Farm
2. Non intravena :
a) Larutan dialisis
contoh: Peritoneal Dialysis Solution, Hemodialysis
b) Larutan irigasi
contoh :
Surgical Irrigating Solution (Splash Solution) = Sodium Chloride for Irrigation
Urologic Irrigation Solution
Glycine Solution
Sorbitol Solution
Urologic Solution G / Suby’s Solution
Tujuan Menggantikan cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh.
Ex: Sol. NaCl 0,9%, Sol Ringer Lactat (RL), Sol. Glukosa isotonis
Pemberian
Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia
Ex: larutan koloid PVP 3,5% (Polivinilpirolidon/povidon)
Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus jika tidak dapat
disuntikkan secara biasa
Ex: obat antikanker, antibiotik, anestetik, hormom yang larut dalam air, vitamin
Kriteria Injeksi Infus Intravena
pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma, elektrolit, darah, dll.
Memberikan tambahan kalori
Volume Antara 1 ml – 10 ml > 10 ml, bisa sampai beberapa liter
Metode pemberian suntikan tetesan
Alat Alat suntik Peralatan infus
Lama pemberian Sebentar, biasa 1 menit ( maks 15- Lama, bisa beberapa jam
20 menit)
Pembawa Air, gliserin, etanol, propilenglikol, Hanya air
minyak lemak, etil oleat, dll
Isohidris Sedapat mungkin Harus
Isotonis Sedapat mungkin Harus
Isoionis Tidak selalu Harus
Kriteria Injeksi Infus Intravena
Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk larutan yang mengandung
molekul koloid seperti dekstran, gelatin, PVP, dll)
Kemasan Wadah tunggal atau ganda (vial, Wadah tunggal (botol infus/ flakon)
ampul)
Catatan: Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak
dianjurkan karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus).
Syarat Harus steril, harus memenuhi syarat uji sterilitas yang
tertera pada uji keamanan hayati
Infus
Intravena Bebas pirogen, untuk sediaan > 10 ml memenuhi syarat
uji pirogenitas yang tertera pada uji keamanan hayati
Isohidris
Jika laju injeksi larutan hipertonik terlalu cepat, dapat mempengaruhi sistem sirkulatori dan
respiratori. Tekanan darah dapat menurun, pendangkalan pernapasan, gagal jantung, edema
pulmoner
Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta
komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien
untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.
Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl
fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat
hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap
8 jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)
laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 30
tetes/menit.
Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan mengalir,
wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung 3 kaki di atas pasien. Cairan mulai
mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke dalam wadah
(untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke dalam wadah).
Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke dalam drip
chamber.
Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml
yang dihasilkan oleh infus administration set.
Misal: diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :
untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit
1000 𝑚𝑙 𝑥 10 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙
Laju = =20,8 tetes/menit ~ 21 tetes/mnt
480 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
C. Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
secara aseptik. Media yang digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein
Digest
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi
selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak absah maka dapat dilakukan uji
ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji aslinya
2. Uji Endotoksin Bakteri
Tujuan : mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat
dalam suatu sediaan.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL).
Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan fotometrik. Teknik Jendal
Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari zat uji dengan
enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit endotoksin FI. Teknik
fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan
kekeruhan.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci
dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu
tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila tak
seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih.
Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°atau lebih lanjutkan
pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari
8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5°atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
4. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik)
Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap
mikroba.
Prinsip : penetapan dengan lempeng silinder atau “cawan” dan penetapan
dengan cara “tabung” atau turbidimetri.
Hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas
Infus intravena disimpan dalam wadah dosis tunggal
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk
pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan
pengambilan isi dan pemberian sebesar 1 liter
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau
jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot
dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan
lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian,
pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut
dengan nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%)
dan Natrium Klorida (0,2%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, untuk
sediaan cair penandaan mencakup informasi sebagai berikut; persentase isi
atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang
ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik,
dapat dinyatakan dengan nama dan efek bahan tersebut.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
Label pada sediaan infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume sediaan.
Menurut FI IV, jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi
masing-masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm
miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket
disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus
diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total
dalam miliosmol per liter.
1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar Poliolefin
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk sediaan parenteral
volume besar karena sifatnya yang menguntungkan.
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu : Polipropilen, Polietilen, Kopolimer
antara propilen dan etilen.
Keuntungan Polipropilen:
Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165 C hingga dapat disterilkan
pada 116 C di otoklaf tanpa rusak.
Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada temperatur kamar.
Dapat dipakai untuk sediaan gas (aerosol) karena kristal polimernya membuat
plastik tahan terhadap tekanan.