Anda di halaman 1dari 9

BAB I

DASAR TEORI
A. PENDAHULUAN
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan
melalui

beberapa

rute

pemberian

yaitu

intravena,

intraspinal,

intramuskuler, subkutis dan intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui


rute intramuscular, seluruh obat akan berada di tempat itu. Dari tempat
suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di sekitarnya secara
difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utuk bahan
obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan
obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara
kimia. Bahkan bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat
diterima lewat intramuskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air
melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air
harus diperhatikan pH larutan tersebut.
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang
berarti disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara
menyuntikkan obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau
membrane mukosa. Karena rute ini disekitar daerah pertahanan yang
sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membrane mukosa, maka
kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang
dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.Obat
suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil
sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar,
yang biasa diberikan secara intravena.Produk parenteral, selain diusahakan
harus steril juga tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi
pada pemberian juga diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik.
Bebas dari mikroba (steril) dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dengan

pemanasan pada wadah akhir, namun harus diingat bahwa ada bahan yang
tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat dilakukan teknik
aseptic.Larutan yang mengandung bakteri gram positif-negatif dapat saja
memberikan reaksi demam atau pirogenik walaupun larutan injeksi
tersebut steril. Reaksi demam atau pirogen ini disebabkan oleh adanya
fragmen dinding sel bakteri yang disebut endotoksin. Adanya
endotoksin yang ditandai dengan reaksi demam itu merupakan pertanda
bahwa selama proses produksi terjadi kontaminasi mikroba pada produk.
Oleh sebab itu dalam proses produksi sediaan parenteral diisyaratkan halhal sebagai berikut:
1.

Personil yang bekerja pada bagian produk steril harus memiliki


moral dan etik professional yang tinggi.

2.

Setiap personil mendapat latihan tentang sediaan steril secara


lengkap.

3.

Memiliki teknik spesialisasi untuk memproduksi sediaan steril.

4.

Bahan yang digunakan harus bermutu tinggi.

5.

Kestabilan dan kemanjuran produk harus terjamin.

6.

Program pengontrolan (quality control) harus baik untuk memastikan


mutu produk dan harus memenuhi keabsahan prosedur produksi.

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.

Untuk mempelajari biotransformasi obat melalui sediaan parenteral.

2. Untuk memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa/i tentang


berbagai tipe sediaan yang digunakan melalui sediaan parenteral.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sediaan parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui
mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran
cerna (langsung ke pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang
cepat dan langsung sampai sasaran. Misal suntikan atau insulin.
Sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan yang
diklasifikasikan berdasarkan jumlah volume cairan yang diinjeksikan dan
volume cairan berdasarkan tiap-tiap wadah yang volume wadahnya dapat
berkisar dari 50-2000 ml, meskipun ukuran yang biasanya tersedia adalah
150, 250, dan 1000.( Menurut DOM Martin, Hal:973)
Larutan iv volume besar ditujukan untuk injeksi yang dimaksudkan
untuk penggunaan intravena. Large volume solution dikemas dalam wadah
berisi 100ml atau lebih. Larutan steril volume besar termasuk yang
digunakan untuk irigasi atau dialisis. Mereka dapat dikemas dalam wadah
dalam wadah yang dikosongkan dengan cepat, mengandung suatu volume
lebih dari 1000ml.( Encyclopedia of Pharmaceutical Technology,hal. 201)
Infuse intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relative banyak.
( Menurut FI III, hal: 12)
Infuse adalah larutan dalam jumlah besar, terhitung mulai dari 10
ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan
peralatan yang cocok.
( Lukas ,hal 73).

Infus adalah sediaan steril yang berupa larutan/emulsi bebas


pirogen dan partikulat yang dibuat isotonis terhadap darah yang diberikan
secara langsung ke dalam vena dengan volume yang relatif besar, dikemas
dalam wadah dosis tunggal dengan volume 100-1000 ml yang digunakan
untuk memperbaiki gangguan elektrolit dan cairan tubuh yang serius,
menyediakan nutrisi dasar dan digunakan sebagai bahan pembawa obat.

B. Rute Pemberian
Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam
beberapa pustaka, antara lain Farmakope Indonesia, Formularium
Nasional kedua pustaka tersebut di dalam antara kurung dan lain
sebagainya. Pengetahuan tentang rute pemebrian ini bukan dimaksudkan
agar dapat menyuntikkan dengan benar, tetapi untuk farmasis lebih
ditekankan pada persyaratan produk ditinjau secara farmasis Persyaratan
farmasetik yang dimaksud antara lain pemilihan wadah dengan ukuran
yang tepat, penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan penetapan
tonisitas. Untuk jelasnya dapat diikuti uraian masing-masing rute
pemberian injeksi.

Adapun cara pemberian sediaan parenteral terbagi atas :


1. Pemberian Subkutis (Subkutan)
Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak
(lipoid) yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin,
insulin, skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis
biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak
boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya
samapi sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)
Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan
(produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978)
mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan
vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)
Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara
intramuskuler atau intravena. Namun apabila cara intravena volume
besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali digunakan untuk

pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut
hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti
terjadi iritasi maka pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata
dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah 250 ml sampai 1 liter.
2. Pemberian intramuskuler
Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan
absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik
ditusukkan langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan
subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTMvolume
injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik
digunakan 1 samai 1 inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah
kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang
perlu diperhatikan bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat
diberikan intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m,
suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril. Pemberian
intramuskuler memberikan efek depot (lepas lambat), puncak
konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain :
rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari
produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi,
tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel
kurang dari 50 mikron.

3. Pemberian intravena
Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk
mendapatkan efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh
dikata merupakan pilihan untuk injeksi yang bila diberikan secara
intrakutan atau intramuskuler mengiritasi karena pH dan tonisitas
terlalu jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini adalah karena
kerjanya cepat, maka pemberian antidotum mungkin terlambat. Volume
pemberian dapat dimulai Dari 1 ml hingga 100 ml, bahkan untuk infus
dapat lebih besar dari 100 ml. Kecepatan penyuntikan samapi 5 ml

diberikan 1 ml/10 detik, sedangkan untuk di atas 5 ml kecepatannya 1


ml/20 detik. Intravena hanya terbatas untuk pemberian larutan air, kalau
merupakan bentuk emulsi harus memenuhi ukuran partikel tertentu.
Kalau dapay diusahakan pH dan tonisitas sesuai dengan keadaan
fisiologis.

4. Pemberian intrathekal-intraspinal
Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa
temapt. Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian
ini mensyaratkan sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi,
karena dearah ini ada barier (sawar) darah sehingga daerahnya
tertutup.Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu
cairannya mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari tekanan
barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh
sebab itu harus pada posisi pasien tegak.

5. Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara
cepat diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara
intraspinal, im,sc, dan intradermal.

6. Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume
pemberian lebih kecil dan sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset
yang dapat dicapai sangat lambat.

7. Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga
untuk anestesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung

pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi


masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

Gambar Rute Pemberian sediaan Parenteral Volume besar

Contoh sediaan parenteral Volume besar :

MAKALAH
SEDIAAN PARENTERAL VOLUME BESAR

Di susun oleh:

Nurhaida mahamuddin

G 701 12 042

Melia kurniawati

G 701 12 044

Zulfiani
Andi musfirah
Mia audina
Hartono
Nurnaningsih

G 701 12 046
G 701 12 048
G 701 12 050
G 701 12 052
G 701 12 054

Program studi farmasi


Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam
Universitas tadulako
palu

Anda mungkin juga menyukai