Disusun oleh :
Kelompok A3 / Lokal 2A
Dosen pengawas :
JURUSAN FARMASI
2017
i
Kata Pengantar
Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas
Teknologi Sediaan Steril yang membahas materi tentang Pembuatan Injeksi Camphora Oleosa.
Dengan adanya makalah ini, saya berharap para pembaca ikut serta memahami serta menambah
pengetahuan mengenai hal tersebut.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan makalah ini tidak
akan berjalan dengan baik. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan juga saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah pada masa yang akan datang.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada kita semua yang membacanya.
Penulis
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat
suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling
dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu
kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang
dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum
digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan
dengan disuntikan. Kata ini berasal dari kata Yunani, para dan enteron berarti di luar usus
halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Pada umumnya pemberian dengan
cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat,
bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak
tahan menerima pengobatan melalui oral, atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara
pemberian lain.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam
wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.
Menurut buku Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi injeksi adalah sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Injeksi diracik dengan
melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal
atau wadah dosis ganda
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah
obat ke dalam pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal
atau wadah dosis ganda.
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang
dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum
digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan
dengan disuntikkan.
Menurut Ansel, Syarat-syarat obat suntik :
1. Harus aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efektoksik.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat kecuali yang
berbentuk suspensi.
3. Tidak berwarna, kecuali bila zat berkhasiatnya berwarna.
3
4. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH=7,4 (harus sama dengan pH
cairan tubuh) agar bila diinjeksikan ke tubuh tidak terasa sakit dan penyerapan
obat dapat optimal.
5. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan
tekanan osmose darah/cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak
menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi
jangan hipotonis.
6. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
7. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih
sekali penyuntikan.
4
6. Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd)
Larutan hanya digunakan untuk keadaan gawat, disuntikkan ke dalam otot
jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intratekal (i.t)
Larutan umumnya tidak lebih dari 20 ml. Tidak boleh mengandung
bakterisida dan diracik dalam wadah dosis tunggal.
8. Injeksi intraartikulus
Larutan atau suspense dalam air, disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam
rongga sendi.
9. Injeksi intrabursa
Larutan atau suspense dalam air, disuntikkan ke dalam bursa subacromilis
atau bursa olecranon.
10. Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspense dalam air untuk injeksi selaput lender mata bawah,
umumnya tidak lebih dari 1 ml.
Dalam hal ini Injeksi Camphora Oleosa disuntikkan dengan cara intramuscular
(IM) dan subcutan (SC) . Pemberian obat lewat intramuscular menghasilkan efek obat
yang kurang cepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan
oleh pemberian lewat intravena. Larutan air atau minyak atau suspense bahan obat
dapat diberikan lewat intramuscular. Volume yang umum diberikan lewat
intramuscular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml bila disuntikkan di daerah gluteal
dan 2 ml bila di deltoid. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 403).
Pemberian obat lewat subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah kecil
obat. Obat disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan
interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Volume suntikan
subkutan jarang lebih besar dari 2 ml. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 404).
Vial adalah untuk wadah dosis berganda, dilengkapi dengan penutup karet dan
plastik untuk memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak
tutup. Kecuali dinyatakan lain dalam monograf, obat suntik dosis berganda diharuskan
mengandung zat pengawet antimikroba. Kecuali jika ditentukan khusus, wadah dosis
5
berganda tidak boleh lebih besar dari 30 ml kapasitasnya. Wadah dosis berganda yang
lazim mengandung 10 dosis lazim obat suntik tetapi besarnya dosis berbeda-beda
tergantung pada masing-masing sediaan dan pabrik. (Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi hal 433)
Menurut pelarut dan zat pembawa yang digunakan dalam obat suntik, terbagi 2 yaitu:
1. Zat pembawa berair, Umumnya air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk
injeksi berair. Zat pembawa berair harus harus memenuhi syarat uji pirogenitas.
Air untuk injeksi, Aqua pro injection dibuat dengan menyuling kembali air suling
segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang diperlengkapi
dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya
ditambung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan
sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus di sterilkan dengan cara sterilisasi A
atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara, dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara
sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera digunakan. Jika dimaksudkan
sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A
segera setelah diwadahkan.
2. Zat pembawa tidak berair, umumnya digunakan minyak untuk injeksi. Meliputi minyak
lemak, ester asam lemak tinggi baik alam ataupun sintetis. Minyak untuk injeksi harus
memenuhi syarat Olea Pingula dan memenuhi syarat berikut :
Harus jernih pada suhu 10
Tidak berbau asing atau tengik
Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
Bilangan iodium 79 sampai 128
Bilangan penyabunan 185 sampai 200
Harus bebas minyak mineral
Dalam hal ini, Injeksi Camphora Oleosa dibuat dengan zat pembawa minyak (olea
neutralisata ad injection) yang dalam formula ini digunakan adalah oleum olivarum.
6
Menurut cara dibuatnya, sediaan injeksi steril dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu:
1. Na steril (Sterilisasi akhir), yaitu obat disterilkan di akhir setelah proses pembuatan. Hal
ini biasa dilakukan pada bahan obat yang tahan pemanasan. Alat yang digunakan dicuci
bersih dan bahan obat baru disterilkan pada akhir proses pembuatan dengan wadah yang
sudah tertutup rapat dan siap dikemas.
2. Aseptis, dalam hal ini seluruh alat dan bahan yang digunakan harus steril sebelum proses
pembuatan dimulai. Cara kerja ini digunakan untuk obat-obatan yang sama sekali tidak
tahan pemanasan.
Dalam hal ini Injeksi Camphora Oleosa dibuat dengan cara Aseptis karena bahan
obat yang digunakan tidak tahan pemanasan.
2.2 Preformulasi
7
2.2.2 Zat Tambahan
Klorbutanol
8
2.3 Pendekatan Formulasi
2.4 Formulasi
R/ Kamfer 10
Chlorbutanol 3%
Wadah : Vial 10 ml
Prinsip : Aseptis
Cp : s.c, i.m
9
KR/ :
OTT :
Usul :
1. Alat-alat dianggap steril (beaker glass, corong, gelas ukur, kaca arloji, vial, karet
pipet, pipet, tutup aluminium vial, tutup karet vial, sudip)
2.4 Perhitungan
V = 10 ml + 0,7 ml = 10,7 ml
V = (n x v)
= 3 x 10,7
= 32,1 ml ~ 40 ml.
* Catatan :Karena bahan obat tidak bisa disaring (minyak) maka perhitungan penyaringan
{V = (n x v) + (2x3)} tidak digunakan.
Bahan :
40
1. Kamfer : 10 =4
100
40
2. Chlorbutanol : 0,03 g x 100 = 0,012 g
40
3. Oleum olivarum neutralisatum ad injection ad : 100 = 40
100
2.5 Penimbangan
1. Kamfer :4g
2. Chlorbutanol : 0,012 g
10
2.6 Alat dan Bahan
Alat :
Spatel logam
Pinset logam
Kaca arloji
Gelas ukur
Beaker glass
Batang pengaduk
Pipet tetes dan karet pipet
Vial
Karet tutup vial dan tutup aluminium
Lumpang dan alu
Alkohol 95%
Spiritus
Sudip
Bahan :
Kamfer
Chlorbutanol
Oleum olivarum neutralisatum ad injection
11
2.7 Cara Kerja
Waktu
No Alat dan Bahan Sterilisasi Literatur
Mulai Akhir
Spatel logam, pinset logam, Flambir
1 Watt I : 45 Dilakukan Steril
batang pengaduk, kaca arloji 20 detik
Gelas ukur, pipet, corong, Autoklaf 121
2 Watt I : 77 Dianggap Steril
tutup alumunium 15 menit
Oven 170
3 Vial, beaker glass Watt I : 139 Dianggap Steril
30 menit
Karet pipet dan karet tutup Direbus
4 Watt I : 53 Dianggap Steril
botol 30 menit
Dibakar dgn
5 Mortir dan stamper Watt I : 45 Dilakukan Steril
alkohol 95%
12
Cara pembuatan
3. Masukkan Kamfer dan Chlorbutanol dalam lumpang gerus ad halus, larutkan dengan
oleum olivarum neutralisatum sebagian yang sudah steril
4. Masukkan ke dalam beaker glass yang telah dikalibasi, tambahkan sisa oleum
olivarum neutralisatum aduk ad homogen
5. Masukkan ke dalam vial masing-masing 10 ml, tutup vial dengan tutup karet dan tutup
dengan alumunium vial
Tujuan dari uji keseragaman bobot atau volume adalah untuk mengetahui volume
sediaan apakah tetap atau berubah antara sebelum dan sesudah proses sterilisasi dan
apakah ada penyusutan. Pengujian keseragaman volume berkaitan dengan uji kebocoran.
Untuk injeksi dalam bentuk cairan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Injeksi Camphora Oleosa merupakan injeksi yang dibuat dengan prinsip Aseptis
karena zat yang digunakan tidak tahan dengan pemanasan. Injeksi Camphora menggunakan
zat pembawa minyak yaitu minyak zaitun netral untuk injeksi. Disterilkan dengan
pemanasan kering dalam oven pada suhu 150oC selama 1 jam. Injeksi Camphora
disuntikkan dengan cara intramuscular (i.m) atau subkutan (s.c). Pemberian secara
intramuskular atau subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah obat. Secara
intramuskular, obat disuntikkan pada jaringan otot yang umumnya dilakukan di otot bokong
atau paha. Secara subkutan, obat disuntikkan pada jaringan adiposa di bawah kulit yaitu
pada permukaan terluar dari lengan atau paha. Injeksi camphora oleosa ini digunakan
sebagai obat kuat jantung dan sebagai analeptika (Wattimena hal 27).
3.2 Pengemasan
Wadah : 3 vial @ 10 ml
Etiket : Biru
14
Daftar Pustaka
1. Anonim, Farmakope Indonesia edisi III. 1979. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
2. Anonim, Famakope Indonesia edisi IV. 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indoesia.
3. The Council of The Pharmaceutical Society of Great Bitain. 1982. Martindale The Extra
Pharmacopoeia Twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press
4. Ansel, C.Howard, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. 2008. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
5. Agoes, Goeswien, Sediaan Farmasi Steril. 2009. Bandung: Penerbit ITB.
6. Tim Penyusun. Buku Pedoman Praktikum Formulasi Sediaan Steril. 2010. Jakarta:
Politeknik Kesehatan Kementrian Jakarta II.
7. Wattimena, J.R, Drs, M.Sc. 1968. Dasar dasar Pembuatan dan Resep resep Obat
Suntik. Bandung: Tarate Bandung.
15
LAMPIRAN
Dus
Etiket
16
Brosur
17