Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam


tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh
mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh.(Kozier, et al, 1995).Dalam
Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi
mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler
setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi
antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan
terjadi. 
Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut pathogen (agen
infeksi), sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan penyakit/kerusakan
disebut asimtomatik. Penyakit timbul jika pathogen berkembang biak dan
menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit bisa ditularkan dari satu
orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular (contagius).
Mikroorganisme mempunyai keragaman dalam virulensi/keganasan dan juga beragam
dalam menyebabkan beratnya suatu penyakit yang disebabkan.

1. TUJUAN
Tujuan Umum
Menyiapkan agar rumah sakit dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan
penyakit menular (Emerging Infectious Deases) yang mungkin timbul.

Tujuan Khusus
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lain, mengenai :
1. Konsep Dasar Penyakit Infeksi
2. Fakta – fakta penting beberapa penyakit menular

1
3. Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions)
4. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit
5. Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Pengunjung

2. Ruang Lingkup
Pedoman ini member panduan untuk petugas kesehatan di RSIA Bunda Jakarta dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien
yang menderita penyakit menular melalui udara (airbone), kontak, dan droplet, atau
pasien yang rentan terhadap penyakit menular karena suatu immune suppressed.

2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk
di Indonesia. Di tinjau dari asal atau di dapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas
(Community acquired Infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired
Infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nasokomial. Dengan pengertian
luas lagi tidak hanya di rumah sakit saja tetapi juga semua pelayanan kesehatan lainnya
yang didapat pada saat melakukan tindakan peraawatan pasien.

Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:


1. Bakteri. Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies
bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup
didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan
jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
2. Virus. Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk
dalam sel hidup untuk diproduksi.
3. Fungi. Fungi terdiri dari ragi dan jamur
4. Parasit. Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit
adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

PERTAHANAN TUBUH NORMAL TERHADAP INFEKSI


 Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang
tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap
sistem organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Flora
normal, sistem pertahanan tubuh dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang
melindungi terhadap mikroorganisme.
 Flora normal. Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan
permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal.
Manusia secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus.
Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam

3
memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab
penyakit unuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi
antibakteri dalam dinding usus. Flora normal kulit menggunakan tindakan protektif
dengan meghambat multiplikasi organisme yang menempel di kulit. Flora normal
dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitif dengan
mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu
keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin berisiko mendapat penyakit
infeksi.
 Pertahanan sistem tubuh. Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik
terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal
sangat mudah dimasuki oleh mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah
menempel pada permukaan kulit, diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna melalui
makanan. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang secara
fisiologis disesuaikan dengan struktur dan fungsinya.

Mekanisme pertahanan faktor pengganggu pertahanan


1. Kulit
 Permukaan, lapisan yang utuh
 Pergantian lapisan kulit paling luar
 Sebum. Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi, Mandi tidak teratur, Mandi
berlebihan
2. Mulut
 Lapisan mukosa yang utuh
 Saliva
 Laserasi, trauma, cabut gigi
 Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
3. Saluran pernafasan
 Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
 Makrofag
 Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air dingin

4
4. Saluran urinarius
 Tindakan pembilasan dari aliran urine
 Lapisan epitel yang utuh
 Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing, obstruksi
karena pertumbuhan tumor.
 Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.
5. Saluran gastrointestinal
 Keasaman sekresi gaster
 Peristaltik yang cepat dalam usus kecil
 Pemberian antasida
 Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa
6. Vagina
 Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai Ph yang
rendah
 Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal

RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang
mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of entry
dan host/ pejamu yang rentan.

AGEN INFEKSI
 Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun resident.
Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan
berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan
obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali
dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa
dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan
dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung

5
pada: jumlah microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari
host/penjamu.

RESERVOAR (sumber mikroorganisme)


 Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak
atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan,
air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di
kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh
tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya
terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi sakit (carier).
Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik
reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH,
dan pencahayaan.

PORTAL OF EXIT (jalan keluar)


 Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal
of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan
infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika
reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan,
perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.
Cara penularan
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti
kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak
langsung melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang
terkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

PORTAL MASUK
 Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya
kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke

6
dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor
yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke
dalam tubuh.

DAYA TAHAN HOSPES (MANUSIA)


 Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.
Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah
yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan
jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan
tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status
nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Usia
2. Status nutrisi
3. Stress
4. Kelelahan
5. Bed rest
6. Hereditas
7. Tidak diimuniasi
8. Proses penyakit
9. terapi medis

Tipe infeksi
Kolonisasi
 Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang
menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi
tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang
menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem
pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan jaringan.

7
 Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme
tinggal.
 Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain
dan menimbulkan kerusakan.
 Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
 Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik
 Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
 Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam
hitungan bulan sampai tahun).

RESIKO INFEKSI
 Luka
 Kateter
 Pemasangan terapi IV
 Tindakan invasive
 Pengambilan darah

TAHAP PROSES INFEKSI


 Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat
infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses
perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan
penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang
diberikan.
 Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme
yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap
mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-
komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut
mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi
yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut

8
hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang
berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
 Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes
bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan
dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit,
diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker
tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Periode inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan)
sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh:
demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan
dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
 Pemulihan
 Interval saat munculnya gejala akut infeksi
Inflamasi
 Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan,
produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini
menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan
memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk
bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian
tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda
dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan
pembesaran kelenjar limfe.

9
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme.
Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:
1. respon seluler dan vaskuler. Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau
yang cidera berdilatasi, memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi.
Peningkatan darah tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala
hangat lokal dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yang
inflamasi. Cidera menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh
mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotonin. Mediator
kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan,
protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal..
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi
meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi
kimia seperti histamin menstimuli ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya
perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya
mengalami kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah
inflamasi berkurang.
2. pembentukan eksudat inflamasi. akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP
membentuk eksudat pada daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa
(jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen
(mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui drainase
limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks
yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran.
3. perbaikan jaringan. Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat.
Sel baru mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai
karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya
Respon imun
 Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh monosit.
Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi asing yang
tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah susunan biologis
tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah atau
limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.

10
1. Imunitas selular. Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T
memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada
membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang reseptor
permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini
mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk sel
yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan dengan
antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik & menstimulasi makrofag untuk
menyerang antigen
2. Imunitas humoral. Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral,
menyebabkan sintesa imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B
plasma dan sel B memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu
antigen. Sel B mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
imunitas, sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi
antigen.
3. Antibodi. Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A,
M, D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen,
sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi
merupakan dasar melakukan imunisasi.
4. Komplemen. Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.
Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan,
maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.
5. Interferon. Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu
kemampuan virus dalam bermultiplikasi
INFEKSI NOSOKOMIAL
 Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka,
kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi cukup jelas artinya,
yaitu terkena hama penyakit. Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami
infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah
dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber
dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk
pengobatan maupun dari lingkungan Rumah Sakit

11
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi terkena Inos.
Alasan ruang NICU berisiko terjadi infeksi nosokomial:
 Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
 Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
 Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
 Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi darurat
 Penggunaan antibiotik spektrum luas
 Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan tehnik aseptik
 Infeksi iatroigenik merupakan jenis inos yg diakibatkan oleh prosedur diagnostik
(ex:infeksi pada traktus urinarius yg terjadi setelah insersi kateter). Inos dapat terjadi
secara eksogen dan endogen. Infeksi eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal
terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal. Infeksi endogen terjadi bila
sebagian dari flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan.

Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:


 Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dng pasien
 Jenis dan jumlah prosedur invasif
 Terapi yang diterima
 Lamanya perawatan
Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
1. Traktus urinarius:
2. Pemasangan kateter urine
3. Sistem drainase terbuka
4. Kateter dan selang tdk tersambung
5. Obstruksi pada drainase urine
6. Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Traktus respiratorius:
 Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi

12
 Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
 Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
 Tehnik mencuci tangan tidak tepat
 Luka bedah/traumatik:
 Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
 Tehnik mencuci tangan tidak tepat
 Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
 Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
 Aliran darah:
 Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
 Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
 Perawatan area insersi yg kurang tepat
 Jarum kateter yg terkontaminasi
 Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit.Tehnik aseptik adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari
mikroorganisme.Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah.Asepsis medis
dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci
tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan
terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung patogen.Asepsis bedah, disebut juga
tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme.Sterilisasi membunuh
semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif.Obyek
terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril. Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah
sebagai berikut:
 Segala alat yang digunakan harus steril
 Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
 Alat yang steril harus ada pada area steril
 Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama

13
 Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
 Kulit tidak dapat dister

14
BAB III
SISTEM IMUNOLOGI TERKAIT DENGAN IMMUNO SUPPRESSED

2.1. Pembentukkan Sistem Imunitas Tubuh


Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang dan jaringan
limfoid  yang mencakup kelenjar timus, kelenjar limfe, lien, tonsil serta adenoid.
Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfotik B (sel B)
dan limfosit limfosit T (sel T).Kedua sel ini berasal dari limfoblast yang dibuat dalam
sumsum tulang.Limfosit B mencapai maturitasnya dalam sumsum tulang dan
kemudian memasuki sirkulasi darah, limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke
kelenjar timus tempat sel-sel tersebut mencapai maturitasnya menjadi beberapa jenis
sel yang dapat melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda.
Struktur yang signifikan lainya adalah kelenjar limfe, lien, tonsil dan
adenoid. Kelenjar limfe yang tersebar diseluruh tubuh menyingkirkan benda
asing dari sistem limfe sebelum benda asing tersebut memasuki aliran darah dan juga
berfungsi sebagai pusat poliferasi sel imun. Lien yang tersusun dari pulpa rubra dan
alba bekerja sebagai jaringan. Pulpa rubra merupakanlokasi tempat sel-sel darah
merah yang tua dan mengalami cedera dihancurkan. Pulpa alba mengandung
kumpulan limfosit. Limfosit  lainnya, seperti tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik
mukoid, mempetahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
Imunitas mengacu pada respon protektif tubuh yang spesifik terhadap benda
asing atau mikroorganisme yang menginvasinya.Kelainan pada sistem imun dapat
berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-sel imunokompeten, serangan
imunoligik terhadap antigen sendiri, atau respon yang yang tidaktepat atau yang
berlebihan terhadap antigen spesifi. Kelainan yang berhubungan dengan
autoimunitas adalah penyakit dimana respon imun protektif  yang normal secara
paradoksal berbalik melawan atau menyerang tubuh sendiri sehingga terjadi
kerusakan jaringan.
3.2  Pengertian Imunitas
Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing
seperti mikroorganisma (bakteria, kulat, protozoa, virus dan parasit), molekul-

15
molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinfeksi virus atau
malignan). Sistem ini menyerang bahan asing atau antigen dan juga mewujudkan
peringatan tentang kejadian tersebut supaya pendedahan yang berkali-kali
terhadap bahan yang sama akan mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan
tertingkat. Keimunan merujuk kepada keupayaan sesuatu individu yang telah
sembuh dari sesuatu penyakit untuk kekal sihat apabila terdedah kepada penyakit
yang sama untuk kali kedua dan seterusnya.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam
pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi,
bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap
dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan
memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas)
Suatu ciri sistem imun ialah keupayaan untuk membedakan bahan-bahan
yang wujud secara semula jadi atau normal (diri) dari bahan-bahan atau agen-agen
yang masuk ke dalam tubuh dari luar (bukan diri) dan menghasilkan gerak balas
terhadap bahan bukan diri saja.Ketidakwujudan khusus suatu gerak balas terhadap
diri dikenali sebagai toleransi.Pentingnya keupayaan untuk membedakan
(mendiskriminasi) antara diri dan bukan diri, serta toleransi diri, ditunjukkan
dalampenyakit-penyakit autoimun, apabila fungsi-fungsi tersebut gagal.Penyakit-
penyakit ini berhasil apabila bahan normal tubuh dicam sebagai asing dan gerak
balas imun dihasilkan terhadap bahan-bahan tersebut.Walau bagaimananpun,
sistem imun lazimnya amat berkesan membezakan antara diri dan bukan diri.
A. Fungsi Sistem Imun
Sistem imun adalah perlu untuk kemandirian karena ia
membekalkan keupayaan untuk sembuh dari penyakit serta keimunan yang
melindungi untuk masa yang lama. Dalam keadaan biasa apabila sistem imun
terdedah kepada organisma asing ia bertindak-balas dengan

16
menghasilkan antibody  danrangsangan limfosits pesifik antigen, adapun
peran dari antibody yaitu:
1. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk
untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia.
2. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam
sistem kekebalan.
3. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi
mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel
musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur
biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.,yang membawa kepada
pemusnahan mikroorganisma dan peneutralan produk-produk toksik
(toksin).
Suatu fungsi penting sistem imun ialah mengawasi sel-sel tubuh supaya
ia tidak abnormal. Sel-sel terinfeksi virus, sel-sel malignan atau sel-sel individu
lain dari spesies yang sama, mempunyai penanda- penanda protein pada
permukaan luar yang memberi isyarat kepada sistem imun supaya
memusnahkannya. Protein-protein ini tergolong dalam sistem yang
dipanggil kompleks kehistoserasian utama (Major histocompatibility
complex; MHC).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun


      Seperti halnya system tubuh yang lain, sistem imun akan berfungsi
pada taraf yang dikehendaki menurut fungsi sistem tubuh yang lain, factor-
faktor yang ada hubungannya sebagai berikut :
a. Usia
Frekuensi dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang
berusia lanjut dan peningkatan ini disebabkan oleh penurunan
untuk bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang
menginveksinya. Produksi dan fungsi limfosit Tdan B dapat
terganggu kemungkinan penyabab lain adalah akibat penurunan
antibody untuk membedakan diri sendiri dan bukan diri sendiri

17
Penurunan fungsi system organ yang berkaita dengan pertambahan
usia juga turut menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi
serta motilitas lambung memungkinkan flora normal intestinal
untuk berploriferasi dan menimbulkan infeksi sehingga terjadfi
gastroenteritis dan diare.
b. Jender
Kemampuan hormone-hormon seks untuk memodulasi imunitas
telah diketahui dengan baik.Ada bukti yang menunjukan bahwa
esterogen memodulasi aktifitas limfosit T (khususnya sel-sel
supresor) sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan
produksi interleukin dan aktifitas sel supresor. Efek hormon seks
tidak begitu menonjol, esterogen akan memgaktifkan populasi sel B
yang berkaitan dengan autoimun yang mengekspresikan marker
CD5 (marker antigenic pada sel B). Esterogen cenderung
menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat
imunosupresif. Umumnya penyakit autoimun lebih sering ditemui
pada wanita ketimbang pad pria.
c. Nutrisi
 Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi imun
yang optimal.Gangguan imun dikarenakan oleh defisiensi protein
kalori dapat terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan
untuk mensintesis DNA dan protein.Vitamin juga membantu dalam
pengaturan poliferasi sel dan maturasi sel-sel imun. Kelebihan atau
kekurangan unsur-unsur renik (tembaga, besi, mangan, selenium
atau zink) dalam makanan umumnya akan mensupresi fungsi imun
Asam-asam lemam merupakan unsure pembangun (building blocks)
yang membentuk komponen structural membrane sel. Lipid
merupakan precursor vitamin A,D,E, dan K disamping prekursir
kolesterol. Bak kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata
akan mensupresi fungsi imun.

18
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan
limfoid, depresi respon anti body, penurunan jumlah sel T yang
beredar dan gangguan fungsi fagositosik sebagai akibatnya,
kerentanan terhadap infeksi sangat meningkat. Selama periode
infeksi dan sakit yang serius, terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi
yang potensialuntuk menimbulkan deplesi protein, asam lemak,
vitamin, serta unsure – unsure renik dan bahkan menyebabkan
resiko terganggunya respon imun serta terjadinya sepsis yang lebih
besar.
d. Factor – Factor Psikoneuro Imunologik.
Limfosit dan makrofag memiliki reseptor yang dapat bereaksi
terhadap neurotransmitter serta hormone – hormone
endokrin.Limfosit dapat memproduksi dan mengsekresikan ACTH
serta senyawa – senyawa yang mirip endofrin. Neuron dalam otak,
khususnya khusunya dalam hipotalamus, dapat mengenali
prostaglandin, interferon dan interleukin di samping histamine dan
serotininyang dilepaskan selama proses inflamasi. Sebagaimana
sisitem biologic lainnya yang berfungsi untuk kepentingan
homoestasis, system imun di integrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologic lainnya dan diatur serta dimodulasikan oleh otak.Di
lain pihak, proses imun ternyata dapat mempengaruhi fungsi neural
dan endokrin termasuk prilaku. Jadi, interaksi sitem saraf dan
system imun tampaknya bersifat dua arah.
e. Kelainan organ yang lain
Keadaan seperti luka bakar atau cedera lain, infeksi dan kanker
dapat turut mengubah fungsi system imun. Luka bakar yang luas
atau factor – factor lainnya menyebabkan gangguan integritas kulit
dan akan mengganggu garis pertama pertahanan tubuh ilangnya
serum dalam jumlah yang besar pada luka bakar akan menimbulkan
deplesi protein tubuh yang esensial, trmasuk immunoglobulin.
Stresor fisiologi dan psilkologik yang disertai dengan stress karena

19
pembedahan atau cidera kan menstimulasi pelepasan kortisol
saerum juga turut menyebabkan supresi respon imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis  dapat turut mengganggu system imun
melalui sejumlah cara. Kegagalan ginjal berkaitan dengan defisiensi
limfosit yang beredar.Fungsi imun untuk pertahanan tubuh dapat
berubah karena asidosis dan toksin uremik. Peningkatan insidensi
infeksi pada diabetes uga berkaitan dengan isufisiensi vaskuler,
neuropati dan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk. Infeksi
saluran nafas yang rekuren berkaitan dengan penyakit paru
obstruksi menahun sebagai akibat dari berubahnya fungsi inspirasi
dan ekspirasi dan tidak efektifnya pembersihan saluran nafas.
f. Penyakit kanker
Imunosekresi turut menyebabkan terjadinya penyakit
kanker.Namun, penyakit kanker sendiri bersifat imunosupresif.
Tumor yang besar dapat melepaskan antigen ke dalam darah,
antigen ini akan mengikat antibody yang beredar dan mencegah
antibody tersebut agar tidak menyerang sel – sel tumor.  Lebih
lanjut, sel – sel tumor dapat memiliki factor penghambat yang
khusus yang menyalut sel –sel tumor dan mencegah
pengahancurannya oleh limposit T killer.Dalam stadium awal
pertumbuhan tumor, tubuh tidak mampu mengenali antigen tumor
sebagai unsure yang asing dan selanjutnya tidak mampu memulai
distruksi sel – sel yang maligna tersebut.kanker darah seperti
leukemia dan limpoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta
fungsi sel darah putih dan limposit.
g. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan perubahan yang
dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki pada fungsi system
imun. Ada empat klasifikasi obat utama yang memiliki potensi untuk
menyebabkan imunosupresi: antibiotic, kortikostreoid, obat-obat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID; Nonsteroidal anti inflamatori

20
drugs) dan preparat sitotoksik. Penggunaan preparat ini bagi
keperluan terapeutik memerlukan upaya untuk mencari
kesinambungan yang sangat tipis antara manfaat terapi dan supresi
system pertahanan tubuh resipien yang berbahaya.
h. Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker
atau pencegahan rejeksi allograft. Radiasi akan menghancurkan
limposit dan menurunkan populasi sel yang diperlukan untuk
menggantikannya. Ukuran atau luas daerah yang akan disinari
menetukan taraf imunosupresi. Radiasi seluruh tubuh dan dapat
mengakibatkan imunosupresi total pada orang yang menerimannya.
i. Genetic
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas
genetik.Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas
responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu.
Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu,
tetapi terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin ditemukan
keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam
respons imun dapat berperan melalui gen yang berada pada
kompleks MHC dengan non MHC.
1. Gen kompleks MHC
Gen kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc
akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC
kelas I, dan sel Td serta sel Th akan mengenal antigen yang
berasosiasi dengan molekul MHC kelas II. Jadi respons sel T
diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti bahwa akan
terdapat potensi variasi respons imun. Secara klinis terlihat juga
bahwa penyakit tertentu terdapat lebih sering pada HLA
tertentu, seperti spondilitis ankilosing terdapat pada individu
dengan HLA-B27.
2.  Gen non MHC

21
Secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan
dengan gen tertentu, misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton
yang terangkai dengan kromosom X yang hanya terdapat pada
anak laki-laki. Demikian pula penyakit alergi yaitu penyakit yang
menunjukkan perbedaan respons imun terhadap antigen
tertentu merupakan penyakit yang diturunkan.Faktor-faktor ini
menyokong adanya peran genetik dalam respons imun, namun
mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.
j. Kehamilan
Salah satunya yaitu Infeksi : beberap infeksi yang terjadi secara
kebetulan selama kehamilan dapat menyebabkan cacat sejak
lahir. Campak jerman (rubella) bisa menyebabkan cacat sejak
lahir, terutama sekali pada jantung dan bagian dalam
mata.Infeksi cytomegalovirus bisa melewati plasenta dan
merusak hati dan otak janin.Infeksi virus lainnya yang bisa
membahayakan janin atau menyebabkan kerusakan kelahiran
termasuk herpes simplex, dan cacar air (varicella).Toksoplasma,
infeksi protozoa, bisa menyebabkan keguguran, kematian janin,
dan cacat sejak lahir serius.Listeriosis, infeksi bakteri, juga bisa
membahayakan janin.Infeksi bakteri pada vagina (seperti bakteri
vaginosis) selama kehamilan bisa menyebabkan persalinan
sebelum waktunya atau membran yang berisi janin gugur
sebelum waktunya.Pengobatan pada infeksi dengan antibiotik
bisa mengurangi kemungkinan masalah-masalah ini.

C. Jenis-Jenis Imunitas
Ada dua tipe imunitas, yaitu:
a.   Imunitas Alami (Natural)
Merupakan kekebalan nonspesifik yang ditemukan pada saat lahir,
imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap
benda asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar

22
mekanisme tersebut pertahanan alami semata-mata berupa kemampuan
untuk membedakan antar sahabat dan musuh.

b.   Imunitas yang didapat


Imuitas yang didapat (aqquired imunity) terdiri atas respon imun yang tidak
didapat pada saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup
seseorang. Imunitas didapat setelah seseorang terjangkit suatu penyakit
atau mendapat imunisasiyang menghasilkan respon imun yang bersifat
protektif.

c.    Stadium Respon Imun


Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respon imun, yaitu:
1. Stadium Pengenalan
Dasar setiap reaksi imun adalah pengenalan (recognition) yang merupakan
tahap yang paling pertama.Tahap atau stadium ini merupakan kemampuan
dari sistem imunitas untuk mengenali antigen sebagai unsur yang asing atau
bukan bagian dari dirinya sendiri dan dengan demikian merupakan kejadian
pendahulu dalam setiap reaksi imun.Tubuh harus mengenali penyerang nya
sebagai unsure asing sebelum bereaksi terhadap penyrang tersebut.
2. Stadium Proliferasi
Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan kembali ke
nodus limfikatikus terdekat. Begitu berada dalam nodus limfatikus, limfosit
yang sudah disentisasi akan menstimulasi sebagian limfotik nonaktif
(dormant) yang menghuni nodus tersebut untuk membesar, membelah diri,
mengadakan poliferasi dan berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B.
Pembesaran nodus limfatikus dalam leher yang menyertai sakit leher
merupakan salah satu contoh dari respon imun.
3. Stadium Respon
Dalam stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan
cara humoral atau seluler.Respon humoral inisial, produksi antibody oleh
limfosit B sebagai reaksi terhadap suatu antigen spesifik akan memulai

23
respon humoral .Humoral mengacu kepada kenyataan bahwa antibody
dilepas ke dalam aliran darah dan dengan demikian akan berdiam di dalam
p;asma atau fraksi darah berupa cairan.
Respon seluler inisial, limfosit yang sudah disensitisasi dan kembali ke nodus
limfatikus (yang bukan daerah yang mengandung limfosit yang sudah
deprogram untuk menjadi sel-sel plasma) tempat sel-sel tersebut untuk
menstimulasi limfotik yang berada dalam nodus ini menjadi sel-sel yang
akan menyerang langsung  mikroba dan bukan menyerangnya lewat kerja
antibody.

4. Stadium Efektor
Dalam stadium ini , antibody dari respon humoral atau sel T sitotoksik dari
respon seluler akan menjangkau antigen dan terangkai dengan antigen
tersebut pada permukaan objek yang asing. Perangkaian ini memulai suatu
seri kejadian yang pada sebagian besar kasus akan mengakibatkan
penghancuran mikroba yang menginvasi tubuh atau menetralisis toksin
secara total. Kejadian tersebut meliputi interaksi antibody  (imunitas
humoral), komplemen dan kerja sel-sel T sitotoksik (imunitas seluler)

E.   Antibody dan Penghasilannya


Antibodi merupakan molekul-molekul dalam plasma yang berfungsi
mengcam dan bergabung dengan antigen asing.Antibodi tergolong ke dalam
kumpulan protein yang dipanggil imunoglobulin (Ig). Terdapat lima
kelas imunoglobulin berdasarkan perbedaan struktur, yaitu IgG, IgM, IgA,
IgD dan IgE. Antibodi membanteras infeksi melalui berbagai cara.
Organisma ataupun toksin-toksin yang dihasilkan boleh dineutralkan oleh
antibodi yang menghalang bahan-bahan tersebut dari bergabung kepada
sel. Antibodi juga membantu sel-sel fagosit (makrofaj, neutrofil) menelan
bakteria atau menyebabkan lisis organisma dan sel terinfeksi.Ini terhasil dari
kerjasama antibodi dengan pelengkap atau sel NK.

24
IgG merupakan antibodi yang paling banyak, terdapat terutamanya dalam
serum, serta cecair dalam badan. IgG adalah benteng pertahanan penting
terhadap bakteria, virus atau kulat yang telah memasukki badan. Dalam
manusia, IgG merupakan satu-satunya imunoglobulin yang boleh melintas
plasenta, oleh itu penting untuk pertahanan bayi baru lahir terhadap infeksi
bakteria dan virus.
IgM  ialah imunoglobulin berukuran paling besar dan terdiri dari lima unit
yang digabungkan. IgM ialah kelas antibodi yang dihasilkan paling awal
dalam gerak balas primer dan ia merupakan pengaktif sistem pelengkap
yang efisyen. Sistem pelengkap terdiri dari satu set protein plasma yang
apabila diaktifkan dalam urutan yang betul membentuk laluan (lobang)
pada membran sel sasaran dan membawa kepada kematian sel. IgM dan
pelengkap amat efisyen memusnahkan bakteria Gram negatif atau parasit
protozoa yang telah memasukki saluran darah. Pelengkap juga
menyebabkan gerak balas keradangan apabila diaktifkan.
IgA merupakan benteng terhadap organisma patogen dalam usus, saluran
pernafasan dan saluran urogenital.Sel B penghasil antibodi yang terdapat di
kawasan-kawasan ini menghasilkan molekul IgA dimer, yang diangkut
melintasi selaput epitelium dan dirembeskan pada permukaan mukosa. IgA
rembesan menghalang pergabungan bakteria dan virus kepada epitelium,
dan oleh yang demikian mencegah penyakit setempat atau patogen dari
merebak ke bahagian tubuh yang lain. Keseluruhannya, IgA adalah antibodi
yang banyak di dalam tubuh.
IgE boleh mencetuskan tindak balas alergi cepat seperti asma
(lelah).Antibodi ini bergabung dengan permukaan sel-sel mast yang
terdapat berhampiran saluran darah. Sel-sel ini mengandungi granul-granul
yang terdiri dari histamina dan bahantara keradangan lain dan bahan-bahan
ini dibebaskan dengan cepat apabila partikel-partikel seperti debunga atau
bulu haiwan bergabung dengan molekul IgE yang tergabung pada
permukaan sel mast. Histamina dan bahan-bahan lain yang dibebaskan oleh

25
sel mast menyebabkan gejala-gejala yang dikaitkan dengan tindak balas
alergi.
IgD beroperasi bersama IgM sebagai reseptor untuk antigen pada
permukaan sel amat sedikit IgD dirembeskan. Input dari sel T penolong
lazimnya diperlukan untuk sel B berkembang menjadi sel plasma penghasil
antibodi. Sel T penolong menghasilkan protein-protein larut, atau sitokina,
yang dipanggil interleukin (IL) 4, 5 dan 6 yang menyebabkan sel B
membahagi dan membeza selepas bergabung dengan antigen. Keperluan
sel T penolong menerangkan mengapa penghasilan antibodi berkurangan
dalam penyakit AIDS, di mana sel T penolong dimusnahkan oleh infeksi HIV.
Pengertian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh
terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
PatofisiIlogi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan  peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.
Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang dan
jaringan limfoid  yang mencakup kelenjar timus, kelenjar limfe, lien, tonsil

26
serta adenoid. Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas
terdapat limfotik B (sel B) dan limfosit limfosit T (sel T).Kedua sel ini berasal
dari limfoblast yang dibuat dalam sumsum tulang.Limfosit B mencapai
maturitasnya dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki sirkulasi
darah, limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke kelenjar timus tempat sel-
sel tersebut mencapai maturitasnya menjadi beberapa jenis sel yang dapat
melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda.
Struktur yang signifikan lainya adalah kelenjar limfe, lien, tonsil dan
adenoid. Kelenjar limfe yang tersebar diseluruh tubuh menyingkirkan
benda asing dari sistem limfe sebelum benda asing tersebut memasuki
aliran darah dan juga berfungsi sebagai pusat poliferasi sel imun. Lien yang
tersusun dari pulpa rubra dan alba bekerja sebagai jaringan. Pulpa rubra
merupakanlokasi tempat sel-sel darah merah yang tua dan mengalami
cedera dihancurkan.Pulpa alba mengandung kumpulan limfosit.
Limfosit  lainnya, seperti tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid,
mempetahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
Imunitas mengacu pada respon protektif tubuh yang spesifik terhadap
benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya.Kelainan pada sistem
imun dapat berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-sel imunokompeten,
serangan imunoligik terhadap antigen sendiri, atau respon yang yang
tidaktepat atau yang berlebihan terhadap antigen spesifi. Kelainan yang
berhubungan dengan autoimunitas adalah penyakit dimana respon imun
protektif  yang normal secara paradoksal berbalik melawan atau menyerang
tubuh sendiri sehingga terjadi kerusakan jaringan

Landasan Teori
C.  Pengertian Imunitas
Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing
seperti mikroorganisma (bakteria, kulat, protozoa, virus dan parasit),
molekul-molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinfeksi
virus atau malignan). Sistem ini menyerang bahan asing atau antigen dan

27
juga mewujudkan peringatan tentang kejadian tersebut supaya
pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan
mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan tertingkat. Keimunan
merujuk kepada keupayaan sesuatu individu yang telah sembuh dari
sesuatu penyakit untuk kekal sihat apabila terdedah kepada penyakit yang
sama untuk kali kedua dan seterusnya.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi
dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai
macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh
dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-
zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan
jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit
karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas)
Suatu ciri sistem imun ialah keupayaan untuk membedakan bahan-bahan
yang wujud secara semula jadi atau normal (diri) dari bahan-bahan atau
agen-agen yang masuk ke dalam tubuh dari luar (bukan diri) dan
menghasilkan gerak balas terhadap bahan bukan diri saja.Ketidakwujudan
khusus suatu gerak balas terhadap diri dikenali
sebagai toleransi.Pentingnya keupayaan untuk membedakan
(mendiskriminasi) antara diri dan bukan diri, serta toleransi diri,
ditunjukkan dalampenyakit-penyakit autoimun, apabila fungsi-fungsi
tersebut gagal.Penyakit-penyakit ini berhasil apabila bahan normal tubuh
dicam sebagai asing dan gerak balas imun dihasilkan terhadap bahan-
bahan tersebut.Walau bagaimananpun, sistem imun lazimnya amat
berkesan membezakan antara diri dan bukan diri.

D. Fungsi Sistem Imun

28
Sistem imun adalah perlu untuk kemandirian karena ia membekalkan
keupayaan untuk sembuh dari penyakit serta keimunan yang melindungi
untuk masa yang lama. Dalam keadaan biasa apabila sistem imun terdedah
kepada organisma asing ia bertindak-balas dengan
menghasilkan antibody  dan rangsangan limfosit spesifik-antigen, adapun
peran dari antibody yaitu:
1. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk
untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia.
2. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam
sistem kekebalan.
3. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi
mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel
musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur
biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.,yang membawa kepada
pemusnahan mikroorganisma dan peneutralan produk-produk toksik
(toksin).

Suatu fungsi penting sistem imun ialah mengawasi sel-sel tubuh supaya ia
tidak abnormal. Sel-sel terinfeksi virus, sel-sel malignan atau sel-sel individu
lain dari spesies yang sama, mempunyai penanda- penanda protein pada
permukaan luar yang memberi isyarat kepada sistem imun supaya
memusnahkannya. Protein-protein ini tergolong dalam sistem yang
dipanggil kompleks kehistoserasian utama (Major histocompatibility
complex; MHC).

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun


Seperti halnya system tubuh yang lain, sistem imun akan berfungsi pada
taraf yang dikehendaki menurut fungsi sistem tubuh yang lain, factor-faktor
yang ada hubungannya sebagai berikut:
1. Usia

29
Frekuensi dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang berusia
lanjut dan peningkatan ini disebabkan oleh penurunan untuk bereaksi
secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginveksinya.
Produksi dan fungsi limfosit Tdan B dapat terganggu kemungkinan
penyabab lain adalah akibat penurunan antibody untuk membedakan diri
sendiri dan bukan diri sendiri. Penurunan fungsi system organ yang
berkaita dengan pertambahan usia juga turut menimbulkan gangguan
imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas lambung memungkinkan flora
normal intestinal untuk berploriferasi dan menimbulkan infeksi sehingga
terjadfi gastroenteritis dan diare.
2. Gender
Kemampuan hormone-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah
diketahui dengan baik.Ada bukti yang menunjukan bahwa esterogen
memodulasi aktifitas limfosit T (khususnya sel-sel supresor) sementara
androgen berfungsi untuk mempertahankan produksi interleukin dan
aktifitas sel supresor. Efek hormon seks tidak begitu menonjol, esterogen
akan memgaktifkan populasi sel B yang berkaitan dengan autoimun yang
mengekspresikan marker CD5 (marker antigenic pada sel B). Esterogen
cenderung menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat
imunosupresif. Umumnya penyakit autoimun lebih sering ditemui pada
wanita ketimbang pad pria.
a. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi imun yang
optimal.Gangguan imun dikarenakan oleh defisiensi protein kalori
dapat terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk
mensintesis DNA dan protein.Vitamin juga membantu dalam
pengaturan poliferasi sel dan maturasi sel-sel imun. Kelebihan atau
kekurangan unsur-unsur renik (tembaga, besi, mangan, selenium atau
zink) dalam makanan umumnya akan mensupresi fungsi imun Asam-
asam lemam merupakan unsure pembangun (building blocks) yang
membentuk komponen structural membrane sel. Lipid merupakan

30
precursor vitamin A,D,E, dan K disamping prekursir kolesterol. Bak
kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata akan mensupresi
fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan
limfoid, depresi respon anti body, penurunan jumlah sel T yang
beredar dan gangguan fungsi fagositosik sebagai akibatnya,
kerentanan terhadap infeksi sangat meningkat. Selama periode infeksi
dan sakit yang serius, terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang
potensialuntuk menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin,
serta unsure – unsure renik dan bahkan menyebabkan resiko
terganggunya respon imun serta terjadinya sepsis yang lebih besar.
3. Factor – Factor Psikoneuro Imunologik.
Limfosit dan makrofag memiliki reseptor yang dapat bereaksi terhadap
neurotransmitter serta hormone – hormone endokrin.Limfosit dapat
memproduksi dan mengsekresikan ACTH serta senyawa – senyawa yang
mirip endofrin. Neuron dalam otak, khususnya khusunya dalam
hipotalamus, dapat mengenali prostaglandin, interferon dan interleukin di
samping histamine dan serotininyang dilepaskan selama proses inflamasi.
Sebagaimana sisitem biologic lainnya yang berfungsi untuk kepentingan
homoestasis, system imun di integrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologic lainnya dan diatur serta dimodulasikan oleh otak.Di lain
pihak, proses imun ternyata dapat mempengaruhi fungsi neural dan
endokrin termasuk prilaku. Jadi, interaksi sitem saraf dan system imun
tampaknya bersifat dua arah.
4. Kelainan organ yang lain
Keadaan seperti luka bakar atau cedera lain, infeksi dan kanker dapat
turut mengubah fungsi system imun. Luka bakar yang luas atau factor –
factor lainnya menyebabkan gangguan integritas kulit dan akan
mengganggu garis pertama pertahanan tubuh ilangnya serum dalam
jumlah yang besar pada luka bakar akan menimbulkan deplesi protein
tubuh yang esensial, trmasuk immunoglobulin. Stresor fisiologi dan

31
psilkologik yang disertai dengan stress karena pembedahan atau cidera
kan menstimulasi pelepasan kortisol saerum juga turut menyebabkan
supresi respon imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis  dapat turut mengganggu system imun melalui
sejumlah cara. Kegagalan ginjal berkaitan dengan defisiensi limfosit yang
beredar.Fungsi imun untuk pertahanan tubuh dapat berubah karena
asidosis dan toksin uremik.Peningkatan insidensi infeksi pada diabetes
uga berkaitan dengan isufisiensi vaskuler, neuropati dan pengendalian
kadar glukosa darah yang buruk. Infeksi saluran nafas yang rekuren
berkaitan dengan penyakit paru obstruksi menahun sebagai akibat dari
berubahnya fungsi inspirasi dan ekspirasi dan tidak efektifnya
pembersihan saluran nafas.
5. Penyakit kanker
Imunosekresi turut menyebabkan terjadinya penyakit kanker.Namun,
penyakit kanker sendiri bersifat imunosupresif. Tumor yang besar dapat
melepaskan antigen ke dalam darah, antigen ini akan mengikat antibody
yang beredar dan mencegah antibody tersebut agar tidak menyerang sel –
sel tumor.  Lebih lanjut, sel – sel tumor dapat memiliki factor penghambat
yang khusus yang menyalut sel –sel tumor dan mencegah
pengahancurannya oleh limposit T killer.Dalam stadium awal
pertumbuhan tumor, tubuh tidak mampu mengenali antigen tumor
sebagai unsure yang asing dan selanjutnya tidak mampu memulai
distruksi sel – sel yang maligna tersebut.kanker darah seperti leukemia
dan limpoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta fungsi sel
darah putih dan limposit.
6. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan perubahan yang dikehendaki
maupun yang tidak dikehendaki pada fungsi system imun. Ada empat
klasifikasi obat utama yang memiliki potensi untuk menyebabkan
imunosupresi: antibiotic, kortikostreoid, obat-obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID; Nonsteroidal anti inflamatori drugs) dan preparat

32
sitotoksik. Penggunaan preparat ini bagi keperluan terapeutik
memerlukan upaya untuk mencari kesinambungan yang sangat tipis
antara manfaat terapi dan supresi system pertahanan tubuh resipien yang
berbahaya.
7. Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker atau
pencegahan rejeksi allograft. Radiasi akan menghancurkan limposit dan
menurunkan populasi sel yang diperlukan untuk menggantikannya.
Ukuran atau luas daerah yang akan disinari menetukan taraf
imunosupresi. Radiasi seluruh tubuh dan dapat mengakibatkan
imunosupresi total pada orang yang menerimannya.
8. Genetic
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas
genetik.Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder
baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu.
 Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi
terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin ditemukan keberhasilan
vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons imun dapat
berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non MHC.
1. Gen kompleks MHC
Gen kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc akan
mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas I, dan sel
Td serta sel Th akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul
MHC kelas II. Jadi respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat
dimengerti bahwa akan terdapat potensi variasi respons imun. Secara
klinis terlihat juga bahwa penyakit tertentu terdapat lebih sering pada
HLA tertentu, seperti spondilitis ankilosing terdapat pada individu
dengan HLA-B27.
2.Gen non MHC
Secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan
gen tertentu, misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton yang terangkai

33
dengan kromosom X yang hanya terdapat pada anak laki-laki. Demikian
pula penyakit alergi yaitu penyakit yang menunjukkan perbedaan
respons imun terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang
diturunkan.Faktor-faktor ini menyokong adanya peran genetik dalam
respons imun, namun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.
9. Kehamilan
Salah satunya yaitu Infeksi : beberap infeksi yang terjadi secara kebetulan
selama kehamilan dapat menyebabkan cacat sejak lahir. Campak jerman
(rubella) bisa menyebabkan cacat sejak lahir, terutama sekali pada
jantung dan bagian dalam mata.Infeksi cytomegalovirus bisa melewati
plasenta dan merusak hati dan otak janin.Infeksi virus lainnya yang bisa
membahayakan janin atau menyebabkan kerusakan kelahiran termasuk
herpes simplex, dan cacar air (varicella).Toksoplasma, infeksi protozoa,
bisa menyebabkan keguguran, kematian janin, dan cacat sejak lahir
serius.Listeriosis, infeksi bakteri, juga bisa membahayakan janin.Infeksi
bakteri pada vagina (seperti bakteri vaginosis) selama kehamilan bisa
menyebabkan persalinan sebelum waktunya atau membran yang berisi
janin gugur sebelum waktunya.Pengobatan pada infeksi dengan antibiotik
bisa mengurangi kemungkinan masalah-masalah ini.

C.   Jenis-Jenis Imunitas
Ada dua tipe imunitas, yaitu:
a.   Imunitas Alami (Natural)
Merupakan kekebalan nonspesifik yang ditemukan pada saat lahir,
imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap
benda asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar
mekanisme tersebut pertahanan alami semata-mata berupa kemampuan
untuk membedakan antar sahabat dan musuh.
b.   Imunitas yang didapat
Imuitas yang didapat (aqquired imunity) terdiri atas respon imun yang tidak
didapat pada saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup

34
seseorang. Imunitas didapat setelah seseorang terjangkit suatu penyakit
atau mendapat imunisasiyang menghasilkan respon imun yang bersifat
protektif.
c.   Stadium Respon Imun
Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respon imun, yaitu:
1. Stadium Pengenalan
Dasar setiap reaksi imun adalah pengenalan (recognition) yang
merupakan tahap yang paling pertama.Tahap atau stadium ini
merupakan kemampuan dari sistem imunitas
untuk mengenali antigen sebagai unsur yang asing atau bukan
bagian dari dirinya sendiri dan dengan demikian merupakan kejadian
pendahulu dalam setiap reaksi imun.Tubuh harus mengenali
penyerang nya sebagai unsure asing sebelum bereaksi terhadap
penyrang tersebut.
2. Stadium Proliferasi
Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan
kembali ke nodus limfikatikus terdekat. Begitu berada dalam nodus
limfatikus, limfosit yang sudah disentisasi akan menstimulasi
sebagian limfotik nonaktif (dormant) yang menghuni nodus tersebut
untuk membesar, membelah diri, mengadakan poliferasi dan
berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B. Pembesaran nodus
limfatikus dalam leher yang menyertai sakit leher merupakan salah
satu contoh dari respon imun.
3. Stadium Respon
Dalam stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi
dengan cara humoral atau seluler.Respon humoral inisial, produksi
antibody oleh limfosit B sebagai reaksi terhadap suatu antigen
spesifik akan memulai respon humoral .Humoral mengacu kepada
kenyataan bahwa antibody dilepas ke dalam aliran darah dan dengan
demikian akan berdiam di dalam p;asma atau fraksi darah berupa
cairan.Respon seluler inisial, limfosit yang sudah disensitisasi dan

35
kembali ke nodus limfatikus (yang bukan daerah yang mengandung
limfosit yang sudah deprogram untuk menjadi sel-sel plasma) tempat
sel-sel tersebut untuk menstimulasi limfotik yang berada dalam
nodus ini menjadi sel-sel yang akan menyerang langsung  mikroba
dan bukan menyerangnya lewat kerja antibody.
4. Stadium Efektor
Dalam stadium ini , antibody dari respon humoral atau sel T
sitotoksik dari respon seluler akan menjangkau antigen dan terangkai
dengan antigen tersebut pada permukaan objek yang asing.
Perangkaian ini memulai suatu seri kejadian yang pada sebagian
besar kasus akan mengakibatkan penghancuran mikroba yang
menginvasi tubuh atau menetralisis toksin secara total. Kejadian
tersebut meliputi interaksi antibody  (imunitas humoral), komplemen
dan kerja sel-sel T sitotoksik (imunitas seluler)

d. Antibody dan Penghasilannya


Antibodi merupakan molekul-molekul dalam plasma yang berfungsi
mengcam dan bergabung dengan antigen asing.Antibodi tergolong ke dalam
kumpulan protein yang dipanggil imunoglobulin (Ig). Terdapat lima
kelas imunoglobulin berdasarkan perbedaan struktur, yaitu IgG, IgM, IgA,
IgD dan IgE. Antibodi membanteras infeksi melalui berbagai cara.
Organisma ataupun toksin-toksin yang dihasilkan boleh dineutralkan oleh
antibodi yang menghalang bahan-bahan tersebut dari bergabung kepada
sel. Antibodi juga membantu sel-sel fagosit (makrofaj, neutrofil) menelan
bakteria atau menyebabkan lisis organisma dan sel terinfeksi.Ini terhasil dari
kerjasama antibodi dengan pelengkap atau sel NK.
IgG merupakan antibodi yang paling banyak, terdapat terutamanya dalam
serum, serta cecair dalam badan. IgG adalah benteng pertahanan penting
terhadap bakteria, virus atau kulat yang telah memasukki badan. Dalam
manusia, IgG merupakan satu-satunya imunoglobulin yang boleh melintas

36
plasenta, oleh itu penting untuk pertahanan bayi baru lahir terhadap infeksi
bakteria dan virus.
IgM  ialah imunoglobulin berukuran paling besar dan terdiri dari lima unit
yang digabungkan. IgM ialah kelas antibodi yang dihasilkan paling awal
dalam gerak balas primer dan ia merupakan pengaktif sistem pelengkap
yang efisyen. Sistem pelengkap terdiri dari satu set protein plasma yang
apabila diaktifkan dalam urutan yang betul membentuk laluan (lobang)
pada membran sel sasaran dan membawa kepada kematian sel. IgM dan
pelengkap amat efisyen memusnahkan bakteria Gram negatif atau parasit
protozoa yang telah memasukki saluran darah. Pelengkap juga
menyebabkan gerak balas keradangan apabila diaktifkan.
IgA merupakan benteng terhadap organisma patogen dalam usus, saluran
pernafasan dan saluran urogenital.Sel B penghasil antibodi yang terdapat di
kawasan-kawasan ini menghasilkan molekul IgA dimer, yang diangkut
melintasi selaput epitelium dan dirembeskan pada permukaan mukosa. IgA
rembesan menghalang pergabungan bakteria dan virus kepada epitelium,
dan oleh yang demikian mencegah penyakit setempat atau patogen dari
merebak ke bahagian tubuh yang lain. Keseluruhannya, IgA adalah antibodi
yang banyak di dalam tubuh.
IgE boleh mencetuskan tindak balas alergi cepat seperti asma
(lelah).Antibodi ini bergabung dengan permukaan sel-sel mast yang
terdapat berhampiran saluran darah. Sel-sel ini mengandungi granul-granul
yang terdiri dari histamina dan bahantara keradangan lain dan bahan-bahan
ini dibebaskan dengan cepat apabila partikel-partikel seperti debunga atau
bulu haiwan bergabung dengan molekul IgE yang tergabung pada
permukaan sel mast. Histamina dan bahan-bahan lain yang dibebaskan oleh
sel mast menyebabkan gejala-gejala yang dikaitkan dengan tindak balas
alergi.
IgD beroperasi bersama IgM sebagai reseptor untuk antigen pada
permukaan sel amat sedikit IgD dirembeskan. Input dari sel T penolong
lazimnya diperlukan untuk sel B berkembang menjadi sel plasma penghasil

37
antibodi. Sel T penolong menghasilkan protein-protein larut, atau sitokina,
yang dipanggil interleukin (IL) 4, 5 dan 6 yang menyebabkan sel B
membahagi dan membeza selepas bergabung dengan antigen. Keperluan
sel T penolong menerangkan mengapa penghasilan antibodi berkurangan
dalam penyakit AIDS, di mana sel T penolong dimusnahkan oleh infeksi HIV.

38
BAB IV
PENYAKIT – PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN IMMUNO SUPPRESSED

4.1 Sindroma Lupus Erimatosus


Pengertian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi
dalam tubuh.
Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan  peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping
makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan
terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
4.2 Idiophatic Trombocytophenic Purpura (ITP)
Definisi
Idiopathic Thrombocytophenic Purpura (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan yang
disifatkan oleh timbulnya petichie atau ekimosis dikulit ataupun pada selaput lendir
dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit
karena sebab yang tidak diketahui. Kelainan pada kulit tersebut tidak disertai eritema,
pembengkakan atau peradangan. ITP merupakan Thrombocytopenic Purpura yang
terbanyak pada anak dengan manifestasi perdarahan pada mucocutaneous dan
jaringan akibat kurangnya sirkulasi platelet (trombosit) dan banyak sel-sel megakariosit
didalam sumsum tulang. 

39
ETIOLOGI
Penyebab ITP yang pasti belum diketahui, ada beberapa kemungkinan diantaranya
adalah: hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela), intoksikasi
makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan
kimia, pengaruh fisis ( radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (malnutrisi), DIC
(pada DSS, leukimia , RDS pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP
terutama yang menahun merupakan suatu penyakit autoimun. Ini diketahui dengan
ditemukannya zat anti (IgG) terhadap trombosit dalam darah penderita. Jenis anti bodi
trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologis ialah
anti P1E1 dan anti P1E2. Kenaikan jumlah IgG telah ditemukan terikat pada trombosit
dan menunjukkan kompleks imun yang terabsorpsi pada permukaan trombosit. 
Penyebab dari kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik).Penyakit ini diduga
melibatkan reaksi autoimun,dimana tubuh mengahsilkan antibodi yang menyerang
trombositnya,meskipun pembentukantrombosit disumsum tulang
meningkat,persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan
tubuh.
EPIDEMIOLOGI
Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda, pada anak sering umur 2 – 8 tahun.
ITP lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki, perbandingannya 4 : 3 dan  2 : 1
serta akan lebih nyata setelah puberitas.
PATOGENESIS
Anti bodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan
agregasi trmbosit dan meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh
sistem makrofag sehingga fungsi trombosit dapat berubah (trombositopati) melalui
berbagai cara yang mengakibatkan perdarahan yang lama. 
MANIFESTASI KLINIS
ITP dapat timbul mendadak, terutama pada anak berupa kebiruan atau epistaksis
selama jangka waktu yang berbeda-beda. Gejala ini timbul setelah suatu peradangan
atau infeksi saluran nafas bagian atas akut.
Kelainan paling sering ialah petichie  dan ekimosis yang dapat tersebar diseluruh tubuh,
dapat juga ditemui pada selaput lendir terutama hidung dan mulut sehingga terjadi

40
epistaksis dan perdarahan gusi dan dapat dapat timbul tanpa kelainan kulit. ITP akut
dan berat dapat timbul pada selaput lendir yang berisi darah (bula hemoragik). Gejala
lainnya ialah perdarahan tarktus genitourinalisis  (menoragia, hematuria), traktus
digestivus (hematemesis, melena) pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat
ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural). (1,2,4,5)
Pemeriksaan fisik tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petichie dan ekimosis.
Pada seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada
hipersplenisme). Demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan
traktus gastrointestinal. Renjatan (shock) dapt terjadi bila kehilangan darah banyak.
ITP menahun ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal lain dengan remisi
spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidak sempurna. Hati- hati
terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukimia.  
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Yang khas adalah trombositopenia. Hitung trombosit menurun sampai dibawah 20 x
109 / L. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan
ditemukan pada jumlah < 50.000/mm 3. Petichie ditemukan bila jumlah < 30.000/mm 3.
Perdarahan mukosa, jaringan dalam intrakranial ditemukan bila jumlah < 50.000/mm 3.
Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan bila jumlah <
10.000/mm3. 
Trombosit yang tampak pada sediaan apus darah tepi berukuran besar (megakariosit)
dan menggambarkan kenaikan produksi di sumsum tulang.  Uji fungsi trombosit seperti
waktu perdarahan dan retraksi jendalan,menunjukan hasil abnormal.Hitung leukosit
normal dan anemia tidak ada kecuali sudah terjadi perdarahan otak. Aspirasi sumsum
tulang jika terindikasi menunjukkan seri granulosit dan erirosit yang normal dan sering
ada eosinofilia ringan. Terdapat jumlah megakariosit yang normal atau meningkat.
Beberapa dari megakariosit immatur dengan sitoplasma basofil tua, tunas trombosit
jarang, tidak ada morfologi megakariosit patognomonis atau diagnostik. Perubahan
yang tampak pergantian megakariosit yang meningkat.

41
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta hasil pemeriksaan darah dan sumsum
tulang yang menunjukkan rendahnya jumlah trombosit dan adanya peningkatan
penghancuran trombosit.
DIAGNOSA BANDING
1. Anemia Aplastik
2. sistemic lupus eritmatosus
3. DHF
4.3 HIV /AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini
akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.
Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta
orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang
sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini

42
merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah
menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan
lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian
ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan
menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun
akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan
dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial
tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang
terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Gejala dan komplikasi

Gejala-gejala utama AIDS.


Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh
bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem
kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita

43
AIDS.[7] HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko
lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker
sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta
penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis
tempat hidup pasien.
Penyakit paru-paru utama

Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.


Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki
kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis,
perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat,
penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang,
penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum
dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4
kurang dari 200 per µL.
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait
HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute
pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat
muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun

44
demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada
penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena
digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya,
namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling
banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC
muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul
sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis
ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan
tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang
sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah
bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian, gejala yang
muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari
mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi
jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun
dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai
penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella,
Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang
tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium
avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang
digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari
HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang
digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada
stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya
perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan
komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.

45
Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada
syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem
syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut
Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang
otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan
menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi
meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur
Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah,
mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika
tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang
menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson),
sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70%
populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan
penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada
pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal),
sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia)
yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang
disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh
makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan
neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan
kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4 + dan tingginya
muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara
Barat adalah sekitar 10-20%, namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi
HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

46
Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi
genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV),
dan virus papiloma manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi
HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah
salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari
subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus
herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik
keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel
darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma
Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-
cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul
pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi
(prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS.
Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes
Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker
ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-
tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak

47
meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya
terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan
berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang
sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien
yang terinfeksi HIV.
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik,
terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo
dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan
di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau
disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah
tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia
Tenggara.
Penyebab HIV

HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil
(diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat
dengan mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung

48
dan tidak langsung, padahal sel T CD4 + dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4 + hingga jumlahnya menyusut hingga
kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang,
dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi
infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang
diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4 + di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami
AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada
setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor
yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya
memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih
berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap
perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga
memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa
varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda,
yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.
Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko
daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal
lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak
berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya

49
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat
kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan
makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-
Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali
lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang
disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara
nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi
pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma
yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani
atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap
infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. [38][39] Orang yang terinfeksi
dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

Kontaminasi patogen melalui darah


Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama
atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum
suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi
dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV

50
diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat
lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja
laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur
penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan
tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan
melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah
ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk
mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di
negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap
darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi
darah yang terinfeksi".

Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus
pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).
Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.

Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi
AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun
1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk

51
pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi
yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem
World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis
dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi
Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

Sistem tahapan infeksi WHO

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 + pada rata-rata infeksi HIV yang
tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang. Jumlah limfosit T CD4+
(sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi
dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi
dengan HIV-1.[46] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan
kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
 Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
 Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernapasan atas yang berulang
 Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
 Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus
atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Sistem klasifikasi CDC

52
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for
Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk
penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan
dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya
menamai AIDS dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada
bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993, CDC
memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T
CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap
positif HIV. Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut,
baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap
dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4 + meningkat di atas 200 per µL darah setelah
perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.
Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV. Kurang dari 1%
penduduk perkotaan yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan
persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita
mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh
bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka.
Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan
demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk
pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan
untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau
urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya an tibodi
pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat
bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui
serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi
antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi
infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun
metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV,
tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

53
Pencegahan
Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[52]
Perkiraan infeksi
per 10.000
Rute paparan paparan
dengan sumber
yang terinfeksi

Transfusi darah 9.000

Persalinan 2.500

Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67

Hubungan seks anal reseptif * 50

Jarum pada kulit 30

Hubungan seksual reseptif* 10

Hubungan seks anal insertif* 6,5

Hubungan seksual insertif* 5

Seks oral reseptif* 1

Seks oral insertif* 0,5


*
tanpa penggunaan kondom
§
sumber merujuk kepada seks oral yang dilakukan kepada laki-laki
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi,
serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi,

54
namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan
demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antar individu
yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi
HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang
dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta
kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom
yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam
setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar
tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling
efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular
seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan
minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom
lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas
berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom
poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung
terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya
ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau
untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya
kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat
relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita
merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.

55
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa
dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang
belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal
dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis
di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda
yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun
demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh
transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria
heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di
banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan
berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan
perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko
sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan
Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.
Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:

Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

56
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan
sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu
mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak
berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan
mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat,
sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi
untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih
disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat
penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan
mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep
dokter.

Penularan dari ibu ke anak


Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian
makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat
dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi
HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut
tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-
bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar
700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke
anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari semua anak yang diduga kini
hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.

57
Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya
yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus
atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus
secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat
minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang
tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi
orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART
yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa
kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua
macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease
inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena
penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang
dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada
untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan
HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan
berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai
perawatan awal.
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus
dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap
HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan
waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan
menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan
yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya
penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas)
karena HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi

58
dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan
selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan
HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi
beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen,
perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek
samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya
yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan
ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama
mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART
Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk
penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses
atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta
penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam
kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus
dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan
untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia,
penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada
bayi yang dilahirkan.
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah
memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.

Penanganan eksperimental dan saran


Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik
global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya,
sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak
membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1
tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek
samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan
pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi
adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah

59
pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien
dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien
yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang mengalami
penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi
pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien
toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan
manfaat dari terapi propilaktik tersebut
Susu sapi adalah salah satu produk tepat yang bisa mencegah penularan penyakit yang
belum ada obatnya ini. Awalnya ilmuwan melihat bahwa sapi ternyata tidak dapat
terinfeksi HIV. Setelah melewati proses penelitian yang cukup lama, ternyata para
peneliti tersebut menemukan fakta kalau sapi bisa menghasilkan antibodi yang bisa
mencegah penularan HIV. Para peneliti tersebut kemudian menyuntikkan sapi betina
dengan protein HIV. Setelah sapi melahirkan, para ilmuwan tersebut mengumpulkan
kolostrum (susu pertama yang dihasilkan setelah melahirkan). Dan ternyata kolostrum
tersebut mengandung antibodi HIV.

4.4 Kanker
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk penyakit di mana sel-sel abnormal
membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang jaringan lain. Sel – sel kanker dapat
menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui darah dan sistem limfe.
Tanda dan gejala
Kanker bukan hanya satu penyakit tapi banyak penyakit. Ada lebih dari 100 berbagai
jenis kanker. Sebagian besar kanker diberi nama untuk organ atau jenis sel di mana
mereka mulai - misalnya, kanker yang dimulai di usus besar disebut kanker usus besar;
kanker yang berawal di sel-sel basal kulit disebut karsinoma sel basal.

Jenis kanker dapat dikelompokkan ke dalam kategori yang lebih luas. Kategori utama
kanker termasuk:
 Carcinoma - kanker yang dimulai di kulit atau pada jaringan yang mencakup garis
atau organ internal.

60
 Sarcoma - kanker yang dimulai di tulang, tulang rawan, lemak, otot, pembuluh
darah, atau lainnya atau mendukung jaringan penghubung.
 Leukemia - kanker yang dimulai di jaringan pembentuk darah seperti sumsum
tulang dan menyebabkan sejumlah besar sel darah abnormal diproduksi dan
masukkan darah.
 Lymphoma and myeloma - kanker yang dimulai di sel-sel sistem kekebalan tubuh.
 Central nervous system cancers - kanker yang dimulai di jaringan otak dan sumsum
tulang belakang.
 Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti, karena
merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada
beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko kanker, sebagai berikut:
Faktor Keturunan
 Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi
menderita kanker tertentu dibandingkan keluarga lainnya. 
Faktor Lingkungan
 Merokok meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring (pita
suara), dan kandung kemih. Faktor lingkungan lainnya, yaitu Sinar Ultraviolet
matahari serta radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) digunakan dalam
sinar rontgen dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom
hingga menjangkau jarak sangat jauh.
Faktor Makanan Berbahan Kimia
 Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penting lain penyebab kanker,
terutama kanker pada saluran pencernaan.  
Faktor Terserang Virus
 Virus yang dicurigai dapat menyebabkan kanker antara lain : 1) Virus Papilloma;
2) Virus Sitomegalo; 3) Virus Hepatitis B; 4) Virus Epstein - Bar; 5) Virus Retro pada
manusia misalnya virus HIV menyebabkan limfoma dan kanker darah lainnya. 
Infeksi
Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan kanker kandung kemih
karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. 

61
 Faktor Perilaku
Perilaku yang dimaksud adalah merokok dan mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung lemak dan daging yang diawetkan juga peminum minuman
beralkohol. Selain itu, perilaku seksual yaitu melakukan hubungan intim diusia dini
dan sering ganti pasangan.
Gangguan Keseimbangan Hormonal
Hormon estrogn berfungsi merangsang pertumbuhan sel yang cenderung
mendorong terjadinya kanker, sedangkan progesteron melindungi terjadinya
pertumbuhan sel yang berlebihan. Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon
estrogen dan kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya risiko kanker
payudara, kanker leher rahim, kanker rahim dan kanker prostat dan buah zakar
pada pria.
 Faktor Kejiwaan
Stres berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan seluler tubuh.
Keadaan tegang terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif
dan berubah sifat menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker. 
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai
electron bebas tidak berpasangan dilingkaran luarnya. Sumber-sumber radikal
bebas yaitu : 1) Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses
metabolism; 2) Radikal bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun-racun
kimiawi dari makanan , minuman, udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari
matahari; 3) Radikal bebas diproduksi secara berlebihan pada waktu kita makan
berlebihan (berdampak pada proses metabolisme) atau bila kita dalam keadaan
stress berlebihan, baik stress secara fsik, psikologis,maupun biologis.
Tanda dan Gejala
Sebuah gejala adalah sinyal penyakit, penyakit, cedera, atau bahwa ada sesuatu
yang tidak beres dalam tubuh. Gejala yang dirasakan atau terlihat oleh orang yang
telah mereka, namun mungkin tidak mudah dilihat oleh orang lain. Sebagai contoh,
menggigil, lemah, sakit, dan merasa sesak napas mungkin merupakan gejala
pneumonia.

62
Sebuah tanda juga merupakan sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam
tubuh. Tapi tanda sinyal yang dapat dilihat oleh seorang dokter, perawat, atau ahli
kesehatan lain. Demam, pernapasan cepat, dan suara napas tidak normal terdengar
melalui stetoskop mungkin tanda-tanda pneumonia. Memiliki satu gejala atau tanda
mungkin tidak cukup untuk mencari tahu apa penyebabnya. Sebagai contoh, ruam
pada anak dapat menjadi tanda dari sejumlah hal, seperti poison ivy, penyakit
menular seperti campak, infeksi kulit, atau alergi makanan. Tapi jika anak memiliki
ruam bersama dengan tanda-tanda dan gejala s eperti demam tinggi, menggigil,
perasaan sakit, dan sakit tenggorokan, kemudian seorang dokter dapat memperoleh
gambaran yang lebih baik dari penyakit. Dalam banyak kasus, pasien tanda-tanda
dan gejala itu sendiri tidak memberikan petunjuk yang cukup dokter untuk
mengetahui penyebab dari suatu penyakit. Kemudian tes medis, seperti x-ray, tes
darah, atau mungkin diperlukan biopsi.
Bagaimana menyebabkan kanker tanda – tanda dan gejala ?
Kanker adalah sekelompok penyakit yang dapat menyebabkan hampir semua tanda
atau gejala. Tanda-tanda dan gejala akan tergantung pada di mana kanker, seberapa
besar itu, dan berapa banyak mempengaruhi organ atau jaringan di dekatnya. Jika
kanker telah menyebar (metastasis), gejala dapat muncul di berbagai bagian tubuh.
Sebagai kanker tumbuh, ia dapat mulai untuk mendorong pada organ terdekat,
pembuluh darah, dan saraf. Tekanan ini membuat sebagian dari tanda-tanda dan
gejala kanker. Bila kanker di daerah kritis, seperti bagian-bagian tertentu dari otak,
bahkan tumor terkecil dapat menyebabkan gejala awal.
Tapi kadang-kadang kanker di mulai di tempat-tempat itu tidak akan menimbulkan
gejala sampai tumbuh cukup besar. Pankreas kanker, misalnya, biasanya tidak
tumbuh cukup besar dirasakan dari luar tubuh. Beberapa kanker pankreas tidak
menyebabkan gejala sampai mereka mulai tumbuh di sekitar dekat saraf (ini
menyebabkan sakit punggung). Lain tumbuh di sekitar saluran empedu dan
menghambat aliran empedu. Ini menyebabkan mata menguning dan kulit yang
disebut penyakit kuning. Pada saat sebuah kanker pankreas menyebabkan tanda-
tanda atau gejala, biasanya dalam stadium lanjut. Ini berarti telah tumbuh dan
menyebar melampaui tempat itu mulai - pankreas.

63
Sebuah kanker juga dapat menyebabkan gejala seperti demam, kelelahan ekstrem
(kelelahan), atau kehilangan berat badan. Ini mungkin karena sel-sel kanker
menghabiskan banyak pasokan energi tubuh, atau mereka dapat melepaskan zat-zat
yang mengubah cara tubuh membuat energi dari makanan. Atau kanker dapat
menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi dengan cara-cara yang
menghasilkan gejala-gejala ini. Kadang-kadang, sel-sel kanker melepaskan zat ke
dalam aliran darah yang menyebabkan gejala yang tidak biasanya berhubungan
dengan kanker. Sebagai contoh, beberapa kanker pankreas dapat melepaskan zat
yang menyebabkan gumpalan darah di pembuluh darah kaki. Beberapa kanker paru-
paru membuat hormon seperti zat-zat yang meningkatkan tingkat kalsium darah. Ini
mempengaruhi saraf dan otot, membuat orang merasa lemah dan pusing

Pencegahan Kanker
Kanker dapat dicegah dengan menghindari penyebab dan faktor risiko serta
berperilaku
hidup sehat. Cara hidup sehat yang dapat menurunkan risiko kanker adalah :
•   Mengurangi makan makanan berlemak
•   diet seimbang dan olahraga teratur
•   Mengurangi makan makanan yang diawetkan
•   Membatasi minum minuman mengandung alcohol
•   Lebih banyak makan makanan berserat
•   Lebih banyak makan makanan mengandung vitamin A dan C
•   Lebih banyak makan makanan yang segar
•   Hindari kebiasaan merokok
•   Olah-raga teratur (4x/minggu,30-60menit)
•   Keseimbangan dalam hidup Upayakan hindari stres
    - Sediakan waktu untuk bersantai bersama keluarga dan melakukan hobby
    - Taat beribadah
•   Periksakan kesehatan secara teratur
   - Vaksinasi (Vaksinasi untuk Hepatitis dan HPV)
    - Uji kesehatan umum 

64
    - Deteksi dini kanker
    - Perhatikan setiap perubahan pada diri
    - Ketrampilan untuk memeriksa diri sendiri seperti: SADARI (Periksa Payudara
Sendiri).

65

Anda mungkin juga menyukai