PENDAHULUAN
Teknologi sediaan farmasi adalah cara memformulasikan atau merancang suatu obat
menjadi bentuk sediaan dengan menggunakan teknologi. Teknologi farmasi berkembang dengan
pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diperlukan produk
farmasi yang aman, berkhasiat dan bermutu dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang
terjangkau. Ketersediaan dan keterjangkauan produk farmasi, khususnya obat dan bahan baku obat
diberikan oleh industri farmasi.
Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya diatur
secara ketat yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) untuk
mengatur tentang penjaminan mutu obat yang di hasilkan industri farmasi diseluruh aspek melalui
serangkaian kegiatan produksi, sehingga obat jadi yang di hasilkan memenuhi persyaratan mutu
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Untuk menghasilkan sediaan yang steril, diperlukan pengetahuan tambahan selain
pengetahuan tentang pembuatan bentuk sediaan, yaitu adanya jaminan bahwa selama produksi dan
setelah produksi, sfediaan bebas dari cemaran mikroba. Bentuk sediaan steril bisa bebagai bentuk,
yaitu cair, padat, atau semipadat. Salah satu contoh sediaan steril yang dimaksud yakni injeksi.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, ataupun serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Injeksi pun memiliki beragam jenis sesuai
dengan penggunaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
l. Sediaan vaksin
Merupakan produk biologi (pembantu diagnostik) untuk tujuan mencegah penyakit dan
pengobatan
II.2. EMULSI
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 hal 6)
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat
cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. ( Howard C. Ansel. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi hal 376 ).
Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispers
sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air
disebut emulsi minyak-alam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “ m/a “. Sebaliknya
emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan
dikenal sebagai emulsi “ a/m ”
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu
preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur. Untuk emulsi
yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang
harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya
minyak yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan pemanis dan memberi rasa pada pembawa
air sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung.
Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair dapat digunakan secara
bermacam-macam seperti oral, topikal, atau parenteral; emulsi semisolid digunakan secara topikal.
II.2.1 Komponen Emulsi
2. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar,yaitu zat cair dalam emulsi
yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
3. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya, corrigen saporis, odoris, colouris,
pengawet (preservative)¸ dan antioksidan. Pengawet yang sering digunakan dalam sediaan
emulsi adalah metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium
kuarterner.
Antioksidan yang sering digunakan antara lain asam askrobat (vitamin C), α-
tokoferol, asam sitrat, propil glatat, dan asam galat.
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal,
emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1.Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang terdiri
atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase
internal dan air sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri
atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal
dan minyak sebagai fase eksternal.
1. Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH . (FI ed. IV, hal 1039-1040)
b. Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, hal. 981-984).
c. Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah <1131> (FI ed. IV Hal 1044).
d. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal. 19)
e. Uji Kejernihan Larutan (FI ED. IV, hal 998)
f. Uji Kebocoran ( Lachman, 1994). Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-
wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam
larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen
akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini
akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya
harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang
divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
g. Uji Kejernihan dan Warna ( Lachman, 1994): Umumnya setiap larutan suntik harus jernih
dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan
yang sangat teliti karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini
kriterianya cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping
dengan latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih untuk
menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2. Evaluasi Biologi
a. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
b. Uji Sterilitas <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
c. Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
d. Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
e. Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)
3. Evaluasi Kimia
a. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
b. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing
Formula :
R/ minyak kapas 15 %
Dekstrose 4%
Lechitithin (emulgator ) 4,2 %
Propilen Glikol (emulgator) 0,3 %
Biji kapas memiliki kandungan minyak biji kapas sebanyak 16.14% dengan kelembaban
<10%.Kandungan asam lemak biji kapas yang paling banyak adalah asam linoleat
C18:2(asam lemaktak jenuh).Komposisi kandungan asam lemak yang terdapat pada biji
kapas dapat dilihat padatabel berikut:
Asam Lemak(FA)Kandungan%
Miristat C14:0 0.7 - 0.9Palmitat C16:0 22.7 - 27.3Palmitoleat C16:1 0.6 - 0.8Stearat C18:0 2.
0 - 2.7Oleat C18:1 15.6 - 18.6Linoleat C18:2 50.5 - 55.8Linolenat C18:3 0.2 - 0.3 Arcidoneat
C:20 0.1
Tujuannya adalah untuk memisahkan senyawa kotoran dari minyak biji kapas.Kotoran ini
dikelompokkan dalam 3 tahap :1 Kotorann tidak larut dalam minyakcara : Pengendapan dan
Penyaringan2 Kotoran bentuk suspensi koloid dalam minyakcara : mengalirkan uap
panas3 Kotoran larut dalam minyak.kotoran tersebut mengandung komponen non trigliserida
seperti : Asam Lemak,mono dan
gliserida,pospatida,sterol,glikolipid,tokoferol,hidrokarbonpigmen(gossypol),sterol
glusida,protein logam-logam.
b. Dekstrosa (glukosa)
(FI IV hal. 300, Martindale 28 hal. 50, DI hal. 1427, Excipient hal. 154)
Pemerian : Hablur tidak berwarna serbuk hablur atau serbuk granul putih, tidak berbau rasa
manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam
etanol mendidih, sedikit larut dalam alkohol
E NaCl : 0,16 ( Sprowls hal: 187)
L : 1,9
Konsentrasi : 2,5-11,5% untuk IV (DI 2003 hal 2505). 0,5-0,8g/kg/jam (DI hal 1427-1429).
Untuk hipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi 50%)
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan penyimpanan yang
kering, dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam
larutan
Sterilisasi : autoklaf
Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat pemberian
(lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan
dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia.
Bj = 1,038 g/cm3
Konsentrasi = 10-25%
d. Lesethin
:Setiap vial mengandung 3.000.000 unit procaine penicillin-G Meiji, yaitu bubuk kristal putih
tidak berbau dan larut dalamair.
BM = 144,11.
Pemerian = Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
stabil di udara.
Kelarutan = Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih. Mudah
larut dalam etanol 90%.
Gomenoleo oil; olivae oleumraffinatum; pure olive oil; olea europaea oil; oleum
olivae.2.Struktur Kimia-3.Berat Molekul-4.Titik Lebur-5.OrganoleptisCairan, kuning pucat atau
kuning kehijauan ; bau lemah,tidak tengik ; rasa khas, pada suhu rendah sebagian atauseluruhnya
membeku.6.Kadar bahanaktif-7.KelarutanSukar larut dalam Etanol 95% P ; larut dalam
kloroform Pdan dalam Eter minyak tanah P.8.Khasiatmeningkatkan fungsi liver, mengendalikan
kolsterol,antihipertensi, dan diuretik9.PenyimpananTerlindung dari cahaya, temperature tidak
lebih dari 25
Organoleptis : Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan ; bau lemah, tidak tengik ; rasa khas,
pada suhu rendah sebagian atau seluruhnya membeku.
Kelarutan : Sukar larut dalam Etanol 95% P ; larut dalam kloroform P dan dalam Eter minyak
tanah P.
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya, temperature tidak lebih dari 250c. Olive oil should be
stored in a cool, dry place in a tight, wellfilled container.
Stabilitas : When cooled, olive oil becomes cloudy at approximately 108C, and becomes a
butterlike mass at 08C.
OTT : Olive oil may be saponified by alkali hydroxides. As it contains a high proportion of
unsaturated fatty acids, olive oil is prone to oxidation and is incompatible with oxidizing agents
1. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian
subjektif dari pengamat. Tujuan dilakukan uji kejernihan ini adalah untuk mengetahui kejernihan
dari sediaan yang dibuat. Syarat kejernihan yaitu sediaan larutan ( kecuali suspensi dan emulsi)
adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam larutan jernih
2. Partikel
Sediaan steril harus bebas dari partikel melayang karena dapat menyebabkan kontaminasi dan
membawa mikroorganisme.
Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat berasal dari
larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun dari wadah.
Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan granuloma patologis dalam organ vital
tubuh. Untuk mengetahui keberadaan partikel asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada
sumber cahaya. Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel
dalam sediaan. Dari hasil uji ini mensyaratkan bahwa tidak terdapat partikel asing dalam sediaan.
Pada waktu pembuatan sediaan steril kemungkinan jika masih terdapat partikel asing bisa terjadi
karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos dari saringan
3. Tipe suspense
Untuk sediaan steril tipe suspense harus memenuhi persyaratan yang berlaku untuk suspensi
steril
Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata.
Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Suspensi steril berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari jaringan sekitar.
Sehingga akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan tetap sebagai hipertonis
Stabil.
Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika (ataupun kimia). Misal jika bentuk sediaan
larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi). Sifat stabil ini
berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:
Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi akan menjadi merah
karena terbentuk adenokrom.
b.terjadi pengendapan
Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak bebas CO2 maka
akan terbentuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air sehingga akan mengendap. Akibatnya
dosis menjadi berkurang.
4. Tonisitas
• Tonisitas menggambarkan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan (zat padat yang
terlarut di dalamnya)
• Tidak semua sediaan steril harus isotonis, tapi tidak boleh hipotonis, beberapa boleh
hipertonis
3. Produk Steril
Beyond Use Date (BUD) sediaan injeksi menurut kategori risiko kontaminasi :
a. PROPOFOL
Sifat Fisik dan Kimia Propofol sedikit larut dalam air, memiliki pKa 11, serta memiliki koefisien
partisi 6761:1 pada pH 6-8,5.Propofol memiliki nama kimia 2,6-diisopropilfenol dengan bobot
molekul 178,27 dan struktur kimia sebagai berikut : Propofol biasa tersedia dalam sediaan emulsi
injeksi steril dan bebas pirogen (DIPRIVAN®).
Sifat Farmakokinetik Propofol propofol dengan cepat diabsorbsi tubuh dan disitribusikan dari
darah ke jarigan. Distribusi propofol dalam tubuh melalui 2 fase dimana fase kedua berlangsung
lebih lambat dari pada fase pertama karena terjadi metabolisme di hati yang signifikan (konjugasi)
sebelum dieksresikan lewat urin. Lebih kurang 2% dari dosis yang diberikan dieksresikan melalui
feses. Propofol dapat menembus plasenta dan diekresi melalui air susu. Setelah dosis bolus
diberikan, terjadi keseimbangan dengancepat antara plasma dan otak yang menggambarkan
kecepatan onset anastesi. Pemutusan dosis setalah pemeliharaan anestesi selama lebih kurang 1
jam atau untuk sedasi pasien ICU selama 1 hari, menyebabkan penurunan cepat konsentrasi
propofol dalam darah.
Pemberian infus jangka panjang (10 hari pada sedasi pasien ICU) menyebabkan akumulasi
signifikan propofol dalam jaringan, maka sedasi propofol menjadi lambat dan waktu sadar kembali
menjadi meningkat (Morgan et al, 2014). Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme
oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450. Namun metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatik tetapi
juga ekstrahepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi
obat dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal.
Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan
sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin.
Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam tapi yang lebih penting sensitive half time dari
propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Sensitive half
time adalah pengaruh 9 minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat ketika
infus dihentikan sehingga obat kembali dari tempat simpanan jaringan ke sirkulasi (Barash, 2006).
Meskipun metabolisme propofol cepat tidak ada bukti yang menunjukkan adanya gangguan
eliminasi pada pasien sirosis hepatis. Konsentrasi propofol di plasma sama antara pasien yang
meminum alkohol dan yang tidak. Disfungsi ginjal tidak mempengaruhi metabolisme bersihan
propofol dan selama pengamatan lebih dari 34 tahun metabolisme propofol dimetabolisme di urin
hanya 24 jam pertama. Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun menunjukkan penurunan bersihan
plasma propofol dibandingkan pasien dewasa. Kecepatan bersihan propofol mengkonfirmasi
bahwa obat ini dapat digunakan secara terus menerus intravena tanpa efek kumulatif. Propofol
mampu melewati sirkulasi plasenta namun secara cepat dibersihkan dari sirkulasi fetus.
Dosis besar propofol mungkin menyebabkan penurunan tekanan darah yang diikuti
penurunan tekanan aliran darah ke otak. Propofol menyebabkan perubahan gambaran EEG yang
mirip pada pasien yang mendapatkan thiopental. Cortical somatosensory evoked potentials yang
digunakan sebagai alat untuk memantau fungsi sumsum tulang belakang menunjukkan tidak
terdapat perbedaan hasil (penurunan amplitudo) antara pasien yang mendapatkan propofol saja
dan yang mendapatkan propofol, N2O atau zat volatil lainnya. Propofol tidak mengubah gambaran
EEG pasien kraniotomi. Mirip seperti midazolam, propofol menyebabkan ganguan ingatan yang
mana thiopental memiliki efek yang lebih sedikit serta fentanyl yang tidak memiliki efek gangguan
ingatan.
Efek Pada Sistem Kardiovaskuler. Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik
dari pada thiopental. Penurunan tekanan darah ini dipengaruhi perubahan volume kardiak dan
resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan hambatan aktivitas
simpatis vasokontriksi. Stimulasi langsung laringoskop dan intubasi trakea membalikkan efek
propofol terhadap tekanan darah. Propofol juga menghambat respon hipertensi selama
pemasangan laringeal mask airways. N2O tidak mengubah respon tekanan darah pada pasien yang
diberikan propofol. Suatu penekan respon misalnya ephedrin dapat dimanfaatkan pada pasien
ini.Bradikardi dan asistol pernah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan propofol sehingga
disarankan pemberian obat antikolinergik untuk mengatasi stimulasi ke nervus vagus.
Propofol sebenarnya juga meningkatkan respon syaraf simpatis dalam skala ringan
dibandingkan saraf parasimpatis sehingga terjadi dominasi saraf parasimpatis.Resiko bradikardia
related death selama anestesi propofol sebesar 1,4/100.000. Bentuk bradikardi yang parah dan fatal
pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol
dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks oculokardiak pada pembedahan strabismus anak
selama pemberian antikolinergik.Respon denyut jantung selama pemberian atropin intravena
berbeda tipis pasien yang mendapat propofol dan pasien yang sadar. Penurunan respon atropin
terjadi karena propofol menekan aktifitas saraf simpatis. Pengobatan propofol yang menginduksi
bradikardia adalah dengan pemberian beta agonis contohnya isoproterenol.
Efek Pada Fungsi Hepar dan Ginjal. Propofol tidak mengganggu fungsi hepar dan ginjal
yang dinilai dari enzim transaminase hati dan konsentrasi kreatinin. Infus propofol yang lama
menimbulkan kerusakan pada sel hepar akibat asidosis laktat. Infus propofol yang lama
menyebabkan urin berwarna kehijauan akibat adanya rantai phenol. Namun perubahan warna urin
ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapatkan
propofol ditandai dengan urin yang keruh, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang
rendah. Efek ini menandai gangguan ginjal akibat propofol.
Efek Pada Tekanan Intra Okuler. Pembedahan laparaskopi dinilai berhubungan dengan
peningkatan TIO dan posisi pasien saat laparoskopi meningkatkan resiko hipertensi okular. Pada
kasus ini propofol menurunkan TIO segera setelah induksi dan selama tindakan intubasi trakea.
Penurunan TIO ini meningkat pada pasein yang juga mendapatkan isoflurane.
Efek Pada Sistem Koagulasi. Propofol tidak mengganggu koagulasi dan fungsi trombosit.
Namun ada laporan yang menunjukkan bahwa emulsi propofol yang bersifat hidrofobil
mempengaruhi koagulasi darah dan menghambat agregasi trombosit melalui pengaruh mediator
inflamasi lipid termasuk tromboxan A2 dan faktor-faktor pengaktivasi platelet.
Aplikasi Terapeutik Nonhipnotik. Insiden mual dan muntah post operasi menurun pada
pasien yang diberikan propofol. Dosis subhipnotik propofol (10-15 mg iv) mungkin digunakan
untuk mengobati rasa mual dan muntah terutama jika bukan disebabkan rangsangan nervus vagus.
Selama masa postoperasi, keuntungan propofol adalah onset kerja yang cepat dan tiada efek
samping obat yang serius. Propofol memiliki efek umum dalam menatalaksana mual dan muntah
pada konsentrasi yang tidak menimbukan efek sedasi. Efek antiemetik timbul pada pemberian
propofol 10 mg diikuti dengan 10 mikrogram/kgBB/menit.
Dosis subhipnotik propofol efektif menatalaksana rasa mual dan muntah akibat
kemoterapi. Ketika induksi dan mempertahankan anestesi, penggunaan propofol lebih efektif
daripada pemberian ondansentron (Stoelting, 2006). Propofol 10 mg iv efektif untuk
menatalaksana pruritus yang dihubungkan dengan opioid neuraxis atau kolestasis. Mekanisme
efek antipruritus berhubungan kemampuan obat menekan aktifitas spinal. Terdapat suatu
penelitian yang menunjukkan bahwa intratekal opioid menimbulkan pruritus melalui eksitasi
segmental dari sumsum tulang.
b. MINYAK KEDELAI
Minyak kedelai merupakan minyak yang berasal dari tanaman (nabati), termasuk golongan
biji-biji palawija. Minyak kedelai mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Minyak kedelai merupakan minyak nabati mengering (dring oil). Berdasarkan kegunaanya
minyak kedel merupakan minyak Nabati bahan makanan bagi manusia.
Sifat fisika kimia
Sifat Nilai
Bilangan Asam 0,3 - 3,000
Bilangan penyabunan 189 - 195
Bilangan Iod 117 - 141
Bilangan Thisionoggen 77 - 85
Bilangan Hidroksil 4-8
Bilangan Reichert Meissl 0,2 - 0,7
c. LESITHIN
Rumus Molekul C5H13N
Rumus Struktur
d. GLISERIN
Fungsi Emollient
Pemerian Bahan Cairan tidak berwarna hingga kunig, tidak berbau,
berasa manis, bertekstur kental, bersifat higroskopis.
Data Kelarutan larut dalam air, alcohol, etil asetat dan eter
tidak larut dalam benzen, kloroform, karbin
tetraklorida, karbon disulfida, petroleum eter, minyak
Berat Molekul 92,09
Rumus Molekul C3H8O3
pH Netral
e. SODIUM HIDROKSIDA
Fungsi Membentuk larutan alkali kuat jika dilakukan dengan
air, dan sebagai agen buffer
Pemerian Bahan Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, keras, rapuh, dan menujukan susunan hablur,
putih, mudah meleleh dan basah. Sangat alkalis dan
korosif segera menyerap karbondioksida.
Data Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, dan dalam etanol (95%)
Berat Molekul 40,00
FORMULASI
Tiap 100 ml mengandung :
Ivelip 20 % g/L
Soybean Oil 200
Egg lecithins 12
Glycerol 25
Natrium oleat 0,3
Osmolaritas, mO sm/l 270
Energi, kkal 2000
a. MINYAK KEDELAI
Minyak kedelai merupakan minyak yang berasal dari tanaman (nabati), termasuk golongan
biji-biji palawija. Minyak kedelai mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Minyak kedelai merupakan minyak nabati mengering (dring oil). Berdasarkan kegunaanya
minyak kedel merupakan minyak Nabati bahan makanan bagi manusia.
Sifat fisika kimia
Sifat Nilai
Bilangan Asam 0,3 - 3,000
Bilangan penyabunan 189 - 195
Bilangan Iod 117 - 141
Bilangan Thisionoggen 77 - 85
Bilangan Hidroksil 4-8
Bilangan Reichert Meissl 0,2 - 0,7
b. LESITHIN
Rumus Molekul C5H13N
Rumus Struktur
c. GLISERIN
Fungsi Emollient
Pemerian Bahan Cairan tidak berwarna hingga kunig, tidak berbau,
berasa manis, bertekstur kental, bersifat higroskopis.
Data Kelarutan larut dalam air, alcohol, etil asetat dan eter
tidak larut dalam benzen, kloroform, karbin
tetraklorida, karbon disulfida, petroleum eter, minyak
Berat Molekul 92,09
Rumus Molekul C3H8O3
pH Netral
d. NATRIUM OLEAT
Stoelting, Hiller, 2006. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 4 th Ed.: Williams
and Wilkins Philadelpia; pp141-54.
Stiadmojo, Agung, 2015. Perbedaan Antara Propofol dan Ketamin Terhadap Agregrasi Trombosit
pada Induksi Anastesi; UNS
Anonim, 2000. IONI (informularuin Nasional Indonesia) 2000, Depkes RI; Jakarta.
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.