Anda di halaman 1dari 61

apt. Fitria Ningsih, S.

Farm

STIKES ASSYIFA ACEH


Karena diberikan dalam jumlah besar, infus tidak ditambahan
bakteriostatik/pengawet untuk mencegah keracunan yang dapat
dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung. Larutan
untuk infus, diperiksa secara visibel pada kondisi yang sesuai adalah
jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak
menunjukkan adanya pemisahan fase
1. Secara intravena : infus intravena

2. Non intravena :
a) Larutan dialisis
contoh: Peritoneal Dialysis Solution, Hemodialysis
b) Larutan irigasi
contoh :
 Surgical Irrigating Solution (Splash Solution) = Sodium Chloride for Irrigation
 Urologic Irrigation Solution
 Glycine Solution
 Sorbitol Solution
 Urologic Solution G / Suby’s Solution
Tujuan Menggantikan cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh.
Ex: Sol. NaCl 0,9%, Sol Ringer Lactat (RL), Sol. Glukosa isotonis
Pemberian
Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia
Ex: larutan koloid PVP 3,5% (Polivinilpirolidon/povidon)

Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori


Ex: aminovel 600, aminovel 1000, aminofusin 600, aminofusin 850, aminofusin
1000

Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus jika tidak dapat
disuntikkan secara biasa
Ex: obat antikanker, antibiotik, anestetik, hormom yang larut dalam air, vitamin
Kriteria Injeksi Infus Intravena
pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma, elektrolit, darah, dll.
Memberikan tambahan kalori
Volume Antara 1 ml – 10 ml > 10 ml, bisa sampai beberapa liter
Metode pemberian suntikan tetesan
Alat Alat suntik Peralatan infus
Lama pemberian Sebentar, biasa 1 menit ( maks 15- Lama, bisa beberapa jam
20 menit)
Pembawa Air, gliserin, etanol, propilenglikol, Hanya air
minyak lemak, etil oleat, dll
Isohidris Sedapat mungkin Harus
Isotonis Sedapat mungkin Harus
Isoionis Tidak selalu Harus
Kriteria Injeksi Infus Intravena

Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk larutan yang mengandung
molekul koloid seperti dekstran, gelatin, PVP, dll)

Bebas Pirogen Tidak selalu Harus

Isoion Tidak penting Pada beberapa infus harus diperhatikan

Kemasan Wadah tunggal atau ganda (vial, Wadah tunggal (botol infus/ flakon)
ampul)

Larutan dapar Boleh menggunakan dapar Tidak boleh menggunakan dapar

Catatan: Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak
dianjurkan karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus).
Syarat Harus steril, harus memenuhi syarat uji sterilitas yang
tertera pada uji keamanan hayati
Infus
Intravena Bebas pirogen, untuk sediaan > 10 ml memenuhi syarat
uji pirogenitas yang tertera pada uji keamanan hayati

Sebisa mungkin isotonis

Isohidris

Volume netto/ volume terukur tidak kurang dari nilai


norminal

Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal


Syarat Jika bentuk emulsi, dibuat dengan air sebagai
Infus fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 5
Intravena µm.

Tidak boleh mengandung bakterisida dan zat


dapar
Harus jernih dan bebas partikel

Bentuk emulsi jika dikocok harus tetap homogen


dan tidak menunjukkan pemisahan
Syarat Penandaan: etiket pada larutan yang diberikan secara i.v
Infus untuk melengkapi cairan, makanan bergizi, atau
elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik,
Intravena disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya.
Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam
monografi masing-masing, pada etiket hendaknya
disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter

Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah.


Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi
keseragaman volume. Dimana volume isi netto tiap
wadah harus sedikit berlebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera
dalam daftar di bawah ini:
Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml
1 ml 0,1 ml 0,15 ml
2 ml 0,15 ml 0,25 ml
5 ml 0,3 ml 0,5 ml
10 ml 0,5 ml 0,7 ml
20 ml 0,6 ml 0,9 ml
30 ml 0,8 ml 1,2 ml
50 ml atau lebih 2% 3%
Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas
pirogen karena :
 Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus
intravena)
 Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan
irigasi)
 Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
 Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)
KEUNTUNGAN
1) Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat,
seperti pada keadaan gawat.
2) Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja
sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan
menerima pengobatan melalui oral.
3) Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur
KERUGIAN:
1) Ada kemungkinan terjadinya komplikasi seperti :
 Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah),
 Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan),
 Hipersensitivitas ,
 Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar),
 sepsis (infeksi bakteri sistemik),
 Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan
jarum pada dinding vena)
2) Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
3) Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
4) Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis
bebas partikel).
1) Terapi pemeliharaan
 Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak lebih
lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi. Bila penderita
dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka digunakan larutan
sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya.
 Pada keadaan dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa minggu
atau lebih, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah
protein hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.
2) Terapi pengganti
Pada keadaan terjadi kehilangan banyak air dan elektrolit seperti diare berat/muntah, mula-mula
dpt diberikan larutan parenteral dalam jumlah yang lebih besar dari yang lazim kemudian diberikan
terapi pengganti.
3) Kebutuhan air
 Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari disamping
kebutuhan air untuk pemeliharaan.
 Karena pemberian air secara intravena dapat menyebabkan hemolisis osmotik sel darah
merah, dan karena penderita yang menerima air umumnya memerlukan nutrisi atau elektrolit,
maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai larutan yang mengandung dextrosa
atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang cukup untuk mencegah sel darah
merah pecah.
4) Kebutuhan elektrolit
 Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap
harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung
40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan.
 Natrium merupakan kation utama ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr
NaCl). Tubuh dapat menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam
makanan. Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap harinya
akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti
kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak
dibutuhkan selama terapi parenteral jangka pendek.
5) Kebutuhan kalori
Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk memperkecil
kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami terapi penggantian atau
pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi ketosis& kerusakan protein.
6) Hiperalimentasi parenteral
Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup untuk sintesis
jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein jangka panjang
lewat intravena yang mengandung dextrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit, vitamin,
dan pada beberapa keadaan mengandung insulin.
7) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.
8) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral
(TPN=Total Parenteral Nutrition).
9) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
10) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
11) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
12) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal
1) Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2) Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular
3) Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4) Perlunya respon yang cepat
5) Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
6) Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
7) Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
8) Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus
menerus
9) Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
10) Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
 Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum
digunakan dan relevan secara klinik adalah parameter aktivitas
osmotik yg dinyatakan dalam terminologi osmolalitas (jumlah
osmol zat terlarut per kg pelarut (mosmol/kg)), osmolaritas
(jumlah osmol zat terlarut perliter larutan (mosmol/liter)), dan
isotonisitas.
 Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau
miliosmol.
 Osmolalitas kurang lebih sama dgn osmolaritas pada larutan encer
tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280-295
mosmol/kg. Larutan yang isoosmotik memiliki osmolalitas sama
dengan osmolalitas normal plasma.
 Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena.
Infus isotonik termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5%, dan
campuran NaCl 0,18% dan glukosa 4%. Larutan-larutan ini ideal untuk
pemberian perifer, walaupun pemberian berlebih infus isoosmotik NaCl 0,9%
dapat menyebabkan peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat
menyebabkan berlebihnya cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien
manula dan anak kecil.
 Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa
disesuaikan atau diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa
agar diperoleh larutan isotonis. Ada beberapa perkecualian, misalnya
penggunaan larutan NaCl 0,45% (154 mosmol) yang digunakan untuk
penanganan dehidrasi khususnya pada pasien diabetes. Jika larutan hipotonis
berlebihan maka sel darah merah akan menggembung hingga akhirnya pecah
(hemolisis). Infus yang hipertonik/hiperosmosis dapat menyebabkan iritasi
jaringan, nyeri saat injeksi, phlebitis,sampai nekrosis jika diberikan melalui
rute periferal.
 Sebenarnya, aturan umum untuk larutan dengan osmolaritas > 800 osmol harus
diberikan via central line dimana aliran darah cukup cepat untuk memastikan
pengenceran larutan infus secara cepat pula.
 Contoh paling umum dari larutan hiperosmolar yang diberikan kepada pasien
adalah TPN. Namun karena kebutuhan penggantian central catethers dan
adanya resiko lain terkait infeksi, maka larutan hiperosmolar ini diberikan
lebih sering melalui pembuluh darah perifer. Resiko flebitis atau kerusakan
pembuluh darah dapat dikurangi dengan penambahan heparin dan
hidrokortisone pada kantung TPN dan dengan menempatkan patch distal
gliseril trinitat pada sisi pemberian. Cairan hiperosmotik/hipertonis seperti
Sodium Bicarbonat 8,4% seharusnya diencerkan sebelum pemberian dan
dialirkan secara lambat (lebih umum digunakan sodium bicarbonat 4,2 % untuk
mencegah metabolic acidosis).
1. Macam metode pemberian
Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan pencapaian kadar obat
dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang dapat timbul karena pemberian obat.
 Terapi kontinu
a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan-lahan ke dalam
vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi obat dan cairan,
secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.
b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua wadah cairan
infus
 Terapi periodik
a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II diinjeksikan
ke karet pada sistem jarum infus I.
b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus),larutan obat diinjeksikan secara
langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.
2. Laju pemberian
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga menimbulkan
respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak tepat akan dapat membahayakan
pasien, antara lain
a) Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik
b) Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis
c) Infiltrasi yang rumit
d) Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal dan jantung
e) Menyebabkan speed shock
f) Menimbulkan masalah metabolisme

 Jika laju injeksi larutan hipertonik terlalu cepat, dapat mempengaruhi sistem sirkulatori dan
respiratori. Tekanan darah dapat menurun, pendangkalan pernapasan, gagal jantung, edema
pulmoner
 Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta
komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien
untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.
 Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl
fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat
hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap
8 jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)
laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
 Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 30
tetes/menit.
 Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan mengalir,
wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung 3 kaki di atas pasien. Cairan mulai
mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke dalam wadah
(untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke dalam wadah).
Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke dalam drip
chamber.
Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml
yang dihasilkan oleh infus administration set.
Misal: diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :
 untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit
1000 𝑚𝑙 𝑥 10 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙
Laju = =20,8 tetes/menit ~ 21 tetes/mnt
480 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

 untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam


50 𝑚𝑙 𝑥 10 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙
Laju = = = 8,3 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑛𝑡 ~ 8 tetes/mnt
600 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠


Jumlah tetes/menit =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
R/ Zat berkhasiat
Zat Tambahan (Pengisotonis, Adjust pH)
Zat Pembawa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan infus
parenteral :
1. Parameter Fisioligi
Kebutuhan Anion dan Kation tubuh
Beberapa komponen yang menunjang fisiologi tubuh dapat
diberikan dalam bentuk sediaan parenteral volume besar yaitu air,
elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin, dan mineral.
Dengan cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka
kesehatan tubuh akan cepat tercapai.
Kebutuhan anion dan kation tubuh
 Osmosis adalah besar difusi cairan dari tempat berkonsentrasi zat rendah (encer)
ke tempat berkonsentrasi zat tinggi (kental).
 Membran sel relatif impermeable terhadap zat terlarut tapi sangat permeable
terhadap air, maka air akan berdifusi melintasi membran sel menuju daerah
dengan konsentrasi zat terlarut tinggi (kental).
 Besar tekanan yang harus diberikan untuk mencegah osmosis akhir melalui
membran disebut tekanan osmotik.
 Tekanan osmotik berbanding terbalik dengan konsentrasi air.
 Ion utama dalam cairan ekstraselular adalah Na+ , Cl- , HCO3- => berperan
dalam mengendalikan volume cairan tubuh total.
 Ion utama dalam cairan intraselular adalah K+ , HPO4 - => berperan penting
dalam menentukan volume sel.
2. Faktor Fisikokimia
1) Kelarutan
 Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat sediaan
parenteral volume besar mudah larut, jadi kelarutan tidak menjadi
hambatan.
 Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan
parenteral volume besar dipakai sebagai pembawa obat lain, atau
terjadinya kristal pada beberapa zat (cth : manitol 13 g dlm 100 ml
air pd suhu <14ºC maka cendrung mengendap sehingga membentuk
kristal)
2) pH
pH perlu diperhatikan karena:
a. Berpengaruh pada tubuh terutama darah
pH darah normal adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume
besar mempunyai pH di luar batas tersebut akan menyebabkan masalah pada
tubuh.
Obat-obat suntik sebaiknya mempunyai pH yang mendekati pH fisiologi 7,4
yang berarti isohidris dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Tetapi dalam
pelaksanaannya hal ini sulit karena kebanyakan obat pada pH ini tidak stabil.
b. Berpengaruh pada kestabilan obat
Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan injeksi adalah untuk
mempertinggi stabilitas sehingga obat-obat tersebut tetap mempunyai
aktivitas dan potensi, jadi bukan untuk membuat pH larutan tersebut
mendekati pH fisiologi tetapi bila hal ini bisa maka akan lebih baik.
c. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.
Pengaturan pH sangat penting artinya dalam mempersiapkan sediaan
farmasi terutama sediaan parenteral. Dengan pengaturan pH dpt
dicegah kemungkinan yang merugikan & diperoleh beberapa keuntungan
sbb:
1. menjamin stabilitas larutan obat suntik
2. mencegah perubahan warna dari larutan obat suntik
3. mengurangi sifat merangsang dari bahan berkhasiat
4. mendapatkan efek terapi yang optimal dalam pengobatan
5. menghindari kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi sediaan yang telah
selesai.

Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak boleh mengandung


bakterisida dan zat dapar
3) Pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi
dapat juga dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau
dikombinasi dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh
lebih besar dari 0,1 µm.
4) Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat misalnya vitamin harus
disimpan dalam wadah terlindung dari cahaya atau larutan mengandung
dekstrosa dengan kadar tinggi harus terlindung dari suhu yang tinggi.
5) Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral
volume besar, seperti gelas, plastik, dan tutup karet. Harus diusahakan
kemasan tidak mempengaruhi kestabilan obat untuk sediaan parenteral volume
besar.
3. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar
Bahan penambah seperti dapar, antioksidan, komplekson jarang
ditambahkan pada sediaan parentaral volume besar.
1. Pembawa yang digunakan dalam infus adalah air.
 Air untuk injeksi (Water for Injection/WFI) adalah air yang dimurnikan dengan
destilasi atau reversed osmosis atau proses pemurnian yang sama atau lebih
baik dari destilasi yang menghilangkan bahan kimia dan mikroorganisme.
Tidak mengandung substansi tambahan lain.
 Air steril untuk injeksi (Sterile Water for Injection) merupakan Air untuk
injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan
 Proses sterilisasi dari Sterile WFI bisa dengan cara destilasi ataupun reversed
osmosis.
 Air untuk injeksi ada dua bagian yaitu air untuk injeksi dalam “bulk” dan air
steril untuk injeksi. Air untuk injeksi dihasilkan dengan cara destilasi.
 Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
 Kelarutan : bercampur dengan banyak pelarut polar
 Stabilitas dan kondisi penyimpanan : secara kimia, air stabil dalam semua
bentuk fisik (es, cair, dan uap). Air untuk tujuan khusus harus disimpan dalam
wadah yang sesuai. Air untuk injeksi disimpan dalam wadah tertutup rapat
bersegel. Sistem distribusi dan penyimpanan harus dipastikan bahwa air dijaga
terhadap kontaminasi ion dan organik. Sistem tersebut harus juga dijaga
terhadap kontaminasi fisik dari partikel asing dan mikroorganisme, selain itu
juga pertumbuhan mikroba dapat dicegah dan diminimalisasi.
 Inkompatibilitas : pada formulasi farmasetik, air dapat bereaksi dengan obat
atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis (dekomposisi karena adanya air
atau lembab) di lingkungan dan menurunnya temperatur. Air dapat bereaksi
keras dengan logam-logam alkali dan secara cepat dengan logam-logam alkali
dan oksidanya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi
dengan garam-garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai
komposisi, dengan material organik tertentu, dan kalsium “carbide”.
2. Zat Pengisotonis
 NaCl (Natrii Chloridum, Sodium Chloride)
• Fungsi : Bahan pengisotonis. Untuk menghasilkan larutan isotonis dalam sediaan intravena atau
sediaan untuk mata diperlukan konsentrasi sampai 0,9%.
• Pemerian: serbuk kristal putih atau kristal tidak berwarna, dan memiliki rasa asin.
• pH : 6,7 – 7,3 (larutan jenuh)
• Osmolaritas : 0,9% b/v larutan encer iso-osmotik dengan serum
• Kelarutan (20 °C): dalam etanol 95% (1 dalam 250), dalam gliserin (1 dalam 10), dalam air (1
dalam 2,8 dan 1 dalam 2,6 (100 C)). Kelarutan: mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut
dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanoll
• Stabilitas dan kondisi penyimpanan : larutan NaCl encer stabil tapi mungkin menyebabkan
pemisahan partikel gelas pada tipe wadah gelas tertentu. Larutan encernya disterilkan dengan
autoklaf atau dengan cara filtrasi. Material bentuk padatnya stabil dan seharusnya disimpan dalam
wadah tertutup baik, di tempat dingin dan kering.
• Inkompatibilitas : Larutan NaCl encer korosif terhadap besi, bereaksi membentuk endapan dengan
perak, timah hitam, dan garam-garam raksa. Bahan-bahan pengoksidasi kuat membebaskan Cl dari
larutan NaCl yang diasamkan. Kelarutan metil paraben sebagai antimikroba berkurang dalam
larutan NaCl dan viskositas gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau hidroksipropil
selulosa menurun dengan penambahan NaCl.
Glucosum/ Dextrose
 Fungsi : bahan pengisotonis, terapetik agent (sebagai sumber karbohidrat
dalam regimen nutrisi parenteral)
 pH : 3,5-5,5 (20%b/v larutan encer)
 Pemerian: tidak berbau, rasa manis, kristal tidak berwarna atau sebagai
kristal putih atau serbuk granular.
 Osmolaritas : 5,51% b/v larutan encer iso-osmotik dengan serum. Walaupun
demikian, tidak isotonis karena dextrose dapat melewati membran sel darah
merah dan dapat menyebabkan hemolisis
 Kelarutan (20 C): dalam kloroform praktis tidak larut, dalam etanol 95% (1
dalam 60), dalam eter praktis tidak larut, dalam gliserin larut, dalam air (1
dalam 1) Kelarutan: mudah larut dalam air; sangat mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam etanol
 Stabilitas dan kondisi penyimpanan: dekstrosa mempunyai stabilitas yang baik di bawah
kondisi penyimpanan kering. Larutan encernya dapat disterilisasi dengan autoklaf.
Walaupun demikian, pemanasan yang berlebih dapat menyebabkan penurunan pH dan
karamelisasi larutan (terbentuknya karamel). Material ruahan (bulk) seharusnya
disimpan dalam wadah tertutup baik, ditempat yang dingin dan kering.
 Inkompatibilitas : larutan dekstrosa inkompatibel dengan sejumlah obat seperti
cyanocobalamin, kanamycin sulfat, novobiocin sodium, dan warfarin sodium.
Erythromycin gluceptate tidak stabil dalam larutan dextrose pada pH kurang dari 5,05.
Dekomposisi vitamin B-kompleks dapat terjadi jika dipanaskan dengan dextrose. Dalam
bentuk aldehid, dextrose dapat bereaksi dengan amin, amida, asam amino, peptida, dan
protein. Pembentukan warna coklat dan dekomposisi dapat terjadi dengan alkali kuat.
 Safety : Larutan dextrose dengan konsentrasi lebih dari 5 % b/v adalah hiperosmotik dan
dapat menyebabkan iritasi pembuluh darah lokal setelah pemberian secara iv.
Thrombophlebitis juga diamati setelah pemberian infusi iv dari larutan dextrose
isoosmotik dengan pH yang rendah, kemungkinan disebabkan oleh adanya produk
degradasi yang terbentuk oleh panas yang berlebih selama sterilisasi. Insiden phlebitis
dapat dikurangi dengan penambahan Na bicarbonat yang cukup untuk meningkatkan pH
dari infus menjadi di atas 7.
1. Penyiapan ruangan
Ruangan disterilisasi dengan penyinaran lampu ultraviolet selama 24 jam.
2. Alat yang Digunakan
Pembuatan infus membutuhkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen. Gelas piala yang
digunakan dikalibrasi dulu sesuai dengan volume larutan yang dibuat.
Kemasan : Flakon ….. mL (sesuai kebutuhan)
3. Prosedur
1) Tara botol infus R ml (dilakukan sebelum sterilisasi botol infus)
2) Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (penimbangan dilebihkan 10 %) dan zat tambahan lain
(jika ada)
3) Zat aktif dimasukkan ke dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi sejumlah volume infus
yang akan dibuat
4) Tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk membilas kaca arloji (begitu
pula dengan zat tambahan)
5) Karbon aktifyang telah ditimbang sebanyak 0,1 % b/v, masukkan ke dalam larutan.
Tambahkan aqua pro injeksi hingga ¾ volume batas.
6) Ukur pH larutan. Adjust misal dengan NaOH atau HCL 1 N.
7) Genapkan volume dengan Aqua PI
8) Gelas piala ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk
9) Panaskan larutan pada suhu 60-70ºC selama 15 menit (waktu dihitung setelah dicapai suhu
60- 70ºC) sambil sesekali diaduk. Cek suhu dengan termometer.
10) Siapkan Erlenmeyer steril bebas pirogen, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah
terlipat dan telah dibasahi air bebas pirogen.
11) Saring larutan hangat-hangat ke dalam Erlenmeyer
12) Tuang larutan ke dalam kolom melalui saringan G5 /G3 dengan bantuan pompa penghisap
(poripori kertas Whattman 0,45 µm)
13) Filtrat dari kolom ditampung ke dalam botol infus steril yang telah ditara.
14) Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne
15) Sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit
16) Sediaan diberi etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat
Catatan :
 Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan
dahulu eksipien masing2 baru ditambahkan ke dalam larutan stok
 Air bebas pirogen dibuat sebelumnya untuk menggenapkan sediaan
=>Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100°C
selama 15 menit, diaduk, kemudian saring panas-panas dengan
kertas saring lapis ganda
 Pembuatan aqua bidestilata yang telah dididihkan 30 menit dari air
mendidih, kemudian didinginkan dan digunakan sebagai pembawa
larutan infus yang mengandung air. Jika diperlukan bebas oksigen
maka air tersebut didinginkan sambil dialiri gas nitrogen
PROSEDUR SKALA INDUSTRI :
1) Dalam container bersih, larutkan zat aktif larut air dengan air untuk injeksi
(aqua pro injeksi)
2) Siapkan mixing tank sesuai dengan volume batch yang akan dibuat
3) Masukkan (1) ke dalam (2), aduk dengan kecepatan dan waktu tertentu
(validasi)
4) Dalam container bersih lain dilarutkan NaCl/ pengisotonis dengan aqua pro
injeksi, lalu dialirkan ke dalam (2), bilas wadah container dengan aqua pro
injeksi
5) Tambahkan ke dalam (2) bahan untuk pengisotonis (HCl atau
NaOH) jumlahnya telah divalidasi
6) Tambahkan aqua pro injeksi ad…liter, aduk lagi dengan kecepatan dan waktu
tertentu (validasi)
7) Sampling QC (in prosess Control) misal pH, kadar dll (sesuai dengan syarat
monografi sediaan)
8) Proses filtrasi 2x dengan membran milipore 1.3 dan 0.22 m
9) Proses pengisian wadah, selama pengisian dilakukan IPC (misalnya
keseragaman volume, kejernihan dan warna)
10) Disterilisasi akhir (jika sterilisasinya memakai uap panas)
11) Pengujian sediaan akhir (disebutkan uji apa saja yang tertera dalam syarat
monografi dan persyaratan produsen)
12) Botol diberi kelengkapan penandaan sediaan, meliputi register, batch dan
tanggal kadaluarsa untuk etiket kemasan primer. catatan : aqua pro
injeksinya sudah harus bebas pirogen
EVALUASI DALAM PROSES (IPC)
1. Uji Kejernihan dan Warna
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor.
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari
samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar
belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
2. Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran beda potensial diantara kedua elektroda pada cairan uji menggunakan
potensiometri (pH meter) yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur
harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan
elektrode pembanding yang sesuai.
Hasil :pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan.
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Tujuan : menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
Prinsip: prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan cahaya
dan pengumpan sampel, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan, maka
dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori.
Hasil:
Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang
terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan
partikel kumulatif rata-rata per ml.
Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat, jika partikel yang ada (nyata atau
menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai
dengan yang tertera pada FI IV
Evaluasi Sediaan Akhir
A. Evaluasi Fisik
1. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Tujuan : menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
Prinsip: prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan cahaya dan
pengumpan sampel, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan, maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan partikulat
subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori.
Hasil:
Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang terkumpul
pada penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif
rata-rata per ml.
Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat, jika partikel yang ada (nyata atau menurut
perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai dengan yang
tertera pada FI IV
2. Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran beda potensial diantara kedua elektroda pada cairan uji
menggunakan potensiometri (pH meter) yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang
sesuai.
Hasil :pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan.

3. Uji Kejernihan: Berdasarkan tutor,uji kejernihan untuk larutan steril adalah


dengan menggunakan latar belakang putih dan hitam di bawah cahaya
lampu untuk melihat ada tidaknya partikel viable.
4. Uji Kebocoran
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas & volume serta
kestabilan sediaan.
Prinsip :
Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih
panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan metilen biru
0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke
dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga
larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran,
maka kertas saring atau kapas akan basah.
Hasil : sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
(prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)
5. Uji Kejernihan dan Warna
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan
B. Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan
1. Identifikasi
2. Penetapan Kadar

C. Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
secara aseptik. Media yang digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein
Digest
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi
selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak absah maka dapat dilakukan uji
ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji aslinya
2. Uji Endotoksin Bakteri
Tujuan : mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat
dalam suatu sediaan.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL).
Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan fotometrik. Teknik Jendal
Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari zat uji dengan
enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit endotoksin FI. Teknik
fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan
kekeruhan.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci
dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu
tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila tak
seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih.
Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°atau lebih lanjutkan
pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari
8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5°atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
4. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik)
Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap
mikroba.
Prinsip : penetapan dengan lempeng silinder atau “cawan” dan penetapan
dengan cara “tabung” atau turbidimetri.
Hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas
 Infus intravena disimpan dalam wadah dosis tunggal
 Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk
pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan
pengambilan isi dan pemberian sebesar 1 liter
 Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau
jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot
dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan
lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian,
pengemasan, dan penandaan.
 Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut
dengan nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%)
dan Natrium Klorida (0,2%).
 Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, untuk
sediaan cair penandaan mencakup informasi sebagai berikut; persentase isi
atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang
ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik,
dapat dinyatakan dengan nama dan efek bahan tersebut.
 Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
 Label pada sediaan infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume sediaan.
 Menurut FI IV, jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi
masing-masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm
miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket
disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus
diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total
dalam miliosmol per liter.
1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar Poliolefin
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk sediaan parenteral
volume besar karena sifatnya yang menguntungkan.
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu : Polipropilen, Polietilen, Kopolimer
antara propilen dan etilen.
Keuntungan Polipropilen:
 Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165 C hingga dapat disterilkan
pada 116 C di otoklaf tanpa rusak.
 Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada temperatur kamar.
 Dapat dipakai untuk sediaan gas (aerosol) karena kristal polimernya membuat
plastik tahan terhadap tekanan.

Contoh lain: Polivinil Klorida (PVP)


2. Wadah Gelas
Gelas Borosilikat (tipe I)
Wadah gelas borosilikat mengandung Na2O pada jumlah kecil, sedang
kandungan Al2O3 sangat tinggi. Oleh karena itu daya tahan kimia gelas tipe I
sangat tinggi, yaitu tahan terhadap produk alkali, terutama disebabkan oleh
kandungan Al2O3 yang tinggi. Pemberian B2O3 akan membantu proses
pelelehan karena hanya digunakan Na2O dalam jumlah kecil.
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial,
ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan
parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai
(disposable one-trip glass syringe).
 Infus Glukosa 5% / Dekstrosa 5%
 Ringer Injection
 Ringer Irrigation
 KA-EN 1B Otsuka
 KA-EN 3A Otsuka

Anda mungkin juga menyukai