Anda di halaman 1dari 8

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang
merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan
patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan
penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan
jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini bakteri
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu agen penyebab bakteri, pathogen oportunistik, dan non pathogen.
Agen penyebab penyakit adalah bakteri pathogen yang menyebabkan suatu penyakit ( Salmonella
sp. ). Pathogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai pathogen ketika mekanisme
pertahanan inang diperlemah ( contoh E. coli ) menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan
inang dikompromikan ( diperlemah ). Non pathogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi
pathogen. Namun bakteri non pathogen dapat menjadi pathogen karena kemampuan adaptasi
terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi.
Bakteri tanah Serratia marcescens  yang semula non pathogen, berubah menjadi pathogen yang
menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi. Pathogen
oportunistik biasanya adalah flora normal ( manusia ) dan menyebabkan penyakit bila menyerang
bagian yang tidak terlindungi, biasanya terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Pathogen
virulen ( lebih berbahaya ), dapat menimbulkan penyakit pada tubuh kondisi sehat ataupun normal.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran
mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan
disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia.
Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena
beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal
menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat
menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.

VIRULENSI MIKROORGANISME
Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan patogenisitasnya dan
memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan inang dan merusak fungsi normal tubuh.
Virulensi menggambarkan kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Virulensi merupakan ukuran
patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme
menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh
inang, mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi
diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit atau lesi dalam waktu
yang ditentukan setelah introduksi. Virulensi mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme
sering diekspresikan sebagai LD50 (Lethal dose50), yaitu dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah
mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50 ( Infectious dose
50 ), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari berfungsinya faktor virulensi
mikroorganisme, dosis ( jumlah ) mikroorganisme, dan faktor resistensi tubuh inang.
Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki tubuh inang melalui perlekatan pada
permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi antara molekul permukaan pathogen yang disebut
adhesion atau ligan yang terikat secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel
inang. Adhesion berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan
mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk kapsul
mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan virulensi bakteri.
Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh sel inang. Virulensi
mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim ekstraseluler (eksoenzim ).

JALAN MASUK MIKROORGANISME KE TUBUH INANG


Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya
melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses
memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran
genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius. Mikroorganisme
terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Penyakit yang muncul umumnya
adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar air.

Saluran pencernaan
            Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau minuman
dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Mayoritas
mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida        ( HCL ) dan enzim – enzim di
lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat
menimbukan penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini
selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air,
makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.

Kulit
            Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak mengalami
perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme
memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar
keringat. Mikroorganisme lain memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau
melalui penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan,
gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.

Rongga mulut
            Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit
yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi
diawali akibat pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada
permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi komponen
monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi selanjutnya merakit glukosa menjadi
dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi
bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak
didominasi oleh Streptococcus dan anggota Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable
terhadap saliva, maka asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan atau dinetralisasi dan
secara perlahan akan melunakkan enamel gigi tepat plak tersebut melekat.

KERENTANAN INANG
            Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang
dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme nonspesifik dan
spesifik ( antibodi ). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel – sel neutrofil dan makrofag.
Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibody memerlikan waktu beberapa minggu.
Bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi
bakteri pathogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat
dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang kerentanan adalah
AIDS, dimana limfosit helper CD4+ secara progesif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi ( HIV ).
Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur, defiensi, dan genetik. Sistem pertahanan ( baik spesifik
maupun nonspesifik ) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga
rentan terhadap infeksi bakteri patogen.
Beberapa individu memiliki kelaianan genetik dalam sistem pertahanan. Resistensi inang dapat
terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu menjadi rentan terhadap infeksi
oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau rusak ( terluka ). Abnormalitas fungsi
silia sel pernapasan mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis
seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam
tubuh melalui plastic. Oleh karena itu, prosedur pergantian plastic kateter rutin dilakukan setiap
beberapa jam ( 72 jam untuk kateter intravena ).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen antimikroba efektif
melawan infeksi bakteri jika system imun dan fagosit inang turut bekerja. Namun terdapat efek
samping penggunaan antibiotic, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke organ nonsasaran ( dapat
menggangu fungsi organ tersebut ), kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah
( meningkatkan resistensi ), dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi – antibiotik.
MEKANISME PATOGENISITAS

            Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal.
Permukaan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada factor – factor bioklogis seperti suhu,
kelembaban dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat. Keberadaan flora tersebut
tidak mutlak dibutuhkan untuk kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut,
tetap bias hidup. Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran penting
dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota flora tetap di saluran
pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan.
Flora yang menetap di selaput lendir ( mukosa ) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri
pathogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Mekanisme gangguan ini tidak jelas.
Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau temoat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk
zat makanan, penghambat oleh produk metabolic atau racun, penghambat oleh zat antibiotik atau
bakteriosin                 ( bacteriocins ). Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong yang
cenderung akan di tempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh.
Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. Selain itu, diperkirakan bahwa
stimulasi antigenic dilepaskan oleh flora adalah penting untuk perkembangan system kekebalan
tubuh normal.
Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai
organisme ini tidak bisa tembus ( non – invansive ) karena hambatan-hambatan yang diperankan
oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk kedalam aliran darah atau
jaringan, organisme ini mungkin menjadi pathogen. Streptococcus viridians, bakteri yang tersering
ditemukan di saluran nafas atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi
dapat sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacut bacterial
endocarditis. Bacteroides  yang normal terdapat di kolon dapat menyebabkan peritonitis mengikuti
suatu trauma spesies bacteroides  merupakan flora tetap yang paling sering dijumpai di usus besar
dan tidak membahayakan pada tempat tersebut. Tetapi jika masuk kerongga peritonium atau jaringan
panggul bersama dengan bakteri lain akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia.
Terdapat banyak contoh tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan dapat
bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan yang
menyertainnya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika barada pada lokasi yang asing dalam
jumlah banyak dan jika terdapat factor-faktor predisposisi.

Contoh – contoh Bakteri patogen pada saluran pencernaan


Pada saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu penyebabnya
adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran pencernaan. Maka dari itu akan
diperkenalkan bakteri-bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan.

1. Escherichia coli
a. Ciri-ciri:
 Berbentuk batang
 Bakteri gram negatif
 Tidak memiliki spora
 Memiliki pili
 Anaerobik fakultatif
 Suhu optimum 370C
 Flagella peritrikus
 Dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas
 Patogenik, menyebabkan infeksi saluran kemih
Gambar 1. Esherichia coli
b. Habitat
Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan manusia tepatnya di saluran
gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah hangat. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada
rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat. Total bakteri ini  sekitar 0,1% dari total bakteri
dalam saluran usus dewasa.

c. Virulensi dan Infeksi


Penyebab diare dan Gastroenteritis (suatu peradangan pada saluran usus). Infeksi melalui konsumsi
air atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat menghancurkan sel-sel yang melapisi saluran
pencernaan dan dapat memasuki aliran darah dan berpindah ke ginjal dan hati. Menyebabkan
perdarahan pada usus, yang dapat mematikan anak-anak dan orang tua. E. coli dapat menyebar ke
makanan melalui konsumsi  makanan dengan tangan kotor, khususnya setelah menggunakan kamar
mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah mencuci tangan dengan sabun.

d. Patogenesis
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri diklasifikasikan
berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki mekanisme penularan yang
berbeda-beda.
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
            E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa
kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat.  Pada usus
halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu.
Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik.
EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai
intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan
menyebabkan radang.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.
Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung
selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis
antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri,
mungkin sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare, pemberian antibiotic dapat
secara efektif mempersingkat lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada
manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi
(penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. ETEC dapat
memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada
struktur dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin menyebabkan akumulasi cGMP
pada sel target dan elektrolit dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains tidak invasive
dan tidak tinggal pada lumen usus.
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet
hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis
hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat
gagal ginja akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat
dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan
kambing.
1. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Memproduksi toksin Shiga, sehingga
disebut juga Shiga-toxin producing strain(STEC). Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi
pendarahan yang kemudian masuk ke dalam usus. EIEC menimbulkan penyakit melaluii invasinya ke
sel epitel mukosa usus.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri ini ditandai
dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin
yang sama dengan ETEC.

Gambar 2. Patogenesis Escherichia coli

e. Penularan
Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti
:
–          makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga
atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
–          Tidak mencuci tangan dengna bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja
yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.

2.         Shigella sp.
a. Ciri-ciri:
 Batang pendek
 gram negatif
 Tunggal
 Tidak bergerak
 Suhu optimum 370c
 Tidak membentuk spora
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Patogenik, menyebabkan disentri
Produksi Pencairan Reduksi Produksi Fermentasi Karbohidrat
Organisme
H2S Gelatin Nitrat Indol Glukosa Laktosa Sukrosa Manitol Dulsitol
Shigella
– – + – Asam – – – –
dysentriae
Shigella
– – + + Asam – – Asam –
flexneri
Shigella
– – + Variabel Asam – – Asam Variabel
boydii
Shigella – – + – Asam – Asam Asam –
sonnei
            Tabel 1. Reaksi biokimiawi spesies-spesies Shigella
Secara morfologis tidak dapat dibedakan dari salmonella, tetapi dapat dibedakan berdasarkan reaksi-
reaksi fermentasi dan uji serologis. Tidak seperti salmonella, shigella memfermentasikan berbagai
karbohidrat, dengan pengecualian utama laktosa untuk menghasilkan asam tanpa gas. Shigella
dysentriae merupakan penyebab penyakit yang paling parah karena menghasilkan eksotoksin yang
mempunyai sifat neurotoksik dan enterotoksik. Jadi, anak-anak yang terjangkiti shigelosis dapat
menderita kejang. Eksotoksin ini adalah protein terlarut yang tidak tahan panas. Darah dan lendir
dalam tinja penderita penyakit diare yang mendadak merupakan petunjuk kuat bagi shigelosis.

Gambar 3. Shigella sp.


b. Habitat
Habitat pada Shigella sp. ini adalah saluran pencernaan manusia. Dia dapat tumbuh subur di usu
manusa.

c. Virulensi dan Infeksi


Bakteri Shigella sp. dalan infeksinya melewati fase oral. Bakteri ini mampu mengeluarkan toksin LT.
Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus halus, berkembang biak di daerah invasi
tersebut. Lalu, mengeluarkan toksin yang merangsang terjadinya perubahan sistem enzim di dalam
sel mukosa usus halus(adenil siklase). Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel
polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi tukak-tukak kecil
di daerah invasi. Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke
lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja lalutinja bercampur lendir dan darah. Masa inkubasi
berkisar 1-7 hari, yang paling umum yaitu sekitar 4 hari. Gejala mula-mulanya yaitu demam dan
kejang perut yang nyeri. Diare biasanya terjadi setelah 48 jam, diikuti oleh disentri 2 hari kemudian.
Pada kasus yang parah, tinja terutama terdiri dari darah, lendir, dan nanah.

d. Patogenesis Shigella sp.
 Shigella mempenetrasi intraseluler epitel usus besar
 Terjadi perbanyakan bakteri
 Menghasilkan edotoksin yang mempunyai kegiatan biologis
 S. Dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang mempunya sifat neorotoksik dan enterotoksik.
Gambar 4. Patogenesis Shigella sp.

e. Penularan
Infeksi Shigella sp. dapat diperoleh dari makanan yang sudah terkontaminasi, walaupun keliatannya
makanan itu terlihat normal. Air pun juga dapat menjadi salah satu hal yang terkontaminas dengan
bakteri ini. Artinya, infeksi Shigella dapat terjadi jika ada kontak dengan feses yang terkontaminasi
dan makanan yang terkontaminasi.

3.         Salmonella sp.
a. Ciri-ciri:
 Batang gram negatif
 Terdapat tunggal
 Tidak berkapsul
 Tidak membentuk spora
 Peritrikus
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Patogenik, menyebabkan gastroenteritis

Gambar 5. Salmonella sp.


            Menurut reaksi biokimiawinya, salmonella dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies: S.
typhi, S. choleraesuis dan S. enteriditis.

Uji atau Substrat S. typhi S. enteriditis S. choleraesuis

Produksi H2S + + V
Reduksi nitrat + + +
Produksi indol – – –
Pencairan gelatin – – –
Laktosa – – –
Sukrosa – – –
Glukosa A AG AG
Maltosa A AG AG
Manitol A AG AG
Dulsitol – V V
V=variabel; A=asam;
G=gas
Tabel 2. Reaksi biokimiawi spesies Salmonella
b. Habitat
Terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika terkontaminasi melalui kulit,akan tumbuh dan
berkembang pada saluran pencernaan manusia.

c. Infeksi
Masuk ke tubuh orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang
ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Penderita
akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik
sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan
bakteri salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang
hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan bakteri salmonella ini antara
lain primata, iguana, ular, dan burung.
1. d.         Patogenesis
– Menghasilkan toksin LT.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan infiltrasi sel-sel radang.

Gambar 6. Patogenesis dari salmonella

e. Penularan
Melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit perut yang
mendadak. Jadi, melalui kontar makanan yang terjangkit atau terkontaminasi bakteri.

Anda mungkin juga menyukai