Anda di halaman 1dari 9

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda

volume lebih dari 100 ml (FI IV) Menurut definisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu: 1) Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi. Contoh: Injeksi Insulin 2) Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril. Contoh: Sodium steril 3) Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi. Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi. 4) Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya: suspensi steril. Contoh: Cortison Suspensi steril 5) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril untuk suspensi Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parental diantaranya : Keuntungan : 1. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti. 2. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna. 3. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan . 4. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma Kelemahan : 1. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personal yang terlatih dan membutuuhkan waktu pemberian yang lebih lama 2. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptic rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari 3. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik 4. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pegemasan 5. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral dan interaksi obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilitas karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat 6. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas parenteral harus oleh semua personel yang terlihat. Persyaratan sediaan parenteral 1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.

2. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah. 3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. 4. Bebas kuman. 5. Bebas Pirogen. 6. Isotonis. 7. Isohidris. 8. Bebas partikel melayang Cara Pemberian obat Parenteral 1. Subkutan atau dibawah kulit (s.c), yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan bawah kulit. Volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml. 2. Intramuskular (i.m) yaitu disuntikan kedalam jaringan otot,umumnya otot paha atau pantat. 3. Intravena (i.v) yaitu disuntikkan kedalam pembuluh darah. 4. Intraspinal, yaitu disuntikkan kedalam sumsum tulang belakang. 5. Peritoneal, yaitu kateter dimasukkan kedalam rongga perut dengan operasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ). 6. Intra artikular, yaitu disuntikkan kedalam sendi. 7. Intradermal, yaitu disuntikkan kedalam kulit. Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu : A. Sediaan Parenteral Volume Kecil Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah di bawah 100 ml. Kategori sediaan parenteral volume kecil : 1. Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril. 2. Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak biologi. 3. Zat pendiagnosa seperti media kontras sinar x. 4. Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis. 5. Produk gigi seperti anestetik lokal. 6. Produk bioteknologi. 7. Produk liposom dan lipid. B. Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia Tujuan Penggunaan 1. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat diganti. 2. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien berulangkali. 3.. Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat dalam darah. 4. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral .. 5. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal. Syarat-syarat parenteral volume besar

1. Steril

2. Bebas Pirogen Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena : 1. Sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v). 2. Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan penguras). 3. Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi). 4. Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal). 3. Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan emboli. 4. Dikemas dalam wadah dosis tunggal 5. Tidak mengadung bahan baktersid karena volume cairan terlalu besar. 6. Isotonis dan isohidris Komposisi sediaan parenteral 1. Bahan aktif 2. Bahan tambahan a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol. b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan infus) contoh : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil phidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol. c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan infus) conto : Asetat, Sitrat, Fosfat. d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA). e. Gas inert : Nitrogen dan Argon. f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alkohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat. h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia. j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin. 3. Pembawa a. Pembawa air b. Pembawa nonair dan campuran Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300. Dasar-Dasar Formulasi 1. Pengaruh Cara Suntik (Rute pemberian) 2. Pengaruh Pembawa Zat Pembawa berair yaitu Air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk injeksi berair. Injeksi Natrium Klorida, Injeksi Natrium klorida majemuk, injeksi Glukosa, campuran Gliserol dan etanol atau

zat pembawa berair lainnya dapat juga digunakan. Zat pembawa berair harus memenuhi syarat Uji Pirogenitas. Air ini dapat dibuat dengan metoda destilasi atau dengan metoda osmosis terbalik. Air untuk injeksi atau Aqua pro Injectione dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok, dan segera digunakan. Air merupakan suatu pembawa utama pada sediaan parenteral. Air juga digunakan pada pencucian, pembilasan dan pada proses sterilisasi. Suplai air harus menjamin kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan mulai dari proses awal hingga akhir. Untuk kepentingan farmaseutik, air perlu perhatian khusus seperti kontaminasi elektrolit, zat organik, partikel, gas terlarut (CO2) dan mikroorganisme. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan Air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera digunakan. Uji kimia dan mikrobiologi untuk aqua pro injeksi meliputi: pH, klorida, sulfat, amonia, kalsium, karbondioksida, logam berat, reduktor dan pirogen. Zat pembawa tidak berair umumnya digunakan Minyak untuk Injeksi. Minyak untuk injeksi atau olea pro injectione, meliputi minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik alam ataupun sintetis. Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat Olea Pinguia dan memenuhi syarat berikut : 1. Harus jernih pada suhu 10 0C 2. Tidak berbau tengik atau asing 3. Bilangan asam 0.2 sampai 0.9 4. Bilangan Iodium 79 sampai 128 5. Bilangan penyabunan 189 sampai 200 6. Harus bebas minyak mineral. 3. Pengaruh Eksipien 3.1. Zat Pendapar Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena reaksi penguraian zat, pengaruh wadah gelas/plastik dan pengaruh gas serta tekanan terhadap zat khasiat sehingga diperlukan pendapar yang dapat mempertahankan pH sediaan. pH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan lama dan darah dapat menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai pH darah. Bila pH > 9 terjadi nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit waktu disuntikkan. 3.2 Pengaruh penambahan anti oksidan Zat khasiat dapat terurai akibat oksidasi sehingga untuk mengatasinya dapat ditambahkan suatu anti oksidan yaitu zat yang mempunyai potensial oksidasi lebih rendah dari zat khasiatnya 3.3 Pengaruh penambahan anti mikroba Anti mikroba perlu ditambahkan untuk sediaan parenteral yang dipakai berkali-kali (dosis terbagi). Kadang-kadang ditambahkan pada dosis tunggal yang tidak ada sterilisasi akhir 3.4 Pengaruh Tonisitas Definisi isotonis adalah larutan parenteral yang mempunyai tekanan osmosa sama dengan plasma darah. Bila larutan parenteral mempunyai tekanan osmosa lebih rendah dari plasma darah disebut hipotonis sedangkan bila tekanan osmosanya lebih tinggi disebut hipertonis. Untuk mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi serta mencegah hemolisa maka sediaan parenteral

sebaiknya harus isotonis. Sediaan yang isotonis ini tidak selalu dapat dicapai mengingat kadang-kadang diperlukan zat khasiat dengan dosis tinggi untuk mendapatkan efek farmakologi sehingga isotonis terlampaui (larutan sedikit hipertonis) Faktor fisiko kimia pembuatan sediaan parenteral 1. Kelarutan Umumnya obat untuk membuat sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang menjadi hambatan. Kelarutan penting diperhatikan bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain atau terjadinya kristal dari beberapa zat seperti manitol (13 g dlm 100 ml pada suhu 14 0C). 2. pH pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah, kestabilan obat dan berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik dan tutup karet. pH darah normal : 7,35 7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume basar mempunyai pH diluar batas tsb dapat menyebabkan masalah. pada tubuh. 3. Pembawa Umumnya digunakan pembawa air. Bila berupa emulsi, partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 m. 4. Cahaya dan Suhu Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat. Contoh vitamin harus disimpan dalam wadah terlindung cahaya. 5. Faktor Kemasan/ wadah Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume basar seperti gelas, plastik dan tutup karet. Kandungan mikroba dari komponen kemasan sediaan parenteral dapat memberikan kontaminasi, misalnya dari komposisi, selama transportasi dan kondisi penyimpanan produk parenteral. Jenis-jenis wadah, antara lain : Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis. 1. Wadah Gelas Wadah gelas masih merupakan pilihan pertama bagi sediaan parenteral volume kacil karena tahan terhadap zat kimia, asam, basa dan garam. Wadah gelas sebelum digunakan perlu dilakukan pemeriksaan jenis gelas untuk pemakaian parenteral. Wadah gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III. Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat

digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda. 2. Wadah Polimer Dalam dekade terakhir banyak digunakan terutama untuk sediaan infus. Keuntungan : pelepasan material sedikit,kemungkinan pecah kecil, mudah disimpan dan diangkut, mudah ditangani dan suara ribut berkurang. Kekurangan : dapat terjadi permeasi, resapan, reaksi kimia dan tidak stabilnya material polimer selama pemakaian. Jenis polimer yang digunakan : poliolefin,vinilresin atau polistiren . 3. Wadah Elastomerik Wadah elastomerik memiliki beberapa keuntungan : fleksibel, elastis, dapat beradaptasi dengan tekanan lingkungan. Bahan ini sering digunakan untuk vial, botol infus dan berbagai wadah dengan bentuk, ukuran dan ketebalan berbeda. Dua jenis karet jenuh dan tak jenuh. Karet jenuh : butil, etilen, propilen, dien dan silikon. Karet tak jenuh : polisopren, polibutadien, etilen nitril, dan lain-lain. Cara Sterilisasi Wadah 1. Ampul Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit terbuka. Sterilkan dalam oven suhu 170 0C selama 30menit. Setelah disterilkan tutup kaleng dirapatkan dan dikeluarkan dari oven. 2. Vial Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30 menit, kemudian dikeringkan dalam setangkup kaca arloji dalam oven dan jangan sampai meleleh. 3. Botol Infus Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250 0C selama 30 menit . Tutup karet disterilkan seperti tutup vial. Sediaan parenteral yang dihasilkan melalui proses dan teknologi sebagai berikut: A. Bahan baku (Material) 1. Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse Osmosis yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-140 0C yg bebas pirogen. 2. Bahan baku dengan bebas mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi batas yang dipersyaratkan. B. Proses (Metode). 1. Proses produksi dengan semua komponen produk dan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dilakukan secara otomatis. 2. Design dan kebersihan ruang produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dipantau secara berkala 3. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta fasilitas produksi yang tervalidasi dan terkendali. 4. Penggunaan filter khusus untuk menjamin larutan bebas pirogen dan filter berukuran 0.22 mikron untuk menghilangkan kontaminasi mikroba dan partikel pada tahap pengolahan larutan infus sebelum

proses pengisian kedalam botol. (Catatan, pirogen tidak akan hilang hanya dengan pemanasan 121 0C, dengan demikian pemanasan dengan suhu 121 0C tidak memjamin bebas pirogen jika tidak difiltrasi) 5. Pembuatan botol, dengan sistem blow moulding pada suhu 185 0C dan pengisian larutan di bawah Laminar Air Flow. 6. Proses sterilisasi akhir dari kemasan dan isi di otoklaf pada suhu yang optimal sehingga tidak merusak zat-zat yang rentan seperti dekstrosa, asam amino, albumin dll 7. Pengendalian kualitas (quality control) yang ketat melalui pengujian secara kimia, fisika, mikrobiologi untuk memastikan kualitas larutan dan kemasan produk sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Evaluasi Sediaan Parenteral 1. Potensi/Kadar Penentuan kadar dilakukan dengan pektoskopi UV, HPLC, Spektroskopi IR. 2. pH Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau interaksi obat dengan wadah. 3. Warna Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 0C). Suhu tinggi menyebabkan penguraian. 4. Kekeruhan Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 35 tahun.Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme. 5. Bau Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan. 6. Toksisistas Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan. 7. Evaluasi Wadah 8. keseragaman bobot 9. keseragaman volume Evaluasi sediaan injeksi a) Kekedapan Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%), ditambah 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm NaCl. Bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70mmHg (0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15 menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan berwarna akan masuk dan mewarnai ampul sehingga menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna, diuji dengan larutan berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan pada sinar UV. b) Kejernihan Ampul diputar 180 0C secara berulang-ulang didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu berkumpul didasar ampul. Bahan

melayang akan berkilauan jika terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux 3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam. c) Kadar Zat Aktif Volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau standar farmakope. d) Sterilitas Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok dan masing-masing farmakope berbedabeda. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila sterility Assurance Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka SAL = 104. e) Pirogenitas 1. Secara kualitatif: Rabbit test Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal. 2. Secara kuantitatif: LAL test Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test. f) Volume Terpindahkan Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan. g) pH Menggunakan indikator pH universal dan pHmeter. h) Homogenitas Diberlakukan untuk suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen setelah penggocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat viscometer Brookfield, sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara visual. i) Toksisitas Menggunakan Uji BSLT LD50

Intracutan Prinsipnya memasukan obat kedalam jaringan kulit Merupakan pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral. intracutan biasa digunakan untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap obat yang disuntikan agar menghindarkan pasien dari efek alergi obat (dengan skin test), menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes). Subcutan Pemberian obat secara subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis Jenis obat yang lazim diberikan secara SC 1. Vaksin 3. Narkotik 5. Heparin 2. Obat-obatan pre operasi 4. Insulin Pemberian obat melalui subkutan ini umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah Pada pemakaian injeksi subkutan untuk jangka waktu yang alam, maka injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang berbeda. Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau

dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya. Intramusculer Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Tujuan : pemberian obat dengan absorbsi lebih cepat dibandingkan dengan subcutan Lokasi penyuntikan dapat pada daerah paha (vastus lateralis), ventrogluteal (dengan posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid), daerah ini digunakan dalam penyuntikan dikarenakan massa otot yang besar, vaskularisasi yang baik dan jauh dari syaraf. Pemberian obat secara Intramusculer sangat dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air yang menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi obat . Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur. Obat yang larut dalam air lebih cepat diabsorpsi Intravena Pengertian : Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena waktu cepat sehingga obat langsung masuk dalam sistem sirkulasi darah. Tujuan : 1. Memasukkan obat secara cepat 2. Mempercepat penyerapan obat Lokasi yang digunkan untuk penyuntikan : 1. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica ) 2. Pada tungkai (vena saphenosus) 3. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak 4. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak . Intravena1. Pemberian Obat Intravena Melalui Selang2. Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung (via Wadah) Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah. Rectal Pemberian Obat via Anus / Rektum / Rectal, Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar. Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dnding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan rektal. Intra Vaginal Pemberian Obat per Vagina, Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.

Anda mungkin juga menyukai