Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sediaan farmasi tidak hanya sebuah sediaan padat,semi padat, dan

cair, terdapat juga sediaan galenik dan sediaan steril, dimana pada sediaan

steril ini terdiri dari obat tetes mata, ttes hidung, injeksi dan infus. Ini

semua merupakan sediaan-sediaan yang termasuk dalam sediaan steril.

Pada sediaan steril, sediaan yang agak rumit pembuatannya adalah injeksi.

Pembuatan sediaan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari

kontaminasi mikroba dan bahan asing

Injeksi ini sendiri didefinisikan sebagai sediaan steril untuk

kegunaan parenteral yang di buat dengan melarutkan, mengemulsi atau

mensuspensikan sejumlah pelarut atau dengan menggunakan bahan atau

zat yang isotonis, maksudnya mempunyai tekanan osmosis yang sama

dengan darah dan cairan tubuh yang lain, menggunakan air yaitu aqua pro

injeksi sebagai zat pembawa. Penggunaan injeksi dapat diberikan kepada

penderita suatu penyaktit, bila pasien tidak dapat diserap dari mukosa

saluran cerna.

Sediaan injeksi tidak semuanya harus jernih, dapat pula berwarna

tergantung pada obatnya, tetapi bila obatnya tidak berwarna, maka cairan

harus jernih, selain itu pula harus aman, yaitu tidak dapat menyebabkan

iritasi jaringan atau efek toksik. Isohidris dimaksudkan agar bila

diinjeksikan kedalam tubuh, tidak terasa sakit dan penyerapan optimal.

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 1


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi

melalui berbagai cara, baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan

yang dapat mengubah kekuatan mutu dan kemurnian, diluar persyaratan

resmi dalam kondisi basa pada waktu penanganan, pengangkutan,

penyimpanan, penjualan dan penggunaan injeksi yang sediaannya sudah

kerug dan wadahnya telah rusak jangan digunakan lagi, karena injeksi ini

merupakan salah satu sediaan obat dalam bidang farmasi yang wajib untuk

diketahui bagaimana cara pembuatan dan bagaimana cara pula

pemakaiannya.

Untuk mengetahui cara pembuatan dan pemakaian serta khasiat

sediaan steril, diperlukan suatu proses agar menghasilkan produk yang

dapat dimanfaatkan dengan baik oleh konsumen, serta mempunyai efek

terapi yang sesuai. Oleh karena itu, seorang farmasis harus mengetahui

hal-hal tersebut.

B. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk membuat sediaan steril, khusunya pada percobaan ini adalah

injeksi vial

2. Untuk mengetahui khasiat dan penggunaannya obat dalam formula ini.

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 2


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Injeksi Volume Kecil (Vial)

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan bentuk steril yang

merupakan wadah kedap udara yang memiliki atau mempunyai penutup

yang terbuat dari karet yang mana memiliki atau mempunyai penutup yang

terbuat dari karet yang mana pengambilan isinya menggunakan jarum

suntik tanpa harus membuka atau merusak penutupnya. (Anief, 2006).

Sediaan parenteral adalah sediaan steril yang dapat berupa larutan

dalam atau suspense yang dikemas sedemikian rupa sehingga cocok untuk

diberikan dalam bentuk injeksi dengan pembawa dalam zat pensuspensi

yang cocok. Sediaan injeksi itu sendiri merupakan sediaan steril yang

disuntukkan dengan cara merobek jaringan kedalam suntik atau melalui

kulit atau melalui selaput lender. (Anief, 2006).

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan emulsi atau suspense

atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu

sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan

kedalam kulit atau melalui selaput lender, injeksi dibuat dengan cara

melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam

sejumlah pelarut atau dengan mengisi sejumlah obat kedalam wadah dosis

tunggal atau wadah dosis ganda. (Anief, 2006).

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 3


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

B. Syarat – Syarat Untuk Injeksi

1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan ataunefek toksik,

pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk

meyakinkan keamanan dan pemakaian bagi manusia.

2. Harus jernih tidak ada partikel padat keculi yang berbentuk suspense

3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang tidak berwarna

4. Sedapat mungkin isohidris, agar tidak terasa sakit dan penyerapan

obatnya dapat optimal. Isohidris artinya mempunyai pH yang sama

dengan tub uh atau cairan lainnya, Ph 7,4

5. Sedapat mungkin isotonis, agar tidak terasa sakit. Isotonis artinya

mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah dan cairan tubuh

lain. Tekanan osmosis cairan-cairan tubuh seperti darah, air mata,

cairan humbai, sama dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9%

C. Rute Pemberian Injeksi

1. Rute intravena

Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya

berupa larutan, sedangkan bentuk suspense atau emulsi tidak boleh

diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah

vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika terpaksa,

dapat sedikit hipertonis (disuntikan secara lambat atau perlahan-lahan

dan tidak mempengaruhi sel darah) volume antara 1-10 ml. injeksi

intravena yang diberikan dalam dosis tunggal dan volume lebih dari 10

ml disebut “infuse intravena”.

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 4


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

2. Rute intarmuskular

Di suntikkan kedalam atau diantara lapisan jaringan atau otot. Injeksi

dalam bentuk larutan, suspense atau emulsi dapat diberikan dengan

cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, volume

penyuntikkan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk

mencegah rasa sakit.

3. Rute intradermal

Injeksi intradermal dimasukkan kedalam kulit yang sebenarnya

digunakan untuk diagnosis volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml,

berupa larutan atau suspense dalam air.

4. Rute subkutan

Disuntikkan kedalam jaringan bawah kulit kedal alveolus volume yang

disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. umumnya larutan bersifat isotonis,

pah netral, dan bersifat depo (zbsorbsinya lambat.)

D. Alasan Pemilihan Formula

Berdasarkan R. Voight, hal. 464, menyatakan bahwa botol injeksi

vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh

jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena

memberikan beberapa keuntungan :

1. Efek terapi lebih cepat

2. Cocok untuk keadaan darurat

3. Untuk obat yang rusak oleh cairan lambung

4. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 5


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

E. Alasan Penggunaan Bahan

A. Zat aktif

1. Thiamin HCL

Indikasi : Defisiensi thiamin (B1), neurelgi (nyeri

pada urat saraf)

PH : 2,7 – 3,4

Efek samping : Pada kulit (dermatitis, nyeri pada tempat

penyuntikan) Imunologi (reaksi

hipersensitif) reaksi lain (mual,

kelelahan, rasa tercekik ditenggorokan,

edema paru

Kontra indikasi : Hipersensivitas terhadap thiamin

Interaksi obat : Pemberian vitamin B bersama dengan

antibiotic azithromycin, clarithamycin

dan eritromycin, dapat mengurangi efek

dari vitamin B

Farmakokinetika : Setelah pemberian parenteral absorpsi

peroral berlangsung dalam usus halus

dan duo denum, maksimal 8-15 ml/ hari.

Dalam 1 hari sebanyak 1 mg thiamin

mengalami degradasi dari jaringan

tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah

tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 6


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

melalui urin sebagai tiamin atau

pirimidin. Thiamin tidak menimbulkan

efek toksik bila diberikan peroral.

Meskipun jarang, reaksi alanafilaktoid

dapat terjadi setelah pemberian intravena

dosis besar pada pasien yang sensitive

dan pemberian intravena dosis besar

pada pasien yang sensitif

Dosis : 25 g – 100 mg/hari

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 7


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

2. Piridoksin (Obat-Obat Penting hal. 854)

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 8


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Indikasi : Defisiensi vitamin B6 dan anemia

3. Dosis : Untuk pengobatan dan pencegahan

defisiensi 20-50 mg 3 kali sehari Anemia

:100- 400 mg tiap hari dalam dosis

terbagi

Efek samping : Pemberian periodixine dalam dosis yang

besar dan jangka waktu cukup panjang

dapat menyebabkan rusaknya sistem

saraf seperti sakit atau perubahan suhu

badan, mati rasa, dari rasa sakit yang

menusuk

Kontra indikasi : Penderita riwayat hipersensitif terhadap

kandungan piridoksin

Interaksi obat : Pil kb, isoniazid meningkatkan kadar

piridoksin dalam darah

Levodopa, phenobarbital atau phenytoin:

Menurunkan efektivitas ketiga obat

tersebut

Farmakologi : Piridoksin HCL berperan dalam

metabolism pada asam amino, juga

berperan pada metabolism triptopan

menjadi lima hydroxytrophamin

Ph : 2,7 – 3,4
Cianocobalamin

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 9


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Indikasi : Defisiensi vitamin B12

Dosis : Dosis awal 100 mcg melalui suntikan

kedalam otot sekali sehari selama 7

hari

Efek samping : Sakit kepala, lemas, letih, mual,

muntah, sakit perut, nyeri sendi

Kontra indikasi : Hipersensivitas terhadap

cianocobalamin

Interaksi obat : Bagi pasien yang sedang

mengonsumsi colchicinr, metformin,

obat yang mengandung kalium. Obat –

obatan tersebut dapat mengurangi

kemampuan tubuh untuk menyerap

vitamin B12

Farmakodinamika : Pada proses eritropolesis, dibutuhkan

vitamin B12, asam folat dan zat besi.

Apabila terjadi defisiensi vitamin B12

akan menghambat sintesis purin

Dosis : Untuk pemeliharaan : 1 x sebulan 100

mg untuk pengobatan :

3 kali seminggu

Ph : 4,5 – 5
2. Zat tambahan

a. Na EDTA (Excipient : 243)

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 10


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Sebagai agen pengkhelat dalam formulasi dengan konsentrasi 0,05-

0,1%

b. Metil paraben (Excipient : 442)

Sebagai zat tambahan yang berfungsi sebagai pengawet. Untuk IV, IM,

5C : 0,065% - 0,25%

c. A.P.I (Martindale : 1674)

Air untuk injeksi adalah air bebas pirogen.

F. Uraian Bahan

1. THIAMIN HCL (FI edisi III hal 598)

Nama resmi : THIAMINI HYDROCIORIDUM

Sinonim : Thiamin hidroklorida, vitamin B1

Rumus molekul : C₁₂H₁₇CIN₄ 15 HCL

Pemerian : Hablur kecil atau serbuk hablur putih; bau

khas lemah

Kelarutan : Mudah larut dalam air. Sukar larut dalam

etanol (95%) P praktis tidak larut daam

eter P dan dalam benzen P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik , terlindung

dari cahaya

K/P : Antineuritikum

Komponen vitamin B kompleks


2. Piridoksin HCL (FI edisi IV hal. 723 martindale hal 1815)

Nama resmi : Piridoksin HCL

Pemerian : Serbuk hablur atau hampir putih

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 11


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, tidak larut dalam eter

Stabilitas : Terjaga dari udara dan cahaya

Dosis : 200 mg- 500 mg

Khasiat : Defisiensi B6 dan anemia

pH : 2 – 3,8
3. Cyanocobalamin (FI edisi III hal. 185)

Nama resmi : Cyanocobalamin

Sinonim : Sianocobalamin

Rumus molekul : C₆₃H₈₈CON₁₄O₁₄ P

BM : 1355,35

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, merah tua,

tidak bebau, bentuk anhidrat sangat

higroskopis

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam

: etanol (95%) praktis tidak larut dalam

kloroform P, dalam aseton P

K/P : Vitamin

Stabilitas : Sedikit stabil dalam bentuk padat, lebih

stabil dalam basa bebas mengalami

dekarbosilasi jika dipanaskan diatas suhu

150 ⸰C. sedikit higroskopis maka harus

dilindungi dalam kelembaban

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 12


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

kering

PH : 4,5 – 5
4. Na EDTA (Excipien : 192 )

Nama resmi : DISODIUM EDTAT

Sinonim : Disodium edethamil

Rumus molekul : C₁₀ H₁₄ N₂ Na₂ O₈

BM : 336,21

Pemerian : Serbuk Kristal putih, dengan sedikit rasa

asam

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan

: eter, sedikit larut dalam etanol (95%) P

larut 1 dalam II bagian

K/P : Pengawet dan pengkhelat

kestabilan : Sedikit stabil dalam bentuk padat lebih

stabil dalam basa bebas mengalami

dekarbosilasi jika dipanaskan diatas suhu

15⸰C sedikit higroskopis , maka harus

dilindungi dalam kelembapan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik , sejuk dan

kering

PH : 4,3 - 4,7
5. Nipagin (FI edisi III hal 378)

Nama resmi : METHYLIS PARABENUM

Sinonim : Metil paraben

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 13


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

Rumus molekul : C₈H₈O₃

BM : 152,15

Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hamper tidak

berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian

agak membakar dikulit rasa tebal

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20

bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian

etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton p,

mudah larut dalam eter P dan dalam

larutan alkali hidroksid, larut dalam 60

bagian gliserol P panas dan dalam 40

bagian minyak lemak nabati panas, jika

didinginkan larutan tetap jernih

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

K/p : Zat pengawet

pH : 3- 6
6. Aqua Pro Injeksi (FI edisi III hal 87)

Nama resmi : AQUA PRO INJEKSI

Sinonim : Air untuk injeksi

Pemerian : Keasaman, kebasaan, ammonium, besi,

: tembaga, timbale, kalsium klorida, Nitrit

: nitrat, zat teoksidasi memenuhi syarat

Kelarutan yang tertera pada aqua destilata

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, jika dalam

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 14


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

wadah tertutup lemak harus digunakan

dalam waktu 3 hari setelah pembuatan

K/p : Sebagai pelarut untuk injeksi.

BAB III
FORMULASI

A. Formula Asli

R/ Thiamin HCl 100 mg


Pirirdoksin 100 mg
Cianocobalamin 1 mg
Na EDTA 0,05 %
Metil Paraben 0,2 %
A.P.I ad 5 ml
B. Master Formula

Nama produk : Thiamin Injection ᴿ


Jumlah produk : 1
Tanggal produk : 23 – 10 – 2019
No. Batch : 025314
Komposisi Formula : R Thiamin HCl 100 mg
/ Pirirdoksin 100 mg
HCL 1 mg
Cianocobalamin 0,05 %
Na EDTA 0,2 %
Metil Paraben 5 ml

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 15


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

A.P.I ad

C. Rancangan Formula

PT. Thiamin Injection ᴿ


Binhus
Farma 23/10/2019 Oleh: Disetujui oleh : Penggunaan
Fahrun Al
Kelompo
Raysik, Amd.
k IV
Farm
Kode Nama Per Dosis Per Batch
Bahan Bahan
001 TH Thiamin HCL 100 mg 100 mg Zat aktif
002 PR Piridoksin 100 mg 100 mg Zat aktif
003 CN Cianocobalamin 1 1 mg Zat aktif
004 NE Na EDTA 0,05 % 0,05 % Zat
pengkhelat
005 MP Metil Paraben 0,2 % 0,2 % Pengawet
006 A A.P.I 3 ml 3 ml Zat
pembawaa

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 16


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

BAB IV
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

a. Batang pengaduk

b. Corong

c. Gelas kimia 100 mL

d. Kertas saring

e. Kertas perkamen

f. Sendok tanduk

g. Spoit 10 cc

h. Wadah vial

2. Bahan yang digunakan

a. Thiamin HCL

b. Piridoksin

c. Cianocobalamin

d. Na EDTA

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 17


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

e. Metil paraben

f. A.P.I

B. Perhitungan

1. Perhitungan bahan

Volume kelebihan untuk 3 ml = 0,15 ml

a. Vit. B1 100 mg + 0,15 = 100,15 ml

Untuk 3 volume = 100,15 × 3

= 300,45 mg

b. Vit. B6 100 mg + 0,15 = 100,15 mg

Untuk 3 volume = 100,15 × 3

= 300,45 mg

c. Vit. B12 1 mg + 0,15 = 1,15

Untuk 3 volume = 3 × 1,15 mg

= 3,45 mg

0,05
d. Na EDTA ×3 ml=0,0015 mg
100

0,0015 + 0, 15 = 0,1515

Untuk 3 volume = 3 × 0,1515

= 0,45 mg

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 18


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

0,3
e. Metil paraben ×3=0,006
100

0,006 + 0,15 = 0, 156 mg

2Untuk 3 volume = 3 × 0,156

= 0,47 mg

2. Perhitungan tonisitas

W=¿

3,33 3,33 33,3 38,5


= ( 0,031 {( 357,3 )(
×2 +
203,6 )(
×2 +
1355,4
× )}
2

= 0,031 – ( 0,019 )+ ( 0,032 )+ 0,024 ¿ ×29,25

= 0,031 – 2,19

= −2,159 ( Hipertonis )

C. Cara kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Disterilisasi alat-alat yang akan digunakan

3. Ditimbang semua bahan

4. Dilarutkan thiamin HCL dalam gelas kimia dengan sedikit A.P.I

diaduk hingga larut (larutan 1) dilarutkan cianocobalamin hingga

larut

5. Dilarutkan prydoxin dalam gelas kimia dengan sedikit A.P.I aduk

hingga homogeny

6. Di campur larutan twrsebut dalam gelas kimia

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 19


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

7. Ditambahkan metil paraben aduk hingga homogeny tambahkan

hasil pengenceran Na EDTA, aduk hingga homogen, tambahkan 3

tetes vitamin E aduk hingga homogeny

8. Dicukupkan volumenya dengan A.P.I

9. Diambil masing-masing 1 mL kedalam vial menggunakan spoit

10. Di tutup dan di bungkus dengan ammonium foil lalu ikat dengan

tali gadom

11. Disterilkan di autoklaf dengan posisi terbaik pada suhu 121°c

selama 15 menit

12. Dikeluarkan, diberi etiket, brosur, dan kemasan

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 20


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Hasil Percobaan

1. Uji Kebocoran Dan Uji Kejernihan

Wada Gambar Keterangan

h
Vial Jernih dan tidak terjadi

kebocoran pada wadah

2. Uji Ph

Vial Gambar Keterangan


I pH 7, 50 (melewati range ph dari

zat aktif)

II pH 7, 53 (melewati range ph dari

zat aktif)

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 21


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

III pH 6, 03 (melewati range ph dari

zat aktif)

B. Pembahasan

Dalam percobaan kali ini, akan di buat sediaan parenteral yaitu vial

dengan zat aktif Thiamin HCl (vitamin B1), Piridoksin (vitamin B6) serta

Cianocobalamin (vitamin B12). Vitamin B1 dibuat dalam sdiaan vial

karena penggunaan vitamin ini melalui rute intramuskular yang mana

volume sediaan intramuskular tidan lebih dari 5 – 10 ml sehingga cocok

dengan wadah vial yang digunakan pada dosis ganda.

Dimana pada sediaan vial dibuat dengan dosis ganda sehingga kita

membutuhkan pengawet. Pengawet yang digunakan yaitu metil paraben

tujuannya untuk mencegah pertumbuhan mikroba

Dalam sediaan vial ini digunakan wadah botol bening sehingga

dibutuhkan zat pengoksidasi yaitu Natrium EDTA. Dengan tujuan agar

dapat menghindari terjadinya oksidasi.

Zat pengisotonis yang digunakan yaitu NaCL 0,9%. Dengan tujuan

agar tekanan osmosis sediaan vial sama dengan tekanan osmosis cairan

tubuh.

Adapun pelarut yang digunakan adalah Aqua Pro Injeksi, karena

tidak mengandung bakteriostatik sehingga A.P.I termasuk dalam tipe air

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 22


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

yang sesuai untuk membuat larutan parenteral yang dibuat dengan kondisi

aseptic dan tidak disterilkan secara filtrasi atau secara autoklaf.

Dalam praktikum ini, dilakukan uji kejernihan, uji pH, dan uji

kebocoran . Hasil evaluasi sediaan dengan uji yang dilakukan didapatkan

hasil sediaan pada vial semuanya jernih. pH yang didapatkan pada wadah

vial pertama yaitu 7, 50, wadah kedua yaitu 7, 53 serta wadah ketiga yaitu

6, 03. pH yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan range dari masing-

masing zat aktif. dan tidak didapatkan wadah vial yang bocor.

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 23


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Sediaan injeksi vial diperoleh ph 7, 50, 7.53 serta 6, 03. Ph tersebut

sangat jauh dari range Ph masing-masing zat aktif.

2. Vitamin B1 diindikasikan sebagai pengobatan dan pencegahan

defisiensi vitamin B1, piridoksin untuk pengobatan dan pencegahan

vitamin B6 serta cianocobalamin diindikasikan untuk defisiensi

vitamin B12.

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan bahwa pada saat pembuatan

sediaan vial harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil sediaan yang

dihasilkan memenuhi standar dari sediaan injeksi vial.

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 24


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC

Stefanus Lukas. 2006. Formulasi Steril . Yogyakarta : CV Andiofset

Rowe R. C. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition.

London : Pharmaceutical Press And American Assosiation

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 25


LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL VIAL

LAMPIRAN

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARIPage 26

Anda mungkin juga menyukai