Anda di halaman 1dari 42

Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Mata Praktikum : Dispensing Sediaan Aseptis

Kode : FAK 4391

Prasyarat : Formulasi & Teknologi Sediaan Steril

(FAF 3501)

Semester : VII

Program : FKK

Pengampu :

1. Dr. Fita Rahmawati, Sp.FRS., Apt.

2. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt.

3. Angi Nadya Bestari, M.Sc., Apt.

4. Miftahus Sa’adah, M.Si., Apt. (Koordinator)

Tujuan Instruksional Umum :

Mahasiswa mampu melakukan pembuatan produk steril dan

penanganan perbekalan steril.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 1


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

TEORI

A. Pendahuluan

Perbekalan steril terbagi atas sediaan farmasi steril

dan alat kesehatan steril. Sediaan farmasi steril adalah

sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari

mikroorganisme di samping syarat fisika dan kimia. Alat

kesehatan steril adalah alat kesehatan yang memenuhi syarat

bebas dari mikroorganisme. Pengertian alat kesehatan

menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun

1992 adalah instrumen, apparatus, mesin, implan yang

mengandung obat, yang digunakan untuk mencegah,

mendiagnosis, meyembuhkan dan meringankan penyakit,

merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada

manusia dan atau untuk membentuk struktur dan

memperbaiki fungsi tubuh.

B. Sediaan Farmasi Steril

Terdapat beberapa macam bentuk sediaan farmasi

steril dilihat dari bentuk fisik sediaan, yaitu:

1. Bentuk cair, misal: larutan steril, emulsi steril, dan

suspensi steril.

2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

2. Bentuk semi- padat, misal: salep mata steril.

3. Bentuk padat steril, misal: serbuk kering steril.

Sebagian besar bentuk sediaan farmasi steril

diberikan secara parenteral. Kata “parenteral” merupakan

suatu istilah yang berasal dari Greek Yunani, mempunyai arti

“di luar intestin” (para=di luar, enteral/enteron = intestin).

Pengobatan secara parenteral adalah pengobatan

menggunakan bentuk sediaan farmasi steril yang digunakan

dengan cara diinjeksikan (disuntikkan di bawah atau melalui

satu atau beberapa lapis kulit atau membran mukosa).

Dikenal dua macam sediaan parenteral yaitu volume kecil/

small volume parenteral (SVP) untuk volume sampai 100 ml

dan volume besar/large volume parenteral (LVP) untuk volume

di atas 100 ml.

Ada beberapa cara penggunaan sediaan parenteral,

yaitu:

1. Intradermal (i.d) dan intracutan (i.c)

a. Obat diinjeksikan pada lapisan paling atas kulit

b. Dalam jumlah sedikit (0,1 ml)

c. Untuk tes diagnostik

d. Absorpsi obat lambat

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 3


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

2. Subcutan (s.c)

a. Obat diinjeksikan di bawah kulit

b. Dalam volume kecil

c. Respons obat lebih cepat dibandingkan i.d/ s.c

3. Intramuscular (i.m)

a. Diinjeksikan ke dalam jaringan otot

b. Dalam volume 2 ml atau maksimal 5 ml

c. Absorpsi lebih cepat dari subcutan (s.c)

d. Aksi bisa diperpanjang bila diberikan dalam bentuk

suspensi

4. Intravena (i.v)

a. Diinjeksikan dalam volume kecil/besar

b. Memberikan efek lebih cepat

c. Dapat untuk memberikan obat-obat yang mengiritasi

Perbedaan antara rute pemakaian injeksi secara i.c, s.c, i.m

dan i.v dapat dilihat pada Gambar 1. Di samping rute-rute di

atas, ada rute-rute lain seperti intra arteri, intra cardial, intra

spinal, dan lain-lain.

4 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Gambar 1. Rute pemakaian injeksi melalui i.c, s.c, i.m, dan i.v

Pemberian obat secara parenteral memberikan

beberapa keuntungan antara lain:

1. Aksi obat biasanya lebih cepat (i.v).

2. Untuk obat-obat yang tidak efektif bila digunakan per

oral atau obat-obat yang rusak oleh cairan pencernaan.

3. Untuk pasien yang tidak sadar, atau tidak bisa minum

obat (non-kooperatif).

4. Untuk mendapatkan efek lokal.

5. Untuk pemberian elektrolit dan cairan bila terjadi

gangguan kesetimbangan yang serius.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 5


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Di samping keuntungan yang diperoleh, terdapat beberapa

kerugian pada penggunaan parenteral antara lain:

1. Pada umumnya pasien tidak dapat menggunakan

sendiri, tetapi dibantu oleh tenaga kesehatan yang

terdidik dan terlatih.

2. Memerlukan peralatan khusus.

3. Menimbulkan rasa sakit.

4. Relatif lebih mahal daripada sediaan non parenteral.

5. Umumnya tidak disukai pasien.

Sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam badan

menembus mekanisme pertahanan tubuh, masuk ke dalam

sirkulasi darah/ jaringan tubuh. Dengan demikian, sediaan

yang diinjeksikan harus memenuhi persyaratan sediaan

parenteral. Beberapa persyaratan yang merupakan

karakteristik sediaan parenteral adalah:

1. Steril

Semua bentuk sediaan yang digunakan secara

parenteral harus steril. Keadaan steril bebas dari

mikroorganisme hidup harus diusahakan dan dijaga sejak

awal proses pembuatan, pengemasan, sampai saat obat

digunakan oleh pasien. Untuk uji sterilitas, Farmakope

Indonesia Edisi IV (1995) menggunakan:

6 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

a. Media Tioglikolat Cair

pH media setelah sterilisasi 7,1 + 0,2. Media Tioglikolat

Cair digunakan untuk inkubasi dalam kondisi aerob.

b. Media Tioglikolat Alternatif

pH media setelah sterilisasi 7,1+ 0,2. Media Tioglikolat

Alternatif digunakan dengan cara menjamin kondisi

anaerob selama masa inkubasi.

c. Soybean–Casein Digest Medium

pH medium setelah sterilisasi 7,3 + 0,2. Soybean–Casein

Digest Medium digunakan untuk inkubasi dalam kondisi

aerob.

2. Bebas dari partikel asing

Partikel asing biasanya merupakan bahan bergerak

yang tidak larut dan secara tidak sengaja terdapat dalam

sediaan parenteral. Adanya partikel dalam sediaan farmasi

steril merupakan hal yang tidak dikehendaki sehingga harus

selalu diusahakan untuk menghilangkannya, termasuk

sumber-sumber dan kemungkinan terjadinya. Beberapa

sumber yang dianggap dapat menghasilkan atau

mengeluarkan partikel asing antara lain:

a. Larutan dan zat kimia yang dikandung

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 7


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

b. Proses pembuatan dan variabel lain seperti

lingkungan, alat, dan personal

c. Komponen pengemas

d. Perangkat dan alat yang digunakan untuk

menginjeksi sediaan parenteral.

Terdapat beberapa cara untuk mengetahui adanya

partikel. Partikel dengan ukuran 50 m atau lebih dapat

dilihat langsung dengan mata, sedangkan untuk melihat

partikel yang lebih kecil, diperlukan teknik dan alat khusus.

3. Bebas Pirogen

Pirogen didefinisikan sebagai hasil metabolik dari

mikroorganisme hidup atau mati yang menyebabkan respon

piretik spesifik pada penyuntikan (injeksi). Pirogen

merupakan zat padat mikromolekul dengan BM antara 15.000

- 4.000.000. Secara kimia, pirogen berupa lipopolisakarida

(LPS), larut dalam air, dan tidak larut dalam solven organik

serta dapat disaring (dengan ukuran tertentu). Pirogen yang

dihasilkan oleh mikroorganisme Gram negatif adalah paling

poten. Dalam tubuh manusia, reaksi pirogenik ditandai

dengan timbulnya demam dan kedinginan setelah pemberian

injeksi pada waktu antara 45 sampai 90 menit.

8 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Pirogen yang terdapat dalam sediaan parenteral

dapat berasal dari salah satu dari ketiga sumber:

1. Air yang dipakai sebagai solven.

2. Wadah atau alat yang dipakai untuk pembuatan,

pengemas, penyimpanan, atau penggunaan.

3. Bahan–bahan kimia yang digunakan untuk membuat

larutan/ sediaan parenteral.

Karena sifat pirogen larut dalam air, baik sterilisasi

dengan uap air bertekanan maupun filtrasi melalui filter

penyeteril tidak dapat menghilangkan pirogen, meskipun

proses tersebut dapat menghilangkan mikroorganismenya.

Beberapa cara berikut dapat digunakan untuk

menghilangkan pirogen. Sebagai senyawa organik, pirogen

dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi), atau

dibakar. Temperatur yang cukup memuaskan adalah 250 C

selama 30–45 menit atau 170–180 C selama 3 atau 4 jam.

Metode ini cukup efektif untuk alat-alat atau wadah dari

gelas atau metal, tetapi tidak dapat digunakan untuk larutan.

Pirogen dalam larutan dapat dihilangkan dengan cara:

1. Secara kimia dengan peroksida, asam-asam, dan basa

(tetapi zat-zat ini juga dapat merusak alat dan bahan

lain dalam larutan tersebut).

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 9


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

2. Absorpsi dengan asbestos dan charcoal (carbo

adsorbent)

3. Filtrasi (penyaringan/ media filtrasi sintesis)

Dari segi praktik, pendekatan yang paling baik untuk

menghindari terjadinya reaksi pirogen adalah membuat

sediaan parenteral dengan solven, pengemas, alat, dan bahan

yang bebas pirogen.

Adanya pirogen dalam sediaan parenteral dapat

diketahui dengan uji pirogen. Uji pirogen dapat dilakukan

dengan:

a. Menggunakan kelinci (Rabbit test)

Kelinci ditempatkan dalam kandang suhu antara 20

hingga 23 C. Larutan parenteral yang diuji disuntikan

dengan dosis 10 ml/kg bobot badan, melalui vena tepi telinga

seekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10

menit. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam

ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.

Penafsiran hasil:

1. Setiap penurunan suhu dianggap nol.

2. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor

kelincipun menunjukan kenaikan suhu 0,5 C atau

lebih.

10 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

3. Jika ada kelinci yang menunjukan kenaikan suhu

0,5C atau lebih, lanjutkan pengujian dengan

menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3

ekor kelinci dari 8 ekor kelinci masing-masing

menunjukan kenaikan suhu 0,5 C atau lebih dan

jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak

lebih dari 3,3 C, maka sediaan dinyatakan

memenuhi syarat bebas pirogen.

b. Menggunakan Limulus Amobocyte Lysate Test ( LAL – Test )

Pengujian dilakukan dengan cara mencampur larutan

parenteral yang diuji dengan LAL. Campuran ini dipanaskan

dalam suhu 37 C selama waktu tertentu, kemudian diamati

ada tidaknya/ terbentuknya jendal gel (penggumpalan) yang

stabil. Jika terjadi penggumpalan yang stabil, maka larutan

yag diuji mengandung pirogen.

LAL–Test memberikan keuntungan dibandingkan

dengan rabbit tes yaitu relatif mudah/ sederhana, lebih

sensitif, dan reliable.

4. Stabilitas

Dalam pembuatan bentuk sediaan steril, salah satu

hal yang harus diperhatikan adalah stabilitas obatnya. Obat

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 11


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

dalam larutan pada umumnya kurang stabil dibandingkan

bentuk padatnya, sehingga bahan–bahan tambahan yang

berfungsi untuk mempertahankan stabilitas fisik dan kimia

perlu dipilih. Untuk larutan, stabilitas fisik pada umumnya

ditunjukkan dengan perubahan fisik selama penyimpanan,

misalnya terbentuknya endapan atau terjadinya perubahan

warna selama penyimpanan yang merupakan indikasi

ketidakstabilan. Selain itu, perlu diperhatikan pula wadah

yang dipakai untuk kemasan, termasuk wadah yang harus

digunakan untuk obat- obat yang sensitif terhadap cahaya.

5.Tonisitas

Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang

diberikan oleh suatu larutan dari zat atau zat padat yang

terlarut. Cairan badan atau cairan mata memberikan tekanan

osmose yang sama dengan tekanan osmose normal saline

atau larutan NaCl 0,9 %. Suatu larutan dengan jumlah solut/

zat terlarut lebih banyak dari cairan badan/ cairan mata

mempunyai tekanan osmose lebih besar disebut larutan

hipertonis. Sebaliknya, larutan dengan jumlah solut lebih

sedikit, sehingga tekanan osmose lebih rendah disebut

larutan isotonis.

12 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Cairan badan termasuk cairan mata mengandung

sejumlah zat terlarut yang dapat menurunkan titik beku

larutan 0,52 C. Larutan NaCl 0,9 % juga dapat menurunkan

titik beku larutan sebesar 0,52 C. Oleh karena itu, larutan

NaCl 0,9 % disebut isotonis dengan cairan badan.

Beberapa cara dapat dipakai untuk menghitung nilai

isotonis (tonisitas) suatu larutan antara lain: penurunan titik

beku dan equivalen NaCl.

Contoh perhitungan isotonis dengan perurunan titik beku.

a. Diketahui larutan pencuci mata mengandung 1 % asam

borat. Asam borat 1% menyebabkan penurunan titik beku

sebesar 0,29 C. Hitung NaCl yang harus ditambahkan untuk

mendapatkan larutan isotonis.

Hitungan: larutan NaCl 0,9 % = Larutan isotonis

Penurunan titik beku cairan mata = 0, 52 C

Asam borat 1 % menurunkan titik beku = 0, 29 C

0, 23 C

b. NaCl harus ditambahkan untuk menurunkan titik beku

(freezing point, f.p) sebesar – 0,23 C.

Larutan 0,9 % NaCl menurunkan f.p. 0,52 C

Sehingga jumlah NaCl yang harus ditambahkan:

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 13


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

0,52 C 0 ,23 C
=
0,9 % X

X = 0,40 % ................. NaCl = 0,40 g /100ml

Faktor Disosiasi

Dikatakan suatu larutan isotonis bila terpenuhi:

𝑓𝐴 𝑓𝐵
𝑥𝑎+ 𝑥 𝑏 + ⋯ = 0,28
𝑀𝐴 𝑀𝐵
Untuk menghitung banyaknya zat pembantu yang

diperlukan untuk mencapai isotonis, dinyatakan dalam

gram setiap liter (= h) dipakai rumus :

𝑀ℎ 𝑓𝐴 𝑓𝐵
ℎ= 𝑥 (0,28 − ( 𝑥𝑎+ 𝑥 𝑏 + ⋯ )) 𝑔/𝑙
𝑓ℎ 𝑀𝐴 𝑀𝐵

Keterangan :
MA , MB = Berat molekul zat-zat terlarut
a, b = Kadar zat-zat dalam gram setiap liter
Mh = BM pembantu
fh , fA , fB , = faktor-faktor yang mempunyai harga berikut :
a. zat yang tidak terdisosiasi ( glukosa , gliserin ).………1
b. basa-basa dan asam lemah…..…………………………...1,5
c. basa- basa dan asam kuat , garam-garam…………..….1,8

14 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

𝑀ℎ
Harga = 𝑀𝐴 untuk 𝑁𝑎𝐶𝑙 = 32

Bahan–bahan yang biasa dipakai untuk membuat larutan

isotonis antara lain: NaCl dan glukosa.

6. Kejernihan

Larutan injeksi yang dibuat harus jernih.

7. Mempunyai pH yang sesuai

Sediaan steril hendaknya memiliki pH yang sesuai

dengan pH darah.

C. Alat Kesehatan Steril

Alat kesehatan steril meliputi alat kesehatan steril

yang bersifat habis pakai (disposible) dan alat kesehatan steril

yang dapat disterilisasi ulang (reusable).

Contoh alat kesehatan yang bersifat habis pakai adalah:

1. Jarum suntik (needles)

2. Alat semprit (Spuit/Syringes)

3. Cateters (iv cateters, foley cateters, stomach tube, dll)

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 15


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

4. Alat-alat untuk mengambil/ memberikan cairan atau

darah (blood administration set, solution administration set,

dll).

Contoh alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang

(reusable) berupa alat-alat bedah seperti:

1. Pisau operasi (Scalpel)

2. Gunting operasi (Surgical Scissors)

3. Pinset operasi (Chirugische Pincet)

4. Doek Klem

5. Kocher

6. Pean

7. Kogel tang

ALAT SEMPRIT/ SYRINGES

Alat semprit adalah alat untuk menyuntik. Alat

semprit ini dibuat dari: gelas semuanya, gelas dan metal,

plastik semuanya dan metal semuanya. Alat semprit yang

terbuat dari gelas seringkali digunakan dengan tujuan untuk

menyimpan obat dalam waktu yang agak lama karena

sebagian besar obat lebih stabil dalam gelas. Alat semprit

plastik lebih banyak digunakan karena harganya yang lebih

murah.

16 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Alat semprit terdiri atas dua bagian dasar yaitu

silinder berskala (barrel) dan pegangan (plunger) sebagaimana

ditunjukkan Gambar 2. Untuk menjaga sterilitas alat semprit,

dalam pemakaian bagian ujung alat semprit tempat

menempel jarum (syringe tip) dan pegangan alat semprit

(plunger) tidak boleh bersentuhan dengan tangan.

Gambar 2. Alat semprit dengan bagian-bagiannya

Alat semprit terdapat dalam berbagai ukuran mulai

dari 0,5 ml hingga 60 ml. Dalam pemakaian, ukuran alat

semprit perlu disesuaikan dengan kegunaannya, sehingga

dapat menjamin ketepatan ukurannya. Pada bagian silinder

alat semprit, biasanya terdapat garis-garis skala dengan

berbagai ukuran. Sebagai contoh, tiap garis pada alat semprit

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 17


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

berukuran 10 ml mempunyai ukuran 0,2 ml, sedangkan pada

alat semprit berukuran 30 ml, tiap garis berukuran 1 ml.

Untuk mendapatkan ukuran yang akurat, gunakan alat

semprit dengan ukuran terkecil yang masih dapat memuat

seluruh larutan yang akan digunakan. Akurasi alat semprit

adalah setengah ukuran dari garis skala yang tertera pada

silindernya. Sebagai contoh alat semprit berukuran 10 ml

dengan ukuran garis skala 0,2 ml dapat digunakan untuk

mengukur dengan akurasi hingga 0,1 ml, sehingga dapat

digunakan untuk mengukur volume larutan 3,1 ml dengan

tepat.

Pada saat menentukan ukuran dengan alat semprit,

garis pada dasar piston adalah ukuran volume yang

dimaksud dan bukan ujung pistonnya. Gambar 3

menunjukkan bagaimana mengukur volume larutan 1,5 ml .

18 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Gambar 3. Cara pengukuran volume larutan 1,5 ml dengan alat


semprit (syringe)

Alat semprit dari plastik biasanya dibuat oleh pabrik

dan langsung dikemas dalam satu kemasan steril. Sterilitas

dari alat semprit dalam kemasan dijamin oleh pabrik selama

kemasannya tidak rusak/ terbuka.

JARUM/ NEEDLES

Seperti halnya alat semprit, jarum suntik tersedia

dalam berbagai ukuran. Ukuran jarum ditentukan oleh dua

parameter, yaitu diameter jarum dan panjang jarum.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 19


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Diameter jarum bervariasi antara 27 (ukuran terkecil) hingga

13 (ukuran terbesar), sedangkan panjang jarum berkisar

antara 3/8 hingga 3 1/2 inci. Gambar 4 memperlihatkan

bagian-bagian utama jarum yang terdiri atas batang jarum

(shaft) dan pusat jarum (the hub). Pusat jarum (hub)

merupakan tempat bersambungnya alat semprit dengan

batang jarum. Ujung batang jarum berbentuk miring

membentuk suatu titik. Bagian jarum yang miring disebut

bevel, dan ujung bevel disebut bevel tip. Bagian pangkal bevel

disebut bevel heel.

Seperti alat semprit, jarum dibuat oleh pabrik dan

dikemas secara steril dalam bentuk satuan. Sterilitas jarum

dijamin sepanjang kemasan pembungkus jarum tersebut

tidak rusak. Dalam pemakaian, seluruh bagian jarum tidak

boleh dipegang dengan tangan. Bagian yang boleh dipegang

adalah penutup jarum dan penutup ini baru boleh dilepas

apabila jarum dan alat semprit sudah siap digunakan.

20 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Gambar 4. Jarum dengan bagian-bagiannya

STERILISASI

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan,

mematikan, atau menghancurkan semua bentuk

mikroorganisme hidup baik yang patogen maupun tidak,


baik dalam bentuk vegetatif maupun tidak vegetatif (spora)

dari suatu objek atau bahan.

Pada umumnya, suatu proses yang dapat

menghancurkan zat hidup juga mampu menyebabkan

beberapa kerusakan pada objek yang disterilkan. Dengan

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 21


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

demikian, dalam pembuatan sediaan parenteral, perlu dipilih

suatu jenis metode sterilisasi yang cocok digunakan. Hal ini

tergantung dari sifat obatnya, apakah obat (dalam larutan)

tahan panas atau tidak.

Terdapat beberapa metode sterilisasi, yaitu:

a. KIMIA (Destruksi)

1. Antibiotika, fenol-fenol, senyawa ammonium

quarternar, alkohol

2. Gas: etilen oksida, formaldehid.

b. RADIASI (Destruksi)

Sinar UV (253,7 nm) , laser, sinar gamma,

misal = [60 Co], 2,5 megarad

c. PANAS (Destruksi)

1. Panas kering; misal: 170 C, 120 menit

2. Panas basah (uap); misal: 121 C, 20 menit

d. FILTRASI (pemisahan, penyaringan).

Sterilisasi dengan metode panas (destruksi) merupakan

jenis sterilisasi yang cukup banyak digunakan. Sterilisasi

metode panas kering membunuh mikroorganisme dengan

oksidasi, sedangkan sterilisasi dengan panas basah

membunuh mikroorganisme dengan koagulasi protein sel.

22 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Metode panas kering umumnya dipakai untuk

sterilisasi alat-alat gelas, porselin, wadah dan alat dari logam.

Sebelum sterilisasi dilakukan, alat dan wadah harus bersih

dari bahan–bahan organik. Penyusunan alat–alat pada

sterilisasi dengan panas kering juga perlu diperhatikan. Alat

gelas tidak seharusnya disusun atau dikemas rapat dalam

suatu oven, tetapi harus disusun agak renggang sehingga

aliran udara dapat menembus dan terdispersi. Untuk obat-

obat dalam bentuk serbuk, biasanya dihamparkan

(ditaburkan) dengan ketebalan lapisan ¼ inci untuk

mempermudah distribusi panas yang homogen.

Sterilisasi dengan menggunakan autoclave atau uap

bertekanan pada umumnya merupakan metode yang paling

memuaskan. Pada temperatur 121 C, uap jenuh dalam waktu

20 menit akan membunuh tidak hanya mikroorganismenya

saja tetapi juga spora bakteri. Udara di dalam autoclave harus

dikeluarkan sebelum sterilisasi dimulai karena hanya tekanan

yang diberikan oleh uaplah yang merupakan tekanan yang

efektif untuk menaikkan temperatur uap. Lamanya waktu

yang diperlukan untuk proses sterilisasi adalah jumlah waktu

yang diperlukan untuk memanaskan larutan/ alat/ bahan

sampai temperatur sterilisasi ditambah lamanya sterilisasi

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 23


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

setelah mencapai temperatur tersebut. Sterilisasi dengan

autoclave 120C, 20 menit adalah sterilisasi dengan waktu

yang diperlukan untuk memanaskan larutan/ alat/ bahan

sampai temperatur 120C ditambah 20 menit dengan tetap

mempertahankan temperatur 120 C.

Bahan–bahan yang ditambahkan pada pembuatan sediaan

parenteral

Dalam pembuatan atau formulasi sediaan parenteral,

selain bahan aktif, sering pula dimasukkan zat tambahan

untuk menaikan fungsi atau stabilitas sediaan tersebut. Zat

tambahan yang dimasukan dapat mempunyai salah satu dari

beberapa fungsi berikut di antaranya:

1. Untuk mempertahankan kelarutan obat

2. Untuk mempertahankan stabilitas kimia fisika larutan

3. Untuk mempertahankan sterilitas larutan (multiple-dose)

4. Mempermudah penggunaan sediaan parenteral dengan

mengurangi rasa sakit pada penyuntikan dan iritasi jaringan.

5. Sebagai wetting – agent dan suspending agent (sediaan dalam

bentuk suspensi steril).

24 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Pembuatan produk steril

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

sediaan steril maupun sediaan steril yang dihasilkan memiliki

sifat-sifat tertentu. Ada bahan yang tetap stabil pada suhu

tinggi, ada pula bahan yang bersifat termolabil. Oleh karena

itu, dalam pembuatan sediaan steril, dikenal 2 macam metode

yaitu:

1. Sterilisasi akhir

Larutan obat yang dibuat setelah difiltrasi kemudian

diisikan ke dalam wadah yang bersih dan ditutup,

selanjutnya dilakukan sterilisasi akhir.

2. Teknik aseptis (produk diproses dengan cara aseptis pada

semua tahap pembuatan sejak awal hingga akhir)

Untuk pembuatan produk dengan teknik aseptis, perlu

dilakukan tindakan khusus untuk mencegah pencemaran

jasad renik yang berasal dari petugas, udara, air, wadah,

serta peralatan yang tidak disanitasi dengan tepat.

Kemasan

Bentuk kemasan sediaan parenteral antara lain:

1. Ampul

2. Vial

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 25


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

3. Botol Infus

4. Disposable syringe

Bahan yang digunakan untuk pengemas terbuat dari

gelas, plastik, dan karet.

a. Gelas

Gelas merupakan wadah parenteral yang sudah lama

dikenal penggunaannya. Wadah ini memberikan beberapa

keuntungan antara lain:

1. Bersifat impermeabel

2. Cukup keras dan mempunyai bentuk stabil

3. Transparan, mudah untuk melihat isi

4. Dapat disterilisasi panas kering (260 C) atau uap

bertekanan (121 C) tanpa mengalami perubahan

5. Mudah dipasang dengan alat pemakai sediaan parenteral.

b. Plastik

Selain bahan pengemas gelas, bahan pengemas plastik

mengalami perkembangan yang cukup pesat pula. Plastik

merupakan polimer dengan BM tinggi dan berbentuk padat.

Plastik (polimer) dibagi dalam 2 kategori:

1. Thermoplastik padat pada temperatur kamar tetapi

dapat lunak dengan panas dan tekanan.

26 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

2. Thermosetting plastik (thermozet), stabil terhadap

panas.

Beberapa keuntungan dari pengemas plastik, antara lain:

1. Relatif murah

2. Ringan

3. Tahan terhadap benturan mekanis

4. Fleksibel

5. Beberapa jenis plastik bersifat transparan

c. Karet

Penutup untuk wadah sediaan steril pada umumnya

menggunakan karet. Penutup karet ini memberikan

kemudahan untuk pengambilan isinya serta tetap dapat

memberikan perlindungan isinya dari pengaruh luar. Dikenal

dua macam karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet

sebagai penutup harus memenuhi beberapa persyaratan

fisika dan kimia yaitu:

1. Fisika: elastis, tidak melepaskan partikel

2. Kimia: tidak melepaskan zat kimia ke dalam isi/

larutan

Sebelum digunakan untuk mengemas sediaan farmasi steril,

terlebih dahulu dilakukan pencucian dan depirogenasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 27


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

kemasan primernya. Pencucian kemasan primer bertujuan

untuk membersihkan pengemas/ wadah dari lemak, partikel,

bakteri, dan pirogen. Depirogenasi dapat dilakukan dengan

oven pada suhu tinggi (± 200 °C). Adapun bahan yang dapat

digunakan dalam pencucian antara lain:

1. Alkali

2. Detergen

3. Purified water (PW)

4. Aqua demineralisasi (DI) yang disaring

5. Non–pyrogen water

6. Air untuk injeksi (WFI)

Contoh sediaan farmasi steril antara lain adalah infus dan iv

admixture.

INFUS

Infus adalah larutan yang diberikan secara parenteral

dan biasanya dikemas dalam volume 0,5 – 1 liter. Infus dapat

berupa larutan yang mengandung elektrolit, karbohidrat,

asam amino, atau lemak. Contoh larutan/ cairan infus adalah:

NaCl 0,9 %, larutan Ringer Laktat, larutan Dextrose, dan lain-

lain.

28 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Dalam pembuatannya, larutan elektrolit sering diberi

zat tambahan yang berfungsi untuk mendapatkan larutan

dengan nilai tonisitas dan pH yang sesuai. Konsentrasi dari

elektrolit dalam suatu larutan parenteral (infus) biasanya

ditunjukan dalam persen (%) (w/v) atau milliequivalen (mEq)

Satu miliequivalen, mEq dapat dihitung dengan :

𝑔
𝑚𝑙 𝑥1000 𝑥 (𝑣𝑎𝑙. 𝑖𝑜𝑛)𝑥 (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖)
𝑚𝐸𝑞 = 1000
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 (𝐵𝑀)

Contoh: Hitung jumlah calcium dan chloride ion dalam

larutan yang mengandung 20 mg CaCl2 (Calsium Chloride,

USP) dalam 100 ml.

Hitungan:

0,200 x 1000 x 2 x 1
mEq = = 2,6 mEq Ca++
147

0,200 x 1000 x 2 x 1
mEq = = 2,6 mEq Cl –
147

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 29


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Pemeriksaan sediaan steril dalam wadah ampul

Setelah larutan disterilkan, perlu dilakukan beberapa

pemeriksaan sebelum wadah–wadah diberi etiket dan

dikemas. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: pemeriksaan

kebocoran, sterilitas, pirogen, kejernihan dan warna, volume

dan berat, identitas.

1. Pemeriksaan kebocoran

Metode yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan

kebocoran ampul adalah sebagai berikut :

a. Uji dengan larutan warna (Dye Bath Test)

Dalam uji ini, digunakan larutan metilen biru 0,0025

%(b/v) dalam larutan phenol 0,0025 %(b/v). Ampul-

ampul harus terendam dalam larutan. Uji dilakukan

dalam bejana yang dibuat vakum sampai 70 mmHg

(0,96 kg / cm2) dan dijaga selama tidak kurang dari 15

menit. Ampul-ampul yang berwarna biru harus

dibuang.

b. Metode penarikan vakum ganda (The Double Vacuum

Pull Method)

Uji dilakukan dalam bejana yang diberi alas kertas

penyerap. Bejana dibuat vakum sampai 70 mmHg

(0,966 kg / cm2) dan dijaga selama tidak kurang dari

30 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

15 menit. Setelah pompa vakum dimatikan, diamati

ada tidaknya noda basah pada kertas penyerap.

Ampul yang menyebabkan noda basah dibuang. Uji

dilanjutkan dengan posisi terbalik dengan kertas

penyerap baru. Pada akhir uji, ampul yang

menyebabkan noda basah harus dibuang.

2. Pemeriksaan sterilitas

Pada umumnya dikenal dua cara uji yaitu:

a) Metode langsung

b) Metode filtrasi

3. Pemeriksaan pirogen

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna

Semua larutan injeksi dan larutan tetes mata sangat

diharapkan bebas dari partikel asing. Oleh karena itu

seluruh wadah yang berisi larutan injeksi (misal: ampul,

vial) dan larutan tetes mata harus diperiksa terhadap

adanya partikel asing (partikel gelas dan arang) dan

wadah yang rusak. Wadah-wadah yang rusak ini harus

dipisahkan. Pemeriksaan terhadap kejernihan larutan

injeksi dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengamatan dilakukan pada meja pemeriksaan atau

kotak yang dilengkapi dengan sumber cahaya

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 31


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

(lampu) yang pada jarak 25 cm dari permukaan kotak

dapat memberikan kekuatan penyinaran tidak

kurang dari 1000 Lux dan tidak boleh lebih dari 3500

Lux. Sumber sinar berupa lampu pijar putih,

kekuatan 100 watt atau 3 buah lampu neon kekuatan

masing-masing 15 watt. Ruang pemeriksaan harus

gelap.

b. Sejumlah wadah (ampul, vial) yang belum berlabel

dipegang pada lehernya, balikkan perlahan–lahan

untuk mencegah terjadinya gelembung udara,

kemudian putar sedikit untuk memutar isi larutan di

dalamnya, kemudian wadah dipegang secara

horizontal. Pemeriksaan dalam wadah dilakukan

dengan menggunakan latar belakang hitam putih

selang-seling. Wadah yang berisi larutan yang

tercemar partikel asing atau wadah rusak harus

dipisah. Bila jumlah wadah yang tercemar melebihi

batas persyaratan, maka pemeriksaan diulang atau

kemudian produk ditolak.

5. Pemeriksaan volume dan berat

6. Pemeriksaan identitas

7. Penentuan hasil

32 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

IV (INTRAVENOUS) ADMIXTURE

IV admixture adalah suatu larutan steril yang

dimaksudkan untuk penggunaan parenteral yang dibuat

dengan cara mencampurkan satu atau lebih produk

parenteral ke dalam suatu wadah. Pada saat ini, program IV

admixture makin banyak digunakan. Dalam suatu survey

pada 10 rumah sakit di Ulster Inggris selama satu bulan,

D’Arcy & Thomson menemukan bahwa dari total pemakaian

7900 larutan intravenous infus, didapatkan 3096 (39,2%) infus

diberikan dalam bentuk IV admixture (infus diberikan dalam

campuran dengan obat).

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui

program IV admixture adalah bahan obat/ bahan aditif yang

ditambahkan atau dicampurkan ke dalam wadah larutan

infus standar dapat berfungsi ganda sekaligus, yaitu larutan

infus sebagai pemelihara atau penjaga keseimbangan cairan

tubuh dan obat yang terkandung di dalamnya diharapkan

dapat mempertahankan kadar terapeutik obat dalam plasma.

Keuntungan lainnya adalah pada pemberian banyak obat

(multiple drug therapy), cara ini dianggap alternatif yang paling

baik mengingat terbatasnya vena yang tersedia. Dengan

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 33


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

demikian, selain praktis juga lebih memberikan kenyamanan

(convenience) bagi penderita.

Adapun kerugian yang dapat ditimbulkan pada

pemberian obat melalui program IV admixture adalah

kemungkinan timbulnya interaksi in vitro serta tercemarnya

sediaan IV admixture oleh mikroorganisme apabila

pencampuran dilakukan secara sembarangan.

Karena diberikan secara intravena, sediaan IV

admixture harus memenuhi kriteria bebas pirogen dan partikel

asing, serta terjamin sterilitasnya. Untuk mendapatkan

sediaan steril yang memenuhi kriteria, perlu diperhatikan

hal-hal yang diperlukan dalam preparasi sediaan iv

admixture, yaitu terkait penyiapan ruangan serta kebijakan

dan prosedur.

1. Penyiapan Ruangan

Ruangan yang dipersyaratkan untuk melakukan

pencampuran sediaan steril adalah clean room. Ukuran clean

room bervariasi tergantung dari jumlah produk yang

dihasilkan, jumlah karyawan yang melakukan pencampuran

sediaan steril, serta peralatan yang digunakan untuk

pencampuran tersebut. Beberapa persyaratan yang

34 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

diperlukan untuk ruangan pada pencampuran sediaan steril

adalah:

a) Lantai dan dinding dilapisi vinyl atau epoxy sehingga

mudah dibersihkan.

b) Terdapat fasilitas cuci tangan.

c) Tersedia alat Laminar Air Flow (LAF) baik horizontal

atau vertikal atau keduanya.

d) Tersedia refrigerator (pendingin).

e) Tersedia alat-alat yang diperlukan dalam pencampuran

sediaan steril seperti: jarum, syringes, alkohol, sarung

tangan, masker dan baju steril, wadah-wadah yang

bersifat disposable, small atau large volume parenteral

untuk pelarut.

f) Cahaya ruangan yang cukup.

g) Mempunyai tekanan udara yang cukup.

h) Merupakan ruangan yang terpisah dan lalu lintas

petugas seminimal mungkin.

i) Larangan merokok, makan atau minum di area clean

room.

j) Beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan

sebagaimana persyaratan yang diperlukan untuk

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 35


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

daerah steril seperti adanya pintu locker dan sistem

aliran udara.

2. Kebijakan dan Prosedur

Dalam teknik aseptik, petugas menyiapkan iv

admixture di dalam clean room dan di bawah alat Laminar Air

Flow untuk mencegah tercemarnya sediaan dari

mikroorganisme. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam teknik aseptik adalah:

a) Penggunaan pakaian kerja yang bersih dan bebas dari

partikel, lengkap dengan penutup kepala, penutup

sepatu, dan masker.

b) Cuci tangan minimal 30 detik dengan menggunakan

sikat, air hangat, dan sabun antimikroba, selanjutnya

gunakan sarung tangan steril (gloves).

c) Penyiapan sediaan IV admixture secara aseptik di

bawah alat Laminar Air Flow (LAF) dengan mengetahui

cara kerja yang benar dalam menggunakan alat LAF,

penggunaan alat-alat steril seperti jarum dan syringe,

prosedur pencampuran bahan aktif dari wadahnya ke

dalam sediaan infus.

36 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Pemasangan label pada sediaan IV admixture

Pemberian label pada sediaan IV admixture sangat

penting karena adanya penambahan bahan aktif pada sediaan

infus. Tiap wadah sediaan IV admixture harus diberi label

yang mencantumkan:

1) Nama pasien, nomor registrasi, dan nomor ruangan.

2) Nomor urut botol.

3) Nama dan jumlah obat yang ditambahkan.

4) Nama dan volume larutan infus yang digunakan.

5) Volume akhir larutan (untuk kemoterapi admixture).

6) Kecepatan pemberian (mililiter perjam) infus.

7) Tanggal dan waktu pemberian kepada pasien.

8) Waktu kadaluwarsa.

9) Tanda tangan petugas yang menyiapkan.

10) Tambahan keterangan seperti cara penyimpanan,

dan lain-lain.

Penyimpanan dan penentuan waktu kadaluwarsa

Penyimpanan dan penetuan waktu kadaluwarsa

pada sediaan IV admixture perlu diperhatikan karena

kaitannya dengan sifat stabilitas obat dan terjadinya

inkompatibilitas larutan yang kemungkinan dapat terjadi.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 37


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Stabilitas bahan aktif dalam sediaan parenteral dapat

dipengaruhi oleh wadah, kondisi lingkungan seperti

temperatur dan cahaya, pelarut yang digunakan, serta obat

lain yang dicampurkan secara bersamaan dalam larutan infus

tersebut. Oleh karena itu, waktu kadaluwarsa bahan aktif

dalam sediaan parenteral perlu ditetapkan dengan benar.

Walaupun kebanyakan sediaan parenteral cukup stabil

selama beberapa hari atau beberapa minggu, jangka waktu

sterilitasnya perlu mendapat perhatian karena bisa saja tidak

akan bertahan selama itu.

Peristiwa inkompatibilitas dapat terjadi dalam proses

pencampuran bahan aktif ke dalam sediaan infus.

Inkompatibilitas dikategorikan atas inkompatibilitas fisika,

kimia, dan farmakologi. Inkompatibilitas fisika menghasilkan

perubahan-perubahan yang nampak seperti timbulnya

endapan dan perubahan warna. Inkompatibilitas kimia

biasanya menghasilkan suatu senyawa yang inaktif.

Sementara itu, inkompatibilitas terapetik terjadi karena

interaksi antara obat-obat atau antara obat-penyakit yang

menyebabkan efek potensiasi obat, sehingga dapat

berdampak terhadap terjadinya efek toksisitas atau

sebaliknya terjadi efek subterapeutik.

38 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

ALAT LAMINAR AIR FLOW (LAF)

Alat ini digunakan untuk melindungi sediaan

parenteral dari kontaminan mikrobiologi yang terdapat

dalam udara. Alat LAF bekerja dengan cara menyaring udara

yang masuk ke dalam daerah kerja melalui penyaring HEPA

filter sehingga udara yang masuk ke dalam daerah kerja

bebas dari mikroorganisme dan partikel asing yang terdapat

di udara. Dengan demikian alat ini tidak bersifat

menyeterilkan lingkungan, tetapi lebih pada menjaga

lingkungan dalam kondisi yang bersih, sehingga penggunaan

teknik aseptik yang benar selama bekerja dengan alat LAF

mutlak harus dilakukan. Penggunaan alat LAF saja tanpa

prosedur teknik aseptik dalam bekerja tidak dapat menjamin

sterilitas produk yang dihasilkan.

Alat LAF mempunyai 2 tipe aliran udara yaitu tipe

aliran udara horizontal (Gambar 5) dan tipe aliran udara

vertikal. Tipe vertical air flow biological safety cabinet digunakan

untuk menyiapkan preparat obat-obat kanker dan obat

berbahaya lain. Tipe horizontal tidak cocok untuk

menyiapkan preparat obat-obatan jenis ini karena

kontaminan dalam alat dapat tertiup langsung kearah

petugas.

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 39


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika bekerja

dengan alat LAF adalah :

1. Gunakan pakaian kerja lengkap terlebih dahulu.

2. Sebelum LAF digunakan, hidupkan lampu ultraviolet

yang terdapat pada alat LAF selama 30 menit, baru

kemudian menghidupkan blowernya. Cara lain adalah

seluruh permukaan kerja alat LAF dibersihkan

dengan isopropil.

Gambar 5. Horizontal Laminar Air Flow

3. Semprotkan alkohol 70% atau desinfektan lain

dengan kain yang bebas serat dengan gerakan dari

40 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

dalam alat menuju ke arah luar sehingga kontaminan

bergerak keluar alat.

4. Hanya benda yang diperlukan saja yang berada di

dalam daerah kerja LAF.

5. Benda-benda diletakkan didalam daerah kerja di

depan alat dan minimal berjarak 6 inchi dari tiap sisi

sampingnya.

6. HEPA filter yang terdapat didalam alat LAF tidak

boleh tersentuh, terkena cairan pembersih maupun

terkena bahan-bahan lain selama bekerja pada alat

LAF.

7. Alat LAF harus ditempatkan pada tempat yang jauh

dari pintu, ventilasi udara, ataupun hal-hal yang

dapat menghasilkan udara yang berpotensi

menimbulkan kontaminan ke dalam alat.

8. Tangan, jari, dan pergelangan tangan harus

seminimal mungkin berada di area kerja untuk

menghindari kemungkinan masuknya bakteri dan

partikel ke dalam area kerja.

9. Jangan berbicara, batuk-batuk, dan melakukan

gerakan yang tidak perlu selama bekerja dengan alat

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 41


Buku Petunjuk Praktikum Dispensing Sediaan Aseptis

LAF untuk meminimalkan timbulnya aliran udara

yang turbulen.

10. Alat LAF harus dilakukan pemeriksaan tiap 6 bulan

sekali dan filter yang rusak harus segera diganti

dengan yang baru.

42 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai