ANALISIS FARMASI
“Analisis Golongan Antihistamin“
TRANSFER A 2018
= 1.514,35 %
CTM 2 ml
𝑉𝑡 𝑋 𝑁𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
%Kadar = 𝑋 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑋 𝐹𝐾
2 𝑚𝑙 𝑋 0,1 𝑋 19,54 𝑚𝑙
= 𝑋 100 %
8 𝑚𝑔 𝑋 0,1
= 48,850 %
CTM 3,8 ml
𝑉𝑡 𝑋 𝑁𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
%Kadar = 𝑋 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑋 𝐹𝐾
3,8 𝑚𝑙 𝑋 0,1 𝑋 19,54 𝑚𝑙
= 𝑋 100 %
8 𝑚𝑔 𝑋 0,1
= 928,15 %
CTM 0,2 ml
𝑉𝑡 𝑋 𝑁𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
%Kadar = 𝑋 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑋 𝐹𝐾
0,2 𝑚𝑙 𝑋 0,1 𝑋 19,54 𝑚𝑙
= 𝑋 100 %
8 𝑚𝑔 𝑋 0,1
=48,85 %
CTM 4,3 ml
𝑉𝑡 𝑋 𝑁𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
%Kadar = 𝑋 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑋 𝐹𝐾
4,3 𝑚𝑙 𝑋 0,1 𝑋 19,54 𝑚𝑙
= 𝑋 100 %
8 𝑚𝑔 𝑋 0,1
= 1.050,27 %
IV.3 Reaksi
IV.4 Pembahasan
Histamin adalah mediator kimia yang dikkeluarkan pada fenomena
alergi. Mekanisme kerja histamine dapat menimbulkan efek apabila
berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, H3.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
resepseptor H1, H2, H3 (siswandono, 2013)
Antihistamin bekerja terutama menghambat secara bersaing terhadap
histamin dengan reseptor khas. Antihistamin adalah salah satu obat yang
paling banyak digunakan karena antihistamin adalah obat yang paling
bermanfaat untuk mengatasi penyakit alergi seperti rhinitis urtikaria dan lain-
lain. Walaupun selama ini antihistamin digunakan sebagai obat yang cukup
nyaman, namun efek samping sedasi (rasa mengantuk) menyebabkan
penurunan daya tangkap, terutama pada antihistamin generasi pertama,
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari (Ganiswara, 2007).
Pada percobaan ini digunakan sampel CTM, dimana CTM merupakan
antihistamin H1, yang menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus, dan bermacam macam otot polos. Selain itu antihistamin H1
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain yang
disertai pelepasan endogen berlebihan (Ganiswara, 2007).
Adapun metode yang digunakan pada percobaan ini yaitu metode
titrasi bebas air. Titrasi bebas air ialah titrasi yang menggunakan pelarut
organik untuk mempertajam senyawa yang sukar larut dalam air (Harmita,
2006). Adapun prinsip dari titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan
tanpa adanya air. Titrasi ini berguna terutama untuk penetapan kadar obat-
obat yang bersifat asam dan basa lemah hingga tidak akan terion dalam
kondisi berair. Air merupakan senyawa antipotarik bekerja menghambat
ionisasi asam atau basa lemah yang sangat lemah. semua perlengkapan dan
peralatan bahan gelas untuk titrasi bebas air harus benar-benar kering
Karena setetes air sekalipun akan merusak keseluruhan penetapan kadar.
(Donald, 2004)
Pada percobaan ini dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif. Pada uji
kualitatif dengan sampel CTM diperoleh hasil positif, baik yang ditambahkan
pereaksi cuprifil dan perekasi Marquis diamana pada hasil yang ditambahkan
pereaksi cuprifil larutan berwarna biru sedangkan sampel yang ditambahkan
pereaksi marquis terbentuk cincin jingga.
Pada uji kuantitatif, pada penambahan bahan asam asetat glasial yaitu
sebagai pelarut dimana sampel senyawa organik basa digunakan pelarut
asam asetat glasial yang dapat meningkatkan kebasaan senyawa sehingga
dapat ditentukan kadarnya dengan peniter asam perklorat. Asam perklotar
memiliki syarat lebih asam dari asam asetat glasial dan larut dalam asam
asetat seperti asam perklorat adalah asam yang paling larut diantara asam-
asam yang umum dilarutkan asam asetat seperti klorida dan nitrat karena
asam perklorat merupakan asam kuat, maka dapat bereaksi baik dengan
CTM yang merupakan basa lemah, sehingga tidak akan terjadi
penyimpangan dan penerimaan proton. Selain itu asam perklorat merupakan
larutan asam organik yang dapat larut dalam asam asetat glasial (walson,
2007). Digunakan Kristal violet karena indikator ini biasanya digunakan untuk
basa lemah ( Harmita, 2006).
Adapun hasil yang diperoleh dari uji kuantitatif yaitu positif dimana
larutan berubah warna dari ungu menjadi hijau. Dan diperoleh hasil
perhitungan kadar pada volume titrasi 6,2 ml dengan kadar 30,292%, volume
titrasi 2,2 ml dengan kadar 10,7489%, pada volume titrasi 3,4 ml dengan
kadar 16,6125%, pada volume titrasi 0,2 ml dengan kadar 9,771%, pada
volume titrasi 4,2 ml dengan kadar 20,5206%. Kadar CTM menurut
Farmakope Indonesia Edisi III yaitu mengandung tidak kurang dari 98,5%
dan tidak lebih dari 101,01%. Dimana kadar yang didapat tidak sesuai
dengan literatur. Hal ini dapat disebabkan karena :
1. Asam Asetat yang digunakan mengandung pengotor, sehingga
mengganggu titik akhir titrasi.
2. Alat dan bahan yang digunakan ada yang masih ada mengandung air
3. Tidak dilakukan pemisahan dari zat aktif dan zat tambahan terhadap
sampel.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Hasil pengujian kualitatif didapatkan hasil positif baik pada pereaksi
cuprifil dan marquis.
2. Hasil pengujian kuantitatif tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan
yaitu tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0 %.
V.2 Saran
Diharapkan pada percobaan selanjutnya pada analisis golongan
antihistanin dapat digunakan metode lain yang dapat digunakan selain titrasi
bebas air yaitu Alkalimetri. Spektrofotometri UV-Vis, Kromatografi Lapis Tipis
dan Densitometri.
DAFTAR PUSTAKA
Burger, A., 1970 medical chemistry, Third Edition, Whilley Intersierce, New
York-London-Sydney-Toronto
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI; Jakarta