Anda di halaman 1dari 33

MAY

29

SEDIAAN STERIL

FORMULASI SEDIAAN STERIL


DEFENISI
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau bentuk
sporanya baik patogen atau nonpatogen.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup.
Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena
sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena
sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni
membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi
Sediaan steril secara umum adalah : sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas
dan bebas dari mikroorganisme

Sterilitas khusus ini disebabkan :


Metode, tempat atau saluran pemberiannya

Yang termasuk dalam sediaan steril antara lain sediaan parenteral volum besar, sediaan
parenteral volum kecil (injeksi), sediaan mata (tetes/salep mata)

INDIKASI UMUM
Berdasarkan penggunaan
a. Injeksi
Suatu larutan obat dalam pembawa yang cocok dengan atau tanpa bahan tambahan yang
dimaksudkan untuk penggunaan parenteral

b. Cairan Infus
Merupakan injeksi khusus karena cara pemberiannya dan volumenya besar Berguna untuk :
1. Nutrisi dasar, contoh : infus dekstrosa
2. Perbaikan keseimbangan elektrolit, contoh : infus ringer mengandung ion Na+, K+, Ca2+
dan Cl-
3. Pengganti cairan tubuh, contoh iInfus dekstrosa dan NaCl
4. Membantu diagnosis, contoh untuk penentuan fungsi ginjal : injeksi mannitol

c. Radiopharmaceutical
Suatu injeksi yang mengandung bahan radioaktif. Berfungsi untuk diagnosis dan pengobatan
dalam jaringan organ. Pembuatan dan penggunaannya berbeda dengan bahan obat biasa (non
radioaktif)

d. Zat Padat Kering Atau Larutan Pekat


Bahan yang tidak stabil dalam bentuk cair/lrt disimpan dalam bentuk zat padat kering yang
dilarutkan pada waktu akan digunakan. _ Jika bahan padat kering tidak mengandung dapar,
pengencer atau zat tambahan lain, dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai, memberikan
larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik. Sediaan diberi label obat
steril.
Contoh : Ampicillin Sodium Steril
Jika bahan padat kering mengandung satu atau lebih, dapar, pengencer atau zat tambahan
lain, sediaan diberi label obat suntik/injeksi. Contoh : Amphotericin B Injeksi

e. Larutan Irigasi
Persyaratan seperti larutan parenteral
Dikemas dalam wadah volume besar dengan tutup dapat berputar
Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, sayatan bedah atau jaringan/organ tubuh
Diberi label sama seperti injeksi.
Contoh : Sodium chlorida untuk irigasi, Ringers untuk irigasi, Steril water untuk irigasi
Label/etiket : “bukan untuk obat suntik”
f. Larutan Dialisis
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa toksis yang secara normal disekresikan oleh ginjal.
Pada kasus keracunan atau gagal ginjal atau pada pasien yang menunggu transplantasi ginjal,
dialysis adalah prosedur darurat untuk menyelamatkan hidup. Dialisis adalah proses, dimana
senyawa-senyawa dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam larutan berdasarkan perbedaan
kemampuan berdifusi lewat membran. Larutan yang tersedia di perdagangan mengandung
dekstrosa sebagai sumber utama kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan asam amino/peptida
sebagai sumber nitrogen.

g. Bahan Diagnostik
Diagnostik merupakan salah satu metode pemeriksaan dalam ilmu pengobatan pencegahan
(preventive medicine) penyakit infeksi, didasarkan atas reaksi antara suatu antibodi dengan
antigen yang bersangkutan. Untuk ini digunakan suntikan intrakutan diatas kulit (imunity
skin test) dengan suatu antigen dengan kadar serendah2nya yang masih memungkinkan
adanya reaksi.
Reaksi positip dalam bentuk semacam benjolan diatas kulit, menunjukkan bahwa tubuh sudah
mengandung antibodi tertentu. _ Hasil negatip, berarti tubuh tidak memiliki antibodi tsb, dlm
keadaan ini orang harus diberi vaksin untuk mengebalkan tubuh secara aktif
Reaksi TUBERKULIN, merupakan salah satu tes kekebalan yg terkenal untuk mendiagnosa
penyakit tuberculose (Mantoux skin test )
Zat-zat yang diberikan kepada pasien secara oral/parenteral untuk menentukan keadaan
fungsional dari suatu organ tubuh atau untuk membantu dokter menentukan diagnosa
penyakit dan juga digunakan dalam reaksi imunisasi
Contoh : Injeksi Evans Blue, yang digunakan dalam penentuan volume darah

h. Allergi Ekstrak (Ekstrak allergen)


Merupakan larutan pekat alergen steril untuk maksud diagnosis atau pengobatan reaksi alergi

i. Larutan, suspensi dan salep untuk mata


Obat-obatan dalam larutan atau suspensi yang diberikan dengan meneteskan ke dalam mata
termasuk sediaan steril, meskipun batasan steril biasanya tidak dimasukkan dalam pada
namanya, seperti : “Sulfacetamide larutan mata” atau Hydrocortison Acetat Suspensi mata.

j. Pelet steril atau implantasi subkutan


Pelet atau implan steril merupakan tablet berbentuk silindris, kecil, padat dengan diameter
lebih kurang 3,2 mm dan panjang 8 mm, dibuat dengan mengempa dan dimaksud untuk
ditanam subkutan (paha atau perut) untuk tujuan menghasilkan pelepasan obat terus menerus
selama jangka waktu panjang.3-5 bln. Obat antihamil dlm bentuk inplan dapat bekerja sampai
3 thn. (Implanon mengandung etonogestrel 68 mg/susuk KB). Menggunakan penyuntikan
khusus (trocar)/dengan sayatan digunakan untuk hormon yang kuat sampai 100x dari
pemakaian biasa (oral/parenteral). Pelet tidak boleh mengandung bahan pengikat, pengencer
atau pengisi yang ditujukan untuk memungkinkan seluruhnya melarut dari absorbsi pelet di
tempat penanaman.
Contoh : pelet estradiol, biasanya mengandung 10 dan 25 mg estrogen estradiol (dosis lazim
oral dan parenteral 250 mcg).

k. Antikoagulan
Larutan untuk mencegah pembekuan darah, butuh syarat seperti injeksi dan bebas pirogen.
Contoh : Larutan Natrium sitrat Steril, ACDP, Heparin, ACD

l. Sediaan vaksin
Merupakan produk biologi (pembantu diagnostik) untuk tujuan mencegah penyakit dan
pengobatan

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


Keuntungan sediaan parenteral:
1. Aksi obat lebih cepat
2. Cocok untuk obat inaktif jika diberikan oral
3. Obat yang mengiritasi bila diberikasn secara oral
4. Kondisi pasien (pingsan, dehidrasi) sehingga tidak memungkinkan obat diberikan secar oral.
5. Dapat digunakan secara depo terapi.
6. Kemurniaan dan takaran zat berkhasiat lebih terjamin.
Kerugian sediaan parenteral:
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukaar dilakukan pencegahan.
2. Secara ekonomi lebih mahal dibandingkan sediaan per oral
3. Risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dighilangkan
4. Cara pemberian lebih sukar, butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau
perawat.
Alasan obat dibuat sediaan parenteral:
1. Kadar obat sampai ke target
Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk
terapi.
2. Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
3. Jaminan dosis dan kepatuhan
Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4. Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa dipakai secara oral. Contoh:
amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).
5. Alternatif rute, jika tidak bisa lewat oral.
6. Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik.
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.
7. Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak saar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
8. Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntaber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera harus
dikembalikan
9. Efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal

Injeksi merupakan salah satu bentuk sediaan parenteral dimana memiliki :


1. Keuntungan
o Obat memiliki onset ( mulai kerja ) yang cepat
o Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
o Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
o Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan
o Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma
2. Kerugian
o Rasa nyeri saat disuntik, apalagi kalau harus diberikan berulang kali
o Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
o Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah
pemberian intravena
o Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau tempat praktek dokter oleh
dokter dan perawat yang kompeten.

RUTE PENGGUNAAN
Rute Pemberian
1. Intravena
Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonis dan
hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena
harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler
dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)


Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau
obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM
membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi
½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)
Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk) mendekati
kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat
ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)
Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara intramuskuler atau
intravena. Namun apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali
digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut
hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka
pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah
250 ml sampai 1 liter.

3. Pemberian Intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya terhitung
nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot yang
letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 sampai 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang
biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi
Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk
larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot
(im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan
pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau
bentuk suspensi ukuran partikel kurang
Pemberian obat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi biasanya
efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian lewat IV.
Syarat pemberian obat secara IM :
 Dapat berupa larutan, air, minyak, atau suspensi. Biasanya dalam bentuk air lebih cepat
diabsorbsi dari pada bentuk suspensi dan minyak.
 Dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam otot rangka
 Tempat penyuntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf- syaraf utama dan pembuluh-
pembuluh darah utama.
 Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan utnuk suntik IM, adalah seperempat
bagian atas luar otot gluteus max. pada bayi, daerah glutel sempit dan komponen utama
adalah lemak, Bukan otot
 Tempat suntikan lebih baik dibagian atas atau bawah deltoid, karena lebih jauh dari syaraf
radial.
 Volume yang umum diberikan IM, sebaiknya dibatasi maximal 5 mili, bila disuntikkan di
daerah glutel dan 2 ml bila di deltoid.

Beberapa contoh Injeksi:


 Injeksi Antibiotik untuk Meningitis
Meningitis merupakan peradangan meningen biasanya disebabkan bakteri atau
virus.Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini adalah antara lain : Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis.
Sedangkan virus yang dapat menyebabkan meningitis antara lain: virus coxsackie, virus
gondongan dan virus koriomeningitis limfositik.
Ampisilin merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
meningitis. Penggunaanya biasa dikombinasi dengan sulbaktam untuk meningkatkan
aktivitas nya. Dosis lazim yang digunakan adalah: 1,5 gr – 3gr kombinasi antara ampisilin
dengan sulbaktam dengan perbandingan 2:1. berdasarkan literatur 375 mg kombinasi tersebut
larut dalam 1 ml air. Sehingga bentuk sediaan yang dipakai adalah ampul rekonstitusi karena
ampisilin tidak stabil pada air pada waktu yang lama.
 Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam
Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk kering yang
baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat sebelum digunakan.
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering untuk suspensi oral adalah
obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti antibiotik tidak stabil untuk disimpan dalam
periode tertentu dengan adanya cairan pembawa air maka lebih sering diberikan sebagai
campuran serbuk keringuntuk dibuat suspensi pada waktu pada waktu akan diberikan. Alasan
pembuatan suspensi kering salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara
kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi.
Suspensi kering dibuat dengan granulasi maupun tanpa granukasi. Granulasi adalah suatu
metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki sifat alir serbuk.
Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :
 Dalam bentuk dan warana yang sedapat mungkin teratur
 Memiliki sifat alir yang baik
 Tidak terlalu kering
 Hancur baik dalam air
 Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan

 Injeksi Oxytocin (Intramuskular)


Oksitosin (ŏk'sĭ-tō'sĭn) (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada manusia
yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga
mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
Injeksi oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang sesuai, bahan yang mengandung
hormon polipeptida yang mempunyai sifat yang menyebabkan kontraksi otot rahim, otot
vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan sintesis atau diperoleh dari globus posterior
kelenjar pituitaria hewan peliharaan sehat yang biasa dimakan.
 Injeksi Vitamin C
Vitamin C tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi tertentu seperti
pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C pasien tersebut harus
segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu vitamin c dibuat dalam bentuk sediaan
injeksi. Injeksi intravena vitamin C dapat menyebabkan pusing dan pingsan, oleh sebab itu
vitamin C dibuat dalam bentuk injeksi intra muscular, walaupun pemberian secara IM akan
meninggalkan rasa sakit ditempat suntikan. Pemerian obat IM memberikan efek obat yang
kurang tepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan

4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara ini
berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan dengan
kemurniaannya yang sangat tinggi, karena daerah ini ada barier (sawar) darah sehingga
daerahnya tertutup.
Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai
tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena
gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien tegak.

5. Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat diabsorbsi.
Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan intradermal
6. Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian lebih kecil
dari sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat lambat.

7. Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal.
Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal
umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan
dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.
Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti
Label: kuliah TEKNOLOGI STERIL

0
Tambahkan komentar

Niken Prawesti

Farmasi yes.. twitter @prawesti_niken

Ig @ranprawest

 Klasik

 Kartu Lipat

 Majalah

 Mozaik

 Bilah Sisi

 Cuplikan

 Kronologis
1.
SEP

15

interaksi obat
A. Mekanisme terjadinya interaksi obat
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni 1) interaksi secara
farmasetik (inkompatibilitas); 2) interaksi secara farmakokinetik dan 3) interaksi secara
farmakodinamik.
1. Interaksi farmasetik:
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan
dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak
terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh:
interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5%
terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.
2. Interaksi farmakokinetika
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat
secara farmakokinetik yang terjadi pada suatuobat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku)
untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya
perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya,
interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H 2-bloker lainnya; interaksi oleh
terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui
beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum absorpsi; (2) terjadi perubahan pH
cairangastrointestinal; (3) penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan
flora usus dan (5) efek makanan. Interaksi yang terjadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi
contohnya adalah Obat-obat seperti digoksin, siklosporin, asam valproat menjadi inaktif jika
diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoal) atau anionic exchange resins (kolestiramin,
kolestipol).
Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal, misalnya peningkatan pH karena
adanya antasida, penghambat-H, ataupun penghambat pompa-proton akan menurunkan
absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi
obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan
gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim
aksetil dan sefpodoksim proksetil
Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal,
misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran cerna,
akan menurunkan bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya, fexofenadin)
jika diberikan bersama-sama. Pemberian digoksin bersama inhibitor transporter efflux pump
Pglikoprotein (a.l. ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma digoksin
sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blockade jantung derajat-3), menurunkan
ekskresinya lewat empedu, dan menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal.
Interaksi yang terjadipada proses distribusi.
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan
protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1)
obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan
memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat
ikatan (finding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk
menempati dan menjenuhkan binding-site nya. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser
warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 I/kg)
sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga
menghambat metabolisme warfarin dan tolbutamid.
Interaksi yang terjadi pada proses metabolism obat.
Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi) metabolisme, (2) induksi
metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah hepatik.
Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku
terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450
(CYP). Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat, antara lain: CYP2D6
yang dikenal juga sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama
yang diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine;
CYP3A yang memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang banyak digunakan dan terdapat
selain di hati juga di usus halus dan ginjal, antara lain dihambat oleh ketokonazol, itrakonazol,
eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon; CYP1A2 merupakan ezim pemetabolis penting di
hati untuk teofilin, kofein, klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti
siprofloksasin, fluvoksamin.
Interaksi inhibitor CYP dengan substratnya akan menyebabkan peningkatan kadar
plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga memungkinkan aktivitas substrat meningkat
sampai terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki. Berikut ini adalah contoh-contoh
interaksi yang melibatkan inhibitor CYP dengan substratnya:
 Interaksi terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5) dengan ketokonazol,
itrakonazol, etitromisin, atau klaritromisin (inhibitor poten CYP3A4/5) akan meningkatkan kadar
substrat, yang menyebabkan toksisitas berupa perpanjangan interval QT yang berakibat
terjadinya aritmia ventrikel (torsades de pointes) yang fatal (cardiac infarct).
 Interaksi triazolam, midazolam (substrat) dengan ketokonazol, eritromisin (inhibitor) akan
meningkatkan kadar substrat, meningkatkan bioavailabilitas (AUC) sebesar 12 kali, yang
berakibat efek sedasi obat-obat sedative diatas meningkat dengan jelas.
Induktor atau zat yang menginduksi enzim pemetabolis (CYP) akan meningkatkan sistensis
enzim tersebut. Interaksi induktor CYP dengan substratnya menyebabkan laju kecepatan
metabolisme obat (substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi obat akan
menurun; atau sebaliknya, induksi CYP menyebabkan meningkatnya pembentukan metabolit
yang bersifat reaktif sehingga memungkinkan timbulnya risiko toksik. Berikut adalah contoh-
contoh interaksi yang melibatkan inductor CYP dengan substratnya:
 Kontraseptik oral (hormon estradiol) dengan deksametason, menyebabkan kadar estradiol
menurun sehingga efikasi kontraseptik oral menurun
 Asetaminofen (parasetamol) yang merupakan substrat CYP2E1, dengan adanya inductor enzim
seperti etanol, ENH, fenobarbital yang diberikan secara terus menerus (kronik), menyebabkan
peningkatan metabolism asetaminofen menjadi metabolit reaktif sehingga meningkatkan risiko
terjadinya hepatotoksisitas
Interaksi yang terjadi pada proses ekskresi obat
pada proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena
terjadinya perubahan pH urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara
obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin menurunkan ekskresi
empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin. Obat-obat tersebut memiliki
system transporter protein yang sama, yaitu P-glikoprotein. Obat-obat yang menghambat P-glikoprotein di
intestine akan meningkatkan bioavailabilitas substrat P-glikoprotein, sedangkan hambatan P-glikoprotein
di ginjal dapat menurunkan ekskresi ginjal substrat. Contoh, itrakonazol, suatu inhibitor P-glikoprotein di
ginjal, akan menurunkan klirens ginjal digoksin (substrat P-glikoprotein) jika diberikan bersamasama,
sehingga kadar plasma digoksin akan meningkat.
Sirkulasi enterohepatik dapat diputus-kan dibebaskan atau dengan mensupresi flora usus yang
menghidrolisis konjugat obat, sehingga obat tidak dapat direabsorpsi. Contoh: kolestiramin,suatu binding
agents-, akan mengikat parent drug (misalnya warfarin, digoksin) sehingga reabsorpsinya terhambat dan
klirens meningkat. Antibiotik berspektrum luas (misalnya rifampisin, neomisin) yang mensupresi flora
usus dapat mengganggu sirkulasi enterohepatik metabolit konjugat obat (misalnya kontrasepsi
oral/hormonal) sehingga konjugat tidak dapat dihidrolisis dan reabsorpsinya terhambat dan berakibat efek
kontrasepsi menurun.
Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat
untuk sistem transport yang sama, terutama sistem transport untuk obat bersifat asam dan metabolit yang
juga bersifat asam. Contoh: fenilbutazon dan indometasin menghambat sekresi ke tubuli ginjal obat-obat
diuretik tiazid dan furosemid, sehingga efek diuretiknya menurun; salisilat menghambat sekresi probenesid
ke tubuli ginjal sehingga efek probenesid sebagai urikosurik menurun.
Perubahan pH urin akibat interaksi obat melalui perubahan jumlah reabsorpsi pasif di tubuli
ginjal. Interaksi ini akan bermakna klinik jika: (1) fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar
(> 30%), dan (2) obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5-10 atau asam lemah dengan pKa 3,0 - 7,5.
Beberapa contoh antara lain: obat bersifat basa lemah (amfetamin, efedrin, fenfluramin, kuinidin) dengan
obat yang mengasamkan urin (NH4C1)) menyebabkan klirens ginjal obat-obat pertama meningkat
sehingga efeknya menurun; obat-obat bersifat asam (salisilat, fenobarbital) dengan obat-obat yang
membasakan urin seperti antasida (mengandung NaHCO3, A1(OH)3, Mg(OH)), akan meningkatkan
klirens obat-obat pertama, sehingga efeknya menurun.

3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja
atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada
perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat
adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik
dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat.
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya: interaksi antara β-bloker
dengan agonis-β2pada penderita asma; interaksi antara penghambat reseptor dopamin (haloperidol,
metoclo-pramid) dengan levodopa pada pasien parkinson. Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik
serta dampaknya antara lain sebagai berikut: interaksi antara aminoglikosida dengan furosemid akan
meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; β=bloker dengan verapamil
menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepine dengan etanol meningkatkan
depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat trombolitik, antikoagulan dan anti platelet
menyebabkan perdarahan.
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan keseimbangan cairan
dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas digitalis jika diberikan bersama-sama.
Pemberian furosemid bersama relaksan otot (misal, d-tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan.
Sebaliknya, penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan penghambat
ACE (kaptopril) menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi anti hipertensi dengan obat-obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID) yang menyebabkan retensi garam dan air, terutama pada penggunaan jangka lama,
dapat menurunkan efek antihipertensi.

B. Implikasi klinis interaksi obat.


Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat (adverse drug
reactions), yakni jika metabolisme suatu obat indeks terganggu akibat adanya obat lain (precipitant) dan
menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Selain itu interaksi antar
obat dapat menurunkan efikasi obat. Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat "yang tidak
dikehendaki" atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat tidak
selalu harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk mencederai pasien.
1. Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs)
Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika: (1) obat indeks
memiliki batas keamanan sempit; (2) mula kerja (onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam;
(3) dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan; (4) indeks dan obat
presipitan lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan dalam kombinasi.
Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIs yang bermakna secara klinik, antara lain faktor
usia, faktor penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-obat
OTC sekaligus. Usia lanjut lebih rentan mengalami interaksi obat. Pada penderita diabetes melitus usia
lanjut yang disertai menurunnya fungsi ginjal, pemberian penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama
diuretik hemat kalium (misal: spironolakton, amilorid, triamteren) menyebabkan terjadinya hiperkalemia
yang mengancam kehidupan. Beberapa penyakit seperti penyakit hati kronik dan kongesti hati
menyebabkan penghambatan metabolisme obat-obat tertentu yang dimetabolisme di hati (misalnya
simetidin) sehingga toksisitasnya dapat meningkat. Pemberian relaksans otot bersama aminoglikosida pada
penderita miopati, hipokalemia, atau disfungsi ginjal, dapat menyebabkan efek relaksans otot meningkat
dan kelemahan ototmeningkat.
Polimorfisme adalah salah satu faktor genetik yang berperan dalam interaksi obat. Pemberian
fenitoin bersama INH pada kelompok polimorfisme asetilator lambat dapat menyebabkan toksisitas
fenitoin meningkat. Obat-obat OTC seperti antasida, NSAID dan rokok yang banyak digunakan secara luas
dapat berinteraksi dengan banyak sekali obat-obat lain.
2. Interaksi obat yang dikehendaki
Adakalanya penambahan obat lain justru diperlukan untuk meningkatkan atau mempertahankan
kadar plasma obat-obat tertentu sehingga diperoleh efek terapetik yang diharapkan. Selain itu,
penambahan obat lain diharapkan dapat mengantisipasi atau mengantagonis efek obat yang berlebihan.
Penambahan obat lain dalam bentuk kombinasi (tetap ataupun tidak tetap) kadang-kadang disebut
pharmacoenhancement, juga sengaja dilakukan untuk mencegah perkembangan resistensi, meningkatkan
kepatuhan, dan menurunkan biaya terapi karena mengurangi regimen dosis obat yang harus diberikan.
Kombinasi suatu anti aritmia yang memiliki waktu paruh singkat misalnya prokainamid, dengan
simetidin dapat mengubah parameter farmakokinetik prokainamid. Simetidin akan memperpanjang waktu
paruh prokainamid dan memperlambat eliminasinya. Dengan demikian frekuensi pemberian dosis
prokainamid sebagai anti aritmia dapat dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8 jam/hari, sehingga
kepatuhan dapat ditingkatkan.
Dalam regimen pengobatan HIV, diperlukan kombinasi obat-obat penghambat protease untuk
terapi HIV dengan tujuan mengubah profil farmakokinetik obat-obat tersebut. Misalnya, penghambat
protease lopinavir jika diberikan tunggal menunjukkan bioavailabilitas rendah sehingga tidak dapat
mencapai kadar plasma yang memadai sebagai antivirus. Dengan mengombinasikan lopinavir dengan
ritonavir dosis rendah, maka bioavailabilitas lopinavir akan meningkat dan obat mampu menunjukkan
efikasi sebagai antiviral. Ritonavir dosis rendah tidak memiliki efek antiviral namun cukup adekuat untuk
menghambat metabolisme lopinavir oleh CYP3A4 di usus dan hati.
Kombinasi obat-obat anti malaria dengan mula kerja cepat tetapi waktu paruhnya singkat (misal,
artemisinin) dengan obat anti malaria lain yang memiliki waktu paruh lebih panjang, akan meningkatkan
efektivitas obat anti malaria tersebut dan mengurangi relaps. Kombinasi obat-obat anti tuberkulosis
diharapkan akan memperlambat terjadinya resistensi.
Tabel.1 Beberapa Interaksi obat yang serius
Pemberian obat presipitan sebagai antagonis atau antidotum untuk mengkonter efek samping obat
indeks adalah contoh lain dari interaksi antar obat yang dikehendaki. Misalnya, pemberian antikolinergik
untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal dari obat-obat ami emetik dan anti psikotik; pemberian
nalokson untuk mengatasi overdosis opium; pemberian atropin untuk intoksikasi antikolinesterase dsb.
Diposkan 15th September oleh niken prawesti
Label: kuliah IO

0
Tambahkan komentar
2.
MAY

29

INTERAKSI OBAT

PENGERTIAN DASAR INTERAKSI OBAT

DEFENISI DAN TERMINOLOGI


 Kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
 Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan.
Bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan suatu obat berubah.
 Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat
tradisional dan senyawa kimia lain.

Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena
meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit
menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa
makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal
atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.

Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh
presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam
(narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin,
warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik

Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya.
Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau
ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi
reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1)
Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin
dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi:
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan
mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5)
antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat
yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering
diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG INTERAKSI OBAT
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah
satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu,
terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia
atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama gagal ginjal
atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
1. USIA
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
2. BOBOT BADAN
Perbandingan dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang mencapai sasaran.
3. KEHAMILAN
Pengosongan lambung↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
4. OBAT DALAM ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll.
5. VARIASI DIURENAL
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
6. TOLERANSI
MK : Induksi enzim
7. SUHU TUBUH
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
8. KONDISI PATOLOGIK
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
9. GENETIK
Defisiensi enzim

10. WAKTU PEMBERIAN


Sesudah makan/ sebelum makan
4 X y mg ≠ 2 X 2y mg
Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi antara obat dan obat lain atau makanan telah ditetapkan.
Risiko interaksi obat akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Hal ini juga
menyiratkan risiko yang lebih besar pada orang tua dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan menggunakan obat-
obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien berasal dari beberapa resep. Peresepan
dari satu apotek saja mungkin dapat menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003). Interaksi obat
potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara
linear seiring dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien
MEKANISME DASAR INTERAKSI OBAT
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih
mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu
interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan mekanisme berikut:

1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping
yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada
sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang
berinteraksi
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif , potensiasi, sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang terlibat dalam interaksi
farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).

a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan
menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma
akan menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak
toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan
masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat
imunosupresan

Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya
sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya
Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paruh dsb
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa
mekanisme dimana obat dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik (absorpsi, distribusi,
metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena
mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat maupun metode interaksi. Beberapa interaksi obat yang penting
timbul akibat dua mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a) Sumasi (adiktif).
b) Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat sebagai
obat anti bakteri.
c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol
yang merupakan agonis beta reseptor.
d) Potensiasi, contoh :
1) banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah
timbulnya toksisitas glikosid.
2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah noradrenalin di ujung syaraf adrenergik dan karena itu memperkuat efek
obat-obat seperti efedrin dan tiramin yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
INTERAKSI OBAT BERMAKNA KLINIS
1. OBAT YANG RENTANG TERAPINYA SEMPIT
Contoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. OBAT YANG MEMERLUKAN PENGATURAN DOSIS TELITI
Contoh: antihipertensi
3. PENGINDUKSI ENZIM
Contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin, karbamzepin, rifampisin.
4. PENGHAMBAT ENZIM
Contoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol, metronidazol, simetidin, siprofloksasin, verapamil
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN INTERAKSI OBAT
1. Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan scr klinik
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati penyakit yang sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.

GUNA INTERAKSI OBAT


1. MENINGKATKAN KERJA OBAT
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. MENGURANGI EFEK SAMPING
Contoh : anestetika dan adrenalin
3. MEMPERLUAS SPEKTRUM
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4. MEMPERPANJANG KERJA OBAT
Probenesid dan penisilin.

PASIEN YANG RENTAN TERHADAP INTERAKSI OBAT


 Pasien lanjut usia
 Pasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obat
 Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
 Pasien dengan penyakit akut
 Pasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadang kambuh)
 Pasien dengan karakteristik genetik tertentu
 Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.

Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti


Label: kuliah IO

0
Tambahkan komentar
3.
MAY

29

PROTEIN

1. Apa akibat dari kelebihan protein ?


Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein
biasanya juga tinggi lemak sehingga menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang
sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan protein
dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan asam amino
memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan
nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan
amoniak darah, kenaikan ureum darah, dan demam. Ini dilihat pada bayi yang diberi susu
skim atau formula dengan kosentrasi tinggi, sehingga konsumsi protein mencapai 6 g/Kg
berat badan. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali Angka
Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein.
2. Mengapa terjadi edema ?
Pada kwashiorkor, tubuh hanya mampu menghasilkan sedikit protein baru. akibatnya
kadar protein dalam darah menjadi berkurang, menyebabkan cairan terkumpul di lengan
dan tungkai sebagai edema, juga Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi
kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang
tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini
akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat
timbulnya edema.

(Proses terbentuknya edema pada penyakit kwarshiorkor)

3. Mengapa jika anak kekurangan protein dapat menyebabkan tubuh menjadi kurus ?
Protein memainkan peran utama dalam memastikan kesehatan tubuh, fungsi utama
protein termasuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh juga mengikat
karbohidrat dan lemak, sehingga jika asupan protein berkurang maka akan menyebabkan
tubuh menjadi kurus khususnya pada anak
4. Bagaimana cara menjaga keseimbangan protein pada penderita kwarshiorkor ?
Cukup dengan mengonsumsi makanan kaya protein yang cukup, normalnya 0,8
g/kg/BB/hari dan untuk pasien yang sudah parah maka diperbaiki asupan nutrisinya
secara parenteral terlebih dahulu.
5. Mengapa kwarshiorkor terjadi kepada anak?
Kata Kwashiorkor sendiri berarti “anak tersingkirkan” dimana anak kekurangan nutrisi
ketika masih kanak-kanak utamanya protein, maka ketika ia tumbuh maka akan sangat
banyak nutrisi yang diperlukan dan karena tidak tercukupnya nutrisi yang diberikan saat
masih kanak-kanak makan akan berdampak pada kwarshiorkor.
6. Mengapa harus menggunakan antibiotik pada penyakit kwarshiorkor dan apakah tidak
menimbulkan kerusakan organ pada anak?
Pemberian antibiotik pada anak jika diperlukan dimana terjadi infeksi didalam tubuh
akibat bakteri yang berasal dari makanan yang dikonsumsi oleh anak dan pada
pemberiannya juga tentu berdasarkan dosis, sehingga jika dosis yang diberikan tepat
maka tidak akan menimbulkan toksisitas dan sebaliknya akan menimbulkan toksisitas
bahkan terjadi kerusakan organ jika dosis yang diberikan tidak tepat

Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti


Label: kuliah BAHAN PANGAN

0
Tambahkan komentar
4.
MAY

29

STERILISASI

STERILISASI

Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, non patogen,
vegetatif, non vegetatif dari suatu objek atau material.. Suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali
bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun
dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan
steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua
mikroorganisme hidup.
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi
1. Untuk mencegah transmisi penyakit
2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3. Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur
organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya
(seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika).

Produk Farmasi Steril


• Untuk produk parenteral, sediaan obat mata, termasuk larutan lensa kontak, dan produk-produk yang
diberikan pada luka terbuka atau untuk proses irigasi rongga tubuh.
• Uji sterilitas perlu dilakukan.
• Syarat Steril : Sterility Assurance Level dengan probabilitas sama atau lebih baik dari 10-6, artinya dalam
satu juta sediaan steril hanya boleh maksimum 1 yang tidak steril.
• Analisis sterilitas adalah berdasarkan tidak adanya pertumbuhan mikroba pada media Fluid
Thioglycollate (FTM) dan Soyabean Casein Digest (SCD) pada 30-35oC (bakteri) dan 20-25oC (fungi)
selama 7 dan 14 hari.

PROSES STERILISASI : FISIKA, KIMIA DAN MEKANIS

 Sterilisasi secara fisik


Meliputi pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia
yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi. Dengan
udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu
yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

1. Panas
a. Inaktivasi virus dengan panas
Contohnya seperti penganjuran pada semua alat suntik seperti jarum dan instrument lain yang telah kena
kontak dengan darah agar di autoklaf pada suhu 121 oC selama 20 menit atau dipanaskan dalam oven
pada suhu 180oC selama 1 jam.

b. Metode sterilisasi dengan panas


• Panas lembab
• Pemanasan Kering
• Air mendidih

2. Pengeringan ( Desikasi )

3. Radiasi
Semua bentuk radiasi dapat merusak mikroorganisme, yang menyebabkan kematian atau mutasi. Dua
kelompok radiasi yang telah digunakan untuk mengendalika mikroorganisme adalah radiasi pengionan
(sinar–X, sinar gamma dan sinar katode) dan sinar ultraviolet.
a. Sinar pengion
b. Cahaya Ultraviolet

 Sterilisasi secara kimia


Digunakan apabila dengan sterilisasi panas kering atau sterilisasi tekanan tinggi akan merusak objek
tersebut atau peralatan tidak tersedia.

 Sterilisasi secara mekanik


Digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami
perubahan.
1. Filtrasi
Substansi tertentu yang tidak dapat terkena panas atau perlakuan kimia tanpa perombakan atau
kerusakan lainnya mungkin di sterilisasi dengan proses filtrasi. Bakteri tidak mati sewaktu filtrasi tetapi
secara fisik terpisah dari cairan dengan cara ini. Filter yang sebenarnya, biasanya terbuat dari asetat
selulosa, mempunyai banyak lubang kecil (pori) yang tidak dilewati bakeri.
2. Tekanan Osmosis
Laju lewatnya air dari larutan yang satu ke larutan yang lain adalah fungsi perbedaan kadar antara kedua
larutan, ini dikenal sebagai tekanan osmosis. Oleh karena itu, apabila bakteri ditempatkan ke dalam suatu
larutan garam atau gula yang berkadar tinggi, air akan mengalir dari sel bakteri ke dalam larutan garam
atau gula. Hal ini, tentunya mencegah pertumbuhan bakteri.
3. Vibrasi Sonik (Getaran Suara), Triturasi, Agitasi
Istilah supersonik atau ultrasonik digunakan untuk menunjukan gelombang suara yang bernada begitu
tinggi sehingga tak dapat didengar oleh telinga manusia. Seperti triturasi (proses pelumatan) dan agitasi
(proses penggoncangan), suara ultra sebenarnya menghancurkan bakteri sehingga bahan intraseluler
dan dinding sel dapat dipisahkan untuk penggunaan dalam studi laboratorium.

MEKANISME STERILISASI
Sterilisasi Secara Kimia, Berdasarkan mekanisme kerjanya zat anti-mikroba, maka sterilisasi kimiawi bisa
diklasifikasikan atas 3 golongan, yaitu:
1. Golongan zat yang menyebabkan kerusakan membran sel.
2. Golongan zat yang menyebabkan denaturasi protein.
3. Golongan zat yang mampu mengubah grup protein dan asam amino yang fungsional

Contoh zat kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi :


1. Fenol
Mekanisme kerja : menyebabkan lisis pada sel, merusak membrane sel dan menyebabkan denaturasi
protein.
2. Alcohol
Mekanisme kerja : menyebabkan denaturasi protein dan merusak membrane sel (bagian lipid)
3. Formaldehyde
Mekanisme : menyebabkan terjadi ikatan pada gugus amina antara protein, ikatan silang pada DNA/RNA,
dan reaksi alkilasi.
4. Gas Etilen oksida dan propilen oksida
Mekanisme : mengganggu metabolisme sel bakteri.

Sterilisasi Gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan
sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat, sterilisasi adalah
fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh.
Gas yang biasa digunakan adalah etilen oksida dalam bentuk murni atau campuran dengan gas
inert lainnya. Gas ini sangat mudah menguap dan sangat mudah terbakar. Merupakan agen alkilasi yang
menyebabkan dekstruksi mikroorganisme termasuk sel-sel spora dan vegetatif. Sterilisasi dilakukan
dalam ruang atau chamber sterilisasi.
Sterilisasi menghasilkan bahan toksik seperti etilen klorohidrin yang menghasilkan ion klorida
dalam bahan-bahan. Digunakan untuk sterilisasi ala-alat medis dan baju-baju medis, bahan-bahan seperti
pipet sekali pakai dan cawan petri yang digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Residu etilen oksida
adalah bahan yang toksik yang harus dihilangkan dari bahan-bahan yang disterilkan setelah proses
sterilisasi, yang dapat dilakukan dengan mengubah suhu lebih tinggi dari suhu kamar. Juga perlu
dilakukan perlindungan terhadap personil dari efek berbahaya gas ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban, konsentrasi gas, suhu
dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran bakteri tergantung pada adanya
kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan pengemas, pada pengemas
pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain khusus pada bahan pengemas.
Mekanisme aksi etilen oksida dianggap menghasilkan efek letal
terhadap mikroorganisme dengan mengalkilasi metabolit esensial yang terutama mempengaruhi proses
reproduksi. Alkilasi ini barangkali terjadi dengan menghilangkan hidrogen aktif pada gugus sulfhidril,
amina, karboksil atau hidroksil dengan suatu radikal hidroksi etil metabolit yang tidak diubah dengan
tidak tersedia bagi mikroorganisme sehingga mikroorganisme ini mati tanpa reproduksi.

Sterilisasi Secara Fisika, dapat dilakukan dengan cara: see all..


Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti
Label: kuliah TEKNOLOGI STERIL

0
Tambahkan komentar
5.
MAY

29

SEDIAAN STERIL

FORMULASI SEDIAAN STERIL


DEFENISI
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau bentuk
sporanya baik patogen atau nonpatogen.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup.
Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena
sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena
sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni
membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi
Sediaan steril secara umum adalah : sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas
dan bebas dari mikroorganisme

Sterilitas khusus ini disebabkan :


Metode, tempat atau saluran pemberiannya

Yang termasuk dalam sediaan steril antara lain sediaan parenteral volum besar, sediaan
parenteral volum kecil (injeksi), sediaan mata (tetes/salep mata)

INDIKASI UMUM
Berdasarkan penggunaan
a. Injeksi
Suatu larutan obat dalam pembawa yang cocok dengan atau tanpa bahan tambahan yang
dimaksudkan untuk penggunaan parenteral

b. Cairan Infus
Merupakan injeksi khusus karena cara pemberiannya dan volumenya besar Berguna untuk :
1. Nutrisi dasar, contoh : infus dekstrosa
2. Perbaikan keseimbangan elektrolit, contoh : infus ringer mengandung ion Na+, K+, Ca2+
dan Cl-
3. Pengganti cairan tubuh, contoh iInfus dekstrosa dan NaCl
4. Membantu diagnosis, contoh untuk penentuan fungsi ginjal : injeksi mannitol

c. Radiopharmaceutical
Suatu injeksi yang mengandung bahan radioaktif. Berfungsi untuk diagnosis dan pengobatan
dalam jaringan organ. Pembuatan dan penggunaannya berbeda dengan bahan obat biasa (non
radioaktif)

d. Zat Padat Kering Atau Larutan Pekat


Bahan yang tidak stabil dalam bentuk cair/lrt disimpan dalam bentuk zat padat kering yang
dilarutkan pada waktu akan digunakan. _ Jika bahan padat kering tidak mengandung dapar,
pengencer atau zat tambahan lain, dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai, memberikan
larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik. Sediaan diberi label obat
steril.
Contoh : Ampicillin Sodium Steril
Jika bahan padat kering mengandung satu atau lebih, dapar, pengencer atau zat tambahan
lain, sediaan diberi label obat suntik/injeksi. Contoh : Amphotericin B Injeksi

e. Larutan Irigasi
Persyaratan seperti larutan parenteral
Dikemas dalam wadah volume besar dengan tutup dapat berputar
Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, sayatan bedah atau jaringan/organ tubuh
Diberi label sama seperti injeksi.
Contoh : Sodium chlorida untuk irigasi, Ringers untuk irigasi, Steril water untuk irigasi
Label/etiket : “bukan untuk obat suntik”
f. Larutan Dialisis
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa toksis yang secara normal disekresikan oleh ginjal.
Pada kasus keracunan atau gagal ginjal atau pada pasien yang menunggu transplantasi ginjal,
dialysis adalah prosedur darurat untuk menyelamatkan hidup. Dialisis adalah proses, dimana
senyawa-senyawa dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam larutan berdasarkan perbedaan
kemampuan berdifusi lewat membran. Larutan yang tersedia di perdagangan mengandung
dekstrosa sebagai sumber utama kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan asam amino/peptida
sebagai sumber nitrogen.

g. Bahan Diagnostik
Diagnostik merupakan salah satu metode pemeriksaan dalam ilmu pengobatan pencegahan
(preventive medicine) penyakit infeksi, didasarkan atas reaksi antara suatu antibodi dengan
antigen yang bersangkutan. Untuk ini digunakan suntikan intrakutan diatas kulit (imunity
skin test) dengan suatu antigen dengan kadar serendah2nya yang masih memungkinkan
adanya reaksi.
Reaksi positip dalam bentuk semacam benjolan diatas kulit, menunjukkan bahwa tubuh sudah
mengandung antibodi tertentu. _ Hasil negatip, berarti tubuh tidak memiliki antibodi tsb, dlm
keadaan ini orang harus diberi vaksin untuk mengebalkan tubuh secara aktif
Reaksi TUBERKULIN, merupakan salah satu tes kekebalan yg terkenal untuk mendiagnosa
penyakit tuberculose (Mantoux skin test )
Zat-zat yang diberikan kepada pasien secara oral/parenteral untuk menentukan keadaan
fungsional dari suatu organ tubuh atau untuk membantu dokter menentukan diagnosa
penyakit dan juga digunakan dalam reaksi imunisasi
Contoh : Injeksi Evans Blue, yang digunakan dalam penentuan volume darah

h. Allergi Ekstrak (Ekstrak allergen)


Merupakan larutan pekat alergen steril untuk maksud diagnosis atau pengobatan reaksi alergi

i. Larutan, suspensi dan salep untuk mata


Obat-obatan dalam larutan atau suspensi yang diberikan dengan meneteskan ke dalam mata
termasuk sediaan steril, meskipun batasan steril biasanya tidak dimasukkan dalam pada
namanya, seperti : “Sulfacetamide larutan mata” atau Hydrocortison Acetat Suspensi mata.

j. Pelet steril atau implantasi subkutan


Pelet atau implan steril merupakan tablet berbentuk silindris, kecil, padat dengan diameter
lebih kurang 3,2 mm dan panjang 8 mm, dibuat dengan mengempa dan dimaksud untuk
ditanam subkutan (paha atau perut) untuk tujuan menghasilkan pelepasan obat terus menerus
selama jangka waktu panjang.3-5 bln. Obat antihamil dlm bentuk inplan dapat bekerja sampai
3 thn. (Implanon mengandung etonogestrel 68 mg/susuk KB). Menggunakan penyuntikan
khusus (trocar)/dengan sayatan digunakan untuk hormon yang kuat sampai 100x dari
pemakaian biasa (oral/parenteral). Pelet tidak boleh mengandung bahan pengikat, pengencer
atau pengisi yang ditujukan untuk memungkinkan seluruhnya melarut dari absorbsi pelet di
tempat penanaman.
Contoh : pelet estradiol, biasanya mengandung 10 dan 25 mg estrogen estradiol (dosis lazim
oral dan parenteral 250 mcg).

k. Antikoagulan
Larutan untuk mencegah pembekuan darah, butuh syarat seperti injeksi dan bebas pirogen.
Contoh : Larutan Natrium sitrat Steril, ACDP, Heparin, ACD

l. Sediaan vaksin
Merupakan produk biologi (pembantu diagnostik) untuk tujuan mencegah penyakit dan
pengobatan
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan sediaan parenteral:
1. Aksi obat lebih cepat
2. Cocok untuk obat inaktif jika diberikan oral
3. Obat yang mengiritasi bila diberikasn secara oral
4. Kondisi pasien (pingsan, dehidrasi) sehingga tidak memungkinkan obat diberikan secar oral.
5. Dapat digunakan secara depo terapi.
6. Kemurniaan dan takaran zat berkhasiat lebih terjamin.
Kerugian sediaan parenteral:
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukaar dilakukan pencegahan.
2. Secara ekonomi lebih mahal dibandingkan sediaan per oral
3. Risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dighilangkan
4. Cara pemberian lebih sukar, butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau
perawat.
Alasan obat dibuat sediaan parenteral:
1. Kadar obat sampai ke target
Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk
terapi.
2. Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
3. Jaminan dosis dan kepatuhan
Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4. Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa dipakai secara oral. Contoh:
amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).
5. Alternatif rute, jika tidak bisa lewat oral.
6. Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik.
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.
7. Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak saar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
8. Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntaber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera harus
dikembalikan
9. Efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal

Injeksi merupakan salah satu bentuk sediaan parenteral dimana memiliki :


1. Keuntungan
o Obat memiliki onset ( mulai kerja ) yang cepat
o Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
o Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
o Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan
o Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma
2. Kerugian
o Rasa nyeri saat disuntik, apalagi kalau harus diberikan berulang kali
o Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
o Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah
pemberian intravena
o Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau tempat praktek dokter oleh
dokter dan perawat yang kompeten.
RUTE PENGGUNAAN
Rute Pemberian
1. Intravena
Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonis dan
hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena
harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler
dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)


Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau
obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM
membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi
½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)
Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk) mendekati
kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat
ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)
Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara intramuskuler atau
intravena. Namun apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali
digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut
hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka
pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah
250 ml sampai 1 liter.

3. Pemberian Intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya terhitung
nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot yang
letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 sampai 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang
biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi
Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk
larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot
(im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan
pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau
bentuk suspensi ukuran partikel kurang
Pemberian obat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi biasanya
efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian lewat IV.
Syarat pemberian obat secara IM :
 Dapat berupa larutan, air, minyak, atau suspensi. Biasanya dalam bentuk air lebih cepat
diabsorbsi dari pada bentuk suspensi dan minyak.
 Dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam otot rangka
 Tempat penyuntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf- syaraf utama dan pembuluh-
pembuluh darah utama.
 Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan utnuk suntik IM, adalah seperempat
bagian atas luar otot gluteus max. pada bayi, daerah glutel sempit dan komponen utama
adalah lemak, Bukan otot
 Tempat suntikan lebih baik dibagian atas atau bawah deltoid, karena lebih jauh dari syaraf
radial.
 Volume yang umum diberikan IM, sebaiknya dibatasi maximal 5 mili, bila disuntikkan di
daerah glutel dan 2 ml bila di deltoid.

Beberapa contoh Injeksi:


 Injeksi Antibiotik untuk Meningitis
Meningitis merupakan peradangan meningen biasanya disebabkan bakteri atau
virus.Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini adalah antara lain : Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis.
Sedangkan virus yang dapat menyebabkan meningitis antara lain: virus coxsackie, virus
gondongan dan virus koriomeningitis limfositik.
Ampisilin merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
meningitis. Penggunaanya biasa dikombinasi dengan sulbaktam untuk meningkatkan
aktivitas nya. Dosis lazim yang digunakan adalah: 1,5 gr – 3gr kombinasi antara ampisilin
dengan sulbaktam dengan perbandingan 2:1. berdasarkan literatur 375 mg kombinasi tersebut
larut dalam 1 ml air. Sehingga bentuk sediaan yang dipakai adalah ampul rekonstitusi karena
ampisilin tidak stabil pada air pada waktu yang lama.
 Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam
Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk kering yang
baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat sebelum digunakan.
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering untuk suspensi oral adalah
obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti antibiotik tidak stabil untuk disimpan dalam
periode tertentu dengan adanya cairan pembawa air maka lebih sering diberikan sebagai
campuran serbuk keringuntuk dibuat suspensi pada waktu pada waktu akan diberikan. Alasan
pembuatan suspensi kering salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara
kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi.
Suspensi kering dibuat dengan granulasi maupun tanpa granukasi. Granulasi adalah suatu
metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki sifat alir serbuk.
Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :
 Dalam bentuk dan warana yang sedapat mungkin teratur
 Memiliki sifat alir yang baik
 Tidak terlalu kering
 Hancur baik dalam air
 Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan

 Injeksi Oxytocin (Intramuskular)


Oksitosin (ŏk'sĭ-tō'sĭn) (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada manusia
yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga
mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
Injeksi oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang sesuai, bahan yang mengandung
hormon polipeptida yang mempunyai sifat yang menyebabkan kontraksi otot rahim, otot
vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan sintesis atau diperoleh dari globus posterior
kelenjar pituitaria hewan peliharaan sehat yang biasa dimakan.
 Injeksi Vitamin C
Vitamin C tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi tertentu seperti
pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C pasien tersebut harus
segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu vitamin c dibuat dalam bentuk sediaan
injeksi. Injeksi intravena vitamin C dapat menyebabkan pusing dan pingsan, oleh sebab itu
vitamin C dibuat dalam bentuk injeksi intra muscular, walaupun pemberian secara IM akan
meninggalkan rasa sakit ditempat suntikan. Pemerian obat IM memberikan efek obat yang
kurang tepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan

4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara ini
berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan dengan
kemurniaannya yang sangat tinggi, karena daerah ini ada barier (sawar) darah sehingga
daerahnya tertutup.
Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai
tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena
gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien tegak.

5. Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat diabsorbsi.
Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan intradermal
6. Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian lebih kecil
dari sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat lambat.

7. Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal.
Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal
umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan
dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti


Label: kuliah TEKNOLOGI STERIL

0
Tambahkan komentar
6.
MAY

29

1.Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah
merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan
dikatakan isotonis ( ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl ).

2.Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik ( 0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol
Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86 ). Pengukuran menggunakan
alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan.

3.Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah,
sehingga menyebabkna air akan melintasi membrane sel darah merah yang
semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya
sel – sel darah merah. Peristiwa demikian disebut hemolisa.

4.Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,
sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel – sel darah merah.
Peristiwa demikian disebut Plasmolisa.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO 3 dan
NaNO3

pH dan Osmolalitas Injeksi


a. Isohidris yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Kalau bisa pH sama dengan pH
darah, tapi tidak selalu, tergantung pada stabilitas obat. Contoh: injeksi aminofilin
dibuat sangat basa karena pada kondisi asam akan terurai. Dalam pembuatan
ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan kelarutan dari aminofilin.
Aminofilin injeksi 2,4% 24%
R/ Teofilin 2,0 20,0
Etilen diamin 0,55 5,5
Aqua p.i. ad 100 ad 100 ml
Cara pemberian i.v. i.m.
b. Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh.
Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi: hipotonis dan hipertonis.
- hipotonis yaitu tekanan osmosis larutan lebih kecil dari tekanan osmosis cairan
tubuh (NaCl 0,9%). NaCl jika terurai menjadi Na (15,1 mOsmol) dan Cl (154 mOsmol)
sehingga total 308 mOsmol. Sedangkan tekanan osmosis cairan tubuh yaitu 300
mOsmol. Pada hipotonis, cairan masuk ke tubuh dan masuk ke sel darah merah,
sehingga sel darah merah bisa pecah (irreversibel)
- hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan lebih besar dari tekanan osmosis cairan
tubuh. Air akan mengalir keluar dari sel darah sehinggga sel mengkerut (krenasi),
bersifat reversibel.
Pengaturan tonisitas
Pengaturan tonisitas adalah suatu upaya untuk mendapatkan larutan yang
isotonis. Upaya tersebut meliputi pengaturan formula sehingga formula yang semula
hipotonis menjadi isotonis,dan langkah kerja pengerjaan formula tersebut.
Ada dua kelas untuk pengaturan tonisitas :
1. Metode Kelas satu
2. Metode kelas 2
Metode Kelas Satu
Dari formula yang ada (termasuk jumlah solvennya) dihitung tonisitasnya dengan
menentukan ΔTf – nya, atau kesetaraan dengan NaCl. Jika ΔTf-nya kurang dari
0,52O atau kesetaraannya dengan NaCl kurang dari 0,9 %, dihitung
banyaknya padatan NaCl, yang harus ditambahkansupaya larutan menjadi
isotonis. Cara pengerjaannya semua obat ditimbang, ditambah NaCl padat,
diatamabah air sesuai formula. Metode kelas satu meliputi metode kriskopik
(penurunan titik beku), perhitungan dengan faktor disosiasi dan metode ekuivalensi
NaCl
Metode Kelas Dua
Dari formula yang ada (selain solven) hitung volume larutannya yang
memungkinkan larutan menjadi isotonis. Jika volume ini lebih kecil dari pada volume
dalam formula, artinya larutan bersifat hipotonis. Kemudian hitunglah volume larutan
isotonis, atau larutan dapar isotonis, yang ditambahkan berupa larutan NaCl 0,9%,
bukan padatan NaCl, misalnya NaCl 0,9 % yang harus ditambahkan dalam formula
tadi untuk mengganti posisi solven selisih volume formula dan volume larutan
isotonis. Metode kelas dua meliputi metode White-Vincent dan metode Sprowls.
Contoh soal :
• Suatu formula injeksi tiap 500 ml mengandung Morfin HCl (BM=375,84 g/mol dan
Liso=3,3) 3 gram dan nicotinamida (BM=122,13 g/mol dan Liso=1,9) 10 gram. Aturlah
tonisitasnya dengan 4 metode di atas
Penyelesaian
• Formula di atas adalah sebagai berikut:
R/ Morfin HCl 3
Nikotinamida 10
Aquadest ad 500 ml
Pengaturan tonisitas kelas satu mengubah formula menjadi sebagai berikut:
R/ Morfin HCl 3
Nikotinamida 10
NaCl x gram
Aquadest ad 500 ml
X dapat dihitung dengan metode Kriskopik, metode ekuivalensi NaCl, dan faktor
disosiasi
Pengaturan tonisitas kelas dua mengubah formula menjadi sebagai berikut
R/ Morfin HCl 3
Nikotinamida 10
Aqua ad y ml
(y < 500 ml, sehingga larutan yang didapat isotonis)
NaCl 0,9 % ad 500 ml
Harga y dapat dihitung dengan metode white vincent dan metode sprowls
• Metode Kriskopik
Memerlukan data ΔTf1% data bisa dicari di Farmakope Indonesia Ed IV atau buku
lainnya. Dengan diketahui harga BM dan Liso sebenarnya harga ΔTf1% bisa dihitung.
Morfin HCl → ΔTf1% = Liso x C = 3,3 x (3 g/375,84 g/mol): 1 L = 0,026O
Nickotinamida → ΔTf1% = Liso x C = 1,9 x (10 g/122,13 g/mol): 1 L = 0,16O
1 % Morfin HCl mempunyai ΔTf = 0,026O, formula: 0,6%, maka ΔTf-nya
0,6x0,026=0,016O
1 % Nikotinamid mempunyai ΔTf = 0,16O, formula: 2%, maka ΔTf-nya 2x0,16=0,32O
Maka ΔTf formula adalah 0,016+0,32 = 0,336 < 0,52 hipotonis, maka perlu
penambahan NaCl untuk menurunkan titik bekunya sehingga ΔTf-nya menjadi 0,52,
Hafalkan ΔTf% NaCl adalah 0,58. NaCl yang diperlukan untuk 100 ml formula adalah
0,52 – 0,336
--------------- x 1 g = 0,317 gram, sehingga untuk 500 ml perlu 1,586 gram
0,58
X dalam formula perubahan adalah 1,586
• Metode Ekuivalensi NaCl memerlukan data E yang bisa dilihat di Farmakope Indonesia
Ed IV atau buku lainnya. Dengan diketahui harga BM dan Liso sebenarnya harga E
bisa dihitung. E adalah banyaknya NaCl yang secara koligatif setara dengan 1 gram
obat
(Penurunan TB oleh Obat 1 gram = Penurunan TB oleh NaCl E gram)
Untuk Morfin HCl
1/1 L E/ 1 L
3,3 ----------- = 3,4 ------------ Emorfin HCl = 0,15
375,84 58, 45
Untuk nikotinamida
1/1 L E/1 L
1,9 ----------- = 3,4 ------------ E nikotinamida = 0,27
122,13 58, 45
Metode Ekuivalensi NaCl dimulai dari sini
1 g morfin HCl setara dengan 0,15 g NaCl, di formula 3 g maka setara 0,45 g NaCl
1 g nikotinamida setara dengan 0,27 g NaCl, di formula 10 g maka setara 2,7 g NaCl
Maka tonisitas formula setara dengan 0,45+2,7 g NaCl dalam 500 ml larutan, kurang
dari 0,9 % (0,9 g dalam 100 ml) atau 4,5 g per 500 ml, hipotonis
Kekurangan NaCl = 4,5 g – 3,15 g = 1,35 gram tiap 500 ml
Contoh soal :
• Injeksi fenobarbital
R/ Na fenobarbital 1g
etil morfin HCl 0,5 g
aqua ad 1 liter
Diketahui: etil morfin E = 0,16, ∆Tf1%=0,09
na fenobarbital E=0,24, ∆Tf1%=0,14
Cek isotonis/blm?
Kalau belum aturlah
Metode white vincent
Diposkan 29th May 2013 oleh niken prawesti
Label: kuliah TEKNOLOGI STERIL

1
Lihat komentar
7.
MAY

29

PERSYARATAN SEDIAAN STERIL

PERSYARATAN SEDIAAN STERIL


- Fisik : kejernihan, partikel, suspense
- Kimia : isotonis, isohidris
- Biologi : steril, pirogen

1. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh
penilaian subjektif dari pengamat. Tujuan dilakukan uji kejernihan ini adalah untuk
mengetahui kejernihan dari sediaan yang dibuat. Syarat kejernihan yaitu sediaan
larutan ( kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam
larutan jernih
2. Partikel
Sediaan steril harus bebas dari partikel melayang karena dapat menyebabkan
kontaminasi dan membawa mikroorganisme.
Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat
berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal,
maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan
granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui keberadaan partikel
asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada sumber cahaya. Tujuan dari uji
partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel dalam sediaan. Dari
hasil uji ini mensyaratkan bahwa tidak terdapat partikel asing dalam sediaan.
Pada waktu pembuatan sediaan steril kemungkinan jika masih terdapat partikel asing
bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos dari saringan
3. Tipe suspense
Untuk sediaan steril tipe suspense harus memenuhi persyaratan yang berlaku untuk
suspensi steril
Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada
mata.
Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Suspensi steril berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari jaringan
sekitar. Sehingga akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan tetap sebagai
hipertonis
Persyaratan fisik lainnya :
- Stabil.
Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika (ataupun kimia). Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:
a.terjadi perubahan warna
Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi akan
menjadi merah karena terbentuk adenokrom.
b.terjadi pengendapan
Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak bebas
CO2 maka akan terbentuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air sehingga akan
mengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.
4. Tonisitas
• Tonisitas menggambarkan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan (zat
padat yang terlarut di dalamnya)
• Suatu larutan dapat bersifat isotonis, hipotonis, atau hipertonis
• NaCl 0,9 % sebagai larutan pengisotoni
• Tidak semua sediaan steril harus isotonis, tapi tidak boleh hipotonis, beberapa boleh
hipertonis
Tonisitas laruan obat suntik :see all...

Anda mungkin juga menyukai