Anda di halaman 1dari 44

SMALL VOLUME

PARENTERAL
(SVP)

Fery Indradewi A
DEFINISI
Menurut USP :
Small volume parenteral is an injection that is
packaged in containers labelled as containing 100
ml or less
Sediaan parenteral volume kecil adalah
injeksi yang dikemas dalam wadah berlabel
dengan volume ≤100 ml.
 Semua produk steril yang dikemas dalam vial,
ampul, cartridges, syringe, botol atau wadah
lainnya dengan volume ≤ 100 ml masuk dalam
kelas SVP
 Produk oftalmik dalam wadah plastik yang dapat
ditekan (squeezable) meskipun digunakan secara
topical untuk mata dan bukan diberikan secara
injeksi juga termasuk dalam klasifikasi SVI (small
volume injection) sepanjang volume wadahnya ≤
100 ml.
 Larutan berair SVP dapat diberikan secara iv
karena hanya bersifat iritasi lokal.
 Produk SVP dapat dibuat dan dikemas dengan
beberapa cara dan termasuk berbagai jenis
produk a/l :
 Produk farmaseutikal, produk biologi, bahan
diagnostik, ekstrak allergenik, produk
radiofarmaseutikal, produk dental, produk
rekayasa genetik atau bioteknologi, produk
liposom dan lipid.
 Injeksi adalah sediaan yang dimaksudkan untuk
diberikan secara parenteral dan atau dibuat atau
diencerkan dalam bentuk parenteral untuk
diberikan secara parenteral
KATEGORISASI SVP MENURUT USP

Tipe sediaan :
 Obat injeksi (drug injection)
 Obat untuk diinjeksikan (drug for
injection)
 Emulsi injeksi (drug injectable emulsion)
 Suspensi injeksi (drug injectable
suspension)
 Obat untuk suspensi injeksi (drug for
injectable suspension)
KATEGORISASI SVP MENURUT USP
(Wujud Fisik)
1. Produk farmasi
contoh : suspensi dan emulsi
2. Produk biologi
contohnya: vaksin dan ekstrak biologi
3. Agen pendiagnosa
4. Ekstrak alergi
5. Produk radio farmasi
6. Produk gigi
7. Produk bioteknologi
8. Liposom dan produk lipid
PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP
FORMULASI SEDIAAN INJEKSI
FAKTOR FARMASETIK
1. Kelarutan obat dan volume injeksi
 Obat harus terlarut sempurna, lebih disukai
dalam air, sblm dapat diberikan secara injeksi iv.
 Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yg
diperlukan untuk menghasilkan efek terapetik
akan menentukan volume injeksi yg harus
diberikan.
 Rute pemberian obat scr parenteral selain iv
memiliki keterbatasan dalam hal volume injeksi
yang dapat diberikan.
FAKTOR FARMASETIK

2. Karakteristik bahan pembawa


 Pembawa air : dapat diberikan melalui rute
parenteral apa saja.
 Pembawa non air : yg dapat bercampur atau
tidak dengan air biasanya diberikan secara im.
 Larutan suntik dengan pelarut campur.
FAKTOR FARMASETIK
3. pH atau osmolaritas larutan injeksi
 Larutan suntik harus diformulasi pada pH dan
osmolaritas yg sama dengan cairan tubuh
(isohidri dan isotoni).
 Terkait dengan masalah stabilitas, kelarutan
atau dosis  dilakukan “penyesuaian”
 Pada umumnya larutan parenteral hipertonis
dikontraindikasikan untuk penyuntikan sc atau
im.
FAKTOR FARMASETIK

4. Jenis bentuk sediaan obat


 suspensi : hanya im dan sc.
Tidak boleh iv atau rute parenteral selain sc
dan im krna obat langsung masuk ke cairan
biologis atau jaringan sensitif (otak dan mata).
 Serbuk untuk injeksi harus dilarutkan sempurna
dalam pembawa yg sesuai sebelum diberikan.
FAKTOR FARMASETIK

5. Komposisi bahan pembantu


 Sediaan parenteral berulang mengandung
antimikroba sebagai pengawet, selain itu dapat
mengandung surfaktan untuk mendapatkan
kelarutan yang sesuai.
 Surfaktan dapat mengubah permeabilitas
membran, sehingga harus diketahui
keberadaannya ketika akan diberikan secara sc
atau im.
JENIS-JENIS PELARUT/PEMBAWA

1. Pelarut Air

2. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan


air

3. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur


dengan air.
PELARUT AIR

 Air merupakan pelarut yang paling banyak


digunakan dalam sediaan injeksi karena
sifatnya yang dapat bercampur dengan cairan
fisiologis tubuh :
a. Air mempunyai harga konstanta dielektrik
yang tinggi sehingga dapat melarutkan
senyawa anorganik seperti elektrolit.
b. Air mempunyai kemampuan membentuk
ikatan hidrogen sehingga air dapat
melarutkan sejumlah senyawa organik
seperti alkohol, aldehid, keton, dll.
Persyaratan Aqua pro Injeksi (USP)

1. Harus dibuat segar dan bebas pirogen


2. Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh
lebih dari 10 ppm.
3. pH 5,0 – 7,0
4. Tidak boleh mengandung ion-ion klorida,
sulfat, kalsium, amonium, nitrat, nitrit.
5. Batas logam berat
6. Batas bahan-bahan organik seperti tanin dan
lignin
7. Batas jumlah partikel
Aqua pro Injeksi Bebas CO2

CO2 yang bersifat asam lemah mampu


menguraikan garam natrium dari senyawa
organik seperti barbiturat dan sulfonamida
kembali membentuk asam lemahnya yang
mengendap.
Natrium fenobarbital (1:3 bagian air) + CO2 +
H2O  Fenobarbital (endapan) (1:1000 bagian
air) + Na2CO3
Aqua pro Injeksi Bebas CO2

Natrium sulfadiazin (1:2 bagian air) + CO2 + H2O


 Sulfadiazin (endapan) (sangat sukar larut
dalam air) + Na2CO3
Aminofilin yang terdiri dari teofilin dan
etilendiamin dengan adanya CO2 dapat
menyebabkan terbentuknya teofilin (endapan)
yang kelarutannya 1:120 bagian air
Aqua pro Injeksi bebas CO2 dibuat dengan jalan
mendidihkan air pro injeksi selama 20-30 menit
setelah air mendidih, lalu dialiri gas nitrogen
sambil didinginkan.
Aqua pro Injeksi Bebas Oksigen

Dibuat dengan jalan mendidihkan aqua pro


injeksi selama 20-30 menit, dihitung setelah air
mendidih, jika dibutuhkan dalam jumlah besar
maka saat pendinginan dialiri gas nitrogen.
Digunakan untuk melarutkan zat aktif yang
mudah teroksidasi seperti : apomorfin,
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin,
ergotamin, metilergometrin, proklorperazin,
promazin, promezatin HCl, sulfadimidin,
tubokurarin.
PELARUT NON AIR

Digunakan bila :

1. Zat aktif tidak larut dalam pembawa air

2. Zat aktif terurai dalam pembawa air

3. Diinginkan kerja depo dari sediaan


PEMILIHAN PELARUT NON AIR

1. Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak


menyebabkan sensitisasi
2. Dapat tersatukan dengan zat aktif
3. Tidak memberikan efek farmakologi yang
merugikan
4. Stabil dalam kondisi di mana sediaan
tersebut biasanya digunakan
5. Viskositasnya harus sedemikian rupa
sehingga dapat disuntikkan dengan mudah.
6. Pelarut tersebut harus tetap cair pada
rentang suhu yang cukup lebar.
7. Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga
dapat dilakukan sterilisasi yang
menggunakan panas.
8. Dapat bercampur dengan air atau cairan
tubuh.

Pada umumnya tidak ada pelarut yang dapat


memenuhi seluruh kriteria di atas, oleh
karena itu biasanya diambil jalan tengah
yaitu dengan memenuhi beberapa kriteria
saja.
PELARUT NON AIR YANG DAPAT BERCAMPUR
DENGAN AIR

Sebagai ko-solven dalam sediaan injeksi untuk


meningkatkan kelarutan suatu obat yang kurang
larut dalam air.
Meningkatkan stabilitas zat-zat tertentu yang
mudah terhidrolisis, contoh pembuatan injeksi
fenobarbital dengan pelarut yang terdiri dari
campuran air, etanol dan propilen glikol (solutio
petit)
PELARUT NON AIR YANG DAPAT BERCAMPUR
DENGAN AIR :
1. Etanol
Banyak digunakan terutama pada injeksi
glikosida digitalis
 bila disuntikkan secara im akan
menimbulkan rasa nyeri;
 Bila disuntikkan secara sc akan
menimbulkan nyeri yang diikuti dengan
anastesia;
 jika disuntikkan pada daerah yang dekat
syaraf maka dapat mengakibatkan
degenerasi syaraf dan neuritis;
PELARUT NON AIR YANG DAPAT BERCAMPUR
DENGAN AIR :
1. Etanol
 secara iv (tidak disarankan) harus hati-hati
karena pemberian yang terlalu cepat akan
mengakibatkan bahaya pengendapan obat
dalam darah.
2. Propilen glikol
Banyak digunakan dalam pembuatan sediaan
injeksi senyawa golongan barbiturat,
beberapa alkaloida dan antibiotika.
Sediaan yang mengandung propilen glikol
dapat menimbulkan rasa nyeri dan iritasi pada
tempat penyuntikan  perlu ditambahkan
anastetik lokal seperti benzil alkohol.
3. Polietilen glikol
Ko-solven dalam pembuatan sediaan injeksi
adalah yang mempunyai bobot molekul
rendah (300-400) dan berbentuk cairan.
Penggunaan kosolven senyawa glikol (propilen
atau polietilen) dalam pembuatan injeksi
senyawa golongan barbiturat dapat
meningkatkan stabilitas senyawa tersebut.
4. Gliserin
Merupakan cairan yang jernih dan kental, titik
didih tinggi, dapat bercampur dengan air
maupun alkohol dan merupakan pelarut yang
baik untuk beberapa zat.
Penggunaan dalam dosis tinggi dapat
menimbulkan efek konvulsi dan gejala
paralitik karena kerja langsung gliserin
terhadap susunan syaraf pusat. Pada dosis
rendah (5%) tidak terlihat adanya efek
toksik.
PELARUT NON AIR YANG TIDAK DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR
Minyak hewan : Tidak digunakan sebagai
pembawa
Minyak mineral atau parafin cair: tidak boleh
digunakan karena tidak dapat
dimetabolisme tubuh dan dapat
menimbulkan tumor atau reaksi
terhadap jaringan
Minyak tumbuhan :
1. Mudah tengik asam lemak bebas
terutama asam lemak tidak jenuh  cara
mengatasi : menambahkan antioksidan
(BHA, BHT).
Minyak tumbuhan :
2. Sering menimbulkan rasa nyeri  perlu
penambahan benzil alkohol 5% untuk
anastesi lokal.
3. Jenis minyak tumbuhan yang digunakan
harus dicantumkan dalam etiket.
4. Digunakan untuk injeksi zat aktif :
Deoksikortison asetat, dimerkaprol,
nandrolon fenilpropionat, progesteron,
testosteron propionat, propiliodon, estradiol
benzoat, testosteron fenilpropionat.
Minyak tumbuhan :
5. Jenis minyak tumbuhan yang digunakan : ol.
Arachidis, ol. Gossypii, ol. Terebinthinae, Ol.
Maydis, Ol. Sesami, Ol. Olivarum neutral, Ol.
Amygdalarum.
Minyak Semi Sintetis : Milgyol-minyak netral
Ester asam lemak :
1. Menghasilkan larutan yang lebih encer
daripada pembawa minyak sehingga lebih
mudah disuntikkan meski kerja depo yang
timbul tidak selama pembawa minyak.
2. Kadangkala dikombinasi dengan senyawa
alkohol seperti etanol atau benzil alkohol
untuk memperbaiki kelarutan zat aktif.
3. Contohnya adalah etil oleat, isopropil miristat,
polioksilen trigliserida oleat.
Cara Untuk Meningkatkan
Kelarutan Obat Dalam Air
1. Kosolven
• Seringkali zat lebih larut dalam campuran
pelarut daripada dalam satu pelarut saja
• Pelarut yang dlm kombinasi meningkatkan
kelarutan zat terlarut disebut cosolvent
• Mekanisme: pelarut campur mengatur
polaritas pelarut pada harga yang diinginkan
zat terlarut melalui perubahan nilai
konstanta dielektrik yang lebih dekat dengan
senyawa.
2. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang
sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak.
Sifat amfoter ini menyebabkan surfaktan dapat
diadsorbsi pada antar muka udara-air,
minyak-air dan zat padat-air, membentuk
lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik
berada pada fase air dan rantai hidrokarbon
ke udara, dalam kontak dengan zat padat
ataupun terendam dalam fase minyak.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu,
tegangan permukaan akan konstan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi
ini maka surfaktan mengagregasi membentuk
misel.
senyawa organik yang kelarutan dlm air
rendah tersolubilisasi oleh misel sehingga
kelarutan naik
3. Kompleksasi

Pembentukan kompleks bahan aktif dan suatu


ligan dapat meningkatkan kelarutan, pemilihan
agen pengompleks yang aman sangat diperlukan
Contoh bahan pengkompleks : siklodekstrin.
Siklodekstrin adalah senyawa oligosakarida
siklis yang sekurang-kurangnya mengandung 6
unit D-(+)-glukopiranosa berikatan pada ikatan
glikosida α-1,4 dan mempunyai bentuk toroidal,
dengan bagian dalam bersifat hidrofobik dan
bagian luar bersifat hidrofilik.
Berdasarkan diameter dan kedalaman rongga
siklodekstrin:
 α-siklodekstrin (6 glukosa) dapat membentuk
kompleks dengan senyawa yang mempunyai berat
molekul rendah atau senyawa rantai samping
alifatis
 β-siklodekstrin (7 glukosa) dapat membentuk
kompleks dengan senyawa aromatik atau
heterosiklis
 γ-siklodekstrin (8 glukosa) dapat membentuk
kompleks dengan senyawa makromolekul dan
steroid
Cara lain

 Pembentukan garam
Bentuk garam lebih mudah larut. Contoh
garam-garam alkaloid
 Prodrug
Obat mengalami biotransformasi menjadi
senyawa aktif
• Oksazepam Na-Suksinat Oksazepam
• Prednison/Deksametason Na-Fosfat 
Prednison/Deksametasone
Satuan-satuan dalam kelarutan
ISTILAH KELARUTAN
Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Obat

1. Struktur Molekul
Kelarutan suatu zat juga bergantung pada
struktur molekulnya seperti perbandingan
gugus polar dan gugus non polar dari
molekul. Semakin panjang rantai non polar
dari alkohol alifatis, semakin kecil
kelarutannya dalam air.
2. Gaya Tarik Antarmolekul
Ada 3 jenis gaya tarik dalam larutan, yaitu gaya
tarik antar zat terlarut (A-A), zat terlarut-zat
pelarut (A-B), dan antar zat pelarut (B-B).
Selain itu, terdapat prinsip Like Dissolved Like,
dimana senyawa polar akan larut dalam
senyawa polar, dan senyawa nonpolar larut dalam
senyawa nonpolar.
3. Pengaruh Suhu
Endotermik  T naik  Kelarutan naik
Eksoterm  T naik  Kelarutan turun
Contoh
Natrium sulfat bentuk hidrat (endotermik),
bentuk anhidrat (eksotermik) 
kelarutannya berbeda
4. Pengaruh pH
 Banyak obat bersifat asam lemah atau basa
lemah  jika bereaksi dgn as. atau basa kuat
serta dlm jarak pH tertentu  berada sebagai
ion yg biasanya larut dalam air.
 Asam lemah (as karboksilat, as hidroksi, asam
aromatik, fenol) larut dlm NaOH encer,
karbonat dan bikarbonat.
 Basa lemah (mengandung Nitrogen basa 
alkaloid) larut dalam asam encer
Thank you
for your
patience

Anda mungkin juga menyukai