Anda di halaman 1dari 38

Apt. Fitria Ningsih, S.

Farm

STIKES ASSYIFA ACEH


 Imunologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem pertahanan
tubuh dimana mempelajari organ, sel, dan molekul yang berperan dalam
proses pengenalan dan eliminasi serangan asing.
 Istilah “immunity” berasal dari bahasa latin “immunitas” yang artinya
pengecualian atau pembebasan. Dimana untuk menunjukkan perlindungan
dari penyakit (khususnya infeksi)
 Imunitas adalah suatu kemampuan tubuh untuk melawan organisme atau
toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh atau pertahanan
terhadap penyakit termasuk infeksi.
 Immunitas membahas mengenai pengenalan dan eliminasi benda asing
(non-self) yang masuk kedalam tubuh.
 Sistem imun : sel, molekul dan jaringan yang bertanggung jawab pada proses
imunitas atau pertahanan terhadap infeksi
 Respon imun : tanggapan sistem imun secara kolektif dan terkoordinasi atas
paparan benda asing
 Sumber infeksi : air, udara, hewan peliharaan, tanah, dll
 Sumber infeksi dapat menyebabkan penyakit apabila respon imun tidak bekerja
didalam tubuh
 Agen penyebab infeksi ini disebut patogen. Kemampuannya dapat menyebabkan
penyakit disebut patogenesis
 Fungsi Sistem Imun :
1. Sebagai pertahanan terhadap antigen dari luar
2. Fungsi homeostasis, terjadi proses degradasi dan katabolisme yang bersifat
normal, agar unsur-unsur seluler yang telah rusak dapat dibersihkan dari
tubuh
3. Fungsi surveillance, untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang
berubah menjadi abnormal melalui mutasi
4. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan dan
eliminasi mikroba (bakteri, parasit, jamur, dan virus) yang masuk kedalam
tubuh
1. Imunitas Bawaan (innate immunity,natural immunity, native immunity) /
respon imun non-spesifik
 Pertahanan tubuh awal dalam melawan patogen secara cepat dengan spesifitas
terbatas sebelum berkembangnya respon imun adaptif.
 Terdapat secara alami didalam tubuh sebelum terjadinya infeksi
 Tidak spesifik terhadap patogen tertentu, dan respon digkat didalam tubuh
 Tetapi mampu membedakan patogen dengan protein tubuh,sehingga tidak akan
menyerang tubuh kita sendiri
2. Imunitas Adaptif (adaptive immunity, acquired immunity) / respon imun
spesifik
 Berkembang menyesuaikan dengan jenis infeksi (adaptasi) dan memerlukan
waktu untuk mengembangkan fungsi efektornya.
 Sifat responnya spesifik untuk setiap infeksi (misal infeksi polio akan
menghasilkan respon imun spesifik terhadap virus polio saja, tidak terhadap
patogen lain
 Jangka waktu responnya juga lama bahkan ada yang bertahan seumur hidup
 Terdapat mekanisme memori sehingga apabila terjadi infeksi dari patogen yang
sama respon imun yang dihasilkan lebuh cepat dan adekuat
 Walaupun demikian, respon imun non spesifik dan spesifik akan bekerja sama
dalam mengeliminasi patogen dalam tubuh
 Fagosit : sel-sel yang berfungsi untuk mengidentifikasi , mencerna
dan menghancurkan mikroba. Contohnya makrofag dan neutrofil
 Makrofag : suatu monosit jaringan dan berfungsi sebagai fagosit
yang efisien, membunuh mikroba, serta mensekresi mediator
inflamasi
 Neutrofil : fagosit yang efektif dan jumlah nya melimpah dalam
sirkulasi.
 Neutrofil memediasi fase awal dari reaksi inflamasi, respon yang
cepat terhadap stimulus, namun waktu hidupnya lebih pendek
dibandingkan makrofag.
 Mengapa 2 makrofag dan neutrofil bisa memakan dan mencerna
mikroba? Karena pada kedua sel ini memiliki granul-granul yang
berisi enzim pelisis yang bersifat racun bagi mikroba
 Merupakan sel yang berperan baik dalam respon imun
bawaan maupun adaptif
 Ketiganya memiliki ciri umum yaitu memiliki granul
sitoplasma berisi berbagai mediator inflamasi dan
protein antimikroba
 Ketiganya terlibat dalam sistem imun yang melindungi
terhadap cacing dan respon imun yang menyebabkan
penyakit alergi
 Sel yang serbaguna dalam merespons struktur molekul mikroba
 Hampir semua jaringan mengandung sel dendritik karena
merupakan APC utama untuk aktivasi limfosit naif (limfosit yang
belum diaktifkan)
 Subset khusus dari sel dendritik yaitu pDC (plasmacytoid dendritic
cells) merupakan sumber penghasil sitokin IFN tipe I dalam
merespon infeksi virus
 Limfosit merupakan sel dalam tubuh yang mengekspresikan reseptor antigen
secara klonal yang mampu mengenali determinan antigenik spesifik
 Limfosit B dan limfosit T
 Disebut limfosit B (sel B) karena tempat pematangannya di bursa fabricus atau
bone marrow.
 Disebut Sel T karena tempat pematangannya di timus
 Limfosit B (sel B) adalah jenis sel yang mampu membuat antibodi. Sangan
penting untuk imunitas humoral
 Limfosit T (sel T) adalah jenis sel yang terlibat dalam imunitas dimediasi sel
 Limfosit naif adalah limfosit yang belum berdiferensiasi
 Limfosit efektor adalah limfosit yang telah berdiferensiasi, berpoliferasi, dan
mampu secar aktif melaksanakan pertahanan tubuh
 Sel efektor adalah sel-sel yang benar-benar melakukan pekerjaan
melawan mikroba
 Sel B efektor adalah sel plasma yang mensekresikan antibodi
 Sel T efektor bisa berupa sel Th CD4+ (“help”) adalah sel yang
memebantu membunuh mikroba tertelan oleh fagosit dan
membantu aktifasi sel B untuk memproduksi antibodi dengan
afinitas yang tinggi; juga sel Tc (citotoxic) yang memiliki
kemampuan membunuh sel yang terinfeksi secara langsung
 Selain faktor genetik, terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi
mekanisme imun seperti: faktor metabolik, lingkungan, gizi, anatomi, fisiologi,
umur dan mikroba
1. Faktor Metabolik
 Beberapa hormon dapat mempengaruhi respons imun tubuh, misalnya pada
keadaan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan terhadap
infeksi.
 Orang yang mendapat pengobatan dengan sediaan steroid sangat mudah
mendapat infeksi bakteri maupun virus. Steroid akan menghambat fagositosis,
produksi antibodi dan menghambat proses radang. Hormon kelamin yang
termasuk kedalam golongan hormone steroid, seperti androgen, estrogen dan
progesterone diduga sebagai faktor pengubah terhadap respons imun. Hal ini
tercermin dari adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki dan
perempuan yang mengidap penyakit imun tertentu.
2. Faktor Lingkungan
 Kenaikan angka kesakitan penyakit infeksi, sering terjadi pada masyarakat yang
taraf hidupnya kurang mampu. Kenaikan angka infeksi tersebut, mungkin
disebabkan oleh karena lebih banyak menghadapi bibit penyakit atau hilangnya
daya tahan tubuh yang disebabkan oleh jeleknya keadaan gizi.

3. Faktor Gizi
 Keadaan gizi seseorang sangat berpengaruh terhadap status imun seseorang.
 Tubuh membutuhkan 6 komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan tubuh, yaitu : protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air.
 Gizi yang cukup dan sesuai sangat penting untuk berfungsinya system imun
secara normal. Kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya
imunodefisiensi.
4. Faktor Anatomi
 Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat pada
kulit dan selaput lendir yang melapisi bagian permukaan dalam tubuh. Struktur jaringan
tersebut, bertindak sebagai imunitas alamiah dengan menyediakan suatu rintangan fisik
yang efektif. Dalam hal ini kulit lebih efektif dari pada selaput lender. Adanya
kerusakan pada permukaan kulit, atau pada selaput lender, akan lebih memudahkan
timbulnya suatu penyakit.
5. Faktor Fisiologis
 Getah lambung pada umumnya menyebabkan suatu lingkungan yang kurang
menguntungkan untuk sebagian besar bakteri patogen.
 Demikian pula dengan air kemih yang normal akan membilas saluran kemih sehingga
menurunkan kemungkinan infeksi oleh bakteri.
 Pada kulit juga dihasilkan zatzat yang bersifat bakterisida.
 Didalam darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara non spesifik.
 Faktor humoral lainnya adalah properdin dan interferon yang selalu siap untuk
menanggulangi masuknya zat-zat asing.
6. Faktor Umur
 Berhubung dengan perkembangan sistem imun sudah dimulai semasa dalam
kandungan, maka efektifitasnya juga diawali dari keadaan yang lemah dan
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Walaupun demikian tidak berarti
bahwa pada umur lanjut, sistem imun akan bekerja secara maksimal.
 Malah sebaliknya fungsi sistem imun pada usia lanjut akan mulai menurun
dibandingkan dengan orang yang lebih muda, walaupun tidak mengalami
gangguan pada sistem imunnya.
 Hal tersebut, selain disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik, secara
umum juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar timus. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan respons imun seluler dan
humoral.
 Pada usia lanjut resiko akan timbulnya berbagai kelainan yang melibatkan
sistem imun akan bertambah, misalnya resiko menderita penyakit autoimun,
penyakit keganasan, sehingga akan mempermudah terinfeksi oleh suatu
penyakit.
7. Faktor Mikroba
 Berkembangnya koloni mikroba yang tidak pathogen pada permukaan
tubuh,baik diluar maupun didalam tubuh, akan mempengaruhi sistem
imun.
 Misalnya dibutuhkan untuk membantu produksi natural antibody. Flora
normal yang tumbuh pada tubuh dapat pula membantu menghambat
pertumbuhan kuman pathogen.
 Pengobatan dengan antibiotika tanpa prosedur yang benar, dapat
mematikan pertumbuhan flora normal, dan sebaliknya dapat menyuburkan
pertumbuhan bakteri pathogen.
 Antigen merupakan istilah umum yang berlaku untuk molekul yang dapat
berikatan dengan antibodi atau reseptor sel T (TCR) secara spesifik
 Epitop (determinan) merupakan bagian dari antigen yang benar-benar
berikatan dengan antibodi atau TCR
 Antibodi dapat mengenali antigen hampir dari semua kelas molekul
biologis (misal protein, lipid, karbohidrat, asam nukleat)
 Sel T (TCR) hanya dapat mengenali antigen peptida yang disajikan
oleh sel penyaji antigen (APC)
 APC : sel-sel yang mengolah antigen protein lalu menyajikan fragmen peptida
terikat kompleks dengan molekul HMC kelas II untuk sel T helper (sel Th CD4+)
 Sel dendritik terlibat penting dalam aktivasi limfosit naif (memulai respons sel
T), sedangkan makrofag dan sel B lebih terlibat dalam mekanisme efektor
 Makrofag menyajikan antogen ke sel T pada imunitas dimeditasi sel (imunitas
selular), sedangkan sel B menyajikan antigen ke sel T pada imunitas humoral

 Note : APC -> sel dendritik, makrofag, sel B


 MHC merupakan protein membran yang menampilkan antigen peptida sehingga
peptida dikenali oleh sel T. tanpa MHC, sel T tidak dapat mengenali peptida
atau mengenali dengan afinitas lemah
 MHC kelas I : pada semua sel berinti dan mengikat peptida yang berasal dari
protein dalam sitosol. MHC kelas I dikenal oleh sel T sitotoksik (sel T CD8+)
 MHC kelas II : pada APC (sel dendritik, makrofag, sel B). Molekul MHC kels II
mengikat peptida yang berasal dari protein hasil endositosis. Molekul MHC
kelas II dikenali oleh sel T CD4+
 Tipe sel B dan sel T sulit dibedakan secara mikroskop, sehingga sel-sel tersebut
dibedakan dengan adanya protein marker pada permukaan sel yaitu CD
 Sel-sel yang memiliki protein CD4 pada permukaan membran dikenal sebagai sel
T CD4+, sedangkan sel yang memiliki CD8 pada permukaan membran dikenal
sebagai sel T CD8+ (sel T sitotoksik, Tc atau CTL)
 Imunitas humoral merupakan jenis imunitas adaptif yang
dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh sel-sel plasma
 Merupakan mekanisme pertahanan utama untuk melawan
mikroba ekstraselular atau toksin yang dihasilkan.
 Juga berperan oleh serangkaian protein dalam sistem
komplemen
 Adalah jenis imunitas adaptif yang dimediasi oleh sel T
 Merupakan mekanisme pertahanan utama untuk melawan
mikroba yang bertahan hidup dalam fagosit (misal bakteri
yang menyebabkan tuberkulosis) atau mikroba yang
bertahan dalam sitososl sel non-fagosit (misal virus)
 Sitokin merupakan protein yang disekresikan oleh sel yang bekerja
sebagai mediator reaksi imun atau membantu terjadinya inflamasi
 Sitokin menyediakan mekanisme untuk sel dari sistem imun tubuh
untuk “berhubungan” satu sama lain untuk mengkoordinasikan respon
 Sitokin adalah nama umum, protein-protein yang termasuk dalam
sitokin termasuk interleukin, IFN (interferon), TNF (tumor nekrosis
faktor), dan kemokin
 Sitokin pro-inflamasi : IL-1ß, IL-6, TNF-a
 Sitokin anti-inflamasi : IL-10
 Kemokin : kemokin sitokin, misal IL-8,CXCL12

Anda mungkin juga menyukai