalu aktif atau hiperaktif, maka kondisi tersebut akan
menyebabkan timbulnya reaksi hipersensitifitas berupa alergi. Tetapi jika
reaksi dari fungsi ini tidak begitu aktif atau hipoaktif, maka akan terjadi
kondisi defisiensi imun.
2. Fungsi Homeostasis
Yaitu memenuhi kebutuhan umum organisme multiseluler untuk
mempertahankan keseragaman jenis sel. Berhubungan dengan fungsi
degenerasi dan katabolik normal tubuh melalui pembersihan elemen sel yang
rusak (eritrosit, leukosit, sel tua). Penyimpangan pada fungsi ini menimbulkan
autoimunitas.
3. Fungsi Pengawasan Dini
Yaitu memonitor pengenalan jenis sel yang abnormal dalam tubuh. Sel
abnormal / mutan dapat terjadi spontan, pengaruh invasi virus, pengaruh
zat-zat kimia. Sel abnormal dieliminasi. Kegagalan fungsi ini dapat
mengakibatkan penyakit keganasan
FUNGSI SIFAT RANGSANGAN CONTOH
IMUNOLOGIK
PERTAHANAN
(DEFENSE EKSOGEN MIKROORGANISME
MECH.)
ENDOGEN ATAU EKSOGEN ELIMINASI SEL TIDAK
HOMEOSTASIS BERGUNA/RUSAK
(SELF)
PENGAWASAN ENDOGEN ATAU EKSOGENELIMINASI SEL MUTAN
(SURVEILANCE)
Tinjauan Umum Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang telah ada sejak zaman dahulu,
berkembang seiring dengan perubahan lingkungan hidup dan penyebaran populasi
penduduk. Sampai saat ini masyarakat negara berkembang dengan populasi yang
padat merupakan sasaran dari penyakit infeksi seperti tuberkulosis, acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), malaria dan yang terakhir saat ini adalah severe
akut respiratory syndrome (SARS).
Berbagai macam infeksi mengenai manusia, bervariasi dari yang paling ringan
sampai yang berat, bisa mengenai semua organ jaringan tubuh, selain itu infeksi dapat
meluas dari satu organ tubuh ke organ lainnya. Walaupun infeksi seringkali self-
limiting, banyak yang perlu kita perhatikan dalam mendiagnosa dan menentukan
perawatannya (Topazian, 2002).
Penyakit infeksi merupakan akibat dari interaksi antara parasit dengan
hospesnya. Biasanya parasit ini berupa organisme seperti bakteri, virus, candida dan
protozoa. Beberapa diantaranya terdapat di kulit secara normal ada dan tidak
berbahaya (komensal), tetapi banyak juga yang pathogen.
Infeksi menurut Topazian (2002) dan Tis (2001) merupakan proses
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut mengadakan
penetrasi dan menghancurkan host secara perlahan-lahan sehingga berkembang biak.
Infeksi terjadi oleh adanya interaksi dari 3 faktor yaitu faktor host, lingkungan
dan mikroorganisme. Faktor host memegang peranan utama dalam proses terjadinya
infeksi dengan adanya mekanisme pertahanan tubuh (Topazian, 2002).
Faktor Hospes
Terdapat banyak barier hospes terhadap infeksi yang mencegah jalan masuk
parasit kelingkungan yang mereka butuhkan, kegagalan ini dapat menekan infeksi
atau mengurangi penyebarannya. Barier fisik misalnya kulit, membran mukosa dari
saluran pernafasan, alimentar dan saluran kencing memberikan rintangan penting
terhadap infeksi.
Banyak parasit pathogen membutuhkan adanya kerusakan dalam jaringan
untuk mendapatakan porte d’entrée. Selain itu, kulit dan banyak permukaan mukosa
lain secara normal ditutupi oleh sejumlah parasit komersial yang membantu melawan
pembentukan parasit pathogen. Barier fisiologis seperti sekresi kulit, enzim saliva di
dalam mulut dan pH asam dalam lambung. (Cotran, 1999)
Gambar 3. Diagram hubungan antara ketiga komponen utama pertahanan host (Topazian, 1994)
Hospes dipengaruhi oleh faktor lokal (misalnya iskemia dan benda asing
persisten) dan faktor sistemik seperti malnutrisi (khususnya defisiensi protein dan
vitamin C), alkoholik kronik, DM, dan keadaan umum yang lemah seperti penyakit
keganasan yang telah menyebar. Dipengaruhi juga oleh usia baik pada orang lebih
mudah ataupun lebih tua, keduanya mempunyai kerentanan yang meningkat terhadap
penyakit infeksi.
Gambar 1. Seleksi klonal limfosit oleh suatu immunogen spesifik. kiri: Populasi Limfosit diubah oleh
sel-sel dari klon berbeda, masing-masing bereaksi dengan spesifitasnya terhadap antigen, yang
dikhususkan di sini adalah bentuk yang dapat membedakan reseptor terhadap antigen permukaan.
Kanan: Kontak dengan suatu immunogen menyebabkan proliferasi selektif klon limposit yang hanya
dapat mengenali immunogen spesifik.
RESPONS IMUN
Setiap respons imun merupakan rangkaian kejadian yang sangat kompleks dan
tertata dengan rumit yang melibatkan beberapa jenis sel. Respons ini terpicu jika
sebuah antigen memasuki tubuh dan bertemu dengan kelompok khusus sel yang
dinamakan (Antigen-Presenting Cell–APC). APC ini menangkap antigen dan
menyajikannya dalam bentuk yang dapat dikenali oleh limposit T helper. Sel T helper
ini menjadi teraktivasi dan, pada gilirannya, mendorong aktivasi kelompok limposit
lainnya, seperti sel Β atau sel T sitotoksik. Limposit teraktivasi ini kemudian menguat
dan menjalankan fungsi efektornya yang spesifik, yang pada umumnya akan berhasil
melumpuhkan atau menghilangkan antigen yang bersangkutan.
Pada setiap tahapan proses ini, limposit dan APC saling berkomunikasi antara
satu dengan yang lainnya, melalui kontak langsung atau dengan mengeluarkan
sitotoksin pengatur. Kesemuanya juga melakukan interaksi secara serempak dengan
jenis sel lainnya atau dengan unsur-unsur komplemen, sistem kinin atau sistem
fibrinolitik, yang menghasilkan aktivasi phagosit, penggumpalan darah atau
dimulainya proses penyembuhan luka.
(Gambar-2) memberikan tinjauan skematik mengenai rangkaian kejadian yang
ada selama proses respons imun yang sangat khas ini.
TCR
endosome MHC II
IMMUNOGEEN TH cell
lissome
MACROPHAGE
Antigen-presenting
cell (AFC)
CD 4
Gambar 3. Proses menagkap dan presentasi dari antigen oleh APC. Immunogen ditangkap oleh
fagositosis, lalu endositosis yang dimediasi-reseptor, dan dipecah ke dalam fragmen-fragmen.
Beberapa fragmen-fragmen ( antigen-antigen) berasosiasi dengan MHC kelas II dan ditranspor ke
permukaan sel, dimana mereka dapat kenali oleh CD4 sel-sel T. Dimana TCR, merupakana reseptor sel
T.
Keseluruhan rentang modifikasi kimiawi yang dapat terjadi selama presentasi
belum diketahui secara pasti, mungkin bergantung pada sifat kimiawi dari
immunogennya. Hampir semua, immunogen mengandung protein tampaknya
melibatkan denaturasi dan pencernaan proteolitik parsial, sehingga immunogen ini
terbagi menjadi peptida pendek. Sejumlah peptida yang dihasilkan ini kemudian
berasosiasi secara nonkovalen dengan protein MHC kelas II dan diangkut ke
permukaan APC, tempat kesemuanya dapat dideteksi sel T helper. Proses ini disebut
sebagai presentasi antigen. Sebuah limposit T helper CD4 yang mengalami kontak
langsung dengan sebuah APC bisa menjadi teraktivasi, tapi hanya bisa terjadi jika
mengeluarkan protein penerima sel-T yang dapat mengenali dan mengikat peptida
tertentu, seperti adanya kompleks MHC yang dihasilkan APC.
Secara berbarengan, kedua sinyal ini memicu sel T helper untuk mulai
mengeluarkan sebuah sitokin yang dikenal sebagai interleukin-2 (IL-2 dan juga mulai
mengeluarkan reseptor IL-2 dengan afinitas tinggi di permukaannya (Gambar 4.)
T cell
IL-2
Autoactivation
MHC II IL-1
molecules CD4 T cell
IL-2R ion
if erat
l
APC
TH cell Activation pro
TH cell
Release of
cytokines and
Processed Costimulation
other growth
antigens and differentia-
tion factors
Gambar 4. Aktivasi Sel Th. APC mempresentasi suatu peptida antigenik, yang terikat pada MHC kelas
II, selain itu ia juga menyebakan dua sinyal akibat dari aktivasi dari SEL TH. APC juga melepaskan
IL-1, yang mana bekerja pada APC dan SEL TH untuk menyebabkan aktivasi. Aktivasi menyebabkan
ekspresi reseptor IL-2 dan sekresi IL-2 oleh SEL TH, dan menghasilkan stimulasi pertumbuhan
autokrin.
IL-2 merupakan faktor mitogenik yang sangat poten bagi limposit dan sangat
penting bagi respons sel T yang teraktivasi. Protein IL-2 memiliki umur sangat
pendek di luar sel dan dengan demikian hanya bertindak dalam jarak yang sangat
pendek. IL-2 mengeluarkan pengaruhnya pada sel dari mana dia dikeluarkan sebuah
gejala yang dikenal sebagai efek autokrin. Sekalipun sebuah sel T telah menerima
kedua sinyal aktivasi dari kontak dengan sebuah APC, sel ini tidak akan mulai
menguat jika tidak ada aktivitas IL-2 atau jika reseptor IL-2 permukaannya sendiri
tersumbat. IL-2 yang dikeluarkan oleh suatu Sel Th yang teraktivasi dapat juga
bertindak pada sel di daerah sekitarnya, dalam bentuk yang kita kenal sebagai efek
parakrin; ini sangat penting untuk mengaktivasi sel T C, yang pada umumnya tidak
menghasilkan IL-2 yang cukup untuk merangsang perkuatannya sendiri. Disamping
IL-2, Sel Th yang teraktivasi ini mengeluarkan sitokin lain yang mendorong
pertumbuhan, diferensiasi dan fungsi sel-sel B, makrophag, dan tipe-tipe sel lainnya).
Kontak antara APC dan Sel Th spesifik-antigen juga memiliki berbagai
pengaruh terhadap APC. Salah satunya yang paling penting adalah bahwa APC
mungkin dapat mulai melepaskan suatu sitokin yang disebut sebagai interleukin-1
(IL-1). Sitokin ini tampaknya bereaksi terutama dengan cara autokrin pada APC itu
sendiri: dia meningkatkan ekspresi permukaan protein MHC kelas II dan berbagai
molekul adhesi dan oleh karena itu lebih memperkuat pengikatan Sel Th dan
menaikkan presentasi antigen (Gambar 4). Berbarengan dengan itu, fungsi IL-1 pada
Sel Th mendorong sekresi IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. dan dengan demikian
memperkuat respons perkuatan TH. Makropag menghasilkan IL-1 dalam jumlah
yang relatif besar dan dua sitokin tambahan, faktor nekrosis tumor (TNF) dan
interleukin 6 (IL-6) yang dapat bersinergi dengan aktivitas IL-1. Sinyal bagi
sekresinya tampaknya disampaikan pada APC paling tidak sebagian diantaranya
melalui protein MHC kelas II ketika protein ini mengikat sel T yang tepat. Dengan
demikian, kontak TH dengan APC mendorong terjadinya peristiwa pemberian sinyal
dua arah yang memungkinkan berjalannya fungsi immunologis kedua sel ini.
MHC II Plasma
IL-2R B cell differentiation
Ig Ag receptors cell
Antibody
Gambar 5. Aktivasi Sel B. Antigen berikatan dengan imunoglobulin permukaan, dengan faktor-faktor
contact-mediated atau dari suatu SEL TH yang teraktifasi, menyebabkan proliferasi dan diferensiasi
dari sel B.
Auto- MHC I
activation
IL-2R
CD4
CD8 MHC I
Toxins
Gambar 6. Untuk mengaktifasi Tc-cell dibutuhkan suatu kontak dengan antigen spesifik dengan suatu
molekul MHC kelas I pada permukaan dari suatu sel sasaran. Selain itu juga membutuhkan IL-2 dari
suatu Sel Th yang teraktifasi. Tc yang diaktifkan dapat membunuh sel sasaran itu dengan sekresi
sitotoksin atau dengan menginduksinya antigen untuk bunuh diri.
Hampir semua sel TC mengeluarkan CD8 dan bukan CD4 sehingga dengan
demikian dapat mengenali antigen yang berkaitan dengan protein MHC kelas I dan
bukan kelas II. Jika sebuah sel somatik terinfeksi oleh suatu virus, beberapa protein
viral immunogenik dapat mengalami presentasidi dalam sel, dan peptida yang
dihasilkannya mungkin kemudian muncul di berbagai kompleks permukaan dengan
molekul-molekul MHC kelas I. Kompleks peptida-MHC ini mungkin kemudian
dikenali oleh reseptor sel-T dari sebuah klon spesifik-antigen, yang memberikan satu
dari dua sinyal yang diperlukan untuk aktivasi sel TC. Sinyal pertama ini saja akan
dapat memicu reseptor IL-2 afinitas tinggi pada sel TC. Sinyal kedua diberikan oleh
IL-2 yang dikeluarkan dari limposit TH sekitarnya yang teraktivasi. Dalam menerima
kedua sinyal ini, sel TC yang teraktivasi memperoleh aktivitas sitotoksik, yang
memungkinkannya membunuh sel tempatnya mengikatkan diri. maupun semua sel
lainnya yang membawa kompleks peptida-MHC kelas I. Pada umumnya,
pembunuhan ini terjadi karena sel TC ini mengeluarkan toksin spesifik ke dalam sel
target; pada kasus lainnya, sel TC ini merangsang sel target melakukan bunuh diri
dengan apoptosis. Sel TC yang teraktivasi ini juga semakin melipat ganda, melahirkan
sel TC baru dengan sifat spesifik antigen yang sama.
MEKANISME ELIMINASI ANTIGEN
Fungsi akhir dari sistem imun adalah untuk mencari dan menghancurkan zat-
zat asing di dalam tubuh. Sebagian bergantung pada sifat zat asingnya, hal ini dapat
tercapai melalui berbagai cara. Cara pertama, yang telah dijelaskan pada bagian
pembahasan sebelumnya, adalah melalui pembunuhan sitotoksik langsung atas sel
target pembawa antigen oleh sel T C yang teraktivasi ( lihat Gambar 6). Hampir
semua mekanisme efektor immunologis lainnya memerlukan adanya berbagai
antibodi; kita akan membahas beberapa diantaranya yang paling penting.
Netralisasi Toksin
Antibodi yang sifatnya khusus untuk toksin bakterial atau untuk venom
serangga atau ular mengikat protein antigenik ini dan, pada umumnya, secara
langsung melumpuhkannya dengan efek sterik. Disamping itu, pembentukan sebuah
kompleks antigen-antibodi mendorong ditangkapnya dan pagositositas toksin ini oleh
makrophag dan phagosit-pagosit lainnya. Karena efektivitasnya, antibodi yang
sebelumnya telah terbentuk untuk melawan toksin atau venom seringkali diinjeksikan
secara profilaktik atau terapeutik sebagai salah satu cara melindungi individu-individu
yang belum memperoleh imunisasi dan baru terkena risiko terpapar toksin tertentu.
Netralisasi Virus
Antibodi khusus untuk protein pada permukaan sebuah virus mungkin dapat
menghalangi pelekatan virus pada sel target, khususnya jika antibodi ini mengikatkan
diri pada atau dekat dengan tempat sel yang mengikatkan diri pada virus tersebut. Hal
ini akan memberikan sebuah tempat yang akan digunakan oleh antibodi yang telah
ada untuk memberikan perlindungan melawan infeksi virus baru. Akan tetapi, begitu
terjadi suatu infeksi virus, netralisasi seringkali sangat menurun fungsinya
dibandingkan dengan aksi sitotoksik dari sel TC untuk membunuh infeksi tersebut.