Anda di halaman 1dari 13

PemySimetidin

Theresa Utami
1509005088
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana

Denpasar

2017

KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya makalah ini dapat selesai dengan baik pada waktunya. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen, teman-teman, dan semua orang yang
telah mendukung pembuatan makalah ini.
Adapun pengetahuan tentang obat-obatan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
karena penting jika ada anggota keluarga atau pribadi yang sakit dan dalam keadaan darurat,
salah satunya ketika adanya reaksi alergi karena reaksi alergi berbeda-beda setiap individu dan
dapat berakibat fatal.
Antihistamin adalah obat yang diperlukan untuk menekan reaksi dari histamin, yaitu
substansi imun yang muncul ketika ada reaksi alergi pada suatu individu. Salah satu contoh
antihistamin adalah simetidin yang akan dibahas didalam makalah ini.
Semoga nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis juga mohon maaf
sebelumnya bila ada kata-kata yang salah dalam penulisan makalah ini karena tidak mungkin
penulis dapat menyelesaikannya dengan sempurna.
Terima kasih atas perhatiannya, selamat membaca.

Denpasar,11 April 2017

Penulis

DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Abstrak 4

Bab 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang 5
Rumusan Masalah 6
Manfaat dan Tujuan Penulisan 6

Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Simetidin 7
Sejarah Simetidin 8
Farmakodinamika dan Farmakokinetika 9
Kegunaan Simetidin 10
Efek Samping 11

Bab 3
PENUTUP
Kesimpulan 12
Saran 12

Daftar Pustaka 13

ABSTRAK

3
Simetidin adalah obat antihistamin generasi kedua atau respetor H2 yang dijual
dipasaran dengan nama Tagamet. Simetidin berfungsi untuk mengurasi sekresi asam
lambung.

Simetidin merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari sel parietal
sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung. Simetidin juga memblok
sekresi asam lambung yang disebabkan oleh rangsangan makanan, asetilkolin, kafein, dan
insulin. Simetidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Histamin banyak mempengaruhi proses fisiologik dan patologik dalam tubuh,
sehingga diperlukan antagonisnya yang kemudian dikenal dengan obat antihistamin
yang bekerja secara kompetitif.
Bovet dan Staub (1937) menemukan ikatan amine berisikan ether phenolic yang
bersifat antagonis terhadap efek histamin pada respetor H1 dan kemudian
dikembangkan menjadi obat pada tahun 1940. Akan tetapi obat antihistamin ini tidak
seluruhnya dapat menghambat efek histamin mukosa lambung, karena adanya reseptor
histamin lain yang dikenal dengan reseptor H2. Yang paling terakhir ditemukan adalah
reseptor H3 pada jaraingan sistem syaraf pusat, syaraf perifer dan brokus serta reseptor
Hic yang bekerja sebagai penghantar pesan intraseluler berperan dalam pertumbuhan
sel.
Antihistamin generasi ke II atau reseptor H2 dapat menghambat sekresi asam
lambung akibat histamin yaitu burinamid, metilamid dan simetidin. Ternyata
antihistamin generasi kedua ini memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum,
gastritis atau duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi
seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus
sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping yang
ditimbulkan agak kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat
diberikan dengan dosis yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari,
terutama untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat
dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan
asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada
dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat
meredakan gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada
penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek
terbatas dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga
antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik.
Yang digolongkan dalam antihistamin generasi kedua yaitu terfenadin,
astemizol, loratadin dan cetirizin. Tetapi yang paling terkenal adalah simetidin atau
sering dijual dengan nama Tagamet yang penggunaannya cukup sering digunakan,

5
akan tetapi belum banyak diketahui masyarakat karena istilah antihistamin identik
dengan antihistamin reseptor H1.

2. Rumusan Masalah
2.1. Bagaimana pengertian dan sifat fisikokimia simetidin
2.2. Bagaimana sejarah simetidin
2.3. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik simetidin
2.4. Bagaimana manfaat simetidin
2.5. Bagaimana efek samping simetidin

3. Maksud dan Tujuan


a. Untuk mengetahui pengertian dan sifat fisikokimia simetidin
b. Untuk mengetahui sejarah simetidin
c. Untuk mengetahui farmakodinamika dan farmakokinetika simetidin
d. Untuk mengetahui kegunaan dari simetidin
e. Untuk mengetahui efek samping simetidin

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian dan Sifat Fisikokimia Simetidin

Simetidin adalah antihistamin H2 yang pertama dan paling banyak


digunakan. Penyerapan yang terjadi di lambung sedikit, sebagian bersar
terjadi di usus halus. Cimetidine dijual dengan nama merek Tagamet
bekerja dengan menghambat produksi asam lambung. Dapat dibeli tanpa
resep dann biasanya digunakan dalam pengobatan sakit maag dan tukak
lambung.

7
Simetidin telah disetujui oleh FDA (The Food and Drug
Administration) sebagai obat untuk penghambatan sekresi asam lambung
dan telah dianjurkan untuk sejumlah penyakit dermatologis.

II. Sejarah Simetidin


Cimetidine adalah cikal bakal dari pengembangan obat antagonis
reseptor H2 histamin prototipe lain karena ditemukan pertama kali.
Cimetidine adalah puncak dari sebuah proyek di Smith, Kline dan Perancis
(SK & F, sekarang GlaxoSmithKline) oleh James W. Black, C. Robin
Ganellin, dan lain-lain untuk mengembangkan antagonis reseptor histamin
untuk menekan sekresi asam lambung. Merupakan salah satu obat pertama
kali ditemukan dengan menggunakan pendekatan desain obat rasional. Sir
James W. Black mendapatkan 1988 Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau
Kedokteran untuk penemuan propranolol dan juga dikreditkan untuk
penemuan simetidin.
Pada tahun 1964 histamin dikenal untuk merangsang sekresi asam
lambung, tetapi juga bahwa antihistamin tradisional tidak berpengaruh
pada produksi asam tersebut. Dalam proses ini, ilmuwan dari tim SK & F
juga membuktikan adanya reseptor H2 histamin. Mereka menggunakan
struktur obat-desain rasional mulai dari struktur histamin karena histamin
adalah contoh yang paling dekat dan saat itu belum ada yang dikenal dari
reseptor H2 karena masih berbentuk hipotetis. Ratusan senyawa

8
dimodifikasi disintesis dalam upaya untuk mengembangkan model
reseptor. Terobosan pertama adalah N-guanylhistamine, antagonis
reseptor H2 parsial. Kemudian model reseptor itu lebih disempurnakan dan
akhirnya mengarah pada pengembangan burimamide, antagonis reseptor
H2 pertama. Burimamide, antagonis kompetitif tertentu pada reseptor H2,
100 kali lebih kuat dari N-guanylhistamine, membuktikan keberadaan
reseptor H2.
Akan tetapi, burimamide masih kurang ampuh untuk pemberian oral.
Modifikasi lebih lanjut dari struktur, berdasarkan memodifikasi pKa
(konstanta disosiasi asam) senyawa, menyebabkan munculnya metiamide.
Metiamide merupakan agen yang efektif, namun dengan nefrotoksisitas
dan agranulositosis yang tidak dapat diterima. Toksisitas itu diperkirakan
muncul dari kelompok tiourea, dan analog guanidin yang serupa diselidiki
sampai penemuan akhirnya yang paling mendekati sempurna yaitu
simetidin. Senyawa ini disintesis pada tahun 1972 dan dievaluasi untuk
toksikologi oleh 1973.
Simetidin dijual di Inggris pada tahun 1976 dan di AS pada tahun
1977. Pada tahun 1979, Tagamet dijual di lebih dari 100 negara dan
menjadi obat yang paling laris di AS, Kanada dan beberapa negara
lainnya. Pada November 1977, Perkumpulan Kimia Amerika dan di
Inggris menganggap penemuan simetidin sebagai batu loncatan dalam
penemuan obat sehingga dibuat monumen di pusat penelitian SmithKline
Beecham's New Frontiers Science Park di Harlow, Inggris.
Nama Tagamet merupakan gabungan dari antagonis dan simetidin.

III. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Simetidin


4. 1. Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70% sama dengan
pemberian secara intravena atau intramuskular. Ikatan protein
plasmanya adalah 20%. Absorpsi diperlambat oleh makanan sehingga
simetidin lebih baik dikonsumsi setelah makan karena memperlama
waktu didalam usus.

9
Absorpsi simetidin terjadi pada menit ke 60-90. Masuk
kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar
serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dosis oral simetidin
diekskresi adalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasinya
adalah 2 jam.
Kadar plasma simetidin tertinggi dicapai dalam 1 jam jika
lambung kosong dan 2 jam jika bersama-sama dengan makanan.

4. 2. Farmakodinamik
Simetidin bekerja menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan respetor H2 akan merangsang sekresi asam
lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitin sekresi
asam lambung dihambat. Simetidin juga dapat menghambaat sekresi
asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus,
atau gastrin walaupun tidak sebaik penekanan sekresi asam lambung
pada keadaan basal. Simetidin juga dapat mengganggu volume dan
kadar pepsin cairan lambung.

IV. Kegunaan Simetidin


Simetidin merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2
dari sel parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam
lambung. Simetidin juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan
oleh rangsangan makanan, asetilkolin, kafein, dan insulin. Simetidin
digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan
hipersekresi yang patologis, contohnya pada sindrom Zolinger Ellison
Beberapa bukti menunjukkan simetidin bisa efektif dalam pengobatan
kutil, tetapi uji klinis yang lebih ketat menemukan penggunaan ini tidak
lebih efektif daripada plasebo.
Ada studi lain yang menggunakan cimetidine untuk pengobatan
tendinitis kalsifikasi kronis bahu.
Tetapi pada dasarnya, kegunaan dari simetidin adalah untuk
pengobatan sakit maag atau tukak lambung.

10
V. Efek Samping Simetidin
Efek samping yang pernah dilaporkan dari simetidin meliputi
diare, ruam, pusing, kelelahan, sembelit, dan sakit otot, yang semuanya
biasanya bersifat ringan dan sementara. Telah dilaporkan bahwa
kebingungan mental dapat terjadi pada orang tua. Karena efek
hormonal nya, simetidin dapat menyebabkan disfungsi seksual
termasuk hilangnya libido dan disfungsi ereksi dan ginekomastia (0,1-
0,2%) pada laki-laki selama pengobatan jangka panjang tetapi jarang.
Nefritis interstitial, urtikaria, dan angioedema telah dilaporkan tetapi
jarang. Simetidin biasanya dihubungkan dengan meningkatnya
aktifitas aminotransferase, sedangkan hepatotiksik jarang terjadi.
Jika terjadi overdosis dalam pemakaian simetidin, tidak terjadi
dampak apapun bahkan jika banyak.
Adapun simetidin cukup sensitif jika digunakan bersamaan
obat lainnya. Simetidin mempengaruhi aktivitas melabolisme dari
methadone, kadang menyebabkan kadar darah lebih tinggi dan dapat
berinteraksi dengan obat antimalara hydroxychloroquine. Simetidin
juga dapat berinteraksi dengan obat psikoaktif menyebabkan toksik.
Antasida dan metoklopramid mengurangi bioavailabilitas oral
simetidin sebanyak 20-30% sehingga harus ada selang waktu minimal
1 jam antara pemakaian antasid ata metoklopramid dan simetidin oral.
Ketokonazol harus diberikan 2 jam sebelum simetidin karena
penggunaan bersamaan dapat mengurangi absorpsi ketokonazol
sebanyak 50%. Simetidin juga menghambat sitokrom P-450 sehingga
menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati, jadi obat lain yang
merupakan substrat enzim tersebut akan terakumulasi jika diberikan
bersama simetidin. Obat yang metabolismenya terpengaruh simetidin
adalah warfarin, fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin,
diazepam, propranolol, metoprolol, dan imipramin.

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Simetidin telah disetujui oleh FDA (The Food and Drug Administration)
sebagai obat untuk penghambatan sekresi asam lambung dan telah dianjurkan
untuk sejumlah penyakit dermatologis. Cimetidine adalah cikal bakal dari
pengembangan obat antagonis reseptor H2 histamin prototipe lain karena
ditemukan pertama kali dalam sebuah proyek di Smith, Kline dan Perancis (SK
& F, sekarang GlaxoSmithKline) oleh James W. Black, C. Robin Ganellin, dan
lain-lain untuk mengembangkan antagonis reseptor histamin untuk menekan
sekresi asam lambung. Simetidin bekerja menghambat reseptor H2 secara
selektif dan reversibel. Simetidin dijual di pasaran dengan nama Tagamet.

2. Saran
Walaupun memiliki banyak kegunaan, simetidin atau obat-obatan
lainnya memiliki juga efek samping. Sehingga dalam penggunaan simetidin
atau obat jenis apapun, harus memperhatikan indikasi,dan dosisnya secara
cermat serta meminimalisir mengonsumsi obat dengan membiasakan hidup
sehat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiatin AS, Aryani T. The Pharmacokinetics of Lamivudine in Healthy Rabbit


Treated with Cimetidine. Folia Medica Indonesiana Vol. 42 No. 3 July September 2006 :
172 175.
Phan, Saut Sahat. Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik:
Blokade Reseptor Penghambatan Aktivasi Reseptor. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
Tagamet. GlaxoSmithKline Australia. Issue No. 16 (M). 12 Maret 2008
Gunawijaya, Fajar Arifin. Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ketiga. Bagian
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Halaman 124-129
Putra, Imam Budi. Pemakaian Antihistamin Pada Anak. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran USU. 2008.
Ruigomez, Ana, dkk. Use of Cimetidine, Omeprazole, and Ranitidine in Pregnant
Woman and Pregnancy Outcomes. American Journal of Epidemology Vol 50. No 5 1999:
476-481
Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2007 Edisi 5, 282-283. ISBN 978-979-16104-0-7

13

Anda mungkin juga menyukai