Anda di halaman 1dari 27

apt. Fitria Ningsih, S.

Farm

STIKES ASSYIFA ACEH


adalah sediaan yang mengandung imonuglobulin khas yang
diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian

Imunoserum mempunyai kekuatan khas mengikat venin atau


toksin yang dibentuk oleh bakteri, atau mengikat antigen bakteri,
antigen virus, atau antigen lain untuk pembuatan sediaan
 pH : Antara 6,0 sampai 7,0.
 Fenol : imunoserum yang mengandung
 Protein total : tidak lebih dari 17% fenol sebagai pengawet tidak lebih
dan 0,25%
 Albumin : kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, jika ditetapkan  Toksisitas abnormal : Memenuhi syarat
secara elektroforesis, imunoserum Uji Reaktivitas secara Biologi invivo
menunjukkan tidak lebih dari  Sterilitas : Memenuhi syarat Uji
sesepora protein yang mempunyai Sterilitas
mobilitas albumin
 Potensi : Lakukan penetapan potensi
 Protein asing : jika ditetapkan
dengan membandingkan terhadap baku
dengan uji pengendapan menggunakan metode seperti yang
menggunakan imunoserum khas, tertera pada masing-masing monografi.
hanya mengandung protein gelur Hasil dinyatakan dalam unit per ml.
hewan yang digunakan
1. Imunoserum cair 2. Imunoserum kering beku
 Hampir tidak berwarna  Berupa padatan atau
atau berwarna kuning serbuk warna putih kuning
pucat, tidak keruh dan pucat, mudah larut dalam
hampir tidak berbau air membentuk larutan
kecuali bau pengawet anti tidak berwarna atau warna
mikroba yang kuning pucat dan tidak
ditambahkan mempuyai sifat sesuai
dengan sediaan cair
1. Imunoserum Botulinum (Antitoksin Botulinum)
 Imunoserum Botulinum adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik
khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin yang dihasilkan
oleh Clostridium botulinum tipe A, B dan B atau campunan dari tipe A, B dan
E.
 Potensi tidak kurang dari 500 unit per ml masing-masing untuk tipe A dan B
dan tidak kurang dari 50 unit per ml untuk tipe E.
 Identifikasi : Dapat menetralkan secara spesifik dan mengurangi bahaya
toksin yang dihasilkan oleh sate tipe atau beberapa tipe Clostridium
botulinum yang tentera pada etiket, pada hewan yang peka.
 Toksin botulinum tipe A menghambat
transmisi neuromuskuler dengan
berikatan di akseptor pada terminal saraf
motorik, memasuki terminal saraf, dan
menghambat pelepasan neurotransmiter
asetilkolin.
 Komposisi: Setiap vial mengandung toksin
botulinum tipe A 50 U dan 100 U.
 Sediaan: Serbuk liofilisasi steril dalam
vial.
 Indikasi: Untuk menangani strabismus,
blefarospasme yang terkait dengan
distonia, termasuk blefarospasme jinak,
dan kejang hemifasial pada pasien usia
12 tahun ke atas.
 Penyimpanan: Simpan produk dalam
freezer atau antara 2 - 8°C
2. Imunoserum Difteri (Antitoksin Difteri)
 Imunoserum Difteni adalah sediaan yang mengandung globulin
antitoksin khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan
toksin Corynebacterium diphtheriae.
 Potensi tidak kunang dari 1000 unit per ml untuk imunoserum
dari serum kuda, tidak kurang dari 500 unit per ml untuk
imunoserum dari jenis lain.
 Identifikasi : mempunyai aktivitas khas menetralkan toksin
Corynebacterium diphtheri dan tetap tidak berbahaya bagi
hewan yang peka
 Serum Anti Difteri (BioSAVE) 20.000 IU
adalah antisera murni yang dibuat dari
plasma kuda yang dikebalkan terhadap
difteri serta mengandung fenol sebagai
pengawet, berupa cairan bening
kekuningan.
3. Imunoserum Tetanus (Antitoksin Tetanus)
 Imunoserum Tetanus adalah sediaan yang mengandung globulin
antitoksik khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan
toksin Clostridium tetani.
 Potensi tidak kurang dari 1000 unit per ml untuk dosis
pencegahan dan tidak kurang dari 3000 unit per ml untuk dosis
pengobatan.
 Identifikasi : mempunyai aktivitas khas menetralkan toksin
Clostridium tetani dan tetap tidak berbahaya bagi hewan yang
peka
 Serum Anti Tetanus adalah
antisera yang dibuat dari
plasma kuda yang dikebalkan
terhadap tetanus, serta
mengandung fenol sebagai
pengawet, berupa cairan bening
kekuningan.
4. Imunoserum Antirabies (Antitoksin Rabies)
 Imunoserum Antirabies adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas
rabies yang dapat menetralkan virus rabies
 Identifikasi : mempunyai aktivitas khas menetralkan virus rabies dan tetap tidak
berbahaya bagi hewan yang peka
4. Imunoserum Antibisa Polivalen (Antibisa ular)
 Merupakan larutan steril yang mengandung globulin dengan zat khas yang dapat
menetralkan bisa Ankystrodon rhodostoma, Bungarus fasciatus, Naja sputatrix

• Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah antisera


murni yang dibuat dari plasma kuda yang
memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang
bersifat neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja
sputatrix - Ular Kobra, Bungarus fasciatus - Ular
Belang) dan yang bersifat hemotoksik
(ular Agkistrodon rhodostoma - Ular Tanah) yang
banyak ditemukan di Indonesia, serta
mengandung fenol sebagai pengawet.
• Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan
bening kekuningan
 Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang diimunisasi dengan
penyuntikan toksin atau taksoid, venin, suspensi mikroorganisme
atau antigen lain yang sesuai.
 Selama imunisasi hewan tidak boleh diberi penisilin.
 Imunoglobulin khas diperoleh dari serum yang mengandung
kekebalan dengan pengendapan fraksi dan perlakuan dengan
enzim atau dengan cara kimia atau fisika.
 Imunoserum dapat ditambahkan pengawet antimikroba yang
sesuai dan ditambahkan serba sama bila sediaan dikemas dalam
dosis ganda.
 Sediaan akhir steril dibagi secara aseptik dalam wadah steril dan
ditutup kedap untuk menghindani kontaminasi.
 Alternatif lain, setelah sediaan dibagikan dalam wadah steril dapat
dibeku keringkan untuk mengurangi kadar air hingga tidak lebih dari
1,0% b/b. Kemudian wadah ditutup kedap dalam hampa udara atau
diisi gas nitrogen bebas oksigen atau gas inert lain yang sesuai sebelum
ditutup kedap; pada setiap kasus wadah ditutup kedap sedemikian
rupa untuk meniadakan kontaininasi.
 Imunoserum direkonstitusi segera sebelum digunakan.
 Imunoserum yang diperoleh dengan perlakuan enzim dan pengendapan
fraksi paling stabil pada pH 6,0.
 Metode pembuatan imunoserum sedemikian rupa sehingga kehilangan
aktivitas tidak lebih dari 5% per tahun bila disimpan pada pH 6,0 pada
suhu 20°C dan tidak lebih dari 20% per tahun bila disimpan pada
suhu37°C.
1. Uji bebas dari partikel asing
Partikel asing ini biasa merupakan bahan bergerak yang tidak larut dan secara
tidak sengaja terdapat dalam sediaan parenteral.

Sumber yang dapat menghasilkan atau mengeluarkan partikel asing antara


lain.
Larutan dan zat kimia yang dikandung
Proses pembuatan dan variabel lain seperti lingkungan, alat dan personal
Komponen pengemas
Perangkat dan alat yang digunakan untuk menginjeksi sediaan parenteral
2. Uji bebas pirogen
Pirogen didefinisikan sebagai hasil metabolik dari mikroorganisme hidup atau mati
yang menyebabkan respon piretik spesifik pada penyuntikan(injeksi).

Pirogen yang terdapat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari :


Air yang dipakai sebagai solven
Wadah atau alat yang dipakai untuk pembuatan,pengemasan,penyimpanan atau
penggunaan
Bahan bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan/sediaan parenteral.

Pirogen dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi) atau di bakar. Pada
temperatur 250°C selama 30-45 menit atau 170 °C - 180 °C selama 4 jam
3. Uji Stabilitas
Stabilitas obat harus diperhatikan pada pembuatan obat sediaan steril. Obat
dalam larutan umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk padatnya sehingga
bahan-bahan tambahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas fisik
perlu dipilih
Untuk larutan, stabilitas fisik biasanya ditunjukkan dengan perubahan fisik selama
penyimpanan seperti terbentuknya endapan, perubahan warna.

4. Tonisitas
 Larutan harus bersifat isotonis
 Cara menghitung nilai isotonis (tonisitas) suatu larutan : penurunan titik beku
dan ekuivalensi NaCl

5. Uji pH
 Antara 6-7
Dalam wadah terhitung dari cahaya. Kecuali
dinyatakan lain, sediaan cair harus disimpan pada
suhu 2° sampai 8°, hindari pembekuan.
1. Jumlah minimum unit per ml
2. Dosis
3. Tanggal daluawarsa
4. Kondisi penyimpanan
5. Volume rekonstitusi untuk serbuk kering
6. Bahan tambahan
7. Nama spesies sumber imunoserum
 Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter).
Larutan tidak disuntikkan kedalam vena, tetapi digunakan di luar sistem
peredaran dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik
yang dipatahkan sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat.
 Fungsi larutan irigasi untuk merendam atau mencuci luka-luka sayatan bedah
atau jaringan tubuh dan dapat mengurangi perdarahan.
 Contoh : Larutan glycine 1,5% dalam 3 liter Larutan asam asetat 0,25% dalam
1-3 liter
 Larutan irigasi juga harus memiliki standar yang sama dengan larutan
parenteral, karena selama pemberian secara irigasi, sejumlah zat dari
larutan dapat memasuki aliran darah secara langsung melalui pembuluh
darah luka yang terbuka atau membran mukosa yang lecet
 Dapat melarutkan protein dan jaringan
 Isotonik nektrotik
 Steril  Mencegah pembentukan smear layer
 Tidak diabsorpsi atau mengatasi pembentukan akhirnya
 Tidak menjadi toxic lokal
 bukan larutan elektrolit
 Tidak memicu alergi dan tidak
 Tidak mengalami metabolisme karsinogenik
 Cepat diekskresi  Memiliki tegangan permukaan rendah
 Mempunyai tekanan osmotik diuretik untuk menjangkau area yang susah
diakses dengan alat seperti tubular
 bebas pirogen dentin
 Memiliki sifat disinfektan tinggi  Memiliki efek anti-bakterial jangka
panjang dan dapat mempertahankan
 Memiliki daya antimikroba spektrum keefektifannya dalam jaringan keras gigi
luas ketika dicampur bahan irigasi lain.
 Irigasi saluran akar adalah tindakan memasukkan cairan tertentu
bertujuan untuk membersihkan saluran akar dari dentin dan
jaringan pulpa nekrotik saat preparasi saluran akar.
 Irigasi merupakan proses penting dalam perawatan saluran akar
untuk mengeliminasi bakteri pada dinding saluran akar terinfeksi.
 larutan irigasi memiliki kemampuan melarutkan jaringan organik
dan anorganik, bersifat antibakteri, tidak merusak jaringan
periapikal, memiliki tegangan permukaan yang rendah,dan
memiliki aksi pembasahan.
 Macam-macam bahan irigasi yang digunakan dalam perawatan
saluran akar antara lain larutan salin (NaCl 0,9%), larutan anastesi,
sodium hipoklorit (NaOCl), klorhexidin 2%, EDTA, klorheksidin.
 NaOCl merupakan bahan irigasi utama dan sering digunakan
karena dianggap sebagai agen antimikroba yang efektif dan
dianggap sebagai pelarut organik yang sangat baik terhadap
jaringan vital dan jaringan nekrotik.
 Pada bahan irigasi salin memiliki kemampuan hanya sebatas
membersihkan debris sisa preparasi, tidak memiliki kemampuan
lainnya.
 Bahan irigasi EDTA yang memiliki sifat melarutkan dentin dan
mampu membantu dalam memperbesar saluran akar yang sempit.
 Bahan irigasi klorheksidin mampu membunuh bakteri dengan
konsentrasi 2%.
 Efek samping dari macam-macam bahan irigasi lainnya dapat
menyebabkan flareups atau rasa sakit.
 Sodium Klorida ( NaCl ) secara umum digunakan untuk irigasi (seperti irigasi
pada rongga tubuh, jaringan atau luka). Larutan irigasi NaCl hipotonis 0,45%
dapat digunakan sendiri atau tanpa penambahan bahan tambahan lain.
 Larutan irigasi glisin digunakan selama operasi kelenjar prostat dan prosedur
transuretral lainnya, untuk luka dan kateter uretra yg mengenai jaringan
tubuh harus disterilkan dengan cara aseptis.
 Larutan irigasi termasuk kedalam larutan elektrolit. Adapun fungsi dari
larutan elektrolit adalah untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan
jumlah normal elektrolit dalam darah.
 Larutan irigasi NaCl 0,45% hipotonis digunakan untuk dialisis sedangkan
larutan NaCl 0,9% digunakan untuk mengatasi iritasi pada luka.
1. NaCl digunakan karena larut dalam air. NaCl berfungsi sebagai zat aktif untuk
mengatasi iritasi luka.
2. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahanbahan
larut dalam air. Alasan pemilihan : Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif
dan zat-zat tambahan.
3. Dekstrose digunakan sebagai larutan pengisotonis dalam sediaan larutan irigasi.
4. Karbon aktif untuk menyerap pirogen

Anda mungkin juga menyukai