Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

“ANTI DIABETES”

DISUSUN OLEH :

NAMA : ZAHRA DELA SUKMA

NIM : 1900099

PRODI : D3-4B

HARI PRAKTIKUM : Selasa, 04 Mei 2021 (11.00-14.00)

DOSEN PEMBIMBING : Apt. NOVIA SINATA, M.Si

ASISTEN DOSEN :

1. JIHAN FAHIRA SASMITO


2. MARGARETTA FEBIOLA

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2021
OBJEK III

ANTI DIABETES

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Membuktikan efek hipoglikemik suatu obat / bahan.
2. Agar mahasiswa mengerti mekanisme kerja obat penurun glukosa darah.
3. Agar mahasiswa dapat memahami gejala-gejala dan dasar farmakologi efek toksis
obat penurun glukosa darah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes melitus adalah diabetes yang berkaitan dengan kadar gula dalam tubuh,
juga dikenal dengan nama kencing manis. (Tjahjadi, 2011, hlm. 3)
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya
sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus bukan
merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan
metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia,
kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin sampai pada
infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan
kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan metabolisme sel, jaringan dan organ.
Komplikasi jangka panjang diabetes adalah macroangiopathy, microangiopathy,
neuropathy, katarak, diabetes kaki dan diabetes jantung (Reinauer et al, 2002).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan
yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam
darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama
baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit. DM ada yang merupakan
penyakit genetik atau disebabkan keturunan disebut DM tipe 1 dan yang disebabkan
gaya hidup disebut DM tipe 2. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama
meningkatnya prevalensi DM, jika dicermati ternyata orang-orang yang gemuk
mempunyai resiko terkena DM lebih besar dari yang tidak gemuk . (Tan dan Raharja,
2002).
Menurut klasifikasi klinisnya diabetes melitus dibedakan menjadi :
a. Tipe 1 (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin.
b. Tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin
dengan derajat bervariasi
c. Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil (Kowalak &
Welsh, 2003, hlm. 519).
d. Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan diabetes,
dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.
(Price,1995, hlm. 1259).
Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali
hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya
ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga
diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes
yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi , maka badan berusaha mengatasinya
dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap hari gram
glukosa yang diekskresi (Katzung,dkk,2002).
Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini terdiri dari
51 asam amino tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan
rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan
disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain iu masih
terdapat jembatan disulfide antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai AKarena
insulin babi lebih mirip insulin insani maka dengan bahan insulin babi mudah dibuat
insulin insani semisintetik. Disamping itu juga dapat disintesis insulin manusia
dengan teknik rekombinan DNA (Ganiswarna,dkk,1995).
Kadar glukosa serum puasa normal (teknik autonalisis) adalah 70-110 mg/dl.
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110
mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorpsi oleh
tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dl. Jika
konsentrasi tubulus naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama
urine, dan keadaan ini disebut sebagai glikosuria (Katzung,2002).
Kemampuan seseorang untuk mengatur kadar gkukosa plasma agar tetap dalam
batas-batas normal dapat ditentukan melalui tes (1) kadar glukosa serum puasa, dan
(2) respons glukosa seru terhadap pemberian glukosa (Mycek,dkk,2001).
Metabolisme glukosa, setelah karbohidrat dari makanan dirombak dalam usus,
glukosa lalu diserap kedalam darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Untuk
penyerapannya kedalam sel-sel tubuh diperlukan insulin, yang dapat dianggap
sebagai “kunci untuk pintu sel”. Sesudah masuk kedalam sel, glukosa lantas diubah
menjadi energi atau ditimbun sebagai cadangan. Cadangan ini digunakan bila tubuh
kekkurangan energi karena misalnya berpuasa beberapa waktu (Tan,dkk, 2002).
Sekresi insulin diatur tudak hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh
hormon lain dan mediator autonomic. Sekresi insulin umummnya dipacu oleh
ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel-ß pancreas
(Mycek,dkk,2001).
Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi juga
hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan
glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel pankreas. Insulin umumnya
diisolasi dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat
menggantikan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh strain
khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik. mengandung gen untuk insulin
manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin manusia, yang dibedakan
hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping yang
paling umum dan serius dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya berupa
lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes militus ialah suatu keadaan yang timbul karena
defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan
glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan
normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah
menjadi lemak (Siswandono, 1995).
Empat kategori agen anti diabetik yang kini tersedia di Amerika Serikat:
Sekretagog insulin (sulfonylurea, meglitinide), biguanide, thiazolidinedione, dan
penghambat glucosidase-alfa. Sulfonylurea dan biguanide yang tersedia paling lama
dan secara tradisional merupakan pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe II.
Golongan insulin sekretagog dengan kerja cepat yang baru, meglitinide, merupakan
alternatif terhadap sulfonyurea golongan tolbutamide dengan masa kerja pendek.
Thiazolidinedione, yang sedang dalam perkembangan sejak awal tahun 1980-an,
adalah agen yang sangat efektif untuk menurunkan resistensi insulin (Katzung,
dkk,2002).
Kepulauan langerhans pada penkreas membentuk organ endokrin yang
menyekresikan insulin yaitu sebuah hormon antidiabetika, yang diberikan dalam
pengobatan daibetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut dicerna oleh
enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut
melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila
digunakan sebagai pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengabsorpsi dan menggunkan glukosa
dan lemak (Pearce, 2006).
Secara klinik, defisiensi (kekurangan) insulin mengakibatkan hiperglikemia yaitu
kadar gula darah yang tinggi, turunnya berat bedan, lelah dan poliuria (sering buang
air kecil), disertai haus, lapar, kulit kering, mulut dan lidah kering. Akibatnya juga
ketosis serta asidosis dan kecepatan bernapas bertambah (Pearce, 2006).
Keadaan sebaliknya ialah hipoglikemia, atau kadar gula darah rendah, dapat
terjadi akibat kelebihan dosis insulin, atau karena pasien tidak makan makanan (atau
muntah barangkali) sesudah suntikan insulin, sehingga kelebihan insulin dalam
darahnya menyebabkan koma hipoglikemia (Pearce, 2006).
Demikian maka koma pada seorang pasien dengan diabetes dapat disebabkan
tidak adanya insulin atau terlampau banyak insulin (konma hipoglikemia) yang
diobati dengan glukosa (Pearce, 2006).
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun
dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II
disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,


diantaranya adalah:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
III. ALAT DAN BAHAN
 Hewan yang digunakan : mencit, ikan nila.
 Bahan yang digunakan : glukosa, NaCl 0,9 %, glibenclamid, dan insulin.
 Alat yang digunakan : alat suntik, jarum oral, timbangan, alat penanda, silet /
gunting, backer glass dan timbangan hewan.

IV. CARA KERJA


1. Timbang hewan ( mencit ) dan tandai.
2. Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada tabel.
3. Berikan larutan glukosa dengan dosis 2 mg/kg bb secara oral 5 menit setelah
pemberian obat penurun glukosa darah.
4. Darah mencit diambil sebanyak 1 tetes dengan cara memotong ekor mencit 1 cm
ke ujung, lalu dipijit sampai darah keluar yang,langsung diteteskan ke strip
pengukur glukosa darah.
5. Ukur kadar glukosa darah pada mencit 15 menit setelah pemberian obat.
6. Untuk percobaan B, berikan ikan dengan dosis obat sesuai dengan tabel B.
7. Amati gejala yang timbul, catat waktu timbulnya gejala tersebut. Lihat gejala
yang muncul, mulai dan bertambah, atau berkurang aktivitas, pernafasan, dll
sampai konvulsi dan mati.
8. Tabelkan hasil saudara, bahas dan tarik kesimpulannya.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Kadar Glukosa Darah
BB VAO
KLP PERLAKUAN Glukosa
(kg) (ml) 15 menit 60 menit
Awal
1 Kontrol Na CMC 0.028 0.028 120 mg/dL 125 mg/dL 122 mg/dL
Glibenklamid 1
2 0.022 0.22 110 mg/dL 88 mg/dL 65 mg/dL
mg/kgBB
Glibenklamid 1,5
3 0.028 0.42 135 mg/dL 100 mg/dL 63 mg/dL
mg/kgBB

4 Novorapid 25
0.027 0.027 125 mg/dL 93 mg/dL 65 mg/dL
ui/kgBB
5 Novorapid 50
0.023 0.023 100 mg/dL 60 mg/dL 42 mg/dL
ui/kgBB
6 Novomix 25
0.022 0.022 115 mg/dL 91 mg/dL 60 mg/dL
ui/kgBB
7 Novomix 50
0.024 0.024 110 mg/dL 96 mg/dL 55 mg/dL
ui/kgBB
8 Novomix 100
0.027 0.027 118 mg/dL 95 mg/dL 44 mg/dL
ui/kgBB

Kadar Glukosa mg/dL


160
140
120
100
80
60
40 Glukosa Awal
20
15 Menit
0
60 Menit
Konsentrasi :

 Glukosa 0,4 mg/mL


 NaCl 1% BB
 Glibenclamid 0,1 mg/mL
 Noverapid dan Novomix c sama seperti dosis yang ada, contoh Novorapid dosis 25
ui/kgBB maka konsentrasi 25 ui/mL

Perhitungan VAO :

 VAO insulin =

 VAO glukosa =

a. Kontrol Na CMC 1%
VAO = 1% BB

VAO glukosa =

b. Glibenklamid 1 mg/kgBB

VAO

VAO glukosa =

c. Glibenklamid 1,5 mg/kgBB

VAO

VAO glukosa

d. Novorapid 25 ui/kgBB

VAO =

VAO glukosa =
e. Novorapid 50 ui/kgBB

VAO =

VAO glukosa =

f. Novomix 25 ui/kgBB

VAO =

VAO glukosa =

g. Novomix 50 ui/kgBB

VAO =

VAO glukosa =

h. Novomix 100 ui/kgBB

VAO =

VAO glukosa =
b. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan uji antidiabetes terhadap hewan uji
mencit yang bertujuan untuk membuktikan efek hipoglikemik suatu obat / bahan
serta mengetahui mekanisme kerja obat penurun glukosa darah dan agar dapat
memahami gejala-gejala dan dasar farmakologi efek toksis obat penurun glukosa
darah.
Pada percobaan kali ini, obat yang digunakan untuk menurunkan kadar
glukosa darah, yaitu insulin dan glibenclamid dengan berbagai dosis. Sedangkan
Glukosa sebagai penambah kadar glukosa atau penginduksi, dan Na CMC sebagai
kontrol.
Sebelum dilakukan percobaan, hewan uji yaitu mencit dipuasakan terlebih
dahulu dengan cara tidak diberi makan namun tetap diberi minum. Hal ini
bertujuan untuk menormalkan kadar glukosa dalam darah mencit dan agar
glukosa darah yang nantinya terukur tidak dipengaruhi oleh glukosa yang berasal
dari makanan mencit.
Selanjutnya mencit ditimbang untuk dihitung VAO-nya. Didapatkan hasil
berat badan mencit yaitu 24 g atau setara dengan 0,024 kg. Setelah didapatkan
berat mencit maka dihitung VAO insulin dan VAO glukosa. Didapatkan VAO
insulin yaitu 0,024 ml, dan hasil dari VAO glukosa yaitu 0,12 ml.
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengukur kadar glukosa mencit
sebelum diberikan perlakuan apapun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar
glukosa mencit/mengetahui kadar glukosa awal mencit. Kemudian mencit diberi
glukosa sebagai penginduksi. Setelah 5 menit, ukur kembali kadar glukosa
mencit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kenaikan kadar glukosa darah setelah
diinduksi dengan glukosa.
Kemudian mencit terlebih dahulu diberikan obat berdasarkan pembagian
kelompok masing masing. Kemudian mencit didiamkan selama lima belas menit.
Selama lima belas menit, seluruh zat dari setiap kelompok mencit diharapkan
telah terabsorpsi sempurna dan mencapai sel-sel reseptornya sehingga akan
memberikan efek pada saat pengujian.
Setelah lima belas menit, masing – masing mencit diambil darahnya.
Pengambilan darah dilakukan dengan memotong bagian ujung ekor mencit dan
mengeluarkan sedikit darahnya. Pemilihan bagian ekor untuk mengambil darah
mencit dikarenakan pada bagian ini terdapat banyak pembuluh darah yaitu
pembuluh darah vena. Selain itu metode ini adalah metode termudah untuk
mengambil darah mencit.
Hasil yang didapat dari setiap tes yang dilakukan tidak bervariasi, hal ini
tergantung pada kondisi fisiologis mencit dan waktu dilakukannya tes. Hasil yang
diperoleh dari glukosa meter ini dapat digunakan untuk mengontrol diabetes
pasien dan menetapkan tahap penyembuhan selanjutnya bagi pasien. Tes glukosa
darah dilakukan beberapa kali tergantung pada umur pasien, kesehatan pasien,
dan tingkat diabetes yang diderita. Untuk mendapatkan hasil tes yang akurat,
perlu diperhatikan beberapa hal seperti menjaga kebersihan glukosa meter,
menempatkan sampel darah sesuai batas glucose test strips, dan tidak
menggunakan glucose test strips yang sudah kadaluarsa.
Setelah pengambilan darah pertama, kemudian dilakukan kembali
pengambilan darah pada masing-masing mencit dimenit ke-60 setelah pemberian
glukosa. Kelompok 1 menggunakan Na CMC 1 % sebagai kontrol negatif, dan
didapatkan hasil pada kadar glukosa setelah diberikan glukosa adalah 120 mg/dL,
kemudian pada waktu 15 menit kadar glukosa naik menjadi 125 mg/dL tetapi
pada menit ke 60 turun menjadi 122 mg/dL. Hal ini disebebkan karena larutan Na
CMC ini tidak memberikan efek farmakologis terhadap hewan percobaan.
Pada kelompok 2 diberikan larutan Glibenklamid 1 mg/kgBB sebagai
antidiabetes, didapatkan hasil pada kadar glukosa setelah diberikan glukosa
adalah 110 mg/dL, kemudian pada waktu 15 menit kadar glukosa turun menjadi
88 mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi menjadi 65 mg/dL. Hal ini disebabkan
larutan Glibenklamid memberikan efek farmakologis berupa stimulasi sel β-
pankreas untuk menghasilkan insulin lebih banyak. Insulin yang dihasilkan akan
mengubah glukosa dalam darah menjadi bentuk nutrien dalam tubuh berupa
glikogen, yang selanjutnya glikogen ini bias dimanfaatkan lagi oleh tubuh mencit
jika kekurangan glukosa darah. Glikogen ini akan diubah kembali menjadi
glukosa oleh glukagon yang dihasilkan oleh sel α-pankreas.
Kemudian pada kelompok 3 diberikan juga larutan Glibenklamid tetapi
dengan dosis yang berbeda. Pada kelompok 3 diberikan larutan glibenklamid
dengan dosis 1,5 mg/kgBB. Dan hasil yang didapatkan kelompok 3 dengan dosis
1,5 mg/kgBB kadar glukosa darah lebih rendah dari dari pada kelompok 2. Hasil
yang didapat kelompok 3 pada kadar glukosa setelah diberikan glukosa adalah
135 mg/dL, kemudian pada waktu 15 menit kadar glukosa turun menjadi 100
mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi menjadi 63 mg/dL. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa semakin tinggi atau besar dosis yang diberikan maka semakin besar
pula efek farmakologis yang diberikan.
Pada kelompok 4 diberikan obat yang berbeda dari kelompok sebelumnya
yaitu larutan Novorapid dengan dosis 25 ui/kgBB, didapatkan kadar glukosa
setelah diberikan glukosa adalah 125 mg/dL, kemudian pada waktu 15 menit
kadar glukosa turun menjadi 93 mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi menjadi
65 mg/dL.
Pada kelompok 5 diberikan obat yang sama dengan kelompok 4 namun
dengan dosis yang berbeda yaitu larutan Novorapid 50 ui/kgBB. Dan didapatkan
kadar glukosa setelah diberikan glukosa adalah 100 mg/dL, kemudian pada waktu
15 menit kadar glukosa turun menjadi 60 mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi
menjadi 42 mg/dL. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi atau besar
dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek farmakologis yang diberikan.
Pada kelompok 6 juga diberikan obat yang berbeda yaitu larutan Novomix
dengan dosis 25 ui/kgBB didapatkan kadar glukosa setelah diberikan glukosa
adalah 115 mg/dL, kemudian pada waktu 15 menit kadar glukosa turun menjadi
91 mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi menjadi 60 mg/dL.
Pada kelompok 7 diberikan obat yang sama dengan kelompok 6 dengan
dosis yang berbeda yaitu larutan Novomix dengan dosis 50 ui/kgBB didapatkan
kadar glukosa setelah diberikan glukosa adalah 110 mg/dL, kemudian pada waktu
15 menit kadar glukosa turun menjadi 96 mg/dL dan pada menit ke 60 turun lagi
menjadi 55 mg/dL.
Pada kelompok 8 juga diberikan obat yang sama dengan kelompok 6 dan
kelompok 7 tetap dengan dosis yang berbeda, yaitu larutan Novomix dengan dosis
100 ui/kgBB, didapatkan kadar glukosa setelah diberikan glukosa adalah 118
mg/dL, kemudian pada waktu 15 menit kadar glukosa turun menjadi 95 mg/dL
dan pada menit ke 60 turun lagi menjadi 44 mg/dL.
Novomix digunakan untuk memasukkan insulin guna membantu
memperbaiki produk insulin yang dihasilkan tubuh dengan cepat dan modern
dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh. Novomix akan mulai untuk menurunkan
gula darah 10-20 menit setelah menyuntikkan nya ke dalam tubuh, efek
maksimum terjadi antara 1 dan 4 jam setelah injeksi, dan efeknya bertahan hingga
24 jam.
Novorapid mengandung insulin aspart, yakni insulin dengan kerja cepat
(fast acting). Insulin kerja cepat berfungsi untuk menurunkan gula darah setelah
makan, oleh karenanya penggunaan obat ini dilakukan beberapa saat sebelum
makan. Efek kerja dari Obat ini akan muncul 10-20 menit setelah obat
disuntikkan dan akan bertahan selama 3-5 jam saja. Oleh karena itu Novorapid
tidak menjaga kadar gula darah untuk jangka waktu panjang. Sementara itu,
Novomix mengandung campuran insulin aspart (insulin kerja cepat) dan
protamine aspart (insulin kerja menengah/intermediate). Efek kerja obat Novomix
muncul 10-20 menit setelah dilakukan penyuntikan, dan akan bertahan selama 24
jam. Karena efek kerjanya yang bertahan lama, obat ini dapat diberikan lebih
jarang dibandingkan dengan Novorapid.
Novorapid dan Novomix adalah merek dagang untuk obat injeksi yang
mengandung hormon insulin. Hormon insulin berperan penting dalam
mengendalikan gula darah seseorang. Hormon insulin dihasilkan oleh organ
pankreas, berfungsi untuk mengubah glukosa (zat gula dalam darah) menjadi
energi untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Meskipun sama-sama mengandung
hormon insulin, tetapi terdapat perbedaan antara novorapi dan novomix.
Dari hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa novomix 100
ui/kgBB menurunkan kadar glukosa paling baik diantara glibenklamid dan
novorapid . Hal ini dikarenakan dosis novomix 100 ui/kgBB paling tinggi diantara
yang lain. Akan tetapi tetap saja semua obat yang diberikan berefek menurunkan
kadar glukosa darah. Antara novomix dan novorapid dapat dilihat perbedaannya,
yaitu yang membedakan adalah efek novomix lebih lama dari pada novorapid.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum yang bisa
mempengaruhi hasil adalah :
 Tidak masuk seluruhnya obat yang diberikan kepada mencit
 Kurangnya ketelitian praktikan saat melakukan praktikum
 Salah menghitung volume obat yang akan diberikan

VI. KESIMPULAN
- Diabetes adalah gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme
glukosa dalam tubuh.
- Obat yang digunakan adalah glibenklamid dan hormone insulin (Novomix dan
Novorapid).
- Menurut teori, kadar glukosa darah normal pada waktu puasa antara 60-120
mg/dL, dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila terjadi gangguan
pada kerja insulin, baik secara kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut
akan terganggu, dan kadar glukosa darah cenderung naik (hiperglikemia).
- Mekanisme Kerja Glibenklamide yaitu menstimulasi pankreas untuk
memproduksi insulin dan meningkatkan sensitivitas sel beta terhadap glukosa.
- Semakin tinggi dosis obat yang diberikan, semakin rendah kadar gula yang
dihasilkan, karena obat antidiabetik bertujuan untuk menurunkan kadar gula
dalam darah.
- Hasil yang didapatkan dari praktikum ini yaitu pemberian obat nvomix 100
ui/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa yang paling baik diantara glibenklamid
dan novorapid.
VII. DAFTAR PUSTAKA
- Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : Dirktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik.
- Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, wells BG, Posey LM. 2008.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7thed. New York: McGraw
Hill.
- Ganiswarna, S.1995.Farmakologi danTerapi. FK-UI : Jakarta.
- Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika.
- Lacy, F Charles., Lora, Armstrong., Morton, P, Goldman., Loenard L,L., 2009.,
Drug Information Handbook., American Pharmacist Association
- Reinauer, H., P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck.
2002. Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health
Organization. Geneva.
- Tjokroprawiro Askandar, 2001. Diabetes Mellitus : Klasifikasi Diagnosis dan
Terapi. Jakarta : Gramedia.
- Tjahjadi, C dan Harlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjajaran Bandung. Bandung.
- Ukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Penerbit PT. ISFI Penerbitan. Jakarta 27
- Utomo, A.Y., 2011. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus
Dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.Artikel karya tulis
ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro.p. 123-130.
- Wilhiam, Skach,MD, dkk. 1996. Penuntun Terapi Medis (Hannd Book Of
Medical Treatment). edisi 18. Jakarta : EGC.
VIII. LAMPIRAN

Mempersiapkan alat hasil kadar glukosa awal

Proses penyuntikan insulin pengukuran kembali setelah pemberian obat


IX. JAWABAN SOAL
1. Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja insulin dalam menurunkan kadar
glukosa darah.
Jawab : Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan
langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang
sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel.

2. Jelaskan pula dengan ringkas mekanisme kerja glibenclamid dalam menurunkan


kadar glukosa darah.
Jawab :. Glibenclamide bekerja menurunkan kadar gula darah dengan cara
meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas. insulin yang dihasilkan akan
mengubah glukosa dalam darah menjadi glikogen yang akan disimpan dalam
jaringan adiposa sehingga kadar glukosa dalam darah akan menurun atau dapat
stabil kembali. Mekanisme ini bergantung pada sel beta pankreas. Sulfonilurea
menempel pada reseptor yang spesifik di sel beta pankreas dan menyekat
pemasukan kalium melalui kanal ATP-dependent.

3. Jelaskan efek samping toksisitas obat penurun kadar glukosa darah.


Jawab: Terjadi gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, nyeri epigastrik,
dan hipersekresi asam lambung. Serta gangguan sistem saraf pusat berupa sakit
kepala, bingung, vertigo, demam, reaksi alergi pada kulit, ataksia dll. Gejala
hematologik termasuk leukopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik dapat
terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia (rendahnya kadar glukosa darah) dapat
terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi
hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering disebabkan oleh obat obat
antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonil urea cendrung
meningkatkan berat badan.

Anda mungkin juga menyukai