Anda di halaman 1dari 149

TESIS

FORMULASI TRANSDERMAL PATCH NATRIUM


DIKLOFENAK SEBAGAI ANALGESIK DAN
ANTIINFLAMASI

OLEH:
NURMALIA ZAKARIA
NIM 177014011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI TRANSDERMAL PATCH NATRIUM
DIKLOFENAK SEBAGAI ANALGESIK DAN
ANTIINFLAMASI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister


dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
NURMALIA ZAKARIA
NIM 177014011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


iii

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Nurmalia Zakaria


Nomor Induk Mahasiswa : 177014011
Program Studi : Magister Ilmu Farmasi
Judul Tesis : Formulasi Transdermal Patch Natrium Diklofenak
sebagai Analgesik dan Antiinflamasi

Telah diuji dan dinyatakan LULUS didepan Komisi Penguji Tesis pada hari Jumat
tanggal 31 bulan Januari tahun 2020.

Menyetujui:
Komisi Pengji Tesis
Ketua : Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.
Sekretaris : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
Anggota : Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.
Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt.

iv

Universitas Sumatera Utara


v

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul
“Formulasi Transdermal Patch Natrium Diklofenak Sebagai Analgesik dan
Antiinflamasi”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Transdermal patch merupakan salah satu bentuk sediaan topikal dengan


teknologi canggih yang memanfaatkan kulit sebagai tempat masuknya obat untuk
kemudian obat tersedia secara sistemik. Salah satu obat yang memiliki efek
samping pada saluran cerna bila diberikan secara oral adalah natrium diklofenak,
yang dapat diformulasikan menjadi sediaan transdermal patch, sehingga terhindar
dari efek tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dalam publikasi
ilmiah.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. dan Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.,
atas waktu, arahan, dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian Tesis ini.
Pada kesempatan ini peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.
Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama menjalani pendidikan di
Program Studi Magister Ilmu Farmasi. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Ir. H.
Zakaria Ibrahim dan Ibunda Hj. Chairani M, serta suami tercinta Safrizal, S.T.,
M.T., penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya atas semua pengorbanan, do’a, dan dorongannya sehingga Tesis ini
dapat diselesaikan.

Medan, Januari 2020


Penulis,

Nurmalia Zakaria
177014011

vi

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI TRANSDERMAL PATCH NATRIUM DIKLOFENAK
SEBAGAI ANALGESIK DAN ANTIINFLAMASI
ABSTRAK
Nyeri dan radang adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh berbagai
penyakit sendi seperti gout, osteoartrithis, dan rematik. Pengobatannya
menggunakan obat golongan Non-Steroid Anti-Infalmatory Drugs (NSAIDs),
salah satunya natrium diklofenak. Penggunaan natrium diklofenak secara oral
akan mengiritasi saluran cerna dan mengalami first pass effect metabolism,
sehingga dapat dikembangkan menjadi sediaan transdermal patch yaitu patch
perekat obat yang ditempatkan di atas kulit dengan dosis obat dan tingkat
pelepasan tertentu agar mencapai aliran darah.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat alternatif sediaan berupa
transdermal patch natrium diklofenak sebagai analgesik dan antiinflamasi, yang
diaplikasikan pada permukaan kulit sehingga obat akan berpenetrasi untuk
mencapai aliran darah.
Penelitian ini bersifat eksperimental, patch dibuat menggunakan campuran
polimer etil selulosa dan polivinil pirolidon (4:1) dengan rancangan 4 formula dan
variasi konsentrasi propilen glikol 0, 10, 20, dan 30% sebagai enhancer dan juga
plastisizer. Patch dibuat dengan metode solvent evaporation, merupakan salah
satu teknik pembuatan dispersi padat. Patch dicetak pada suatu cetakan dan
dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm. Patch dievaluasi meliputi karakteristik,
kompaktibilitas obat-eksipien, dan penetrasi in-vitro. Formula terbaik dari hasil
uji penetrasi akan dilanjutkan dengan uji efek analgesik dan antiinflamasi
menggunakan metoda plantar test dan edema paw dengan 3 kelompok perlakuan,
yaitu kelompok kontrol negatif, transdermal patch natrium diklofenak, dan gel
natrium diklofenak komersil (kontrol positif).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa transdermal patch natrium diklofenak
memiliki karakteristik visual berwarna putih dengan permukaan sedikit lengket.
Peningkatan konsentrasi propilen glikol memberikan pengaruh dalam
meningkatkan bobot, ketebalan, kadar lembab, swelling dan ketahanan lipat, tetapi
tidak mempengaruhi kadar obat. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan
bahwa natrium diklofenak kompatibel dengan polimer, serta menyebabkan
perubahan bentuk kristal natrium diklofenak menjadi sedikit lebih amorf. Hasil uji
penetrasi menunjukkan bahwa Formula 4 yang mengandung propilenglikol 30%
menghasilkan persen penetrasi obat kumulatif yang paling tinggi (89,20%).
Transdermal patch natrium diklofenak memiliki aktivitas analgesik dan
antiinflamasi yang berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif dan gel
natrium diklofenak komersil dalam menurunkan respon nyeri dan menurunkan
persen radang (p < 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa transdermal
patch natrium diklofenak memiliki karakteristik yang baik, serta kompatibel
antara obat dan polimer. Transdermal patch natrium diklofenak dengan
konsentrasi propilen glikol 30% menghasilkan penetrasi yang terbaik, serta
memiliki aktivitas analgesik dan antiinflamasi yang lebih lama dibandingkan gel
komersial.

vii

Universitas Sumatera Utara


Kata kunci: Transdermal patch, natrium diklofenak, uji penetrasi in-vitro,
analgesik, antiinflamasi

viii

Universitas Sumatera Utara


FORMULATION OF DICLOFENAC SODIUM TRANSDERMAL PATCH
AS ANALGESIC AND ANTIINFLAMMATORY
ABSTRACT
Pain and inflammation are symptoms of a disease caused by various joint
diseases such as gout, osteoartrithis, and rheumatism. The treatment uses Non-
Steroid Anti-Infalmatory Drugs (NSAIDs), one of which is sodium diclofenac.
The use of sodium diclofenac orally will irritate the gastrointestinal tract and
undergoes first pass effect metabolism, so that it can be developed into a
transdermal patch preparation, which is a drug adhesive patch that is placed on the
skin with a certain dose and level of release to reach blood flow.
This study aims to make an alternative preparation in the form of
transdermal patches of diclofenac sodium as an analgesic and anti-inflammatory,
which is applied to the skin surface so that the drug will penetrate to reach blood
flow.
This research was experimental, patches were made using a mixture of ethyl
cellulose polymers and polyvinyl pyrrolidone (4: 1) with a design of 4 formulas
and variations in the concentration of propylene glycol 0, 10, 20 and 30% as
enhancers and plasticizers. Patches made with the solvent evaporation method
was one of the techniques for making solid dispersions. Patch was printed on a
mold and cut with a size of 2 cm x 2 cm. Patches evaluated included
characteristics, drug-excipient compactibility, and in-vitro penetration. The best
formula of the penetration test results would be followed by an analgesic and anti-
inflammatory effect test using the plantar test method and paw edema with 3
treatment groups, namely the negative control group, the transdermal sodium
diclofenac patch, and the commercial diclofenac sodium gel (positive control).
The test results showed that the diclofenac sodium transdermal patch has
white visual characteristics with a sticky surface. Increasing the concentration of
propylene glycol has an effect in increasing weight, thickness, moisture content,
swelling and folding resistance, but does not affect drug levels. Based on
observations showing that diclofenac sodium is compatible with polymers, and
causes the deformation of diclofenac sodium crystals to slightly more amorphous.
Penetration test results show that Formula 4 containing 30% propylene glycol
produced the highest percentage of cumulative drug penetration (89,20%).
Transdermal diclofenac sodium patch has significantly different analgesic and
anti-inflammatory activity with negative control and commercial diclofenac
sodium gel in reducing pain response and decreasing inflammation percent (p <
0.05).
Based on the results of the above study it can be concluded that the sodium
diclofenac transdermal patch has good characteristics, and was compatible
between drugs and polymers. Transdermal patches of diclofenac sodium with a
30% propylene glycol concentration produced the best penetration, and have
sustained analgesic and anti-inflammatory activity than commercial gels
Keyword: Transdermal patch, diclofenac sodium, in-vitro penetration, analgesic,
antiinflammatory

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN TESIS ......................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ........................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3 Hipotesis ........................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10


2.1 Nyeri ................................................................................................. 10
2.2 Inflamasi ........................................................................................... 11
2.3 Analgetik-Antiinflamasi ................................................................... 11
2.4 Natrium Diklofenak .......................................................................... 13
2.5 Kulit .................................................................................................. 16
2.6 Rute Penetrasi Obat Melalui Kulit.................................................... 17
2.7 Transdermal Drug Delivery System ................................................. 18
2.7.1 Keuntungan dan kerugian Transdermal Drug Delivery ................... 19
2.7.2 Jalur Permeasi Transdermal Drug Delivery ..................................... 20
2.7.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Transdermal Drug Delivery .... 22
2.7.4 Peningkat Penetrasi (Enhancer) ....................................................... 22
2.8 Patch ................................................................................................ 25
2.9 Bahan Polimer, Enhancer dan Plasticizer ........................................ 28
2.9.1 Etil Selulosa .................................................................................... 28
2.9.2 Polivinil Pirolidon ............................................................................ 29
2.9.3 Propilen glikol .................................................................................. 29
2.10 Kerangka Teori Penelitian ............................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 32


3.1 Alat dan Bahan ............................................................................... 32
3.1.1 Alat .................................................................................................. 32

Universitas Sumatera Utara


3.1.2 Bahan .............................................................................................. 32
3.2 Hewan Percobaan ............................................................................ 33
3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................... 33
3.3.1 Pembuatan Reaksi ............................................................................ 33
3.3.1.1 Pembuatan Aquades Bebas Karbon Dioksida ................................. 33
3.3.1.1 Pembuatan Medium Dapar Fosfat ................................................... 33
3.3.2 Formula Transdermal patch Natrium Diklofenak ........................... 33
3.3.4 Metode Pembuatan Transdermal patch Natrium Diklofenak ......... 34
3.4 Evaluasi Karakteristik Transdermal patch ...................................... 35
3.4.1 Karakteristik visual .......................................................................... 35
3.4.2 Uji Ketebalan ................................................................................... 35
3.4.3 Uji Keseragaman Bobot ................................................................... 35
3.4.4 Uji Kadar Obat (Drug Content) ....................................................... 35
3.4.5 Uji Kelembaban ............................................................................... 36
3.4.6 Uji Swelling (Pengembangan) ......................................................... 36
3.4.7 Uji Daya Tahan Lipat (Elastisitas) ................................................... 36
3.5 Pemeriksaan FTIR ............................................................................ 37
3.6 Pemeriksaa XRD .............................................................................. 37
3.7 Pemeriksaan DSC ............................................................................. 38
3.8 Pengujian Penetrasi In-vitro ............................................................. 38
3.8.1 Persiapan Kulit Tikus yang Dipotong .............................................. 38
3.8.2 Pembuatan Larutan Induk Baku ....................................................... 38
3.8.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................................................. 39
3.8.5 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ...................... 39
3.8.6 Uji Penetrasi Sel Difusi Franz .......................................................... 39
3.8.7 Kinetika Orde Penetrasi ................................................................... 40
3.8.8 Penentuan Area Under Curve (AUC) penetrasi ............................... 40
3.9 Pengujian In-vivo............................................................................. 41
3.9.1 Pengujian Efek Analgesik ................................................................ 41
3.9.2 Pengujian Efek Antiinflamasi .......................................................... 41
3.10 Analisis Data ..................................................................................... 43
3.11 Definisi Operasional ......................................................................... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 45


4.1 Formulasi Patch ................................................................................ 45
4.2 Karakteristik Transdermal patch Natrium Diklofenak..................... 46
4.2.1 Evaluasi Visual Patch Transdemal Natrium Diklofenak .................. 46
4.2.2 Pengujian Ketebalan Patch ............................................................... 48
4.2.3 Pengujian Bobot Patch...................................................................... 49
4.2.4 Pengujian Kadar Obat (Drug Content) ............................................. 50
4.2.5 Pengujian Moisture Content.............................................................. 50
4.2.6 Pengujian Sweeling (Pengembangan) ............................................... 52
4.2.7 Pengujian Ketahanan Lipat (Folder Endurance) .............................. 55
4.3 Pengujian Inkompaktibilitas Obat dengan Polimer ........................... 56
4.3.1 Hasil Uji FT-IR ................................................................................. 56
4.3.2 Hasil Uji XRD ................................................................................... 58
4.3.3 Hasil Uji DSC ................................................................................... 59
4.4 Penetapan panjang gelombang dan kurva kalibrasi

xi

Universitas Sumatera Utara


natrium diklofenak ............................................................................. 60
4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Natrium diklofenak ........................ 60
4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi .............................................................. 61
4.5 Pengujian In-Vitro ............................................................................ 62
4.4.1 Pengujian Penetrasi ........................................................................... 62
4.5.2 Hasil Kinetika Orde Penetrasi ........................................................... 66
4.5.3 Hasil perhitungan Area Under The Curve (AUC) ............................ 69
4.6 Hasil Uji Analgesik........................................................................... 71
4.7 Hasil Uji Antiinflamasi ..................................................................... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 78


5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 78
5.2 Saran ............................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 80


DAFTAR LAMPIRAN

xii

Universitas Sumatera Utara


[

3.1 Formula Transdermal patch Natrium Diklofenak .................................. 34


3.2 Defenisi Operasional Penelitian .............................................................. 43
4.2.1 Hasil Pengamatan Visual Patch Natrium Diklofenak ............................. 46
4.2.2 Hasil Pengujian Ketebalan Patch Natrium Diklofenak ........................... 48
4.2.3 Hasil Pengujian bobot patch natrium diklofenak .................................... 49
4.2.4 Hasil Pengujian Kadar Natrium Diklofenak dalam Patch ...................... 50
4.2.5 Hasil pengujian moisture content patch natrium diklofenak................... 51
4.2.6 Persen Swelling patch natrium diklofenak .............................................. 53
4.2.7 Hasil Pengujian Ketahanan Lipat Patch Natrium diklofenak ................. 55
4.5.1 Hasil Uji penetrasi natrium transdermal patch natrium diklofenak .... 63
4.5.2 Kinetika Penetrasi transdermal patch natrium diklofenak ..................... 67
4.5.3 AUC kadar obat terpenetrasi ................................................................... 70

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian ................................................... 9


2.1 Rumus Bangun Natrium Diklofenak ................................................. 13
2.2 Mekanisme kerja Natrium Diklofenak .............................................. 14
2.3 Anatomi Kulit Manusia ...................................................................... 16
2.4 Jalur Penetrasi Obat melalui Kulit ..................................................... 17
2.3 Jalur permeasi Transdermal Drug Delivery System (TTDS) ............. 26
2.6 Kerangka Teori Penelitian ................................................................. 31
4.1 Proses Pencetakan Patch Natrium Diklofenak .................................. 45
4.2 Patch Natrium Diklofenak ................................................................. 47
4.3 Persentase moisture content Transdermal patch Natrium Diklofenak 52
4.4 Grafik Persen Swelling Transdermal patch Natrium Diklofenak ..... 54
4.5 Spektrum FTIR .................................................................................. 57
4.6 Spektrum X-Ray ................................................................................ 59
4.7 Thermogram DSC .............................................................................. 60
4.8 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Natrium Diklofenak ............. 61
4.9 Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak ................................................ 62
4.10 Grafik uji penetrasi transdermal patch natrium diklofenak
secara in vitro..................................................................................... 64
4.11 Plot orde nol penetrasi natrium diklofenak dari patch F1 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC............ 67
4.12 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F2 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC............ 68
4.13 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F3 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC............ 68
4.14 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F3 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC............ 69
4.15 AUC penetrasi natrium diklofenak .................................................... 71
4.16 Grafik Respon Nyeri Pada Uji Analgesik .......................................... 72
4.17 Grafik Volume udem pada uji antiinflamasi ..................................... 74
4.18 Foto Udem kaki tikus pada kelompok kontrol negative .................... 79
4.19 Foto Udem kaki tikus pada kelompok patch natrium diklofenak ...... 79
4.20 Foto Udem kaki tikus pada kelompok gel natrium diklofenak
Komersil ............................................................................................ 76
4.21 Grafik Persen Radang pada uji antiinflamasi .................................... 77

xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema Pembuatan Transdermal patch Natrium Diklofenak ...................... 83


2 Hasil Pengujian Ketebalan Patch ................................................................ 84
3 Hasil Pengujian Bobot Transdermal patch Natrium Diklofenak ................ 85
4 Hasil Pengujian Kadar Obat dalam Patch dari tiap Formula ...................... 86
5 Hasil Pengujian Moisture Content Transdermal patch
Natrium Diklofenak .................................................................................... 87
6 Hasil Pengujian Swelling Transdermal patch Natrium Diklofenak ............ 88
7 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Natrium Diklofenak ...................... 89
8 Hasil Uji Penetrasi....................................................................................... 90
9 Hasil Perhitungan AUC (Area Under The Curve) ...................................... 100
10 Hasil Perhitungan Orde Kinetika ................................................................ 105
11 Hasil Uji Analgesik ..................................................................................... 113
12 Hasil Uji Antiinflamasi ............................................................................... 116
13 Gambar kegiatan Pembuatan dan pengujian patch ..................................... 121
14 Gambar pengujian Penetrasi ....................................................................... 122
15 Gambar kegiatan Pengujian Analgesik ....................................................... 123
16 Gambar kegiatan pengujian Antiinflamasi.................................................. 124
17 Perhitungan Dosis dan Jumlah Replikasi Hewan Coba .............................. 125
18 Hasil Uji statistik Untuk Penetrasi patch ................................................... 126
19 Hasil Uji Statistik Pada Respon Nyeri pada uji Analgesik ......................... 127
20 Hasil uji statistik persen radang pada uji antiinflamasi ............................... 128
21 Sertifikat Analisis Natrium Diklofenak ...................................................... 129
22 Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan ................................. 130

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

AUC = Area Under The Curve


COX = Ciclo Oxygenase
EC = Etil Cellulosa
DSC = Differential Scanning Calorimetri
FTIR = Fourier Transform Infra Red
ND = Natrium Diklofenak
PG = Propilen glikol
PVP = Polivinil pirolidon
SD = Standar Deviasi
TDDS = Transdermal Drug Delivery System
XRD = X-Ray Diffraction

xvi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflamasi merupakan manifestasi kerusakan jaringan, dan salah satu

gejalanya adalah nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional

yang tidak menyenangkan yang diakibatkan kerusakan jaringan atau keadaan yang

menggambarkan kerusakan tersebut (Sukandar dkk., 2009). Salah satu penyakit

yang ditandai dengan timbulnya gejala nyeri dan inflamasi adalah nyeri pada

persendian seperti osteoartritis, rematik dan gout serta Low Back Pain (nyeri

tulang punggung). Penderita nyeri sendi di seluruh dunia mencapai angka 355

juta jiwa, yang berarti 1 dari 6 orang di dunia menderita nyeri sendi. Diperkirakan

angka tersebut terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%

akan mengalami kelumpuhan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO, 2015) melaporkan bahwa 20%

penduduk dunia terserang penyakit nyeri sendi, 5-10% berusia 5-20 tahun dan

20% mereka yang berusia 55 tahun. Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari

Zeng et al., (2008), prevalensi nyeri sendi di Indonesia mencapai 23,6%-31,3%.

Angka ini menunjukkan bahwa nyeri sendi sudah cukup mengganggu aktivitas

masyarakat Indonesia.

Penanganan nyeri dan inflamasi biasanya dengan pemberian obat-obatan

Non-Steroid Anti-Infalmatory Drugs (NSAIDs), dan salah satu yang paling banyak

digunakan adalah diklofenak. Diklofenak adalah salah satu analgesik dan

antiinflamasi non-steroid yang penting, digunakan untuk mengobati osteoartritis,

Universitas Sumatera Utara


osteoporosis, reumatoid artritis, dan manajemen nyeri dalam beberapa kasus.

Diklofenak mengalami first pass effect metabolisme yang ekstensif dan hanya

50% dari dosis yang diberikan secara oral tersedia secara sistemik (Zhang et al.,

2014). Penghambatan Cyclo-Oxigenase (COX) oleh diklofenak akan menurunkan

prostaglandin di epitel lambung sehingga menyebabkan efek samping pada

gastrointestinal seperti perdarahan, tukak lambung, mual dan muntah, dapat

terjadi kapan saja ketika diberikan secara oral (Rajabalaya et al., 2008).

Upaya mengurangi efek samping pada saluran cerna pemberian oral

diklofenak, adalah dengan membuat sediaan transdermal yaitu sistem

penghantaran yang memanfaatkan kulit sebagai situs masuknya obat. Kulit relatif

permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia dan dalam keadaan tertentu kulit

dapat ditembus oleh senyawa obat sehingga memberikan efek terapetik, baik yang

bersifat setempat maupun sistemik (Yadav, 2012). Transdermal Drug Delivery

System (TDDS) secara luas diakui sebagai salah satu proses penghantaran obat

yang dapat diandalkan, serta merupakan suatu teknik yang efektif. Penghantaran

obat melalui kulit adalah area yang menarik sekaligus menantang bagi penelitian.

Selama dua dekade terakhir, pengiriman obat secara transdermal menjadi hal

yang digemari dan merupakan suatu teknologi yang dapat diterima karena

meminimalkan dan menghindari keterbatasan obat bila diberikan dengan rute

konvensional serta parenteral, seperti bioavailibilitas obat dalam plasma yang

menunjukkan tingkat konsentrasi yang fluktuatif, rasa sakit dan ketidaknyamanan

sediaan suntik, dan kesulitan mengatur pelepasan terkontrol (Sachan and Bajpai,

2013). Ketidakpatuhan pasien terhadap rejimen obat yang dilaporkan WHO yaitu

jumlahnya sekitar 15% hingga 93% dengan tingkat perkiraan sekitar 50%, juga

Universitas Sumatera Utara


dapat diatasi dengan penggunaan sediaan transdermal patch dengan sistem

pelepasan diperlambat (WHO, 2003).

Transdermal patch didefinisikan sebagai patch perekat obat yang

ditempatkan di atas kulit untuk pemberian dosis obat tertentu melalui kulit dengan

tingkat pelepasan yang ditentukan sebelumnya agar mencapai aliran darah. Hal ini

selain dapat mengendalikan laju pelepasan obat, juga dapat meningkatkan

kepatuhan penggunaan obat (Shet and Mistry, 2011). Namun, rendahnya

permeabilitas kulit menyebabkan terbatasnya jumlah obat yang dapat diberikan

melalui kulit (Kumar et al., 2010), sehingga dalam pembuatan transdermal patch

natrium diklofenak harus dipilih polimer dan plastisizer yang tepat sebagai matrik

obat, serta enhancer yang mampu meningkatkan penetrasinya sehingga mampu

menembus kulit dan mencapai area target pengobatan (Pragya and Rastogi, 2012).

Tantangan utama formulasi transdermal patch adalah penetrasi obat melalui kulit

lambat karena sifat penghalangnya yang tinggi. Oleh karena itu, teknologi canggih

perlu dikembangkan seperti penggunaan campuran bahan kimia peningkat

penetrasi yang disebut enhancer (Taghizadesh and Bajgholi, 2011).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rajabalaya et al. (2008) di India, dalam

usaha pembuatan transdermal patch potasium diklofenak yang didesain pelepasan

obat diperlambat, menunjukkan hasil bahwa penggunaan kombinasi polimer etil

selulosa:polivinil pirolidon (PVP) 3:1 dan 4:1 dengan plastisizer propilen glikol

30% memberikan profil pelepasan obat yang diperlambat, sehingga obat

pelepasannya dapat dikendalikan hingga 8 jam. Pada literatur yang lain

dinyatakan bahwa penggunaan propilen glikol selain sebagai plastisizer juga

Universitas Sumatera Utara


mampu berperan sebagai enhancer (zat peningkat penetrasi) dengan konsentrasi

5–30% (Yadav, 2012).

Propilen glikol banyak digunakan sebagai salah satu bahan tambahan dalam

berbagai formulasi topikal. Propilen glikol digunakan sebagai media penetrasi

untuk obat yang bersifat lipofilik dan sebagai cosolvent meningkatkan pelekatan

pada kulit. Beberapa literatur melaporkan peran propilen glikol sebagai penambah

penetrasi yang menunjukkan bahwa aksinya didasarkan pada pelekatannya di

kulit, serta dilaporkan juga bahwa propilen glikol juga dapat bertindak sebagai

penambah penetrasi dalam kondisi yang sesuai (Maurya and Murthy, 2014)

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rajabalaya et al., (2008),

transdermal patch potasium diklofenak dibuat dengan teknik solvent evaporation

dengan menggunakan kombinasi polimer etil cellulosa dan polivinil pirolidon

(4:1), serta menggunakan propilen glikol sebagai plastisizer dan enhancer, dan

metanol sebagai pelarut, menunjukkan bahwa obat mengalami permeasi sebesar

60,70% setelah 8 jam. Transdermal patch natrium diklofenak juga telah

dikembangkan menjadi bentuk membran bacterial cellulosa (BC) dengan

nanostruktur yang diproduksi dari bakteri Gluconacetobacer sacchari

menggunakan gliserol sebagai plastisizer, dan hasilnya menunjukkan bahwa

sediaan tersebut memiliki penetrasi yang hampir serupa dengan transdermal patch

natrium diklofenak komersil (Silva et al., 2014), tetapi pengembangan bentuk BC

ini memerlukan teknik yang sedikit lebih rumit. Natrium diklofenak juga telah

dikembangkan menjadi transdermal patch yang dikombinasikan dengan

teriflunomida sebagai sediaan analgesik dan antiinflamasi menggunakan pressure

sensitive adhesive (PSA) dan enhancer azone, menunjukkan kemampuan

Universitas Sumatera Utara


penetrasi yang hampir serupa dengan sediaan transdermal patch komersil dari

korea, dan juga memiliki aktivitas analgesik dan antiinflamasi yang sangat baik

(Zhang et al., 2014). Beberapa penelitian tersebut belum diuji kompatibilitas obat-

eksipien dan aktivitas analgesik dan antiinflamasinya.

Pada penelitian ini, peneliti akan merancang dan mendesain transdermal

patch model matriks dengan metode solvent evaporation yang berisi natrium

diklofenak (ND) lalu ditentukan karakteristik, kompatibilitas obat-eksipien, dan

tingkat penetrasinya, dengan memvariasikan konsentrasi propilen glikol sebagai

plastisizer dan enhancer (0, 10, 20 dan 30%). Metode solvent evaporation dipilih

karena lebih mudah dikerjakan untuk skala laboratorium, lebih efisien, mudah

dalam pembuatannya, dan tidak memerlukan alat cetak khusus. Formula yang

terbaik dari uji penetrasi akan diuji aktivitas analgesik dan antiinflamasinya yang

akan dibandingkan dengan sediaan gel natrium diklofenak yang ada di pasaran

(komersil).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini

adalah:

a. bagaimanakah karakteristik transdermal patch yang berisi natrium diklofenak

dengan variasi konsentrasi propilen glikol sebagai plastisizer dan enhancer?

b. apakah obat natrium diklofenak kompatibel dengan polimer yang digunakan

untuk pembuatan transdermal patch?

c. apakah variasi konsentrasi propilen glikol dalam transdermal patch natrium

diklofenak mampu meningkatkan penetrasi obat secara in-vitro?

Universitas Sumatera Utara


d. apakah terdapat satu formula yang penetrasinya lebih baik dari formula yang

lain?

e. apakah transdermal patch natrium diklofenak memiliki aktivitas analgesik

dan antiinflamasi yang lebih baik dari gel natrium diklofenak komersil?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

a. karakteristik transdermal patch natrium diklofenak dengan variasi

konsentrasi propilen glikol memiliki hasil yang berbeda.

b. bahan obat natrium diklofenak kompatibel dengan polimer yang digunakan

untuk pembuatan patch.

c. Variasi konsentrasi propilen glikol mampu meningkatkan penetrasi obat

secara in-vitro

d. Terdapat salah satu formula transdermal patch natrium diklofenak yang

memiliki penetrasi lebih baik dibanding formula lainnya.

e. transdermal patch natrium diklofenak memiliki aktivitas analgesik dan

antiinflamasi yang lebih baik dari sediaan gel natrium diklofenak komersil.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesisi di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. menetapkan karakteristik transdermal patch natrium diklofenak dengan

variasi konsentrasi propilen glikol.

Universitas Sumatera Utara


b. menetapkan kompatibilitas natrium diklofenak dengan bahan polimer yang

digunakan untuk pembuatan transdermal patch.

c. menentukan penetrasi obat secara in-vitro dari transdermal patch natrium

diklofenak dengan variasi konsentrasi propilen glikol.

d. Menentukan satu formula terbaik dari hasil uji penetrasi secara in-vitro.

e. menentukan aktivitas analgesik dan antiinflamasi dari transdermal patch

natrium diklofenak.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan hipotesis dan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini

diharapkan bermanfaat untuk pengembangan teknologi sediaan farmasi, terutama

natrium diklofenak yang merupakan golongan analgesik perifer sehingga dapat

dikembangkan menjadi bentuk sediaan transdermal patch yang memberikan

keuntungan lebih baik dari sediaan oral, menghindari efek iritasi pada saluran

cerna, menghindari first pass effect metabolism, dan memberikan efek terapi

lebih panjang sehingga dapat mengurangi frekuensi pemberian obat per harinya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan membuat 4 formula patch natrium diklofenak

dengan variasi konsentrasi propilen glikol 0, 10, 20, dan 30%, selanjutnya

ditentukan karakteristik, inkompaktibilitas obat-polimer, penetrasi obat, dan

formula yang terbaik akan dilanjutkan dengan uji aktivitas analgesik dan

antiinflamasi menggunakan pembanding gel natrium diklofenak yang ada di

pasaran. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 4 formula transdermal patch

Universitas Sumatera Utara


natrium diklofenak dengan variasi konsentrasi propilen glikol 0, 10, 20, dan 30%,

sedangkan variable terikat adalah karakteristik sediaan, inkompatibilitas obat-

eksipien, penetrasi obat dan aktivitas analgesik-antiinflamasinya. Dalam

penelitian ini hubungan sebab akibat kedua variabel tersebut yang akan diuji

(Gambar. 1.2).

Universitas Sumatera Utara


Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

1. Organoleptik
2. Ketebalan (cm)
Formula 1 (mg)
3. Bobot
Patch ND
Karakte- 4. Kadar obat (%)
PG 0%
ristik 5. Kadar Lembab (%)
6. Daya pelipatan (kali)
7. Daya pengembangan
Formula 2 (%)
Patch ND
PG 10%

Inkompati- Formula
bilitas 1. Puncak spektrum Patch
obat- 2. Intensitas puncak ND
eksipien 3. Puncak titik leleh terbaik

Formula 3
Patch ND
PG 20%

Formula 4 Penetrasi Kadar obat


Patch ND ND terpenetrasi/waktu
PG 30%

Sinar
infraRed

Patch Tikus ↑ waktu


ND Respon nyeri Efek
Terbaik Nyeri analgesik

Udem Efek anti- ↓ Volume


Kontrol inflamasi udem
(-) Tikus

Gel ND
komersil Karagenan
1%

Keterangan :
ND = Natrium Diklofenak
PG = Propilen glikol

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.2 Diagram kerangka pikir penelitian

10

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri

Nyeri adalah gejala penyakit yang sering terjadi. Rasa nyeri merupakan

suatu isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan,

infeksi kuman, atau kejang otot. Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal,

kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri),

kerusakan jaringan akan membebaskan mediator nyeri yang dapat merangsang

reseptor nyeri. Semua mediator nyeri merangsang reseptor nyeri yang terletak

pada ujung-ujung saraf di kulit, mukosa serta jaringan lain. Dari tempat ini

rangsangan disalurkan melalui saraf-saraf sensoris ke otak melalui sumsum tulang

belakang, dan otak tengah. Dari talamus impuls saraf kemudian diteruskan ke

pusat nyeri di otak besar, sehingga impuls dirasakan sebagai nyeri (Wilmana,

2017).

2.2 Inflamasi

Inflamasi (radang) dapat disebabkan oleh berbagai stimulus (misalnya zat-

zat penginfeksi, iskema, interaksi antigen-antibodi, serta cedera karena panas atau

cedera fisik lain). Setiap jenis stimulus memicu pola respon yang khas yang

menunjukkan keragaman yang relatif kecil. Pada respon makroskopik, respon

tersebut biasanya disertai dengan tanda-tanda klinis yang umum berupa eritema,

edema, sangat peka-nyeri (hiperalgesia), dan nyeri (Gilman, 2007).

Respon peradangan terjadi dalam tiga fase yang berbeda, fase singkat akut,

ditandai oleh vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler, fase sub-

11

Universitas Sumatera Utara


akut lambat, tanda yang paling menonjol berupa infiltrasi sel leukosit dan sel

fagosit; dan fase proliferasi kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan dan

fibrosis (Gilman, 2007).

Gejala proses inflamasi yaitu panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak

(tumor), rasa nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functiolaesa). Gejala-gejala ini

akibat gangguan aliran darah karena kerusakan jaringan dalam pembuluh darah

perifer, serta terjadinya eksudasi plasma darah ke dalam ruang ekstrasel akibat

meningkatnya permeabilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini

dapat disebabkan oleh pelepasan mediator (histamin serotonnin, prostaglandin,

dan kinin) (Wilmana, 2017).

Enzim pertama pada jalur biosintesis prostaglandin adalah prostaglandin

edoperoksida sintase, atau asam lemak siklooksigenase. Ada dua betuk

siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1), siklooksigenase-2 (COX-2),

dan siklooksigenase-3 (COX-3). COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif

yang terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal, sedangkan COX-2

terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin dan mediator radang. COX-3

adalah isozim siklooksigenase (COX) ketiga dan yang paling baru ditemukan.

Isozim COX-3 dikodekan oleh gen yang sama dengan COX-1, dan ini dapat

menjelaskan tindakan farmakologis parasetamol dan obat analgesik antipiretik

lainnya ( Tjay dan Kirana, 2011 dan Botting R., and Ayoub S.S., 2005).

2.3 Analgetik-Antiinflamasi

Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi mengurangi atau

meredakan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Trevor et al., 2015).

12

Universitas Sumatera Utara


Analgetik menurut potensi kerja dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu

analgetik narkotik dan analgetik perifer (Wilmana, 2017):

a. Analgetik Narkotik

Zat-zat ini memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali dengan titik

kerja yang terletak di susuna saraf pusat sehingga disebut juga analgetik kuat

(hipoanalgetik). Umumnya analgetik sentral ini dapat mengurangi kesadaran (sifat

meredakan dan menidurkan), mengakibatkan toleransi serta ketergantungan fisik

dan psikis misalnya golongan morfin dan turunannya: morfin dan kodein, heroin

dan lain sebagainya.

b. Analgetik perifer (Non Narkotik)

Analgetik ini berkhasiat lemah sampai sedang yang bekerja pada perifer

karena obat ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkan

kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Disamping kerja analgetik, senyawa ini

juga bersifat antipiretik, dan antiradang termasuk golongan ini antara lain: asam

mefenamat, indometasin, piroksikam, dan parasetamol.

Obat-obat antiinflamasi (antiradang), analgetik, dan antipiretik merupakan

suatu kelompok senyawa yang heterogen, yang sering tidak berkaitan secara

kimiawi (walaupun kebanyakan di antaranya merupakan asam organik), namun

mempunyai kerja terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Senyawa-

senyawa ini sering disebut obat antiradang nonsteroid atau NSAIDs (non-steroid

antiinflamatory drugs). Penghambatan siklooksigenase umumnya dianggap

sebagai suatu segi utama mekanisme untuk NSAIDs. Karena efek terapeutik

13

Universitas Sumatera Utara


utama NSAIDs berasal dari kemampuannya menghambat pembentukan

prostaglandin (Gilman, 2007).

2.4 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak merupakan salah satu golongan obat anti inflamasi

nonsteroid (AINS) yang termasuk derivat fenil asetat (Gambar 2.1). Natrium

diklofenak mempunyai efek yang merugikan pada saluran pencernaan yaitu

sekitar 20% pasien mengalami ulkus lambung (Katzung, 2007).

Gambar 2.1 Rumus bangun natrium diklofenak

Rumus molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat molekul : 318,13

Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-monosodium

Nama lain : Sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

Pemerian : serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30 NF 25,

2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut

dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol metil. pH

larutan 1% dalam air adalah antara 7 dan 8. (Martindale 36,

2009).

pKa : 4,2 (Clarke’s, 2005)

14

Universitas Sumatera Utara


Natrium diklofenak adalah antiradang nonsteroid yang merupakan suatu

turunan asam fenil asetat (Wilmana, 2007). Natrium diklofenak merupakan serbuk

berwarna kekuningan, dan memiliki kelarutan yang kecil dalam air. Natrium

diklofenak dapat terakumulasi dalam cairan sinovial, sehingga efek terapi pada

persendian menjadi lebih panjang. Natrium diklofenak digunakan pada

pengobatan osteoartritis dan reumatoid artritis. Seperti halnya antiinflamasi

nonsteroid yang lain, natrium diklofenak mempunyai efek samping yang lazim

seperti mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala, penggunaan obat ini harus

berhati-hati pada penderita tukak lambung (Wilmana, 2007 dan Trevor et al.,

2015).

Gambar 2.2 Mekanisme kerja natrium diklofenak (Kantzung, 2007)

Gambar 2.2 di atas menjelaskan mekanisme kerja natrium diklofenak.

Natrium diklofenak bekerja dengan menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2.

Pada membran sel terdapat fosfatidlkoline dan fosfatidilinositol. Saat terjadi luka,

membran tersebut akan terkena dampaknya, fosfatidlkoline dan fosfatidilinositol

15

Universitas Sumatera Utara


diubah menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat kemudian bercabang menjadi

dua jalur: jalur COX dan LOX (Katzung, 2007).

COX terdiri dari COX-1 dan COX-2. COX-1 fungsinya menghasilkan

prostaglandin yang esensial bagi tubuh, misalnya di lambung dan ginjal.

Sedangkan COX-2 terbentuk jika adanya rangsangan nyeri dan inflamasi serta

demam. Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboksan, sedangkan

pada pada jalur lipooksigenase terbentuk leukotrin. COX-3 adalah isozim

siklooksigenase (COX) ketiga dan yang paling baru ditemukan. Isozim COX-3

dikodekan oleh gen yang sama dengan COX-1, dan ini dapat menjelaskan

tindakan farmakologis parasetamol dan obat analgesik antipiretik lainnya (Botting

R., and Ayoub S.S., 2005). Prostaglandin merupakan mediator inflamasi dan

nyeri, juga menyebabkan vasodilatasi dan edema (pembengkakan). Thromboksan

merupakan mediator yang menyebabkan vasokontriksi dan agregasi

(penggumpalan) platelet, sedang leukotrin menyebabkan vasokontriksi dan

bronkokonstriksi (Wilmana, 2007).

Natrium diklofenak memiliki toksisitas tertinggi terhadap saluran

gastrointestinal. Natrium diklofenak menyebabkan penghambatan terhadap COX

baik reversibel maupun ireversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam

arakhidonat. Sehingga COX dan lipooksigenase tidak terbentuk. Obat ini

menghambat COX-1 yang lebih tinggi daripada menghambat COX-2 sehingga

semakin besar pula efek sampingnya terhadap gastrointestinal, karena COX-1

berfungsi untuk menghasilkan prostaglandin pada lambung (Neal, 2006).

16

Universitas Sumatera Utara


Penelitian dalam usaha pengembangan natrium diklofenak menjadi suatu

sediaan transdermal telah banyak dilakukan, baik dalam bentuk krim, gel dan juga

patch transdermal. Seperti salah satu yang telah dilakukan oleh Rajabalaya R., et

al. (2008) telah membuat patch transdermal yang didesain agar mampu

melepaskan obat secara diperlambat. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan

polimer Etil selulosa:Polivinil Pirolidon 300:100 dengan plastisizer propilenglikol

mampu berpenetrasi sebanyak 60,70% setelah 8 jam dan memberikan profil

pelepasan obat yang diperlambat.

2.5 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang paling mudah diakses dan terbesar dengan

luas permukaan 1,7 m2, dengan jumlah 16% dari total massa tubuh manusia.

Fungsi utama kulit adalah pelindung antara tubuh dan lingkungan eksternal

terhadap mikroorganisme, permeasi radiasi ultraviolet, bahan kimia, alergen dan

penguapan air tubuh. Kulit dapat dibagi menjadi tiga wilayah utama: lapisan

terluar (epidermis, terdiri dari stratum korneum); lapisan tengah (dermis), dan

lapisan paling dalam (hipodermis) (Gambar 2.3)(Katzung, 2007).

17

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Anatomi Kulit Manusia (Alkilani et al., 2015)

2.6 Rute Penetrasi obat melalui Kulit


Ada dua rute yang memungkinkan penetrasi obat di seluruh kulit utuh, yaitu

jalur transepidermal dan transappendegeal, yang telah digambarkan secara

diagram pada Gambar 2.4. Jalur transepidermal melewatkan molekul melalui

stratum korneum. Stratrum korneum merupakan suatu arsitektur yang beragam,

multi-layered, dan penghalang multi-seluler. Penetrasi transepidermal dapat

diistilahkan intra-atau antar seluler. Rute intra-seluler melalui corneocytes, dan

keratinocytes yang terdiferensiasi, memungkinkan pengangkutan zat terlarut

hidrofilik atau polar. Transportasi melalui ruang inter-seluler memungkinkan

difusi zat lipofilik atau non-polar melalui lapisan kulit selanjutnya. Rute

transappendegeal melewatkan molekul melalui kelenjar keringat dan di seluruh

folikel rambut (Alkilani et al., 2015).

Gambar 2.4 Jalur Penetrasi Obat Melalui Kulit (Alkilani et al., 2015)

18

Universitas Sumatera Utara


2.7 Transdermal Drug Delivery System
Transdermal Drug Delivery System (TDDS) adalah sistem penghantaran

obat secara transdermal, merupakan salah satu sistem penghantaran obat non-

konvensional atau termodifikasi. TDDS merupakan rute administrasi obat yang

bahan aktif yang disampaikan dikulit akan didistribusikan secara sistemik

(Ameliana. 2013, dan Prausnitz and Langer, 2009)

TDDS adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan

berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit, namun

mampu menghantarkan obat ke dalam tubuh melalui kulit. Umumnya penggunaan

sediaan transdermal adalah obat-obatan hormon, misalnya estrogen. Yang paling

umum ditemui adalah koyo untuk menghilangkan kecanduan rokok, atau

menghilangkan nafsu makan (berfungsi sebagai pelangsing). Bentuk transdermal

menjadi pilihan terutama untuk obat-obat yang apabila diberikan secara

menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya efek penggumpalan

darah akibat estrogen oral atau iritasi lambung pada obat-obat antiinflamasi

nonsteroid dan aspirin/asetosal (Prausnitz, and Langer, 2009).

Sistem penghantaran obat secara transdermal merupakan salah satu inovasi

dalam sistem penghantaran obat modern untuk mengatasi masalah bioavailabilitas

jika diberikan melalui jalur lain seperti oral. Obat yang diberikan secara

transdermal masuk ke dalam tubuh melalui permukaan kulit dengan kontak

langsung baik secara transeluler maupun secara intraseluler (Latheeshjlal et al.,

2011).

2.7.1 Keuntungan dan Kerugian Trandermal Drug Delivery

19

Universitas Sumatera Utara


Keuntungan sistem penghantaran obat transdermal antara lain (Prausnitz,

and Langer, 2009):

a. durasi yang lebih lama sehingga penurunan frekuensi dosis.

b. mengurangi frekuensi penggunaan obat.

c. peningkatkan bioavailabilitas.

d. level plasma obat dalam darah lebih seragam.

e. mengurangi efek samping obat karena kadar plasma terjaga sampai akhir

interval pemberian dosis.

f. peningkatan kepatuhan pasien dan kenyamanan jika melalui invasif, karena

tanpa rasa sakit dan aplikasinya sederhana.

g. mengubah ketidakteraturan absorbsi dibandingkan dengan jalur oral yang

dipengaruhi oleh pH, makanan, kecepatan pengosongan lambung dan waktu

transit usus

h. obat terhidar dari first passed effect metabolism.

i. terhindar dari degradasi di saluran gastro intestinal

j. jika terjadi efek samping yang tidak diinginkan (misal reaksi alergi, dan lain-

lain) pemakaiannya dengan mudah dihentikan.

k. absorbsi obat relatif konstan dan kontinyu.

l. input obat ke sirkulasi sistemik terkontrol serta dapat meghindari lonjakan

obat di dalam darah.

m. relatif mudah digunakan dan dapat didesain sebagai sediaan lepas terkotrol

yang digunakan dalam waktu relatif lama (misalnya dalam bentuk

transdermal patch atau semacam plester) sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan penggunaan obat.

20

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan kerugian sistem penghantaran trandermal antara lain (Prausnitz,

and Langer, 2009):

a. zat aktif harus memiliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da). Hal

ini karena pada dasarnya stratum korneum kulit merupakan barrier yang

cukup efektif untuk menghalangi molekul asing masuk ketubuh sehingga

hanya molekul-molekul yang berukuran sangat kecil yang dapat

menembusnya.

b. memiliki koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air).

c. memiliki titik lebur yang relatif rendah. Hal ini karena untuk dapat

berpenetrasi ke dalam kulit, obat harus dalam bentuk cair.

d. memiliki dosis efektif yang relatif rendah.

e. range obat terbatas (terutama terkait ukuran molekulnya).

f. dosisnya harus kecil.

g. memungkinkan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit.

h. tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat-obat

transdermal, misalnya telapak kaki.

i. harus diwaspadai metabolisme awal obat, mengingat kulit juga memiliki

banyak enzim metabolisme.

2.7.2 Jalur Permeasi Transdermal Drug Delivery

Urutan proses perjalanan suatu obat dari sediaan sistem transdermal menuju

sirkulasi sistemik meliputi (Gambar 2.5) (Latheeshjlal et al., 2011):

a. disolusi obat

21

Universitas Sumatera Utara


Sediaan Obat dalam bentuk setengah padat atau pun koyo (patch) yang

diaplikasikan pada kulit akan mengalami pelepasan di permukaan kulit.

b. beberapa tahap difusi dan partisi

Obat akan mengalami beberapa tahap difusi, yaitu ke stratum korneum,

kemudian berlanjut ke bagian epidermis kulit, dermis hingga akhirnya masuk

ke jaringan sub kutan.

c. metabolisme

Obat akan mengalami metabolisme menjadi bentuk yang mudah terserap ke

dalam pembuluh kapiler ataupun vaskular

d. pengambilan melalui kapiler dan vaskulator

Obat yang sudah dimetabolisme akan diserap masuk ke dalam aliran darah

kapiler untuk selanjutnya dihantarkan ke organ target.

e. perjalanan obat menuju ke target organ dan memberikan efek

Gambar 2.5 Jalur Permeasi Transdermal Drug Delivery System (TTDS)


(Latheeshjlal et al., 2011)

22

Universitas Sumatera Utara


2.7.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Transdermal Drug Delivery

Ada beberapa faktor yang mampu mempengaruhi proses pembuatan sediaan

transdermal, yaitu dari faktor biologis dan juga fisiologis (Latheeshjlal et al.,

2011). Faktor biologis meliputi kondisi kulit, umur kulit, aliran darah, situs daerah

kulit, metabolisme kulit, perbedaan jenis kulit. Sedangkan faktor fisiologis

meliputi; hidrasi kulit, suhu dan pH, koefisien difusi, konsentrasi obat, koefisien

partisi dan ukuran serta bentuk molekul. Selain itu, ada pula faktor-faktor yang

mampu mempengaruhi ketersediaan hayati (bioavailibilitas ) dari transdermal,

yaitu faktor fisiologis dan formula (Prausnitz and Langer, 2009).

Faktor fisiologis meliputi:

a. lapisan stratum korneum kulit

b. situs anatomi aplikasi pada tubuh

c. kondisi dan penyakit kulit

d. metabolisme kulit

e. iritasi dan sensitisasi pada kulit

Faktor lainnya yang mampu mempengaruhi TDDS yaitu formulasi meliputi:

a. penetrasi enhancer yang digunakan

b. media dan membran yang digunakan

c. sifat kimia fisik bahan transportasi/penghantar

2.7.4 Peningkat Penetrasi (Enhancer)

23

Universitas Sumatera Utara


Peningkat penetrasi (enhancer) adalah bahan yang dapat meningkatkan

permeabilitas kulit. Bahan peningkat penetrasi tidak memiliki efek terapi, tetapi

dapat mentransport obat dari bentuk sediaan ke dalam kulit (Kumar, 2012).

Senyawa peningkat penetrasi diharapkan mempunyai sifat-sifat berikut :

a. harus inert secara farmakologi.

b. tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan alergi.

c. efek harus cepat dan durasi kerja obat yang digunakan sesuai dan dapat

diperkirakan.

d. dengan penghilangan enhancer, stratum korneum segera pulih kembali

e. penetrasi bekerja satu arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar ke

dalam tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam tubuh.

f. memiliki efikasi yang baik dan kompatibel secara fisika dan kimia dengan

berbagai bahan obat.

g. mudah disapukan pada kulit dan cocok dengan kulit.

h. dapat diformulasi dengan mudah pada perangkat topikal.

i. tidak mahal, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna (Ramteke et al., 2012).

Beberapa senyawa yang berperan sebagai enhancer kimia antara lain:

senyawa pelarut (air, alkohol, alkil metil sulfoksida (dimetil sulfoksida), dimetil

asetamida, dimetil formamida, propilen glikol, dan lain-lain), azone, terpen,

terpenoid dan minyak esensial, turunan pirolidon, turunan asam lemak, turunan

ester, dan surfaktan (Jadhav, 2012). Penggunaan enhancer di dalam formula patch

biasanya 5 – 20% (b/b dari total polimer), tergantung sifat fisika dan kimia obat

dan polimer yang digunakan (Sachan and Bajpai, 2013). Penggunaan enhancer

24

Universitas Sumatera Utara


juga dapat ditingkatkan menjadi 30 - 40%, disesuaikan dengan jenis polimer yang

digunakan (Yadav, 2012 dan Rajabalaya et al., 2008).

Senyawa enhancer meliputi 3 golongan, yaitu (Shet and Mistry, 2011):

a. pelarut (solvent)

Senyawa ini memungkinkan meningkatkan penetrasi melalui jalur polaritas

sel kulit dan/atau dengan fluiditas lipid, contohnya alkohol air (metanol dan

etanol), alkil metil sulfoksida, dimetil sulfoksida, metil sulfoksida, dimetil

asetetamid pirolidon, dan propilen glikol. Mekanisme kerjanya adalah dengan

meningkatkan permeabilitas stratum korneum sehingga mencapai tingkat terapi

obat yang lebih tinggi, serta berinteraksi dengan komponen struktural stratum

korneum yaitu protein dan lipid. Senyawa ini akan mengubah susunan protein dan

lipid pada stratum korneum yang berfungsi sebagai penghalang sehingga

meningkatkan permeabilitas.

b. surfaktan

Senyawa ini mampu meningkatkan penetrasi melalui transportasi jalur

polaritas kulit, terutama untuk obat-obatan hidrofilik. Kemampuan surfaktan

untuk meningkatkan penetrasi merupakan peran dari gugus polar dan panjang

rantai hidrokarbon dari susunan struktur kimianya. Golongan surfaktan ini antara

lain: surfaktan anion (dioctyl sulphosuccinate, Sodium lauryl sulphate, surfaktan

nonionic (pluronic F127, Pluronic F68, dan lain-lain), dan garam empedu

(natrium taurocholate, natrium deoxycholate, dan natrium tauroglycocholate).

25

Universitas Sumatera Utara


c. bahan kimia lain-lain

Senyawa pada golongan ini antara lain urea, agen hidrasi dan keratolitik

(N,N-dimethyl-m-toluamide, kalsium thioglycolate), dan agen antikolinergik.

Beberapa peningkat permeasi potensial baru-baru ini telah dijelaskan tetapi data

yang tersedia tentang keefektifannya masih belum banyak penelitiannya, yaitu

eucalyptol, di-o-metil-ß-siklodekstrin dan kasein kedelai.

Berdasarkan konsep partisi lemak-protein, ada tiga mekanisme kerja

enhancer yaitu:

a. enhancer mengubah struktur lipid stratum korneum dan menjadikannya

permeabel terhadap obat. Banyak enhancer bekerja dengan cara ini misalnya:

Azone, terpen, asam lemak, dimetil sulfoxide (DMSO), propilen glikol dan

alkohol.

b. enhancer berinteraksi dengan keratin pada korneosit dan membuka struktur

protein yang padat sehingga membuatnya lebih permeabel. Contohnya:

surfaktan ionik, desil metil sulfoksida dan DMSO.

c. beberapa pelarut mengubah sifat kelarutan dari lapisan tanduk dengan

demikian meningkatkan partisi obat. Etanol meningkatkan penetrasi

nitrogliserin dan estradiol melalui stratum korneum (Jadhav, 2012).

2.8 Patch

Patch dideskripsikan sebagai sediaan yang terdiri dari dua lapisan, yaitu

lapisan yang mengandung polimer yang adhesif dilapisi dengan lapisan backing

yang impermeable. Trandermal patch adalah patch dengan perekat yang

mengandung senyawa obat, yang diletakkan di kulit untuk melepaskan zat akitf

26

Universitas Sumatera Utara


dalam dosis spesifik melalui kulit menuju aliran darah, dan merupakan cara

penghantaran obat secara topikal dalam bentuk semisolid yang dapat memberikan

efek sistemik yang terkontrol (Koyi and Arsyad, 2013).

Tipe patch ada 2 jenis antara lain:

a. tipe matriks

Patch dengan tipe matriks dirancang agar zat aktif, polimer dan bahan

tambahan lainnya dicampur bersama.

b. tipe reservoir

Patch dengan tipe ini dirancang dalam sistem reservoir yang mengandung

lubang untuk zat aktif dan bahan tambahan lainnya gar terpisah dari lapisan

adhesive backing impermeable digunakan untuk mengontrol arah pelepasan

zat aktif (Shravan et al., 2012).

Patch terdiri dari beberapa komponen antara lain (Yogananda dan

Rakesh,2012):

a. bahan aktif

Obat yang mengalami first pass effect serta obat bagi pasien dengan kondisi

khusus merupakan kandidat terbaik untuk dibuat dalam sediaan patch. Zat

aktif dapat ditambahkan sebesar 5 - 25% w/w dari bobot total polimer.

b. polimer (lapisan adhesif)

Polimer digunakan untuk menghantarkan zat aktif ke tempat spesifik dan

untuk mengoptimalkan penghantaran obat dikarenakan adanya kontak yang

27

Universitas Sumatera Utara


lebih lama. Polimer adalah faktor penting dalam keberhasilan penghantaran

obat.

c. lapisan backing

Polimer yang bersifat impermeable dengan air dapat digunakan untuk

membentuk lapisan backing pada patch. Lapisan backing ini harus memiliki

fleksibilitas yang baik, kekuatan tarik yang tinggi serta permeasi air melewati

lapisan ini harus rendah. Bahan yang digunakan dalam pembuatan lapisan

backing ini harus inert.

d. plasticizer

Merupakan komponen yang digunakan untuk membentuk film tipis yang

halus dan fleksibel dari satu jenis polimer atau campuran polimer.

Konsentrasi plastisizer yang digunakan secara umum berkisar antara 5 - 20%

w/w dari bobot kering polimer. Plasticizer dapat mencegah film pecah,

mudah sobek dan mengelupas.

e. enhancer

Merupakan senyawa yang dapat membantu meningkatkan penetrasi zat aktif.

Bahan yang digunakan harus tidak toksik, inert, tidak menimbulkan iritasi

dan tidak menyebabkan alergi.

Metode pembuatan patch kebanyakan adalah secara solvent evaporation,

yaitu semua bahan (zat aktif, polimer, enhancer dan plastisizer) dicampur ke

dalam pelarut hingga homogen lalu dicetak pada suatu cetakan/disemprot pada

perekat dan dihilangkan pelarutnya dengan cara penguapan. Metode ini biasanya

digunakan untuk patch tipe matriks (single-layer dan multi-layer) (Ashok et al.,

2017, Zhan et al., 2014 dan Ahmed and El-say, 2014). Metode lainnya adalah

28

Universitas Sumatera Utara


untuk pembuatan patch sistem reservoir, yaitu massa patch dibuat seperti bentuk

gel yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah perekat yang didesain khusus

(Sachan and Bajpai, 2013).

2.9 Bahan Polimer, Enhancer dan Plasticizer

Polimer yang digunakan dalam penelitian adalah etil selulosa (EC) dan

polivinil pirolidon (PVP) dengan enhancer dan platisizer adalah propilen glikol.

2.9.1 Etilselulosa

Etil selulosa atau etil eter selulosa memiliki bentuk berupa serbuk coklat

terang, tak berbau, memiliki sifat alir yang bebas. Etil selulosa telah banyak

digunakan untuk memodifikasi pelepasan obat, menutupi rasa dan memperbaiki

stabilitas, dapat pula digunakan sebagai agen pengental untuk sediaan krim, lotion

dan gel. Etil selulosa praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol dan air. Etil

selulosa dapat mudah larut dalam kloroform, metil asetat, tetrahidrofuran,

hidrokarbon aromatik dengan etanol, etil asetat, metanol dan toluen. Etil selulosa

inkompatibel dengan wax mikrokristalin. Etil Selulosa mudah terdegradasi

oksidatif oleh cahaya matahari dengan suhu yang tinggi sehingga sebaiknya

disimpan pada suhu tidak melebihi 32oC, dijauhkan dari area yang panas (Rowe,

et al., 2009).

Etil selulosa merupakan polimer hidrofobik yang telah banyak digunakan

sebagai bahan penyalut, pengikat matriks dalam mikrokapsul, mikrosfer dan

sediaan lepas terkendali. Polimer ini tidak mengembang namun dapat membentuk

29

Universitas Sumatera Utara


pori sehingga dapat mengatur pelepasa obat. Film etil selulosa akan keras tanpa

adanya plastisizer namun etil selulosa kompatibel dengan semua plastisizer.

Kecepatan pelepasan obat dari etil selulosa menurun ketika semakin banyak etil

selulosa yang digunakan dan kinetika pelepasan obat dapat mengikuti orde nol

(Wen dan Park, 2010).

2.9.2 Polivinil Pirolidon

Polivinil pirolidon (PVP) dengan rumus molekul C6H9NO memiliki nama

lain polividon, povidonum, polivinilpirrolidon, povipharm, kolidon dan plasdon,

sedangkan nama kimianya yaitu 1-etenil-2-pirrolidon homopolimer. Secara kimia

PVP merupakan zat tambahan yang inert dan tidak toksik, serta tidak bersifat

antigenik. PVP digunakan sebagai polimer hidrofilik, disintegran, zat pensuspensi,

pembawa untuk obat 10-25%, bahan pendispersi dan suspending agent dalam

sediaan farmasi (Rowe et al., 2009).

Polivinil pirolidon merupakan serbuk halus, putih sampai putih kekuningan,

tidak berbau serta bersifat higroskopis. Kelarutan PVP dalam asam, kloroform,

etanol (95%), metanol dan air sangat tinggi. Praktis tidak larut dalam eter,

hidrokarbon, dan minyak mineral. PVP merupakan polimer linier, perbedaan

tingkat polimerisasi akan menghasilkan bermacam-macam PVP dengan berat

molekul yang berbeda. Berat molekul berpengaruh terhadap viskositas PVP dalam

medium air. Semakin besar berat molekulnya maka semakin rendah kelarutan

PVP dalam medium air (Rowe et al., 2009).

2.9.3 Propilen Glikol

30

Universitas Sumatera Utara


Propilen glikol bersifar hidrofilik dan banyak digunakan sebagai salah satu

bahan tambahan dalam berbagai formulasi topikal. Propilen glikol digunakan

sebagai media penetrasi untuk obat yang bersifat lipofilik dan sebagai cosolvent

meningkatkan pelekatan pada kulit. Beberapa literatur melaporkan peran propilen

glikol sebagai penambah penetrasi (enhancer) yang menunjukkan bahwa aksinya

didasarkan pada pelekatannya di kulit (Maurya and Murthy, 2014). Pada literatur

yang lain dinyatakan bahwa penggunaan propilen glikol selain sebagai plastisizer

juga mampu berperan sebagai enhancer (zat peningkat penetrasi) dengan

konsentrasi 5 – 20% (Yadav, 2012).

Mekanisme kerja propilen glikol sebagai enhancer adalah berdasarkan sifat

hidrofiliknya yang dengan mudah menyerap air dari lingkungan sekitar dan

melarutkan obat sehingga obat akan berdifusi melewati kulit. Selain itu propilen

glikol juga mengubah struktur lipid stratum korneum dan menjadikannya

permeabel terhadap obat (Jadhav, 2012). Aktivitas propilen glikol diperkirakan

dihasilkan dari pelarutan α-keratin dalam stratum korneum, mengurangi ikatan

hidrogen protein pada ikatan jaringan dan obat, dan dengan demikian mendorong

permeasi obat (Walker and Smith, 1996).

2.10 Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan dari

pemberiaan natrium diklofenak secara oral berupa; adanya efek samping

gangguan gastro intestinal, mengalami first pass effect metabolism, regimen

penggunaan yg sering sehingga dapat menimbulkan ketidakpatuhan pasiens

sehingga natrium diklofenak dirancang menjadi bentuk transdermal patch dimana

31

Universitas Sumatera Utara


obat mampu berpenetrasi melalui kulit dan tersedia di dalam pembuluh darah.

Transdermal patch natrium diklofenak dibuat dengan metode solvent

evaporatrion menggunakan campuran polimer etil selulosa dan polivinil pirolidon

(4:1) serta propilen glikol sebagai enhancer dan plastisizer dengan konsentrasi 0,

10, 20, dan 30%. Selanjutnya akan ditentukan kemampuan penetrasi secara in-

vitro sehingga dapat diperkirakan keberadaan obat secara sistemik, serta diamati

aktivitas analgesik dan antiinflamasi secara in-vivo pada hewan uji yang

sebelumnya telah diinduksi. Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.6.

Efek samping: Nat. Diklofenak Oral


1. gangguan GI, (analgesik,antiinflamasi)
2. first pass effect metabolism,
3. regimen dosis sering,
4. ketidakpatuhan pasien

Tipe patch: Nat. Diklofenak


transdermal patch
1. Matriks (solvent (topikal)
evaporation)
2. reservoir

Zat yang berperan: Mengalami penetrasi


melalui kulit
1. Polimer lipofilik (Etil (adanya pengaturan
selulosa) pelepasan obat)
2. Polimer hidrofilik (PVP)
3. Enhancer (Propilen glikol)

Obat tersedia didalam


darah (sistemik)

32

Universitas Sumatera
EfekUtara
analgesikdan
antiinflamasi
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian

33

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan

sediaan matriks transdermal patch, evaluasi karakteristik sediaan, uji in-vitro dan

in-vivo. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium farmasi fisik dan laboratorium

farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan analitik,

magnetic stirrer, jangka sorong, alat cukur, seperangkat alat bedah, sonifikator,

Fourier transforms infrares spectroscopy (FTIR), alat X-Ray Diffractometer

(XRD), Alat Differential Scanning Calorimeter (DSC), spektrofotometer UV

(Shimadzu), oven, pH meter (Hanna), cawan petri, alat franz diffusion vertical,

desikator, serta alat gelas lainnya.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium diklofenak,

aquades, polivinil pyrolidon (PVP), etil cellulose (EC), propilen glikol, metanol,

natrium hidoksida (NaOH) (Merck), natrium klorida, kalium dihidrogen fosfat,

aluminium foil, perekat.

34

Universitas Sumatera Utara


3.2 Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus Wistar (jantan, 200 -220 g).

Percobaan dilakukan sesuai dengan pedoman penggunaan hewan.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1 Pembuatan Aquades bebas karbon dioksida

Aquades dididihkan selama 5 - 7 menit dan didiamkan sampai dingin dan

sambal ditutup dengan aluminium foil agar tidak menyerap karbon dioksida dari

udara (Ditjen, POM., 1995).

3.3.1.2 Pembuatan medium dapat fosfat (pH 7,4)

Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 6,8 gr dilarutkan dalam 250 ml

aiaquades bebas CO2, lalu ditambahkan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 195,5

mL dan ditambahkan aquades bebas CO2 hingga volumenya 1000 mL (Ditjen.

POM., 1995).

3.3.2 Formula Transdermal Patch Natrium Diklofenak

Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa formula transdermal patch

natrium diklofenak dirancang menjadi empat formula dengan variasi konsentrasi

propilen glikol 0, 10, 20, dan 30% dari total polimer. Dosis natrium diklofenak

yang digunakan merupakan dosis konversi manusia terhadap tikus berdasarkan

sediaan patch natrium diklofenak komersil (100 mg).

35

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Formula transdermal patch natrium diklofenak
Formula (mg)
Bahan
F1 F2 F3 F4
Natrium Diklofenak (ND) 1,8 1,8 1,8 1,8
Etil selulosa (EC) 50 50 50 50
Polivinil pirolidon (PVP) 12,5 12,5 12,5 12,5
Propilen glikol (PG) - 6,25 12,5 18,8
Metanol 2 mL 2 mL 2 mL 2 mL

Keterangan :
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10% dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20% dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30% dari polimer

3.3.4 Metode Pembuatan Transdermal Patch Natrium diklofenak

Transdermal Patch tipe matriks mengandung natrium diklofenak

dipersiapkan menggunakan variasi konsentrasi propilen glikol sebagai enhancer

dan plastisizer seperti tertera pada Tabel 3.1. Transdermal patch dibuat dengan

teknik penguapan pelarut (solvent evaporation) yang merupakan salah satu

metode dalam pembuatan dispersi padat. Polimer (EC-PVP), obat dan

plastisizer/enhancer (propilen glikol) dicampurkan dalam pelarut metanol.

Larutan dicampur dalam gelas kimia dan diaduk perlahan selama 30 menit dengan

magnetic stirrer agar campuran homogen. Kemudian larutan yang dihasilkan

dituangkan dalam cetakan ukuran 20 x 10 cm yang sebelumnya telah dialasi

dengan aluminium foil sebagai backing. Pelarut dibiarkan menguap pada suhu

kamar selama 24 jam. Lalu matriks yang telah jadi dipotong menjadi 50 bagian

dengan masing-masing ukuran 2 cm x 2 cm, lalu dilekatkan pada plester (Munoz,

2017).

36

Universitas Sumatera Utara


3.4 Evaluasi karakteristik Transdermal Patch

3.4.1 Karakteristik Visual

Patch yang telah jadi diamati karakteristik organoleptiknya secara visual

meliputi bentuk, warna, bau dan konsistensi permukaan patch.

3.4.2 Uji Ketebalan

Pengukuran tebal patch menggunakan alat mikrometer sekrup dan dilakukan

pada 3 titik yang berbeda, lalu dihitung tebal rata-rata (Lakhani et al., 2015).

3.4.3 Uji Keseragaman bobot

Pengujian variasi bobot patch pada setiap formula adalah dengan cara

menimbang 5 patch satu per satu, kemudian dihitung bobot rata-ratanya (Lakhani

et al., 2015).

3.4.4 Kadar Obat (Drug Content)

Patch dipotong menjadi potongan yang kecil dimasukkan ke dalam labu 50

mL, ditambahkan buffer fosfat (pH 7,4) 25 mL, larutkan dengan magnetic stirrer

kemudian disonifikasi selama 60 menit, cukupkan volumenya dengan dapar fosfat

(pH 7,4) hingga 50 mL, homogenkan lalu dilakukan filtrasi. Setelah difiltrasi

kandungan obat ditentukan dengan spektrofotometri pada panjang gelombang

serapan maksimum (Raj, 2013).

3.4.5 Uji Kelembaban (moisture content)

37

Universitas Sumatera Utara


Patch yang telah disiapkan masing-masing ditimbang (bobot awal) dan

disimpan dalam desikator yang mengandung silika gel pada suhu ruangan selama

24 jam. Patch kemudian ditimbang kembali (bobot akhir) (Shabbit et al., 2017).

Kandungan lembab = (bobot awal – bobot akhir) x 100%


bobot awal

3.4.6 Uji Swelling (Pengembangan)

Patch ukuran 4 cm² ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri yang

berisi 10 mL aquades pada suhu 37oC. Peningkatan berat patch kemudian

ditentukan pada interval waktu tertentu sampai berat konstan diamati. Persen

swelling (S) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lakhani, Bahl,

& Bafna, 2015).

dimana:

S = persen swelling
Wt = berat patch pada waktu perlakuan,
W0 = berat patch pada waktu nol

3.4.7 Uji Daya Tahan Lipat (Folding Endurance)

Daya tahan lipat adalah jumlah lipatan yang diperlukan untuk memecahkan

patch. Tes ini tidak hanya menggambarkan kekuatan patch yang disusun dengan

menggunakan polimer, tapi juga memeriksa seberapa efisien polimer dan

plastisizer memberikan fleksibilitas. Tes ini melibatkan fenomena sederhana yaitu

38

Universitas Sumatera Utara


berulang kali patch dilipat di tempat yang sama sampai rusak. Dengan demikian,

dapat diketahui jumlah patch yang bisa dilipat di tempat yang sama tanpa

retak/rusak. Patch dikatakan memenuhi kriteria bila tahan terhadap lipatan

sebanyak lebih dari 300 kali (Lakhani et al., 2015).

3.5 Pemeriksaan dengan FTIR

Pemeriksaan interaksi antara natrium diklofenak dengan masing-masing

polimer dilakukan dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Masing-masing

natrium diklofenak dan polimer didispersikan dalam kalium bromide (KBr) dan

spectrum diukur dengan menggunakan spektroskopi IR pada panjang gelombang

400 – 4000 cm-1 (Sabati et al., 2017).

3.6 Pemeriksaan X-Ray Diffraction (XRD).

Kondisi fisik dari serbuk natrium diklofenak, polimer serta natrium

diklofenak yang telah bercampur ke dalam matrik polimer dapat ditentukan

dengan uji XRD. Matriks patch yang terbentuk dari metode solvent evaporation

merupakan salah satu metoda pembuatan dispersi padat. Melalui uji XRD ini,

akan terlihat apakah bentuk dari natrium diklofenak berubah atau tidak. Natrium

diklofenak merupakan senyawa yang sukar larut dalam air dengan serbuk

berbentuk kristal. Campurannya dengan polimer memungkinkan terjadinya

perubahan bentuk serbuk menjadi amorf yang bersifat mudah larut dalam air.

Sampel sebanyak 1000 mg diuji dengan cara menggunakan D8 Advanced X-ray

difraktometer (Bruker AXS GmbH, Jerman). Sampel diberi sinar radiasi Cu Kα di

bawah tegangan 40 kV dan arus 40 mA. Sampel dianalisa dalam sudut 2θ dengan

rentang 2° hingga 40° dalam waktu 0,3 detik (Yan, Zhang, He, & Liu, 2016).

3.7 Pemeriksaan Dengan DSC

39

Universitas Sumatera Utara


Pengujian terhadap perilaku termal dari natrium diklofenak, polimer (etil

selulosa dan PVP) dan campuran obat dengan polimer dapat membantu untuk

memastikan keadaan fisikokimia obat yang terperangkap di dalam matriks

polimer dengan pengaturan pada peleburan, penguraian, atau perubahan kapasitas

panas. Sampel obat dan polimer serta campurannya ditempatkan pada panci

aluminium yang tidak tertutup rapat, dan panci kosong digunakan sebagai kontrol.

Semua sampel dipanaskan dari mulai suhu 40° C hingga 300° C. Analisis DSC

dilakukan pada atmosfer nitrogen kering dengan laju aliran 100 mL·min-1 (Yan et

al., 2016).

3.8 Pengujian Penetrasi In-vitro Transdermal Patch

3.8.1 Pernyiapan Kulit Kelinci Yang Dipotong

Pada penelitian ini digunakan kulit kelinci jantan dengan berat berkisar 1,5 -

2 kg. Rambut pada daerah abdomen dicukur dengan hati-nati menggunakan pisau

cukur tanpa merusak lapisan stratum corneum. Kelinci dimatikan dengan cara

dibius menggunakan kloroform dan kulit bagian abdomen dipotong dengan

gunting bedah dan dibersihkan lemak yang menempel, dicuci dengan aquades,

dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan pada suhu -50OC (lemari

pembeku). Pada waktu kulit kelinci akan digunakan, direndam dengan NaCl 0,9%

selama satu malam untuk memastikan proses hidrasi berlangsung sempurna

(Zhang et al., 2014).

3.8.2 Pembuatan Larutan Induk Baku

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam labu

takar 50 mL dan dilarutkan dengan buffer fosfat hingga tanda batas, sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/mL. Lalu dipipet sebanyak 10 mL

40

Universitas Sumatera Utara


dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan buffer fosfat hingga

tanda batas, sehingga didapat larutan induk dengan konsentrasi 100 µg/mL.

3.8.3 Penentuan Panjang Gelombang Serapan maksimum

Dipipet 2 mL larutan induk lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

ditambahkan buffer fosfat hingga tanda batas, sehingga didapat konsentrasi 10

µg/mL. lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

3.8.4 Pembuatan Kurva kalibrasi

Larutan induk baku masing-masing dipipet 0,1; 0,2; 0.4; 0,6; 0.8; 1,0; 1,2;

1,4; 1,6; 1.8; 2,0; 2,2 dan 2,4 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10

mL dan ditambahkan buffer fosfat pH 7,4 hingga tanda batas, sehingga didapat

deret larutan dengan konsentrasi 1 – 24 ppm. Serapan diukur pada panjang

gelombang serapan maksimum natrium diklofenak.

3.8.5 Uji Penetrasi dengan Sel Difusi Franz

Uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel difusi franz tipe vertical

yang dimodifikasi. Bagian donor berisi sediaan transdermal patch natrium

diklofenak. Membran pemisah antara kompartemen donor dan aseptor adalah kulit

kelinci. Kulit perut kelinci ukuran 2,5 x 2,5 cm diletakkan antara kompartemen

donor dan kompartemen aseptor dengan sisi dermis menghadap kompertemen

aseptor. Kompartemen aseptor berisi buffer fosfat pH 7,4 sebanyak 21 mL dan

diaduk dengan pengaduk magnetic dengan kecepatan rendah pada suhu 37 ±

0.5oC (Rajabalaya et al, 2008). Pengamatan dilakukan selama 10 jam dan sampel

41

Universitas Sumatera Utara


diambil pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480,

540 dan 600. Setiap kali pengambilan sampel sebanyak 1 mL larutan dalam

kompartemen aseptor dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL dan ditambahkan

buffer fosfat hingga tanda batas, lalu tambahkan 1 mL buffer fosfat kembali ke

dalam kompartemen aseptor untuk mencukupi volume. Kemudian ditentukan

serapan sampel natrium diklofenak pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang serapan maksimum.

3.8.6 Kinetika Orde Penetrasi

Kinetika orde penetrasi dilakukan terhadap keempat formula transdermal

patch dengan empat model kinetika yaitu orde nol, orde satu, model Higuchi dan

Korsmeyer Peppas. Penentuan Kinetika penetrasi natrium diklofenak dari

transdermal patch dilakukan untuk mengetahui berapa persen obat yang dilepas

pada waktu-waktu tertentu (Walker and Smith, 1996).

3.8.7 Penentuan Area Under Curve (AUC) penetrasi

Penentuan luas area dibawah kurva dilakukan untuk melihat formula mana

yang memiliki kemampuan paling besar dalam melepaskan natrium diklofenak

dari matriks patch. Luas Area Under Curve (AUC) dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus berikut (Prayoga, 2008) :

keterangan:

[AUC] = Area Under Curve


Cp1 = konsentrasi samper pertama
Cp2 = konsentrasi sampel kedua
Cp3 = konsentrasi sampel ketiga
t1 = waktu pengambilan sampel pertama
t2 = waktu pengambilan sampel kedua

42

Universitas Sumatera Utara


t3 = waktu pengambilan sampel ketiga

3.9 Pengujian In-vivo

3.9.1 Pengujian Efek Analgesik

Pada pengujian efek analgesik, akan diukur jumlah geliat yang disebabkan

oleh induksi nyeri berupa asam asetat untuk menilai efek analgesik dari

transdermal patch natrium diklofenak. Tikus jantan (200 -220 g) secara acak

dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 8 hewan (berdasarkan

rumus Ferderer). Kelompok I: perlakuan kontrol negatif (patch tanpa obat),

kelompok II: perlakuan transdermal patch natrium diklofenak dari formula

optimum, kelompok III: perlakuan gel natrium diklofenak yang ada di pasaran.

Rambut dibagian punggung tikus telah dibersihkan 12 jam sebelum penggunaan

patch dengan ukuran 3 cm x 4 cm. Sediaan dilekatkan pada punggung, setelah 10

menit mencit dimasukkan ke dalam ruang plantar test dan diberi sinar infrared

pada bagian kaki, dicatat waktu respon nyerinya yang ditandai dengan bentuk

reaksi mengangkat/menjilat kaki (Mert et al., 2007). Respon nyeri diukur pada

menit ke 10, 20, 30, 40, 50 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480, 540 dan

600. Lalu dibuat grafik lama respon vs waktu .

3.9.2 Pengujian Efek Antiinflamasi

Dalam pengujian efek antiinflamasi juga dilakukan dengan 3 kelompok

perlakuan, sama seperti pengujian efek analgesik. Pengujian antiinflamasi dari

transdermal patch natrium diklofenak dilakukan dengan metode induksi

karagenan pada telapak kaki tikus (Lintang, 2019), yaitu dengan cara:

43

Universitas Sumatera Utara


a. tikus dipuasakan selama kurang lebih 18 jam sebelum percobaan, namun air

minum tetap diberikan, dan dicukur bagian punggung dengan ukuran 4 cm x

7 cm.

b. tikus dikelompokkan menjadi 3 kelompok secara acak masing-masing terdiri

dari 8 ekor tikus, kemudian ditimbang dan diberi kode tertentu. Kelompok

perlakuan terdiri dari:

i. Kelompok I: perlakuan kontrol negatif (patch kosong tanpa obat)

ii. Kelompok II: perlakuan patch natrium diklofenak

iii. Kelompok III: perlakuan Gel Natrium diklofenak komersil

c. volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan dinyatakan

sebagai volume kaki dasar (V0)

d. tiap-tiap tikus dilekatkan sediaan sesuai dengan kelompoknya masing-masing

pada bagian punggung.

e. satu jam kemudian semua tikus disuntikkan suspensi karegenan 1% pada

telapak kaki sebanyak 0,05 mL

f. penyuntikan karegenan dilakukan secara sub plantar. Sebelum penyuntikan

telapak kaki tikus dibersihkan dengan etanol 70%

g. setelah 60 menit kemudian, volume kaki tikus diukur menggunakan

plestismometer setiap 1 jam selama 10 jam dan dinyatakan sebagai volume

akhir (Vt), lalu dilanjutkan keesokkan harinya selama 10 jam kemudian.

h. dibiar grafik plot waktu Vs volume udem kaki dan dihitung persen udema

Rumus untuk menghitung persentase udema sebagai berikut:

% udema =

dimana:

44

Universitas Sumatera Utara


V0 = volume kaki awal
Vt = volume kaki setelah pemberian karagenan

45

Universitas Sumatera Utara


3.10 Analisis Data
Data yang didapat dari penelitian akan dianalisa lebih lanjut secara statistik

dengan Anova One Way, menggunakan aplikasi IBM SPSS statistic 25. Bila

didapat adanya perbedaan kelompok perlakuan, maka dilakukan uji lanjut post tes

LSD untuk melihat perbedaan dari masing-masing kelompok perlakuan.

3.11 Defenisi Operasional


Pada Tabel 3.2 dibawah ini akan dijabarkan defenisi operasional dalam

penelitian ini.

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Penelitian


Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala
Ukur Ukur
Konsentrasi Jumlah Timbangan Menimbang Berat Numerik
propilen glikol propilen bahan
glikol (gram)
yang
digunakan
dalam
penelitian
Evaluasi Menentuk 1. visualisasi 1. penampilan 1. bentuk Ordinal
karakteristik an 2. timbangan 2. menimbang warna dan
1. organoleptic karakterist 3. micromete 3. mengukur bau numerik
2. bobot ik fisik r sekrup 4. mengukur konsis-
3. ketebalan dan kimia 4. spekrofoto absorbansi tensi
4. kadar obat dari meter 5. menimbang 2. berat
5. kadar transderm 5. timbangan 6. menimbang (mg)
lembab al patch 6. timbangan dan 3. lebar
6. swelling natrium 7. manual menghitung (mm)
7. ketahanan diklofenak 7. mangamati 4. kadar
lipat (%)
5. kadar
(%)
6. kadar
(%)
7. jumlah
lipatan

46

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 (sambungan)
Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala
Ukur Ukur
Kompatibilitas Melihat FTIR Menganalisa Grafik Bilangan
obat-polimer interaksi berdasarkan bilangan gelombang
obat persen gelomba
dengan transmitan pada ng yang
polimer bilangan spesifik
gelombang

XRD Mengukur pola Grafik Pola fraksi


difraksi sinar x difraksi
sinar x

DSC Mengukur titik Grafik Titik leleh


leleh pada suhu puncak
tinggi titik
leleh
Penetrasi In- Mengukur Sel difusi
Menggunakan Penetrasi Numerik
vitro kemampua franz medium buffer kumulati
n penetrasi Spektrofotom pospat (pH 7,4) f obat
obat eter UV-Vis pada suhu 37oC (%)
melalui selama 10 jam,
kulit dan ditentukan
kelinci jumlah yang
terpenetrasi
menggunakan
spektrofotometer
dengan melihat
absorbansi
Aktivitas Menentuka Alat plantar Kaki hewan Waktu Numerik
analgesik n efek test, diinduksi respon
1. kontrol (-) analgesik stopwacth dengan sinar nyeri
2. TPND pacth ND infra red lalu (detik)
3. Gel ND dengan dihitung waktu
komersil membandi respon nyeri
ngkan
dengan
kontrol (-)
dan gel ND
komersial
Aktivitas Menentuka Alat Kaki hewan Volume Numerik
antiin flamasi n efek plestimomete dinduksi dengan radang
1.kontrol (-) antiinflama r karagenan, lalu (mL)
2.TPND si pacth diukur volume
3.Gel ND ND dan gel radang
komersil ND

47

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Patch


Sediaan patch dibuat menggunakan metode solvent evaporation yang

merupakan salah satu teknik pembuatan dispersi padat. Metode ini mudah untuk

dilakukan dan sesuai digunakan untuk penelitian skala laboratorium. Transdermal

patch natrium diklofenak dibuat dengan mencampurkan polimer, obat dan

enhancer atau plastisizer dalam beaker gelas dengan metanol, untuk jumlah bahan

sebanyak 50 patch, dan distirer selama 30 menit hingga homogen, lalu dituang ke

dalam cetakan persegi panjang dengan ukuran 20 x 10 cm yang sebelumnya telah

dialasi dengan aluminium foil sebagai backing, dan didiamkan pada suhu ruangan

selama 24 jam (Gambar 4.1), skema kerja pembuatan patch dapat dilihat pada

Lampiran 1. Matriks patch yang terbentuk dipotong ukuran 2 cm x 2 cm. Patch

yang telah dipotong dilekatkan pada plester, dan disimpan dalam wadah yang

kedap, lalu dievaluasi karakteristik, ketercampuran obat dengan polimer

(inkompaktibilitas), serta dilakukan uji penetrasi in-vitro dan aktivitas analgesik-

antiinflamasi terhadap hewan coba.

Gambar 4.1 Proses pencetakan patch natrium diklofenak

48

Universitas Sumatera Utara


4.2 Karakteristik Transdermal Patch Natrium Diklofenak
4.2.1 Evaluasi Visual Patch Transdemal Natrium Diklofenak
Pengujian visual dilakukan dengan melihat bentuk, warna, bau dan kondisi

permukaan Transdermal patch natrium diklofenak yang dihasilkan. Hasil

pengamatan visual transdermal patch natrium diklofenak dapat dilihat pada Tabel

4.2.1.

Tabel 4.2.1 Hasil pengamatan visual patch natrium diklofenak

Formula Bentuk Warna Bau Konsistensi dan kondisi


permukaan
F1 Film Putih Tidak Berbau Kering, Rata, tidak lengket
F2 Film Putih Tidak Berbau sedikit basah, Rata, Lengket
F3 Film Putih Tidak Berbau sedikit basah, Rata, Lengket
F4 Film Putih Tidak Berbau sedikit basah, Rata, Lengket
Keterangan:
F1 = transdermal patch nat. diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat. diklofenak dengan enhancer PG 10% dari polimer
F3 = transdermal patch nat. diklofenak dengan enhancer PG 20% dari polimer
F4 = transdermal patch nat. diklofenak dengan enhancer PG 30% dari polimer

Merujuk dari Tabel 4.2.1 dan Gambar 4.2, menunjukkan bahwa patch yang

dihasilkan berbentuk persegi dengan ukuran 2 cm x 2 cm, berwarna putih, tidak

berbau dan memiliki konsistensi yang berbeda. F2, F3 dan F4 merupakan formula

transdermal patch natrium diklofenak yang mengguakan enhancer dan plastisizer

propilen glikol dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Penggunaan propilen

glikol bertujuan untuk memberikan kelenturan terhadap patch serta berperan

sebagai zat yang mampu meningkatkan penetrasi obat agar mampu melintasi kulit

(enhancer). Konsistensi dari patch dipengaruhi oleh penggunaan propilen glikol,

tampak patch memiliki konsistensi yang lebih basah dan juga lengket. Hal ini juga

dapat menyebabkan kontak permukaan patch dengan kulit menjadi lebih baik,

49

Universitas Sumatera Utara


karena adanya daya lekat pada permukaan patch. F1 merupakan formula

transdermal patch natrium diklofenak tanpa penggunaan propilen glikol. Selain

sebagai basis untuk polimer, etil selulosa dan PVP juga mempunyai peran sebagai

senyawa penghataran obat, sehingga pada F1 ini akan dilihat kemampuan

penetrasi obat tanpa penambahan enhancer/plastisizer. Penggunaan propilen

glikol sebagai plastisizer memiliki pengaruh terhadap konsistensi patch, terlihat

pada F1 patch natrium diklofenak memiliki konsistensi yang kering dan

permukaannya tidak lengket. Polimer etil selulosa merupakan polimer yang

bersifat lipofilik sedangkan PVP berupa polimer hidrofilik. Pada sistem

penghantaran obat bentuk patch, polimer lipofilik akan menghalangi penetrasi

cairan ke dalam matrik patch sehingga mengakibatkan difusi obat menjadi lambat

dan polimer ini berperan sebagai penahan dan pengendali pelepasan obat. Sedang

polimer hidrofilik dapat meningkatkan pelepasan obat tanpa adanya rate

controlling membrane sehingga berperan dalam upaya membawa obat agar

mampu masuk dan melintasi stratum korneum untuk kemudian masuk ke dalam

pembuluh darah (Sachan and Bajpai, 2013).

a b

Gambar 4.2 Patch natrium diklofenak (a), patch yang telah dilekatkan pada
plester(b)

50

Universitas Sumatera Utara


4.2.2 Pengujian Ketebalan Patch

Pengujian ketebalan patch dilakukan untuk mengetahui keseragaman

ketebalan patch yang dihasilkan, ketebalan yang diperoleh menunjukkan adanya

keseragaman larutan patch yang dituang pada cetakan. Pengujian ini dilakukan

dengan mengukur patch pada tiga titik yang berbeda dengan menggunakan

mikrometer sekrup. Rata-rata ketebalan dan standar deviasi dihitung untuk

memastikan ketebalan yang sama pada tiap patch (Lakhani et al., 2015).

Pengujian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada tiap-tipa formula. Hasil

dari pengujian ketebalan dapat dilihat pada Tabel 4.2.2 dan hasil selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4.2.2 Hasil pengujian ketebalan patch natrium diklofenak


Ketebalan Patch (mm)
Formula Total Rata-rata ± SD
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 0,15 0,16 0,16 0,16 ± 0,0003
F2 0,17 0,17 0,17 0,17 ± 0,0002
F3 0,18 0,18 0,18 0,18 ± 0,0002
F4 0,19 0,19 0,19 0,19 ± 0,0002

Hasil pengujian pada Tabel 4.2.2 di atas menunjukkan bahwa ketebalan

patch natrium diklofenak dalam pengujian ini berkisar antara 0,016 – 0,019 cm.

Hasil pengujian dari tiap formula menunjukkan bahwa F4>F3>F3>F1. Formula 1

memiliki rata-rata ketebalan 0,016 cm dengan SD 0,0003. Formula 2, 3 dan 4

memiliki rata-rata ketebalan 0,017, 0,018 dan 0,019 cm dengan SD 0,0002.

Kecilnya nilai SD dari keempat formula menunjukkan bahwa ketebalan patch dari

masing-masing formula adalah seragam. Faktor yang mempengaruhi perbedaan

ketebalan antar formula yaitu jumlah propilen glikol yang ditambahkan dalam

formula sebagai enhancer/plastisizer. Semakin banyak konsentrasi propilen glikol

51

Universitas Sumatera Utara


yang digunakan, maka semakin meningkat ketebalan patch natrium diklofenak.

Propilen glikol merupakan cairan yang larut dalam air yang memiliki kemampuan

sebagai peningkat penetrasi obat serta sebagai bahan pelentur untuk matriks

patch.

4.2.3 Pengujian Bobot Patch

Pengujian bobot dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot dari tiap-

tiap patch. Dalam penelitian ini tidak direncanakan berat tiap patch karena tiap-

tiap formula memiliki variasi konsentrasi propilen glikol yang berbeda. Pengujian

ini dilakukan dengan menimbang bobot masing-masing patch yang dipilih secara

acak dari tiap formula, kemudian dihitung bobot rata-rata dan standar deviasi hasil

pengukuran (Sharma et al., 2013). Hasil pengujian bobot patch dapat dilihat

Lampiran 3., dan bobot rata-ratanya pada Tabel 4.2.3.

Table 4.2.3 Hasil pengujian bobot patch natrium diklofenak


Bobot (mg)
Formula Rata-rata ± SD
patch 1 patch 2 patch 3 patch 4 patch 5
F1 80,7 80,5 81,1 80,8 81,0 80,8 ± 0,23
F2 81,1 81,3 81,3 81,5 81,4 81,3 ± 0,14
F3 82,1 82,0 82,0 82,1 82,2 82,1 ± 0,07
F4 83,0 82,6 82,8 83,0 82,5 82,8 ± 0,22

Merujuk dari Tabel 4.2.3 di atas, tampak bahwa bobot rata-rata dari masing-

masing patch berkisar antara 80,8 ± 0,23 sampai 82,8 ± 0,22 mg. Penggunaan

propilen glikol dengan variasi konsentrasi memberikan pengaruh terhadap bobot

patch. Hasil tiap formula menunjukkan bahwa F4>F3>F2>F1, pada Formula 4

memiliki rata-rata bobot paling tinggi karena penggunaan propilen glikol paling

besar yaitu 30% dari total polimer.

52

Universitas Sumatera Utara


4.2.4 Pengujian Kadar Obat (Drug Content)

Pengujian kadar dilakukan untuk mengetahui kandungan (kadar) natrium

diklofenak dalam sediaan patch, karena itu dilakukan pengukuran kandungan zat

aktif pada patch dari masing-masing formula. Patch diekstraksi dengan

menggunakan dapar fosfat pH 7,4 dengan bantuan magnetik stirrer dan sonifikator

selama 60 menit, kemudian dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis pada

panjang gelombang 276 nm. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 replikasi pada

tiap-tiap formula, dihitung kadar rata-rata, dan standar deviasinya (SD). Hasil

pengujian menunjukkan bahwa kadar natrium diklofenak dari keempat formula

berkisar antara 95,80 ± 0,3718% hingga 96,44 ± 0,1477%. Hasil pengujian kadar

natrium diklofenak dalam patch tiap formula dapat dilihat pada Tabel 4.2.4 dan

hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4.2.4 Hasil pengujian kadar natrium diklofenak dalam patch dari tiap
formula
Kadar Natrium diklofenak (%) Rata-Rata ±SD
Formula
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 (%)
F1 95,55 96,59 96,14 96,09 ± 0,5188
F2 96,14 95,85 95,40 95,80 ± 0,3718
F3 96,44 96,59 96,29 96,44 ± 0,1477
F4 96,00 96,14 96,73 96,29 ± 0,3909

4.2.5 Pengujian Moisture Content

Pengujian moisture content bertujuan untuk mengetahui kandungan lembab

dalam sediaan patch yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan. Kandungan air

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme sehingga

53

Universitas Sumatera Utara


stabilitas sediaan akan berkurang (Shivaraj et al., 2010). Pengujian ini dilakukan

dengan memasukkan patch ke dalam alat desikator yang berisi silika gel selama

24 jam dan dihitung bobot awal serta bobot setelah penyimpanan. Pengujian

dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada tiap formula, lalu dihitung rata-rata

persen moisture content dan standar deviasinya. Hasil pengujian persen moisture

content dapat dilihat pada Tabel 4.2.5 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 5.

Tabel 4.2.5 Hasil pengujian moisture content patch natrium diklofenak


Rata-rata ±
moisture content (%)
Formula SD
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 (%)
F1 1,36 1,24 1,11 1,24 ± 0,1229
F2 1,23 2,08 1,47 1,59 ± 0,4380
F3 1,58 2,42 2,29 2,10 ± 0,4549
F4 1,80 2,17 2,51 2,16 ± 0,3546

Suatu patch dikatakan baik apabila patch tersebut mengandung air yang

sedikit, sehingga stabilitas patch akan baik. Rentang kadar air yang dipersyaratkan

yaitu 1 - 10% (Kumar et al., 2013). Hasil pengujian persen moisture content

menunjukkan bahwa semua patch pada setiap formula memiliki nilai yang sudah

memenuhi rentang yang dipersyaratkan. Faktor yang dapat mempengaruhi

moisture content yaitu sifat fisika kimia dari bahan yang digunakan yaitu polimer

dan plastisizer. Propilen glikol sebagai enhancer dan plastisizer bersifat

hidrofilik, sama halnya dengan polimer PVP sehingga dapat meningkatkan nilai

persen moisture content (Snejdrova and Dittrich, 2012).

54

Universitas Sumatera Utara


3

2,5
moisture content (%) 2,1 2,16
2
1,59
1,5 1,24

0,5

0
F1 F2 F3 F4
formula

Gambar 4.3 Persentase moisture content transdermal patch natrium diklofenak

Merujuk pada Gambar 4.3, menunjukkan bahwa moisture content

F4>F3>F2>F1, sehingga dapat diketahui bahwa propilen glikol memiliki

kemampuan untuk meningkatkan persen moisture content. Nilai moisture content

akan proposional dengan kenaikan jumlah propilen glikol yang digunakan

(Anisree et al., 2012).

4.2.6 Pengujian Sweeling (Pengembangan)

Pengujian swelling dilakukan untuk mengetahui sejauh mana patch dengan

polimer etil selulosa dan PVP serta propilen glikol sebagai enhancer/plastisizer

mampu menyerap air. Hal ini akan berhubungan dengan kemampuan patch dalam

melepaskan obat sehingga obat akan berdifusi melalui kulit dan masuk ke

pembuluh darah. Data lengkap hasil pengujian swelling dapat dilihat pada

Lampiran 6.

55

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2.6 Persen Swelling patch natrium diklofenak
% swelling menit ke-
Formula
5 10 15 30 60 90
1 1.,4 ± 0,7 1,93 ± 0,09 2,69 ± 0,12 2,69± 0,12 2,68 ± 0,11 2,69 ± 0,12
2 1,61 ± 0,32 2,50 ± 0,15 2,97 ± 0,21 3,15 ± 0,30 3,16 ± 0,29 3,17 ± 0,29
3 1,76 ± 0,15 2,92 ± 0,18 3,42 ± 0,02 4,00 ± 0,22 4,02 ± 0,21 4,02 ± 0,21
4 1,75 ± 0,06 3,45 ± 0,22 3,84 ± 0,12 4,31 ± 0,16 4,34 ± 0,17 4,35 ± 0,18

Pengujian swelling dilakukan dalam interval waktu, untuk melihat

pengembangan patchnya dari waktu ke waktu. Pada Tabel 4.2.6 dan Gambar 4.4,

dapat dilihat bahwa keempat patch mengalami kenaikkan persen swelling hingga

menit ke-30, dan persen swelling terlihat konstan pada menit ke-60 dan 90.

Peningkatan persen swelling tersebut menunjukkan bahwa matriks patch memiliki

kemampuan dalam menyerap air walaupun tidak terlalu besar. Kemampuan

penyerapan air ini diberikan oleh PVP dan propilen glikol yang bersifat hidrofilik.

Sifat penyerapan tidak terlalu besar karena adanya etil selulosa yang bersifat

lipofilik, dimana pada susunan patch natrium diklofenak ini etil selulosa berperan

sebagai penahan dan pengendali pelepasan obat, sehingga obat dapat dapat dilepas

secara perlahan,

56

Universitas Sumatera Utara


5
4,5
4
3,5
Swelling (%)

3
2,5
2
1,5 F1 F2
1 F3 F4
0,5
0
5 10 15 30 60 90
waktu (menit)

Gambar 4.4 Grafik persen swelling transdermal patch natrium diklofenak pada
media aquadest suhu 37oC selama 90 menit

Persen swelling paling besar hingga terkecil diberikan oleh F4>F3>F2>F1,

seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Swelling terbesar adalah F4 yaitu 4,36

persen pada menit ke-90, dan dipengaruhi oleh jumlah propilen glikol yang besar

yaitu 30%. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi penggunaan propilen

glikol maka persen swelling semakin besar. Tingkat penyerapan air yang rendah

akan melindungi patch dari kontaminasi mikroba dan menghindari terbentuknya

patch yang telalu tebal. Penyerapan kelembaban adalah aspek penting yang

mempengaruhi difusi obat, karena akan terjadinya penyerapan air ke dalam patch

yang berasal dari jaringan tubuh (keringat) serta lingkungan sekitar (udara) yang

terjadi selama pemakaian patch di kulit. Hal ini merupakan parameter penting

yang membantu stabilitas pelepasan obat (Mahajan et al., 2018)

57

Universitas Sumatera Utara


4.2.7 Pengujian Ketahanan Lipat (Folder Endurance)

Pengujian ketahanan lipat bertujuan untuk menentukan kapasitas lipat dari

polimer dan plastisizer yang digunakan dalam patch (Sharma et al., 2013).

Pengujian ini dapat menunjukkan kemampuan dari plastisizer yang digunakan

yaitu propilen glikol dengan variasi konsentrasi dan kekuatan patch yang dicetak

menggunakan polimer etil selulosa dan PVP. Pengujian ketahanan lipat dilakukan

secara manual dengan cara melipat patch berulang kali pada satu titik yang sama

sampai rusak atau dilipat hingga 300 kali (Jhawat et al., 2013). Patch dikatakan

memenuhi kriteria bila tahan terhadap lipatan sebanyak lebih dari 300 kali

(Lakhani et al, 2015). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, lalu

dihitung rata-rata dan standar deviasinya. Hasil pengujian ketahanan lipat patch

dapat dilihat pada Tabel 4.2.7.

Tabel 4.2.7 Hasil pengujian ketahanan lipat patch natrium diklofenak


Ketahanan Lipatan
Formula Rata-Rata
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 12 12 11 12
F2 234 276 284 265
F3 > 300 >300 >300 > 300
F4 >300 >300 >300 > 300

Penggunaan propilen glikol (PG) sebagai plastisizer memperlihatkan

ketahanan lipatan yang baik pada formula F3 dan F4 yaitu formula patch yang

menggunakan propilen glikol sebesar 20% dan 30%. Sedangkan untuk F2 (PG

10%) ketahanan lipatannya dibawah 300 kali, sehingga dapat dinyatakan kurang

baik. Formula F1 merupakan formula yang tidak menggunakan propilen glikol

menunjukkan ketahanan lipat yang sangat buruk yaitu 12 kali. Hal ini

58

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan pentingnya penggunaan suatu plastisizer untuk

kelenturan/elastisitas serta ketahanan lipat transdermal patch.

4.3 Pengujian Inkompaktibilitas Obat dengan Polimer


4.3.1 Hasil Uji FTIR
Pengujian dengan FTIR bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

terjadinya interaksi antara natrium diklofenak sebagai bahan aktif dengan polimer

yang digunakan berupa etil selulosa dan polivinil pirolidon. Hasil pengujian FTIR

dapat diketahui dengan mengidentifikasi karakteristik bilangan gelombang

natrium diklofenak, polimer dan patch yang mengandung natrium diklofenak.

Spektrum natrium diklofenak menunjukkan puncak spektrum pada daerah

3433,29 cm-1 yang menunjukkan bahwa adanya struktur NH yaitu gugus amina,

spektrum 1558,48 cm-1 berupa struktur C=O yaitu gugus karboksil, dan pada

spektrum 759,95 cm-1 berupa struktur C-Cl yang tajam, seperti yang terlihat pada

Gambar 4.5 (a).

Hasil FTIR terhadap polimer menunjukkan bahwa bilangan gelombang yang

teridentifikasi pada polimer bukan merupakan bilangan gelombang utama dari

natrium diklofenak, sehingga penggunaan polimer dengan basis etil selulosa dan

PVP tidak mempengaruhi gugus fungsi natrium diklofenak (Gambar 4.5 (b) dan

(c)). Hal ini sesuai dengan penelitian Raj (2013) yang menyatakan bahwa

penggunaan polimer etil selulosa dan PVP kompaktibel atau tidak menunjukkan

adanya interaksi dengan bahan aktif natrium diklofenak.

59

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.5 Spektrum FT-IR, (a) Natrium Diklofenak, (b) Etil selulosa, (c) PVP,
(d) campuran natrium diklofenak dengan etil selulosa dan PVP

Hasil pengujian FT-IR terhadap patch natrium diklofenak menunjukkan

bahwa bilangan gelombang yang diperoleh masih masuk ke dalam rentang

bilangan gelombang karakteristik natrium diklofenak (Gambar 4.5 (d)). Hal ini

menunjukkan bahwa adanya sedikit pergesaran pita serapan tetapi tidak tajam

(fluktuasi), sehingga dapat disimpulkan tidak adanya interaksi gugus fungsi

natrium diklofenak dengan campuran polimer etil selulosa dan PVP, yang dapat

mempengaruhi efek terapi dari natrium diklofenak.

60

Universitas Sumatera Utara


4.3.2 Hasil Uji XRD

Puncak spektrum yang tajam serta intensitas puncak yang banyak dari

natrium diklofenak dapat dilihat dari hasil pengujian XRD, hal ini dikarekan sifat

kristal dari natrium diklofenak (Gambar 4.6 (a)), dan hasil ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya (Sarııs¸ık¸ et al., 2013) . Spektrum dari polimer etil

selulosa dan PVP menunjukkan intensitas puncak yang sedikit (Gambar 4.6 (b)

dan (c)). Spektrum yang dihasilkan pada patch natrium diklofenak (Gambar 4.6

(d)) menunjukkan adanya pengurangan intensitas puncak dari natrium diklofenak,

tetapi masih terlihat beberapa puncak tajam yang sama dengan obat natrium

diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa natrium diklofenak mengalami

perubahan dari bentuk kristal menjadi lebih amorf. Perubahan bentuk ini terjadi

dikarenakan natrium diklofenak dibungkus dan terperangkap di dalam polimer etil

selulosa dan PVP, hal ini pernah dijelaskan pada penelitian sebelumnya

(Saravanan et al., 2011). Bentuk amorf dari patch natrium diklofenak akan mudah

larut didalam air. Dalam hal penggunaan transdermal patch natrium diklofenak,

obat akan berdifusi bila obat terlebih dahulu melarut didalam air yang berasal dari

kulit dan juga lingkungan sekitar. Semakin mudah obat larut dalam air, maka

proses difusi obat untuk penetrasi semakin baik (Mahajan et al., 2018).

61

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.6 Spektrum X-Ray, (a) Natrium Diklofenak, (b) etil selulosa, (c) PVP,
(d) Campuran natrium diklofenak dengan etil selulosa dan PVP

4.3.3 Hasil Uji DSC

Termogram DSC natrium diklofenak menunjukkan titik leleh natrium

diklofenak pada 288,594°C seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.7 (a). hasil

ini hampir serupa dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

(Saravanan et al., 2011). Termogram DSC dari campuran polimer etil selulosa dan

PVP telah menunjukkan puncak pada 67,469°C, 270,19°C dan 909,9°C.

(Gambar 4.7 (c)). Campuran natrium diklofenak, etil selulosa dan PVP, telah

menunjukkan puncak pada 51,194ºC dan 83,799ºC serta puncak kecil pada 267ºC

yang merupakan titik leleh natrium diklofenak yang sedikit mengalami pergeseran

(Gambar 4.7 (b)). Hal ini menunjukkan bahwa obat natrium diklofenak

terdistribusi menjadi amorf didalam matriks polimer dan serta tidak adanya

interaksi obat dengan polimer, melainkan adanya perubahan bentuk kristal

62

Universitas Sumatera Utara


natrium diklofenak menjadi lebih amorf, hal ini telah dijelaskan juga pada hasil

uji FT-IR dan XRD (Sarııs¸ık¸ et al., 2013) (Mahajan et al., 2018).

Gambar 4.7 Thermogram DSC, (a) Natrium Diklofenak, (b) campuran natrium
diklofenak dan polimer, (c) polimer (etil selulosa dan PVP)

4.4 Penetapan panjang gelombang dan kurva kalibrasi natrium diklofenak


4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Natrium diklofenak

Penentuan panjang gelombang maksimum natrium diklofenak dilakukan

dengan membuat larutan natrium diklofenak dalam buffer fosfat pH 7,4 dengan

konsentrasi 20 ppm, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 200-

400 nm. Hasil pengukuran dengan spektrofometer menunjukkan bahwa natrium

diklofenak memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 276,6 nm.

63

Universitas Sumatera Utara


Hasil ini hampir serupa dengan literatur yang menyatakan bahwa panjang

gelombang maksimum natrium diklofenak adalah 276 nm (Rajabalaya, 2008).

Kurva penentuan panjang gelombang maksimum natrium diklofenak dapat dilihat

pada Gambar 4.8, dan hasil pengukuran spektormeternya dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Gambar 4.8 Kurva penentuan panjang gelombang natrium diklofenak

4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi natrium diklofenak dilakukan dengan membuat

deret larutan natrium diklofenak pada 14 titik konsentrasi yaitu 1, 2, 4, 6, 8, 10,

12, 14, 16, 18, 20, 22, dan 24 ppm. Selanjutnya masing-masing larutan ditentukan

serapannya dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 276,6 nm.

Hasil pengukuran kurva baku natrium diklofenak diperoleh suatu persamaan

64

Universitas Sumatera Utara


regresi linier yaitu y = 0,0188x – 0,0127 dengan nilai linier r2 = 0,9969. Hasil

kurva baku natrium diklofenak dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Kurva kalibrasi natrium diklofenak

4.5 Pengujia In-Vitro


4.4.1 Pengujian Penetrasi

Pengujian penetrasi dilakukan untuk mengetahui jumlah natrium diklofenak

yang melintasi kulit. Pengujian ini dilakukan dengan penentuan jumlah kumulatif

natrium diklofenak yang terpenetrasi, yang dihitung dari konsentrasi yang

diperoleh setiap waktu (µg/mL) dikalikan dengan faktor pengenceran (10 mL),

lalu dikalikan dengan media dalam sel difusi (21 mL) dan ditambah faktor

penambahan. Hasil uji penetrasi transdermal patch natrium diklofenak secara in

vitro dapat dilihat pada Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.10, dan hasil lengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 8 hingga Lampiran 11.

65

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5.1 Hasil Uji penetrasi transdermal patch natrium diklofenak
Waktu Persen Penetrasi kumulatif (%)
(menit) F1 F2 F3 F4
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,13 0,00 ± 0,09 0,00 ± 0,12
5 0,00 ± 0,00 9,09 ± 0,16 10,10 ± 0,14 11,84 ± 0,16
10 8,85 ± 0,09 11,25 ± 0,22 17,02 ± 0,26 20,57 ± 0,21
15 9,49 ± 0,15 12,63 ± 0,21 19,74 ± 0,19 27,32 ± 0,27
30 10,57 ± 0,04 17,51 ± 0,15 22,33 ± 0,31 31,99 ± 0,22
45 12,54 ± 0,06 24,32 ± 0,09 29,94 ± 0,28 37,89 ± 0,14
60 13,93 ± 0,03 31,20 ± 0,18 37,22 ± 0,21 43,37 ± 0,19
120 17,95 ± 0,18 37,49 ± 0,20 42,43 ± 0,25 49,02 ± 0,23
180 23,86 ± 0,07 44,46 ± 0,25 49,75 ± 0,15 53,36 ± 0,35
240 29,37 ± 0,05 49,95 ± 0,19 55,83 ± 0,34 59,96 ± 0,36
300 33,58 ± 0,08 55,40 ± 0,11 61,67 ± 0,22 67,21 ± 0,26
360 40,53 ± 0,12 61,45 ± 0,34 66,61 ± 0,16 71,47 ± 0,12
420 43,65 ± 0,04 66,82 ± 0,26 70,39 ± 0,14 75,37 ± 0,08
480 48,56 ± 0,09 70,61 ± 0,11 75,31 ± 0,23 78,70 ± 0,31
540 54,49 ± 0,07 73,59 ± 0,15 80,12 ± 0,25 84,21 ± 0,24
600 58,67 ± 0,10 76,59 ± 0,17 84,39 ± 0,13 89, 20 ± 0,07

110
100
90
80
Penetrasi Kumulatif (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660
-10
Waktu (menit)

F1 F2 F3 F4

Gambar 4.10 Grafik penetrasi transdermal patch natrium diklofenak secara in


vitro menggunakan sel difusi franz melalui kulit kelinci pada
medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC

66

Universitas Sumatera Utara


Merujuk pada Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.10, tampak bahwa F2, F3 dan F4

mulai mengalami penetrasi pada menit ke 5. Sedangkan F1 penetrasi mulai terjadi

pada menit ke 10. F2, F3 dan F4 merupakan formula transdermal patch yang

ditambahkan propilen glikol sebanyak 10%, 20% dan 30%, F1 merupakan

transdermal patch natrium diklofenak tanpa penambahan propilen glikol sebagai

enhancer dan plastisizer. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan propilen glikol

mempengaruhi waktu awal penetrasi. Semakin besar konsentrasi propilen glikol,

maka kadar natrium diklofenak yang terpenetrasi pada menit ke-5 semakin besar,

terlihat pada F2, F3, dan F4.

Penetrasi F1 terjadi pada menit ke-10 meskipun tidak adanya penambahan

propilen glikol pada formula tersebut, tetapi polimer yang digunakan berupa etil

selulosa dan PVP mempunyai peranan dalam sistem pelepasan obat bentuk matiks

patch. Etil selulosa merupakan polimer netral yang bersifat lipofilik yang

berperan dalam menahan obat didalam matriks, sehingga tidak serta merta

dilepaskan dari patch, sehingga proses difusi obat akan menjadi lambat. Polimer

PVP adalah polimer hidrofilik yang dapat meningkatkan pelepasan obat, sehingg

obat dapat segera berdifusi dan terlepas dari matriks patch untuk kemudian secara

perlahan dibawa melintasi kulit dan masuk ke pembuluh darah (Sachan and

Bajpai, 2013). PVP berfungsi membentuk suatu pori yang dapat meningkatkan

pelepasan natrium diklofenak dari matriks. Propilen glikol selain berperan sebagai

pelentur matriks patch juga mampu berperan sebagai senyawa peningkat penetrasi

obat (enhancer) (Mahajan et al., 2018). Kadar kumulatif penetrasi obat pada pada

67

Universitas Sumatera Utara


menit ke-600 dari F1, F2, F3, dan F4 adalah 58,67 ± 0,10; 76,59 ± 0,17; 84,39 ±

0,13; dan 89,20 ± 0,07%.

Untuk memastikan perbedaan persen penetrasi kumulatif yang dihasilkan

dari keempat formula, maka dilakukan uji Anova one way, yang menunjukkan

bahwa benar adanya perbedaan antar perlakuan (p > 0,05). Hasil Uji post hock

LSD (Least Significant Differences) yang dilakukan lebih lanjut menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan, yaitu F1 dengan F3 dan F4,

sedang yang lainnya tidak ada perbedaan secara signifikan (p < 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa, transdermal patch natrium diklofenak yang tidak

mengandung propilen glikol (F1) memiliki persen penetrasi kumulatif yang tidak

berbeda dengan F2 (PG 10%) tetapi berbeda secara signifikan dengan F3 (PG

20%) dan F4 (30%) (p < 0,05). F2 tidak berbeda signifikan dengan F3 dan F4,

demikian juga F3 tidak berbeda signifikan dengan F4 (p > 0,05). Mekanisme kerja

propilen glikol sebagai enhancer adalah berdasarkan sifat hidrofiliknya yang

dengan mudah menyerap air dari lingkungan sekitar dan melarutkan obat sehingga

obat akan berdifusi melewati kulit. Selain itu propilen glikol juga mengubah

struktur lipid stratum korneum dan menjadikannya permeabel terhadap obat

(Jadhav, 2012). Aktivitas propilen glikol diperkirakan dihasilkan dari pelarutan α-

keratin dalam stratum korneum, mengurangi ikatan hidrogen protein pada ikatan

jaringan dan obat, dan dengan demikian mendorong permeasi obat (Walker and

Smith, 1996). Natrium diklofenak yang merupakan zat aktif lipofilik, akan

berpenetrasi melalui ruang inter-seluler serta melalui lapisan kulit selanjutnya.

Rute inter-seluler ini merupakan rute trans-appendegeal yang akan melewatkan

molekul obat non-polar melalui kelenjar keringat dan di seluruh folikel rambut

68

Universitas Sumatera Utara


(Alkilani et al., 2015). Dengan adanya propilen glikol sebagai enhancer, akan

mempermudah masuknya natrium diklofenak melalui kulit. Persen penetrasi

terbesar diberikan oleh F4 yaitu patch yang menggunakan propilen glikol 30%.

Maka F4 dianggap formula yang optimum.

4.5.2 Hasil Kinetika Orde Penetrasi

Kinetika orde penetrasi dilakukan kepada keempat formula dengan empat

model kinetika, yaitu orde nol, orde satu, model hyguchi dan Korsmeyer Peppas.

Penentuan kinetika pelepasan natrium diklofenak dari patch dilakukan untuk

mengetahui berapa persen obat yang terdispersi pada waktu-waktu tertentu.

Kinetika penetrasi natrium diklofenak dari transdermal patch dapat dilihat pada

Tabel 4.5.2., dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 4.5.2 Kinetika Penetrasi transdermal patch natrium diklofenak


Nilai Regresi Linier (r2)
Formula
Orde Nol Orde satu Hyguchi Koorsmeyer peppas
F1 0,9852 0,6628 0,9240 0,8769
F2 0,9411 0,7790 0,9953 0,9928
F3 0,9376 0,764 0,9928 0,9879
F4 0,9183 0,7224 0,9817 0,9697

80
% pelepasan kumulatif

60

40 y = 0,0845x + 6,8232
R² = 0,9852
20

0
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit)

69

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.11 Plot orde nol penetrasi natrium diklofenak dari patch F1 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC

Tabel 4.5.2 menunjukkan bahwa kinetika pelepasan natrium diklofenak

Formula F2, F3 dan F4 adalah linier (r2 mendekati 1) pada plot persen kumulatif

versus akar waktu, atau mengikuti pelepasan model higuchi (Gambar 4.12, 4.13

dam 4.14). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pelepasan natrium diklofenak

dari patch yang ditambahkan propilen glikol adalah melalui proses difusi yang

dipengaruhi oleh polimer. Banakar (1992) menyatakan bahwa zat aktif dengan

model higuchi, semakin lama akan dilepas dengan kecepatan yang rendah,

dikarekan jarak difusi yang semakin panjang. Aplikasi model ini dapat digunakan

untuk menggambarkan pelepasan obat dari bentuk sediaan farmasi yang

dimodifikasi seperti sistem transdermal dan matriks tablet (Dash et. al., 2010).

80,00
% pelepasan Kumulatif

60,00
y = 2,9517x + 2,5248
40,00
R² = 0,9953
20,00

0,00
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.12 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F2 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC

90
% Pelepasan kumulatif

80
70
60
50 y = 3,0339x + 6,9129
40 R² = 0,9928
30
20
10 70
0
0 5 10 15 20 25 Universitas
30 Sumatera Utara
Akar Waktu (menit)
Gambar 4.13 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F3 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC

Tetapi model pelepasan obat berbeda untuk formula F1 menunjukkan hasil

regresi linier tertinggi yaitu mengikuti model orde nol yang didapat dengan

memplot persen kumulatif penetrasi obat terhadap waktu (Gambar 4.11). Hal ini

menunjukkan bahwa pelepasan obat terjadi konstan dengan sendirinya selama

periode waktu tanpa dipengaruhi konsentrasi obat (Dash et.al., 2010).

100
% Pelepasan Kumulatif

80

60
y = 2,9538x + 12,945
40 R² = 0,9817
20

0
0 5 10 15 20 25 30
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.14 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F4 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC
4.5.3 Hasil perhitungan Area Under the Curve (AUC)

Hasil luas area di bawah kurva (area under of curve) dari kadar obat yang

terpenetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi franz dapat dilihat pada Tabel

4.5.3. Dari data tersebut menunjukkan bahwa formula F4 memiliki nilai AUC

71

Universitas Sumatera Utara


tertinggi yaitu 24.371,9 mcg/mL.menit dibandingkan dari formula yang lain.

Formula F4 adalah transdermal patch yang mengandung propilen glikol terbesar

yaitu 30%. Sedang formula F1 memiliki nilai AUC paling rendah yaitu 13.709,9

mcg/mL.menit, dimana F1 merupakan formula transdermal patch natrium

diklofenak yang mengandung propilen glikol 0%. Urutan nilai AUC dari yang

paling tinggi hingga rendah yaitu F4>F3>F2>F1. Semakin besar nilai AUC yang

diperoleh, maka daya penetrasi natrium diklofenak melalui kulit semakin tinggi.

Tetapi dalam membuat sediaan transdermal patch natrium diklofenak, diharapkan

adanya pelepasan obat yang diperlambat, karena patch dapat digunakan 12- 24

jam per hari. Penetrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan pelepasan obat yang

lebih cepat. Berdasarkan hasil perhitungan AUC penetrasi dapat dinyatakan

bahwa F4 merupakan formula transdermal patch natrium diklofenak dengan

konsentrasi propilen glikol 30% adalah formula yang optimum, karena memiliki

nilai AUC tertinggi sehingga dapat penetrasi obat berjalan lebih baik.

Tabel 4.5.3 AUC kadar obat terpenetrasi


Waktu AUC (mcg/mL.menit)
(menit) F1 F2 F3 F4
0 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00
5 0,0 ± 0,00 18,7 ± 0,77 20,9 ± 3,52 24,4 ± 0,77
10 18,2 ± 0,00 40,9 ± 2,77 55,1 ± 10,55 65,7 ± 2,30
15 36,9 ± 0,77 46,2 ± 5,03 72,3 ± 20,90 94,5 ± 3,84
30 116,0 ± 4,61 170,5 ± 18,85 239,6 ± 64,61 340,7 ± 22,21
45 129,3 ± 6,91 234,3 ± 21,97 291,5 ± 47,59 389,9 ± 15,10
60 143,9 ± 12,19 307,4 ± 41,52 369,9 ± 34,85 441,8 ± 2,30
Tabel 4.5.3 (sambungan)
Waktu AUC (mcg/mL.menit)
(menit) F1 F2 F3 F4
120 681,9 ± 36,85 1495,7 ± 247,90 1719,1 ± 97,50 1958,5 ± 93,50
180 894,7 ± 60,41 1751,1 ± 244,28 1947,9 ± 33,22 2112,8 ± 139,11
240 1134,0 ± 60,41 1974,5 ± 169,13 2187,2 ± 33,22 2283,0 ± 121,88
300 1320,2 ± 51,30 2150,0 ± 75,41 2378,7 ± 123,95 2517,0 ± 97,50
360 1533,0 ± 90,74 2330,9 ± 51,30 2533,0 ± 90,74 2681,9 ± 60,41
420 1708,5 ± 112,08 2501,1 ± 56,04 2628,7 ± 9,21 2756,4 ± 48,75

72

Universitas Sumatera Utara


480 1825,5 ± 82,92 2607,4 ± 42,22 2719,1 ± 47,87 2804,3 ± 48,75
540 2006,4 ± 24,38 2650,0 ± 40,16 2830,9 ± 88,85 2889,4 ± 71,96
600 2160,6 ± 15,96 2671,3 ± 47,87 2921,3 ± 51,30 3011,7 ± 56,04
Total 13709,1 ± 34,97 20949,9 ± 66,58 22915,3 ± 47,37 24371,9 ± 49,02

Hasil uji statistik terhadap Anova one way terhadap nilai AUC keempat

formula (p < 0,05) menunjukkan bahwa adanya perbedaan AUC yang signifikan

antara F1 dengan F4. Sedangkan F1 tidak berbeda signifikan dengan F2 dan F3.

Grafik AUC penetrasi natrium diklofenak dapat dilihat pada Gambar 4.15.

30000
AUC Penetrasi (mcg/ml.menit)

25000

20000

15000

10000

5000

0
F1 F2 F3 F4
Formula transdermal patch natrium diklofenak

Gambar 4.15 AUC penetrasi natrium diklofenak

4.6 Hasil Uji Analgesik

Uji analgesik dilakukan terhadap formula yang optimum, dilihat dari segi

karakteristik serta uji penetrasinya. Dari keempat formula, F4 (konsentrasi

73

Universitas Sumatera Utara


propilen glikol 30%) merupakan formula transdermal patch natrium diklofenak

yang paling baik, dimana karakteristik sediaannya bagus dan memenuhi kriteria,

juga memiliki penetrasi dan nilai AUC yang paling tinggi. Uji analgesik dilakukan

dengan metode plantar test, yaitu uji secara panas menggunakan induksi sinar

infrared yang dirangsang pada telapak kaki hewan coba. Pada pengujian ini

menggunakan kontrol negatif dan juga kontrol positif. Kontrol negatif berupa

blanko yaitu patch kosong tanpa kandungan natrium diklofenak. Kontrol positif

yang digunakan adalah gel natrium diklofenak komersil yaitu gel voltaren yang

mengandung 1% natrium diklofenak. Hasil uji analgesik dapat dilihat pada

Gambar 4.16, dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11.

18,0

16,0
Respon Nyeri (detik)

14,0 kontrol negatif

12,0
Patch ND
10,0
Gel ND
8,0 komersil

6,0

4,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (Jam)

Gambar 4.16 grafik respon nyeri pada uji analgesik

Merujuk pada Gambar 4.16 diatas terlihat bahwa patch natrium diklofenak

(ND) dan gel ND komersil memiliki efek yang tidak berbeda hingga jam ke-3.

Setelah jam ke-3 terlihat patch ND lebih lama dan lebih baik memberikan efek

analgesik dibanding gel ND. Transdermal patch natrium diklofenak mampu

memberikan waktu respon nyeri yang tinggi pada menit 10 hingga 90, menyerupai

74

Universitas Sumatera Utara


efek yang diberikan oleh gel natrium diklofenak komersil. Efek tersebut terlihat

konstan hingga jam ke-8 dan sedikit menurun pada jam ke-10. Berbeda halnya

dengan kelompok gel natrium diklofenak komersil dimana waktu respon nyeri

memiliki angka yang tinggi hingga jam ke-4 dan kemudian terus menurun dan

rendah hingga jam ke-10. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa transdermal

patch natrium diklofenak memiliki efek analgesik yang diperlama (sustained

effect), berbeda dengan gel natrium diklofenak komersil yang hanya memiliki

efek sekitar 6-8 jam. Aturan penggunaan dari gel natrium diklofenak komersil

yaitu 3-4 kali sehari dioleskan pada daerah yang nyeri.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan SPSS dengan Anova one way,

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (p

> 0,05). Uji lanjut LSD menunjukkan bahwa respon nyeri dari kelompok kontrol

negatif berbeda signifikan dengan kelompok patch natrium diklofenak dan

kelompok gel natrium diklofenak komersil (p < 0,05), dan kelompok patch

natrium diklofenak juga berbeda secara signifikan dengan kelompok gel natrium

diklofenak komersil (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa transdermal patch

natrium diklofenak memiliki aktivitas analgesik yang berbeda secara signifikan

bila dibandingkan dengan kontrol negatif dan gel natrium diklofenak komersil.

4.7 Hasil Uji Antiinflamasi

Uji antiinflamasi dilakukan dengan kelompok perlakuan yang sama dengan

uji analgesik yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan transdermal

75

Universitas Sumatera Utara


patch natrium diklofenak dan kelompok kontrol positif yaitu gel natrium

diklofenak komersil dengan 8 kali pengulangan pada setiap kelompok perlakuan.

Pengujian dilakukan dengan metode paw edema yaitu induksi menggunakan

karagenan 1% pada kaki hewan coba intra plantar, kemudian diukur volume kaki

dari waktu ke waktu selama 10 dan dilanjutkan keesokan harinya lagi setelah 24

jam dan diamati kembali selama 10 jam, hingga total waktu pengamatan adalah

33 jam. Hasil pengamatan volume udema kaki hewan coba dapat dilihat pada

Gambar 4.17, dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.

10,0
kontrol negatif

9,0 patch ND

Gel ND komersil
8,0
Volume (ml)

7,0

6,0

5,0

4,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Waktu (jam)

Gambar 4.17 Grafik Volume udem pada uji antiinflamasi

Merujuk pada Gambar 4.17 diatas tampak bahwa kelompok perlakuan

transdermal patch natrium diklofenak memberikan volume udem kaki hewan

coba yang kecil pada jam ke-2, dan terus menurun hingga jam ke-33. Gel natrium

diklofenak memberikan ukuran volume udem yang lebih kecil pada menit yang

76

Universitas Sumatera Utara


sama, tetapi ukuran volume udem meningkat hingga jam ke-8, lalu menurun

kembali hingga jam ke-33. Hal ini menunjukkan bahwa transdermal patch

natrium diklofenak mampu mengurangi udem/radang pada kaki hewan coba sama

halnya dengan gel natrium diklofenak komersil. Pada jam ke-10 terlihat bahwa

transdermal patch natrium diklofenak lebih cepat mengurangi volume udem

dibandingkan dengan gel ND komersil. Hal ini dikarenakan penetrasi obat dari

matriks patch yang terjadi secara perlahan-lahan, sedangkan gel komersil

mengalami penetrasi obat yang segera. Gambar udem kaki hewan coba dapat

dilihat pada Gambar 4.18., 4.19., dan 4.20.

Gambar 4.18
Foto Udem kaki
tikus pada
kelompok
kontrol negatif.
(a) jam ke-1, (b)
jam ke-10, (c)
jam ke-24, (d)
jam ke-33

a b c d

Gambar 4.19 Foto Udem kaki tikus pada


kelompok patch natrium diklofenak. (a) jam
ke-1, (b) jam ke-10, (c) jam ke-24, (d) jam
ke-33
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
a b d
c
aplikasi SPSS secara Anova one way,

menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan

(p > 0,05), kemudian dari hasil lanjut uji post hoc LSD tampak bahwa kelompok

77

Universitas Sumatera Utara


patch natrium diklofenak memiliki rata-rata volume udem kaki hewan yang

berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif dan kelompok gel natrium

diklofenak komersil (p < 0,05) (Gambar 4.18). dengan demikian, perlakuan patch

natrium diklofenak memiliki efek dalam menurunkan ukuran volume udem kaki

hewan coba.

Gambar 4.20
Foto Udem kaki
tikus pada
kelompok gel
natrium
diklofenak
komersil. (a) jam
ke-1, (b) jam ke-
10, (c) jam ke-
24, (d) jam
a b c d
ke-33
Berdasarkan Gambar 4.21, dapat

dilihat bahwa patch natrium diklofenak memiliki persen udem yang lebih kecil

dibandingkan dengan gel natrium diklofenak komersil. Hal ini disebabkan patch

dirancang menggunakan komposisi polimer lipofilik (EC) yang lebih banyak

dibandingkan dengan polimer hidrofilik (PVP), sehingga obat ditahan didalam

polimer lipofilik untuk perlahan dilepaskan oleh polimer hidrofilik dan juga

enhancer propilen glikol yang bersifat hidrofilik. Berdasarkan uji statistik post

hock LSD menunjukkan bahwa perlakuan patch natrium diklofenak memiliki

persen radang yang berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif

dan kelompok gel natrium diklofenak komersil (p < 0,05).

78

Universitas Sumatera Utara


100,0
kontrol negatif
90,0
80,0 Patch ND
Persen Udem (%)
70,0 Gel ND komersil
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Waktu (jam)

Gambar 4.21 Grafik Persen Radang pada uji antiinflamasi

79

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

a. transdermal patch natrium diklofenak telah berhasil dibuat menjadi bentuk

matriks dengan campuran polimer lipofilik (etil selulosa) dan hidrofilik

(polivinil pirolidon) menggunakan enhancer/plastizer propilen glikol, yang

memiliki karakteristik yang baik. Penggunaan propilen glikol yang semakin

tinggi memberikan pengaruh terhadap patch yaitu bobot, ketebalan, moisture

content, swelling dan daya tahan lipat.

b. obat natrium diklofenak kompatibel dengan eksipien yang digunakan berupa

polimer etil selulosa dan polivinil pirolidon berdasarkan uji FT-IR, XRD dan

DSC. Terlihat adanya sedikit perubahan bentuk dari kristal natrium

diklofenak menjadi sedikit amorf yang berarti kelarutan natrium diklofenak

menjadi lebih baik.

c. transdermal patch natrium diklofenak mampu berpenetrasi dengan baik

menggunakan kulit perut kelinci dengan sel difusi franz. Penetrasi paling

tinggi diberikan oleh formula 4 yang mengandung konsentrasi propilen glikol

30%.

d. transdermal patch natrium diklofenak memiliki aktifitas analgesik hingga 10

jam, serta memiliki aktivitas antiinflamasi, dengan efek yang lebih lama

dibandingkan gel natrium diklofenak komersil.

80

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan pengujian stabilitas

transdermal patch natrium diklofenak untuk melihat daya simpannya. Uji

farmakokinetik dan biofarmasetika juga dapat dilakukan untuk mengetahui profil

obat di dalam darah dari waktu ke waktu. Pengujian penetrasi dari transdermal

patch natrium diklofenak juga dapat dilanjutkan hingga 24 jam dengan

meningkatkan dosis natrium diklofenak, sehingga diharapkan patch dapat

digunakan selama 24 jam untuk mengurangi rejimen penggunaan obat serta

meningkatkan kepatuhan pasien. Uji iritasi dari penggunaan patch juga perlu

diteliti untuk melihat tingkat keamanan dari polimer dan eksipien lainnya yang

digunakan dalam patch.

81

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Ahmed T.A. and El-Say K.M., (2014). Development of Alginate-Reinforced


Chitosan Nanoparticles Crosslinking technique for Transdermal
Delivery of Rabeprazole.Life Sciences. 110: 35-43
Alkilani A.Z., McCrudden M.T.C., and Donnelly R.F. (2015). Transdermal Drug
Delivery: Innovative Pharmaceutical Developments Based On
Disruption of the Barrier Properties Of The Stratum Corneum.
Pharmaceutics (7): 438-470
Ameliana, L. (2013). Pengembangan Sediaan Trandermal Patch Meloksikam
Tipe Matriks Dalam Beberapa Kombinasi Polimer. Universitas Jember
Botting R, and Ayoub S.S., (2005). COX-3 and The Mechanism Of Action Of
Paracetamol/Acetaminophen. Prostaglandins, Leukotrienes and
Essential Fatty Acids (72): 85–87
El Nabarawy N.A., Elmonem R.A.A., and Enin H.A.A., (2014). Development Of
Economic Transdermal Patches Containing Lornoxicam For Treatment
Of Acute And Chronic Inflammatory Models In Albino Rats (A
Preclinical Study). International Journal of Pharmaceutical Sciences
and Research, Vol. 5(10): 4195-4202.
Fernandez, B.R., (2011). Nanomaterial: Sintesis, Karakterisasi, Sifat dan
Peralatan Elektronik. Tesis. Padang: Program Studi Kimia Pascasarjan.
Universitas Andalas Padang.
Gilman, A. G., (2007). Goodman dan Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 157-162.
Jadhaav, K.J., and Sreenivas, S.A. (2012). Review on Chemical Permeation
Enhancer Used Transdermal Drug Delivery System. International
Journal of Science Innovations and Discoveries. 6: 204-217.
Joshi S.A., Jalalpure S.S., Kempwade A.A., Peram M.R., (2017). Fabrication And
In-Vivo Evaluation Of Lipid Nanocarriers Based Transdermal Patch Of
Colchicine. Journal of Drug Delivery Science and Technology, 41 : 444-
453
Koyi, P., and Arshad B.K. (2013). Buccal Patches: A Review. International
Journal of Pharmaceutical Science Research. 4 : 83-89.
Kumar, K.P., Bhowmik, D., and Chandira, C. B. (2010). Transdermal Drug
Delivery System-A Novel Drug Delivery System and Its Market Scope
and Opportunities. International Journal of Pharma and Bio Sciences.
1(2): 1-21.
Lakhani P., Bahl R.,, and Bafna P. (2015). Transdermal Patches: Physiochemical
and In-Vitro Evaluation Methods. International Journal Of
Pharmaceutical Sciences Research. 6 (5) : 1826 -1836

82

Universitas Sumatera Utara


Latheeshjlal. L, et al, (2011). Transdermal Drug Delivery System : An Overview.
International Jurnal of PharmTech Research. 4 (4) : 2140 – 2148
Mahajan, N. M., Zode, G. H., Mahapatra, D. K., Thakre, S., Dumore, N., &
Gangane, P. S. (2018). Formulation development and evaluation of
transdermal patch of piroxicam for treating dysmenorrhoea. 8(11), 35–
41. https://doi.org/10.7324/JAPS.2018.81105
Maurya, A., & Murthy, S. N. (2014). Pretreatment with Skin Permeability
Enhancers : Importance of Duration and Composition on the Delivery of
Diclofenac Sodium. 1497–1503. https://doi.org/10.1002/jps.23938
Munoz MD, Castan H, Ruiz MZ, dan Morales ME, (2017). Design, development
and characterization of transdermal patch of methadone. Journal of Drug
Delivery Science and Technology: 132 145
Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi.
Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 177-195.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar.
Jakarta: Widya Medika. Halaman 200:407-415.
Neal, M.J. 2006. At a Galance Farmakologi Medis. Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Halaman 38-42.
Prausnitz MR, and Langer R, (2009). Transdermal Drug Delivery. Nat
Biotechnol, 26 (11):1261-1268
Rajabalaya R., Khanam J., and Nanda A., (2008). Design of a matrix patch
formulation for long-acting permeation of diclofenac potassium. Asian
Journal of Pharmaceutical Sciences 3 (1): 30-39
Ramteke, K.H., Dhole S.N., and Patil S.V. (2012). Transdermal Drug Delivery
System A Review. Journal of Advanced Scientific Research. 3(1): 22-35.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Sachan R., and Bajpai M., (2013). Transdermal Drug Delivery System: A Review.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and
Life Sciences. 3 (1): 748 - 765
Mert, T., Gunes, Y., & Gunay, I. (2007). Local analgesic efficacy of tramadol
following intraplantar injection. European Journal of Pharmacology, 558(1–
3), 68–72. https://doi.org/10.1016/j.ejphar.2006.11.055
Saravanan, M., Bhaskar, K., & Maharajan, G. (2011). Development of gelatin
microspheres loaded with diclofenac sodium for intra-articular
administration. Journal of Drug Targeting, 19(2), 96–103.
https://doi.org/10.3109/10611861003733979
Sharma M. (2019). Transdermal and Intravenous Nano Drug Delivery Systems:
Present and Future. Applications of Targeted Nano Drugs and Delivery
Systems: 499 – 550

83

Universitas Sumatera Utara


Shet, N.S.and Mistry, R.B., (2011). Formulation and evaluation of transdermal
patches and to study permeation enhancement effect of eugenol. Journal
of Applied Pharmaceutical Science. 1(03) : 96-101
Shravan, Kumar, Murali K, Nagaraju T, Gowthami R, and Rajashekar M. (2012).
Comprehensive Review on Buccal Delivery. International Journal of
Pharmacy. 2 (1) : 205-217.
Singh A.K., et.al. (2019). Engineering Nanomaterials for Smart Drug Release:
Recent Advances and Challenges. Applications of Targeted Nano Drugs
and Delivery Systems: 441 – 449
Taghizadeh SM,, Bajgholi S. (2011). A New Liposomal-Drug-in-Adhesive Patch
for Transdermal Delivery of Sodium Diclofenac. Journal of
Biomaterials and Nanobiotechnology. Vol 2: 576 – 581
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo. Halaman 312-313 dan 330-334.
Trevor A.J., Katzung B.G., and Kruidering-Hall M. (2015). Katzung and Trevor’s
Pharmacology Examination and Broad Review, Eleventh Edition. Mc
Graw Hill Education.
Wilmana, P.F., dan Gan, S. (2007). Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflmasi
Nonsteroid dan Obat gangguan Sendi Lainnya. Dalam buku
Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Editor: Sulistia Gan Gunawan.
Jakarta: Gaya Baru. Hal. 230-246.
World Health Organization. (2003). Adherence to Long-Term Therapies Evidence
for Action. WHO. Halaman 1-3.
World Health Organization. (2015). Chronic Rheumatic Conditions. Available on:
http://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/
Yadav, V., M, S. A.B., Y, M., dan V, Prasanth. (2012). Transdermal Drug
Delivery: A Technical Writeup. Journal of Pharmaceutical and
Scientific Innovation. 1(1): 5-12.
Yogananda R., and Rakesh B. (2012). An Overview on Mucoadhesive Buccal
Patches. International Journal of Universal Pharmacy and Life Sciences.
Vol 2 (2) :348-373.
Zhang Y., Cun D., Kong X., dan Fang L., (2014). Design and Evaluation of a
Novel Transdermal Patch Containing Diclofenac and Teriflunomide for
Rheumatoid Arthritis Therapy. . 58 (11): 1466 – 1473.

84

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Pembuatan Transdermal Patch Natrium Diklofenak

85

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Hasil Pengujian Ketebalan Patch
Tabel hasil uji ketebalan patch Formula 1 (propilenglikol 0%)
Tempat pengukuran Replikasi 1 (mm) Replikasi 2 (mm) Replikasi 3 (mm)
Titik 1 0,15 0,16 0,15
Titik 2 0,15 0,16 0,16
Titik 3 0,16 0,16 0,16
Rata-rata 0,15 0,16 0,16
SD 0.0006 0.0000 0.0006
Rata-rata ± SD 0,15 ± 0,0006 0,16 ± 0,0000 0,16 ± 0,0006
Total Rata-rata ± SD 0,16 ± 0,0003

Tabel hasil uji ketebalan patch Formula 2 (propilenglikol 10%)


Tempat pengukuran Replikasi 1 (mm) Replikasi 2 (mm) Replikasi 3 (mm)
Titik 1 0,17 0,17 0,17
Titik 2 0,17 0,17 0,17
Titik 3 0,17 0,18 0,17
Rata-rata 0,17 0,17 0,17
SD 0,0000 0,0006 0,0000
Rata-rata ± SD 0,17 ± 0,0000 0,017 ± 0,0006 0,17 ± 0,0000
Total Rata-rata ± SD 0,17 ± 0,0002

Tabel hasil uji ketebalan patch Formula 3 (propilenglikol 20%)


Tempat pengukuran Replikasi 1 (mm) Replikasi 2 (mm) Replikasi 3 (mm)
Titik 1 0,18 0,18 0,19
Titik 2 0,18 0,18 0,18
Titik 3 0,18 0,18 0,18
Rata-rata 0,18 0,18 0,18
SD 0,0000 0,0000 0,0006
Rata-rata ± SD 0,18 ± 0,0000 0,18 ± 0,0001 0,18 ± 0,0006
Total Rata-rata ± SD 0,18 ± 0,0002

Tabel hasil uji ketebalan patch Formula 4 (propilenglikol 30%)


Tempat pengukuran Replikasi 1 (mm) Replikasi 2 (mm) Replikasi 3 (mm)
Titik 1 0,19 0,19 0,19
Titik 2 0,19 0,20 0,19
Titik 3 0,20 0,19 0,19
Rata-rata 0,19 0,19 0,19
SD 0,0006 0,0006 0,0000
Rata-rata ± SD 0,19 ± 0,0006 0,19 ± 0,0006 0,19 ± 0,0000
Total Rata-rata ± SD 0,19 ± 0,0002

86

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Hasil Pengujian Bobot Transdermal Patch Natrium Diklofenak

Tabel pengukuran bobot patch


Bobot (mg)
Formula Rata-rata ± SD
patch 1 patch 2 patch 3 patch 4 patch 5
F1 80,7 80,5 81,1 80,8 81,0 80,8 ± 0,23
F2 81,1 81,3 81,3 81,5 81,4 81,3 ± 0,14
F3 82,1 82,0 82,0 82,1 82,2 82,1 ± 0,07
F4 83,0 82,6 82,8 83,0 82,5 82,8 ± 0,22
Ket :
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer

87

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Hasil Pengujian Kadar Obat dalam Patch dari tiap Formula
Tabel pengujian Kadar Natrium diklofenak dalam patch

Formula Replikasi Absorbansi Konsentrasi Kadar Natrium


(ppm) diklofenak (%)
1 0.634 34.40 95.55
2 0.641 34.77 96.59
F1
3 0.638 34.61 96.14
Persen Kadar Rata-Rata±SD 96,09 ± 0,5188
1 0.638 34.61 96.14
2 0.636 34.51 95.85
F2
3 0.633 34.35 95.40
Persen Kadar Rata-Rata±SD 95,80 ± 0,3718
1 0.64 34.72 96.44
2 0.641 34.77 96.59
F3
3 0.639 34.66 96.29
Persen Kadar Rata-Rata±SD 96,44 ± 0,1477
1 0.637 34.56 96.00
2 0.638 34.61 96.14
F4
3 0.642 34.82 96.73
Persen Kadar Rata-Rata±SD 96,29 ± 0,3909

Ket:
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer

Perhitungan kadar obat dalam patch:


Bobot obat dalam tiap patch 1,8 mg
Kadar obat dalam pelarut 50 ml = 1,8 mg x 1000 = 36 mcg/ml (ppm)
50 ml

Konsentrasi obat dalam patch formula 1 (dihitung menggunakan persamaan


regresi linier dari penetapan kurva kalibrasi y = 0,0188x – 0,0127 ) =
Konsentrasi obat = 0,634+0,0127 = 34 ppm
0,0188
Kadar obat = 34 ppm x 100% = 95,55%
36 ppm

88

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Hasil Pengujian Moisture Content Transdermal Patch Natrium
Diklofenak
Tabel Pengukuran moisture content
Bobot Patch
Formula Replikasi Moisture content (%)
Sebelum Sesudah
F1 1 80.9 79.8 1.36
2 80.7 79.7 1.24
3 80.8 79.9 1.11
Rata-rata ±SD 1.24 ± 0.1229
F2 1 81.4 80.4 1.23
2 81.8 80.1 2.08
3 81.7 80.5 1.47
Rata-rata ±SD 1.59 ± 0.4380
F3 1 82.4 81.1 1.58
2 82.6 80.6 2.42
3 82.8 80.9 2.29
Rata-rata ±SD 2.10 ± 0.4549
F4 1 83.2 81.7 1.80
2 83.0 81.2 2.17
3 83.6 81.5 2.51
Rata-rata ±SD 2.16 ± 0.3546
Ket:
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer

Perhitungan Moisture content formula 1 Replikasi 1

Moisture content = bobot sebelum – bobot sesudah x 100%


Bobot sebelum

= 80,9 mg – 79,8 mg x 100% = 1.36%


80,9 mg

89

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Hasil Pengujian Swelling Transdermal Patch Natrium Diklofenak

Tabel penimbangan bobot patch setelah perendamam


bobot bobot setelah perendaman menit ke- (mg)
formula replikasi awal
(mg) 5 10 15 30 60 90
1 79.7 80.9 81.32 81.78 81.78 81.79 81.78
2 79.7 80.9 81.22 81.98 81.99 81.97 81.98
1 3 79.9 81.2 81.4 81.99 81.98 81.98 81.99
Rata2 79.77 81.00 81.31 81.92 81.92 81.91 81.92
SD 0.12 0.17 0.09 0.12 0.12 0.11 0.12
1 80.3 81.7 82.12 82.45 82.46 82.47 82.49
2 80.1 81.8 82.32 82.67 82.98 82.98 82.98
2 3 80.4 81.2 82.41 82.86 82.97 82.97 82.99
Rata2 80.27 81.57 82.28 82.66 82.80 82.81 82.82
SD 0.15 0.32 0.15 0.21 0.30 0.29 0.29
1 81.3 82.4 83.33 83.89 84.34 84.35 84.35
2 81.1 82.5 83.42 83.86 84.57 84.58 84.58
3 3 80.9 82.7 83.67 83.89 84.14 84.16 84.17
Rata2 81.10 82.53 83.47 83.88 84.35 84.36 84.37
SD 0.20 0.15 0.18 0.02 0.22 0.21 0.21
1 81.9 83.1 84.34 84.75 85.24 85.25 85.25
2 81.8 83.2 84.55 84.89 85.43 85.47 85.49
4 3 81.5 83.2 84.78 84.98 85.11 85.13 85.13
Rata2 81.73 83.17 84.56 84.87 85.26 85.28 85.29
SD 0.21 0.06 0.22 0.12 0.16 0.17 0.18

Ket:
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer

Perhitungan persen swelling


% swelling F1= Bobot Rata2 patch menit ke-90–Bobot Rata2 patch awal x100%
Bobot Rata2 patch awal
= 81,92 – 79,77 x 100% = 2,69%
79,77

90

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Kurva Penentuan Panjang Gelombang Natrium Diklofenak

91

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Hasil Uji Penetrasi Formula 1
Kadar obat dalam patch = 1.729 mcg
kadar dlm
penetrasi
waktu Kadar kadar X FP Sel Difusi faktor kadar
Abs. kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml) (x21) penambahan kumulatif
(%)
(mcg) (mcg) (mcg)
Replikasi 1
0 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.85
15 0.002 0.78 7.82 164.20 7.29 171.49 9.92
30 0.003 0.84 8.35 175.37 15.11 190.48 11.02
45 0.006 0.99 9.95 208.88 23.46 232.34 13.44
60 0.008 1.10 11.01 231.22 33.40 264.63 15.31
120 0.012 1.31 13.14 275.90 44.41 320.32 18.53
180 0.023 1.90 18.99 398.78 57.55 456.33 26.39
240 0.027 2.11 21.12 443.46 76.54 520.00 30.08
300 0.034 2.48 24.84 521.65 97.66 619.31 35.82
360 0.043 2.96 29.63 622.18 122.50 744.68 43.07
420 0.046 3.12 31.22 655.69 152.13 807.82 46.72
480 0.049 3.28 32.82 689.20 183.35 872.55 50.47
540 0.053 3.49 34.95 733.88 216.17 950.05 54.95
600 0.057 3.71 37.07 778.56 251.12 1029.68 59.55

92

Universitas Sumatera Utara


kadar
dlm
penetrasi
waktu Kadar kadar X FP Sel
Abs. kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml) Difusi faktor kadar
(%)
(x21) penambahan kumulatif
(mcg) (mcg) (mcg)
Replikasi
2
0 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.85
15 0.001 0.73 7.29 153.03 7.29 160.32 9.27
30 0.002 0.78 7.82 164.20 14.57 178.78 10.34
45 0.004 0.89 8.88 186.54 22.39 208.94 12.08
60 0.006 0.99 9.95 208.88 31.28 240.16 13.89
120 0.010 1.21 12.07 253.56 41.22 294.79 17.05
180 0.019 1.69 16.86 354.10 53.30 407.39 23.56
240 0.025 2.01 20.05 421.12 70.16 491.28 28.41
300 0.030 2.27 22.71 476.97 90.21 567.18 32.80
360 0.039 2.75 27.50 577.50 112.93 690.43 39.93
420 0.042 2.91 29.10 611.01 140.43 751.44 43.46
480 0.044 3.02 30.16 633.35 169.52 802.87 46.44
540 0.055 3.60 36.01 756.22 199.68 955.90 55.29
600 0.056 3.65 36.54 767.39 235.69 1003.09 58.02

93

Universitas Sumatera Utara


kadar
dlm Sel penetrasi
waktu Kadar kadar X FP
Abs. Difusi faktor kadar kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml)
(x21) penambahan kumulatif (%)
(mcg) (mcg) (mcg)
Replikasi 3
0 0.000 0.68 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.85
15 0.001 0.73 7.29 153.03 7.29 160.32 9.27
30 0.002 0.78 7.82 164.20 14.57 178.78 10.34
45 0.004 0.89 8.88 186.54 22.39 208.94 12.08
60 0.004 0.89 8.88 186.54 31.28 217.82 12.60
120 0.012 1.31 13.14 275.90 40.16 316.06 18.28
180 0.016 1.53 15.27 320.59 53.30 373.88 21.62
240 0.027 2.11 21.12 443.46 68.56 512.02 29.61
300 0.029 2.22 22.18 465.80 89.68 555.48 32.13
360 0.037 2.64 26.44 555.16 111.86 667.02 38.58
420 0.038 2.70 26.97 566.33 138.30 704.63 40.75
480 0.048 3.23 32.29 678.03 165.27 843.30 48.77
540 0.052 3.44 34.41 722.71 197.55 920.27 53.23
600 0.057 3.71 37.07 778.56 231.97 1010.53 58.45

94

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Lanjutan
Hasil Uji Penetrasi Formula 2
Kadar Obat dalam patch = 1.724 mcg

kadar dlm penetrasi


waktu Kadar kadar X FP faktor kadar
Abs. Sel Difusi kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml) penamba kumulatif
(x21) (mcg) (%)
han (mcg) (mcg)
Replikasi
1
0 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.88
10 0.005 0.94 9.41 197.71 7.29 205.00 11.89
15 0.007 1.05 10.48 220.05 16.70 236.76 13.73
30 0.014 1.42 14.20 298.24 27.18 325.43 18.88
45 0.022 1.85 18.46 387.61 41.38 428.99 24.88
60 0.038 2.70 26.97 566.33 59.84 626.17 36.32
120 0.043 2.96 29.63 622.18 86.81 708.99 41.12
180 0.053 3.49 34.95 733.88 116.44 850.32 49.32
240 0.055 3.60 36.01 756.22 151.38 907.61 52.65
300 0.058 3.76 37.61 789.73 187.39 977.13 56.68
360 0.065 4.13 41.33 867.93 225.00 1092.93 63.39
420 0.07 4.40 43.99 923.78 266.33 1190.11 69.03
480 0.071 4.45 44.52 934.95 310.32 1245.27 72.23
540 0.072 4.51 45.05 946.12 354.84 1300.96 75.46
600 0.073 4.56 45.59 957.29 399.89 1357.18 78.72
Replikasi 2
0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0 0
5 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.88
10 0.002 0.78 7.82 164.20 7.29 171.49 9.95
15 0.003 0.84 8.35 175.37 15.11 190.48 11.05
30 0.009 1.15 11.54 242.39 23.46 265.85 15.42
45 0.018 1.63 16.33 342.93 35.00 377.93 21.92
60 0.022 1.85 18.46 387.61 51.33 438.94 25.46
120 0.029 2.22 22.18 465.80 69.79 535.59 31.07
180 0.038 2.70 26.97 566.33 91.97 658.30 38.18
240 0.049 3.28 32.82 689.20 118.94 808.14 46.88
300 0.055 3.60 36.01 756.22 151.76 907.98 52.67
360 0.062 3.97 39.73 834.41 187.77 1022.18 59.29
420 0.066 4.19 41.86 879.10 227.50 1106.60 64.19
480 0.07 4.40 43.99 923.78 269.36 1193.14 69.21
540 0.071 4.45 44.52 934.95 313.35 1248.30 72.41
600 0.071 4.45 44.52 934.95 357.87 1292.82 74.99

95

Universitas Sumatera Utara


Replikasi 3
0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.002 0.78 7.82 164.20 0.00 164.20 9.52
10 0.005 0.94 9.41 197.71 7.82 205.53 11.92
15 0.006 0.99 9.95 208.88 17.23 226.12 13.12
30 0.013 1.37 13.67 287.07 27.18 314.26 18.23
45 0.024 1.95 19.52 409.95 40.85 450.80 26.15
60 0.031 2.32 23.24 488.14 60.37 548.51 31.82
120 0.042 2.91 29.10 611.01 83.62 694.63 40.29
180 0.048 3.23 32.29 678.03 112.71 790.74 45.87
240 0.052 3.44 34.41 722.71 145.00 867.71 50.33
300 0.059 3.81 38.14 800.90 179.41 980.32 56.86
360 0.063 4.03 40.27 845.59 217.55 1063.14 61.67
420 0.068 4.29 42.93 901.44 257.82 1159.26 67.24
480 0.069 4.35 43.46 912.61 300.74 1213.35 70.38
540 0.069 4.35 43.46 912.61 344.20 1256.81 72.90
600 0.07 4.40 43.99 923.78 387.66 1311.44 76.07

96

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Lanjutan
Hasil Uji Penetrasi Formula 3
Kadar obat dalam patch = 1.734 mcg
kadar
dlm Sel Penetrasi
waktu Kadar kadar X FP
Abs. Difusi faktor kadar kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml)
(x21) penambahan kumulatif (%)
(mcg) (mcg) (mcg)
Replikasi
1
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.001 0.73 7.29 153.03 0.00 153.03 8.82
10 0.018 1.63 16.33 342.93 7.29 350.21 20.17
15 0.022 1.85 18.46 387.61 23.62 411.22 23.69
30 0.023 1.90 18.99 398.78 42.07 440.85 25.39
45 0.033 2.43 24.31 510.48 61.06 571.54 32.92
60 0.044 3.02 30.16 633.35 85.37 718.72 41.40
120 0.045 3.07 30.69 644.52 115.53 760.05 43.78
180 0.05 3.34 33.35 700.37 146.22 846.60 48.77
240 0.061 3.92 39.20 823.24 179.57 1002.82 57.77
300 0.069 4.35 43.46 912.61 218.78 1131.38 65.17
360 0.069 4.35 43.46 912.61 262.23 1174.84 67.68
420 0.07 4.40 43.99 923.78 305.69 1229.47 70.82
480 0.078 4.82 48.24 1013.14 349.68 1362.82 78.50
540 0.079 4.88 48.78 1024.31 397.93 1422.23 81.93
600 0.081 4.98 49.84 1046.65 446.70 1493.35 86.02
Replikasi
2
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.006 0.99 9.95 208.88 0.00 208.88 12.03
10 0.016 1.53 15.27 320.59 9.95 330.53 19.04
15 0.02 1.74 17.39 365.27 25.21 390.48 22.49
30 0.023 1.90 18.99 398.78 42.61 441.38 25.43
45 0.03 2.27 22.71 476.97 61.60 538.56 31.02
60 0.035 2.54 25.37 532.82 84.31 617.13 35.55
120 0.042 2.91 29.10 611.01 109.68 720.69 41.51
180 0.054 3.55 35.48 745.05 138.78 883.83 50.91
240 0.06 3.87 38.67 812.07 174.26 986.33 56.82
300 0.066 4.19 41.86 879.10 212.93 1092.02 62.90
360 0.069 4.35 43.46 912.61 254.79 1167.39 67.25
420 0.071 4.45 44.52 934.95 298.24 1233.19 71.04

97

Universitas Sumatera Utara


480 0.074 4.61 46.12 968.46 342.77 1311.22 75.53
540 0.079 4.88 48.78 1024.31 388.88 1413.19 81.41
600 0.08 4.93 49.31 1035.48 437.66 1473.14 84.86
Replikasi
3
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.002 0.78 7.82 164.20 0.00 164.20 9.46
10 0.005 0.94 9.41 197.71 7.82 205.53 11.84
15 0.006 0.99 9.95 208.88 17.23 226.12 13.03
30 0.01 1.21 12.07 253.56 27.18 280.74 16.17
45 0.024 1.95 19.52 409.95 39.26 449.20 25.88
60 0.036 2.59 25.90 543.99 58.78 602.77 34.72
120 0.045 3.07 30.69 644.52 84.68 729.20 42.00
180 0.054 3.55 35.48 745.05 115.37 860.43 49.56
240 0.056 3.65 36.54 767.39 150.85 918.24 52.89
300 0.059 3.81 38.14 800.90 187.39 988.30 56.93
360 0.068 4.29 42.93 901.44 225.53 1126.97 64.92
420 0.071 4.45 44.52 934.95 268.46 1203.40 69.32
480 0.071 4.45 44.52 934.95 312.98 1247.93 71.89
540 0.075 4.66 46.65 979.63 357.50 1337.13 77.02
600 0.079 4.88 48.78 1024.31 404.15 1428.46 82.28

98

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Lanjutan
Hasil Uji Penetrasi Formula 4
Kadar obat dalam patch = 1.733 mcg
kadar dlm
faktor kadar Penetrasi
waktu Kadar kadar X FP Sel Difusi
Abs. penambahan kumulatif kumulatif
(menit) (mcg/ml) (10)(mcg/ml) (x21)
(mcg) (mcg) (%)
(mcg)
Replikasi 1
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.006 0.99 9.95 208.88 0.00 208.88 12.05
10 0.019 1.69 16.86 354.10 9.95 364.04 21.01
15 0.03 2.27 22.71 476.97 26.81 503.78 29.07
30 0.035 2.54 25.37 532.82 49.52 582.34 33.60
45 0.039 2.75 27.50 577.50 74.89 652.39 37.65
60 0.046 3.12 31.22 655.69 102.39 758.09 43.74
120 0.049 3.28 32.82 689.20 133.62 822.82 47.48
180 0.054 3.55 35.48 745.05 166.44 911.49 52.60
240 0.062 3.97 39.73 834.41 201.91 1036.33 59.80
300 0.069 4.35 43.46 912.61 241.65 1154.26 66.60
360 0.071 4.45 44.52 934.95 285.11 1220.05 70.40
420 0.073 4.56 45.59 957.29 329.63 1286.91 74.26
480 0.074 4.61 46.12 968.46 375.21 1343.67 77.53
540 0.077 4.77 47.71 1001.97 421.33 1423.30 82.13
600 0.083 5.09 50.90 1068.99 469.04 1538.03 88.75
Replikasi 2
0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.005 0.94 9.41 197.71 0.00 197.71 11.41
10 0.017 1.58 15.80 331.76 9.41 341.17 19.69
15 0.027 2.11 21.12 443.46 25.21 468.67 27.04
30 0.034 2.48 24.84 521.65 46.33 567.98 32.77
45 0.041 2.86 28.56 599.84 71.17 671.01 38.72
60 0.044 3.02 30.16 633.35 99.73 733.09 42.30
120 0.049 3.28 32.82 689.20 129.89 819.10 47.26
180 0.052 3.44 34.41 722.71 162.71 885.43 51.09
240 0.059 3.81 38.14 800.90 197.13 998.03 57.59
300 0.068 4.29 42.93 901.44 235.27 1136.70 65.59
360 0.073 4.56 45.59 957.29 278.19 1235.48 71.29
420 0.075 4.66 46.65 979.63 323.78 1303.40 75.21
480 0.076 4.72 47.18 990.80 370.43 1361.22 78.55
540 0.08 4.93 49.31 1035.48 417.61 1453.09 83.85
600 0.083 5.09 50.90 1068.99 466.91 1535.90 88.63
Replikasi 3

99

Universitas Sumatera Utara


0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.006 0.99 9.95 208.88 0.00 208.88 12.05
10 0.019 1.69 16.86 354.10 9.95 364.04 21.01
15 0.025 2.01 20.05 421.12 26.81 447.93 25.85
30 0.029 2.22 22.18 465.80 46.86 512.66 29.58
45 0.039 2.75 27.50 577.50 69.04 646.54 37.31
60 0.047 3.18 31.76 666.86 96.54 763.40 44.05
120 0.057 3.71 37.07 778.56 128.30 906.86 52.33
180 0.06 3.87 38.67 812.07 165.37 977.45 56.40
240 0.066 4.19 41.86 879.10 204.04 1083.14 62.50
300 0.073 4.56 45.59 957.29 245.90 1203.19 69.43
360 0.074 4.61 46.12 968.46 291.49 1259.95 72.70
420 0.076 4.72 47.18 990.80 337.61 1328.40 76.65
480 0.077 4.77 47.71 1001.97 384.79 1386.76 80.02
540 0.083 5.09 50.90 1068.99 432.50 1501.49 86.64
600 0.084 5.14 51.44 1080.16 483.40 1563.56 90.22

100

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Lanjutan Perhitungan Persen Penetrasi Kumulatif
Contoh Perhitungan Persen penetrasi kumulatif Formula 1 replikasi 1 menit ke-15
Absorbansi = 0,002
Persamaan regresi linier y = 0,0188x – 0,0127
Kadar obat = 0,002+0,0127 = 0,78 mcg/ml (ppm)
0,0188
Kadar obat dalam pengenceran (FP) = 0,78 mcg/ml x 10 ml = 7,82 mcg/ml
Kadar obat dalam sel difusi franz = 7,82 ppm x 21 ml = 164,20 mcg
Faktor penambahan adalah kadar obat pada menit sebelumnya = 7,29 mcg
Maka, kadar kumulatif obat yang terpenetrasi = 164,20 mcg + 7,29 mcg
= 171,49 mcg
Persen penetrasi kumulatif obat = kadar kumulatif x 100%
Kadar obat dalam patch
= 153,03 mcg x 100% = 8,85%
1.729 mcg
Lalu dihitung rata-rata persen penetrasi kumulatif dari replikasi 1, 2 dan 3

101

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Hasil Perhitungan AUC (Area Under The Curve)
Tabel AUC Formula 1
waktu Kadar Obat (mcg/ml) AUC (mcg/ml.menit)
(menit Replika Replika Replika Replika Replika Replika RATA2 SD
) si 1 si 2 si 3 si 1 si 2 si 3
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 7.29 7.29 7.29 18.22 18.22 18.22 18.22 0.00
15 7.82 7.29 7.29 37.77 36.44 36.44 36.88 0.77
30 8.35 7.82 7.82 121.28 113.30 113.30 115.96 4.61
45 9.95 8.88 8.88 137.23 125.27 125.27 129.26 6.91
60 11.01 9.95 8.88 157.18 141.22 133.24 143.88 12.19
120 13.14 12.07 13.14 724.47 660.64 660.64 681.91 36.85
180 18.99 16.86 15.27 963.83 868.09 852.13 894.68 60.41
1134.0
240 21.12 20.05 21.12 1203.19 1107.45 1091.49 4 60.41
1320.2
300 24.84 22.71 22.18 1378.72 1282.98 1298.94 1 51.30
1532.9
360 29.63 27.50 26.44 1634.04 1506.38 1458.51 8 90.74
1708.5 112.0
420 31.22 29.10 26.97 1825.53 1697.87 1602.13 1 8
1825.5
480 32.82 30.16 32.29 1921.28 1777.66 1777.66 3 82.92
2006.3
540 34.95 36.01 34.41 2032.98 1985.11 2001.06 8 24.38
2160.6
600 37.07 36.54 37.07 2160.64 2176.60 2144.68 4 15.96
13709.
Total AUC 14316.4 13497.2 13313.7 1 34.97

102

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Lanjutan
Tabel AUC Formula 2
waktu Kadar Obat (mcg/ml) AUC (mcg/ml.menit)
(menit) Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi RATA2 SD
1 2 3 1 2 3
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 7.29 7.29 7.82 18.22 18.22 19.55 18.66 0.77
10 9.41 7.82 9.41 41.76 37.77 43.09 40.87 2.77
15 10.48 8.35 9.95 49.73 40.43 48.40 46.19 5.03
30 14.20 11.54 13.67 185.11 149.20 177.13 170.48 18.85
45 18.46 16.33 19.52 244.95 209.04 248.94 234.31 21.97
60 26.97 18.46 23.24 340.69 260.90 320.74 307.45 41.52
120 29.63 22.18 29.10 1697.87 1219.15 1570.21 1495.74 247.90
180 34.95 26.97 32.29 1937.23 1474.47 1841.49 1751.06 244.28
240 36.01 32.82 34.41 2128.72 1793.62 2001.06 1974.47 169.13
300 37.61 36.01 38.14 2208.51 2064.89 2176.60 2150.00 75.41
360 41.33 39.73 40.27 2368.09 2272.34 2352.13 2330.85 51.30
420 43.99 41.86 42.93 2559.57 2447.87 2495.74 2501.06 56.04
480 44.52 43.99 43.46 2655.32 2575.53 2591.49 2607.45 42.22
540 45.05 44.52 43.46 2687.23 2655.32 2607.45 2650.00 40.16
600 45.59 44.52 43.99 2719.15 2671.28 2623.40 2671.28 47.87
Total AUC 21842.2 19890.0 21117.4 20949.9 66.58

103

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Lanjutan
Tabel AUC Formla 3

Kadar Obat (mcg/ml) AUC (mcg/ml.menit)


waktu Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi RATA2 SD
(menit) 1 2 3 1 2 3
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 7.29 9.95 7.82 18.22 24.87 19.55 20.88 3.52
10 16.33 15.27 9.41 59.04 63.03 43.09 55.05 10.55
15 18.46 17.39 9.95 86.97 81.65 48.40 72.34 20.90
30 18.99 18.99 12.07 280.85 272.87 165.16 239.63 64.61
45 24.31 22.71 19.52 324.73 312.77 236.97 291.49 47.59
60 30.16 25.37 25.90 408.51 360.64 340.69 369.95 34.85
120 30.69 29.10 30.69 1825.53 1634.04 1697.87 1719.15 97.50
180 33.35 35.48 35.48 1921.28 1937.23 1985.11 1947.87 33.22
240 39.20 38.67 36.54 2176.60 2224.47 2160.64 2187.23 33.22
300 43.46 41.86 38.14 2479.79 2415.96 2240.43 2378.72 123.95
360 43.46 43.46 42.93 2607.45 2559.57 2431.91 2532.98 90.74
420 43.99 44.52 44.52 2623.40 2639.36 2623.40 2628.72 9.21
480 48.24 46.12 44.52 2767.02 2719.15 2671.28 2719.15 47.87
540 48.78 48.78 46.65 2910.64 2846.81 2735.11 2830.85 88.85
600 49.84 49.31 48.78 2958.51 2942.55 2862.77 2921.28 51.30
Total AUC 23448.5 23035.0 22262.4 22915.3 47.3681

104

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Lanjutan
Tabel AUC Formula 4

Kadar Obat (mcg/ml) AUC (mcg/ml.menit)


waktu Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi RATA2 SD
(menit) 1 2 3 1 2 3
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 9.95 9.41 9.95 24.87 23.54 24.87 24.42 0.77
10 16.86 15.80 16.86 67.02 63.03 67.02 65.69 2.30
15 22.71 21.12 20.05 98.94 92.29 92.29 94.50 3.84
30 25.37 24.84 22.18 360.64 344.68 316.76 340.69 22.21
45 27.50 28.56 27.50 396.54 400.53 372.61 389.89 15.10
60 31.22 30.16 31.76 440.43 440.43 444.41 441.76 2.30
120 32.82 32.82 37.07 1921.28 1889.36 2064.89 1958.51 93.50
180 35.48 34.41 38.67 2048.94 2017.02 2272.34 2112.77 139.11
240 39.73 38.14 41.86 2256.38 2176.60 2415.96 2282.98 121.88
300 43.46 42.93 45.59 2495.74 2431.91 2623.40 2517.02 97.50
360 44.52 45.59 46.12 2639.36 2655.32 2751.06 2681.91 60.41
420 45.59 46.65 47.18 2703.19 2767.02 2798.94 2756.38 48.75
480 46.12 47.18 47.71 2751.06 2814.89 2846.81 2804.26 48.75
540 47.71 49.31 50.90 2814.89 2894.68 2958.51 2889.36 71.96
600 50.90 50.90 51.44 2958.51 3006.38 3070.21 3011.70 56.04
Total AUC 23977.8 24017.7 25120.1 24371.9 49.0272

105

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Lanjutan
Perhitungan AUC dari penetrasi obat
Contoh perhitungan AUC Formula 1 replikasi 1 menit ke 15
Rumus :

keterangan:

[AUC] = Area Under Curve


Cp1 = konsentrasi samper pertama
Cp2 = konsentrasi sampel kedua
Cp3 = konsentrasi sampel ketiga
t1 = waktu pengambilan sampel pertama
t2 = waktu pengambilan sampel kedua
t3 = waktu pengambilan sampel ketiga

AUC menit ke 15 = (Cp menit ke-10+Cp menit ke-15) x (15 menit-10 menit)
2
= (7,29 mcg/ml + 7,28 mcg/ml) x (15-10) = 37,77 mcg/ml.menit
2
Lalu dihitung rata-rata dari replikasi 1, 2, dan 3, selanjutnya dihitung total AUC
dari menit pertama hingga terakhir.

106

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Hasil Perhitungan Orde Kinetika
Tabel Orde Kinetika Formula 1

penetrasi kumulatif (%) rata2


Logarit Logaritma
penetrasi standar Akar
waktu replikasi ma %
replikasi 2 replikasi 3 kumulatif deviasi Waktu
1 Waktu kumulatif
(%)
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.24 0.70 0.00
10 8.85 8.85 8.85 8.85 0.00 3.16 1.00 0.95
15 9.92 9.27 9.27 9.49 0.37 3.87 1.18 0.98
30 11.02 10.34 10.34 10.57 0.39 5.48 1.48 1.02
45 13.44 12.08 12.08 12.54 0.78 6.71 1.65 1.10
60 15.31 13.89 12.60 13.93 1.35 7.75 1.78 1.14
120 18.53 17.05 18.28 17.95 0.79 10.95 2.08 1.25
180 26.39 23.56 21.62 23.86 2.40 13.42 2.26 1.38
240 30.08 28.41 29.61 29.37 0.86 15.49 2.38 1.47
300 35.82 32.80 32.13 33.58 1.97 17.32 2.48 1.53
360 43.07 39.93 38.58 40.53 2.30 18.97 2.56 1.61
420 46.72 43.46 40.75 43.65 2.99 20.49 2.62 1.64
480 50.47 46.44 48.77 48.56 2.02 21.91 2.68 1.69
540 54.95 55.29 53.23 54.49 1.11 23.24 2.73 1.74
600 59.55 58.02 58.45 58.67 0.79 24.49 2.78 1.77

107

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Grafik Orde dari Formula 1

Orde Nol F1 Orde Satu F1


80 2,5
% pelepasan kumulatif

Log % pelepasan kumulatif


60 2,0
1,5
40
1,0 y = 0,0018x + 0,8835
20 y = 0,088x + 7,1034 0,5 R² = 0,6573
R² = 0,9852
0 0,0
0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit) Waktu (menit)

Kormeyer Peppas F1 Hyguchi F1


2,0 60
Log % pelepasan kumulatif

% pelepasan kumulatif
1,5
40
1,0
0,5 y = 0,623x + 0,0232 20
y = 2,1546x - 1,2044
R² = 0,8733 R² = 0,964
0,0
0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
0 5 10 15 20 25 30
Log Waktu Akar Waktu

106

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Tabel Orde Kinetika Formula 2

penetrasi kumulatif (%) rata2 Logaritma


penetrasi standar Akar Logaritma %
waktu replikasi replikasi replikasi
kumulatif deviasi Waktu Waktu penetrasi
1 2 3
(%) kumulatif
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 8.88 8.88 9.52 9.09 0.37 2.24 0.70 0.96
10 11.89 9.95 11.92 11.25 1.13 3.16 1.00 1.05
15 13.73 11.05 13.12 12.63 1.41 3.87 1.18 1.10
30 18.88 15.42 18.23 17.51 1.84 5.48 1.48 1.24
45 24.88 21.92 26.15 24.32 2.17 6.71 1.65 1.39
60 36.32 25.46 31.82 31.20 5.46 7.75 1.78 1.49
120 41.12 31.07 40.29 37.49 5.58 10.95 2.08 1.57
180 49.32 38.18 45.87 44.46 5.70 13.42 2.26 1.65
240 52.65 46.88 50.33 49.95 2.90 15.49 2.38 1.70
300 56.68 52.67 56.86 55.40 2.37 17.32 2.48 1.74
360 63.39 59.29 61.67 61.45 2.06 18.97 2.56 1.79
420 69.03 64.19 67.24 66.82 2.45 20.49 2.62 1.82
480 72.23 69.21 70.38 70.61 1.52 21.91 2.68 1.85
540 75.46 72.41 72.90 73.59 1.64 23.24 2.73 1.87
600 78.72 74.99 76.07 76.59 1.92 24.49 2.78 1.88

107

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Grafik Orde dari Formula 2

Orde Nol F2 Orde Satu F2


100,00 2,50

Log % pelepasan kumulatif


% pelepasan kumulatif

80,00 2,00
60,00 1,50

40,00 1,00 y = 0,0013x + 1,2361


y = 0,1118x + 17,447
R² = 0,941 0,50 R² = 0,7788
20,00
0,00 0,00
0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700

Waktu (menit) Waktu (menit)

Kormeyer Peppas F2 Hyguchi F2


2,00 80,00
Log % pelepasan Kumulatif

% pelepasan Kumulatif
1,50 60,00

1,00 40,00
y = 0,4647x + 0,6006 y = 2,9517x + 2,5248
0,50 R² = 0,9927 20,00
R² = 0,9953
0,00 0,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)

108

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Tabel Orde Kinetika Formula 3
rata2
penetrasi kumulatif (%) Logaritma
penetrasi Standar Akar Logaritma
waktu replikasi replikasi replikasi %
kumulatif Deviasi Waktu Waktu
1 2 3 kumulatif
(%)
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 8.82 12.03 9.46 10.10 1.70 2.24 0.70 1.00
10 20.17 19.04 11.84 17.02 4.52 3.16 1.00 1.23
15 23.69 22.49 13.03 19.74 5.84 3.87 1.18 1.30
30 25.39 25.43 16.17 22.33 5.33 5.48 1.48 1.35
45 32.92 31.02 25.88 29.94 3.65 6.71 1.65 1.48
60 41.40 35.55 34.72 37.22 3.64 7.75 1.78 1.57
120 43.78 41.51 42.00 42.43 1.19 10.95 2.08 1.63
180 48.77 50.91 49.56 49.75 1.08 13.42 2.26 1.70
240 57.77 56.82 52.89 55.83 2.58 15.49 2.38 1.75
300 65.17 62.90 56.93 61.67 4.26 17.32 2.48 1.79
360 67.68 67.25 64.92 66.61 1.48 18.97 2.56 1.82
420 70.82 71.04 69.32 70.39 0.93 20.49 2.62 1.85
480 78.50 75.53 71.89 75.31 3.31 21.91 2.68 1.88
540 81.93 81.41 77.02 80.12 2.69 23.24 2.73 1.90
600 86.02 84.86 82.28 84.39 1.91 24.49 2.78 1.93

109

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Grafik Orde Kinetika Formula 3

Orde Nol F3 Orde Satu F3


100 2,5
% pelepasan kumulatif

Log % pelepasan kumulatif


80 2,0
60 1,5
40 1,0 y = 0,0012x + 1,3435
y = 0,1139x + 22,329 R² = 0,7673
20 0,5
R² = 0,9381
0 0,0
0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit) Waktu (menit)

Kormeyer Peppas F3 Hyguchi F3


2,5 100

% Pelepasan kumulatif
Log % pelepasan kumulatif

2,0 80
1,5 60
1,0 y = 0,4103x + 0,781 40 y = 3,0339x + 6,9129
0,5 R² = 0,9888 20 R² = 0,9928

0,0 0
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 0 5 10 15 20 25 30
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)

110

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Tabel orde Kinetika Formula 4
rata2 Logaritma
penetrasi kumulatif (%)
penetrasi Akar Logaritma %
waktu replikasi replikasi replikasi SD
kumulatif Waktu Waktu penetrasi
1 2 3 (%) kumulatif
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 12.05 11.41 12.05 11.84 0.37 2.24 0.70 1.07
10 21.01 19.69 21.01 20.57 0.76 3.16 1.00 1.31
15 29.07 27.04 25.85 27.32 1.63 3.87 1.18 1.44
30 33.60 32.77 29.58 31.99 2.12 5.48 1.48 1.50
45 37.65 38.72 37.31 37.89 0.74 6.71 1.65 1.58
60 43.74 42.30 44.05 43.37 0.93 7.75 1.78 1.64
120 47.48 47.26 52.33 49.02 2.86 10.95 2.08 1.69
180 52.60 51.09 56.40 53.36 2.74 13.42 2.26 1.73
240 59.80 57.59 62.50 59.96 2.46 15.49 2.38 1.78
300 66.60 65.59 69.43 67.21 1.99 17.32 2.48 1.83
360 70.40 71.29 72.70 71.47 1.16 18.97 2.56 1.85
420 74.26 75.21 76.65 75.37 1.21 20.49 2.62 1.88
480 77.53 78.55 80.02 78.70 1.25 21.91 2.68 1.90
540 82.13 83.85 86.64 84.21 2.28 23.24 2.73 1.93
600 88.75 88.63 90.22 89.20 0.89 24.49 2.78 1.95

111

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Lanjutan
Grafik Orde Kinetika Formula 4

Orde Nol F4 Orde Satu F4


100 2,5
% pelepasan kumulatif

Log % Pelepasan kumulatif


80 2,0
60 1,5
40 y = 0,1107x + 28,313 1,0 y = 0,001x + 1,4399
R² = 0,9183 R² = 0,7224
20 0,5
0 0,0
0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit) Waktu (menit)

Kormeyer Peppas F4 Hyguchi F4


2,5 100

Log % Pelepasan kumulatif

% Pelepasan Kumulatif
2,0 80
1,5 60
1,0 40 y = 0,3621x + 0,9386 y = 2,9538x + 12,945
0,5 20 R² = 0,9697 R² = 0,9817
0,0 0
0,0 0,5 1,0 01,5 52,0 102,5 15
3,0 20 25 30
Log waktu (menit) Akar Waktu (menit)

112

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Hasil Uji Analgesik
Tabel Pengamatan Respon Nyeri

Respon Nyeri pada waktu perlakuan menit ke- (detik)


kelompok replikasi
10 20 30 40 50 60 90 120 180 240 300 360 420 480 540 600
1 6.9 7.2 4.5 5.4 5.7 6.4 6.3 5.3 5.7 6.4 6.7 7.2 5.9 6.3 6.9 5.8
2 3.8 2.3 5.6 5.8 6.7 6.8 5.3 5.5 5.9 6.8 5.6 5.6 7.6 6.7 6.5 5.7
3 5.9 6.9 6.3 6.2 6.9 8.5 6.9 4.8 6.4 5.7 6.2 5.8 6.3 6.5 5.5 7.5
4 6.3 6.5 7.8 6.9 7.5 7.2 6.5 5.6 7.2 5.5 6.6 6.5 7.8 5.4 6.3 6.9
kontrol
5 6.7 7.2 5.8 7.1 8.3 7.6 4.5 6.2 6.1 6.4 5.8 6.3 6.4 5.8 5.9 7.3
Negatif
6 6.3 7.1 6.5 5.9 6.8 6.5 5.3 4.3 6.3 6.6 5.4 6.8 6.7 6.7 6.9 7.2
7 6.4 7.8 6.6 6.5 7.5 5.6 5.7 5.2 5.6 6.9 7.4 5.7 5.7 6.8 5.2 5.7
8 4.6 7.5 7.9 7.8 4.5 5.5 4.6 4.1 6.5 7.4 7.3 5.5 5.3 5.8 5.8 5.6
Rata2 5.9 6.6 6.4 6.5 6.7 6.8 5.6 5.1 6.2 6.5 6.4 6.2 6.5 6.3 6.1 6.5
SD 1.1 1.8 1.1 0.8 1.2 1.0 0.9 0.7 0.5 0.6 0.8 0.6 0.9 0.5 0.6 0.8
1 10.3 12.4 13.4 10.3 14.2 14.6 15.3 14.1 15.2 16.5 14.8 14.1 14.6 13.4 14.7 12.3
2 9.9 10.8 12.8 14.5 11.4 12.2 12.6 13.5 15.7 16.2 14.2 15.2 14.3 13.8 14.4 13.4
3 12.3 13.6 10.5 14.5 11.8 12.5 14.3 13.8 14.6 13.6 14.7 15.7 14.4 15.4 14.1 13.6
Patch 4 10.4 11.5 14.2 13.6 13.6 13.2 15.6 14.2 14.2 14.7 15.5 15.6 15.2 14.8 13.6 12.1
Na.Diklofenak 5 11.2 10.3 13.4 13.8 13.2 14.7 16.2 13.2 13.8 15.3 16.3 13.7 14.8 15.7 14.6 12.6
PG 30% 6 11.5 12.4 13.7 14.5 14.3 12.6 15.8 14.7 15.9 14.9 15.8 16.3 15.7 15.6 13.9 13.8
7 10.8 11.4 13.9 15.3 13.7 12.9 14.6 15.3 15.3 16.2 15.9 14.9 15.5 14.9 13.5 13.4
8 9.7 10.5 14.7 14.9 12.6 13.4 15.2 13.8 14.7 15.7 16.2 15.2 14.7 15.9 15.2 11.8
Rata2 10.8 11.6 13.3 13.9 13.1 13.3 15.0 14.1 14.9 15.4 15.4 15.1 14.9 14.9 14.3 12.9
SD 0.9 1.1 1.3 1.6 1.1 0.9 1.1 0.7 0.7 1.0 0.8 0.9 0.5 0.9 0.6 0.8

113

Universitas Sumatera Utara


1 11.5 10.8 14.2 13.8 13.6 14.7 15.8 14.2 15.3 13.8 13.4 14.2 12.4 10.8 10.9 7.5
2 10.8 12.4 13.4 14.5 13.2 12.6 13.8 14.7 14.9 15.9 13.7 13.4 11.4 10.7 9.3 7.9
3 10.3 12.4 13.7 12.2 14.3 12.9 13.8 15.5 16.2 15.3 13.9 13.7 10.5 9.9 9.4 8.0
4 12.4 10.8 10.0 13.6 12.5 13.6 15.9 16.3 16.3 12.8 13.6 10.0 12.6 10.0 9.8 8.2
Gel Natrium
5 11.5 13.6 12.2 13.8 13.2 14.3 15.3 15.8 15.8 13.6 13.8 12.5 12.9 10.3 9.9 7.7
Diklofenak
6 10.3 11.5 12.5 14.5 13.6 12.5 12.8 15.9 15.9 13.2 13.8 13.2 10.8 10.5 9.4 9.1
7 12.4 11.5 13.2 12.4 13.2 13.6 15.3 14.9 14.9 14.3 13.8 13.9 10.3 12.4 9.5 8.5
8 11.4 11.6 10.0 11.4 14.3 13.2 14.7 16.2 14.7 14.9 13.6 11.5 12.4 12.4 9.7 7.1
Rata2 11.5 11.8 12.5 13.0 13.4 13.8 14.4 15.9 16.0 14.2 13.5 12.6 11.7 10.3 9.2 7.6
SD 0.8 0.9 1.6 1.1 0.6 0.8 1.1 0.8 0.6 1.1 0.2 1.4 1.0 1.0 0.5 0.6

114

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Lanjutan
Tabel AUC dari pengamatan uji analgesik

waktu Respon Nyeri (detik) AUC (detik.menit)


(menit) RATA2 SD
Gel ND Gel ND
Kontrol (-) Patch ND komersil Kontrol (-) Patch ND komersil

0 0 0 0 0 0 0 0 0.00

10 5.86 10.76 11.53 29.31 53.80 57.65 46.92 15.37

20 6.56 11.61 11.75 62.13 111.85 116.40 96.79 30.11

30 6.38 13.33 12.47 64.69 124.70 121.10 103.50 33.66

40 6.45 13.93 12.96 64.13 136.30 127.15 109.19 39.30

50 6.74 13.10 13.42 65.94 135.15 131.90 111.00 39.06

60 6.76 13.26 13.76 67.50 131.80 135.90 111.73 38.36

90 5.64 14.95 14.38 186.04 423.15 422.10 343.76 136.59

120 5.13 14.08 15.86 161.48 435.38 453.60 350.15 163.65

180 6.21 14.93 15.97 340.13 870.00 954.90 721.68 333.15

240 6.46 15.39 14.23 380.25 909.38 906.00 731.88 304.52

300 6.38 15.43 13.52 385.13 924.38 832.50 714.00 288.49

360 6.18 15.09 12.64 376.50 915.38 784.80 692.23 281.11

420 6.46 14.90 11.72 379.13 899.63 730.80 669.85 265.55

480 6.25 14.94 10.28 381.38 895.13 660.00 645.50 257.18

540 6.13 14.25 9.22 371.25 875.63 585.00 610.63 253.16

600 6.46 12.88 7.61 377.63 813.75 504.90 565.43 224.27

115

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 12. Hasil Uji Antiinflamasi
Tabel hasil pengamatan volume kaki

Volume Kaki Tikus Pada Menit Ke- (ml)


kelompok replikasi 0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 1440 1500 1560 1620 1680 1740 1800 1860 1920 1980
V0 V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 v24 v25 v26 v27 v28 v29 v30 v31 v32 v33
1 4.78 7.54 7.43 8.30 8.37 8.92 8.65 9.30 9.34 8.96 9.34 8.43 7.24 7.65 7.11 7.78 6.45 6.87 6.40 5.90 5.29
2 4.87 7.65 7.34 8.19 8.25 8.09 8.19 8.04 9.54 9.54 8.90 8.27 8.43 7.78 7.32 7.57 7.26 6.45 6.20 5.32 5.14
3 4.79 7.78 7.23 7.24 8.21 8.05 8.21 8.15 8.04 8.69 8.87 8.31 8.50 7.57 7.12 7.34 6.21 7.26 7.31 5.89 6.26
4 4.89 7.57 7.43 8.43 8.58 8.99 9.30 8.94 8.96 8.70 9.79 8.45 8.30 7.34 7.34 7.43 6.58 7.48 6.40 6.44 5.45
kontrol 5 4.65 7.34 7.89 8.50 8.43 8.27 8.17 9.32 9.57 9.86 8.69 8.25 8.30 7.59 7.13 7.34 7.43 6.58 6.35 5.12 4.88
Negatif
6 4.88 7.59 7.98 8.30 8.56 8.31 9.67 8.32 9.13 9.12 8.83 8.21 7.34 7.34 7.14 6.46 7.89 7.34 6.35 5.65 4.95
7 4.57 7.65 7.67 7.13 8.54 8.45 7.77 9.58 7.79 7.54 8.60 8.58 7.24 7.59 7.23 6.36 7.98 6.46 6.21 5.15 5.29
8 4.65 7.45 7.54 7.30 8.12 8.36 8.12 8.04 7.98 7.86 8.60 8.43 7.54 7.65 7.43 6.03 6.21 7.14 6.58 6.27 5.14
Rata2 4.76 7.45 7.52 7.92 8.34 8.24 8.56 8.73 8.79 8.73 8.84 8.34 7.83 7.54 7.22 7.03 7.06 6.96 6.43 5.76 5.34
SD 0.12 0.13 0.26 0.59 0.17 0.35 0.65 0.64 0.74 0.78 0.41 0.13 0.57 0.15 0.12 0.65 0.73 0.41 0.36 0.50 0.43
1 4.67 7.93 6.89 6.34 7.58 7.19 6.42 6.39 6.28 6.20 6.18 5.12 5.02 4.87 4.78 4.89 4.87 4.83 4.83 4.83 4.85
2 4.65 6.87 6.46 6.87 7.15 6.40 5.31 5.13 5.67 4.90 5.67 5.89 4.89 4.78 4.76 4.87 4.86 4.82 4.83 4.82 4.83
3 4.87 5.87 6.36 6.45 7.32 6.54 6.59 5.90 5.50 5.12 5.89 5.15 4.98 4.89 4.89 4.88 4.88 4.87 4.88 4.87 4.87

Patch 4 4.78 6.89 6.03 6.56 6.43 7.31 6.57 6.21 6.04 5.89 5.46 5.43 5.01 4.88 4.87 4.78 4.85 4.85 4.82 4.82 4.82
Na.diklofenak 5 4.78 6.62 6.52 6.86 6.43 6.40 6.35 5.89 5.45 5.15 5.89 5.39 5.21 4.89 4.78 4.87 4.84 4.83 4.87 4.82 4.76
(ND)
6 4.76 6.39 6.53 6.58 6.69 6.90 6.35 6.44 6.38 6.27 6.26 6.20 5.34 4.77 4.89 4.89 4.83 4.83 4.85 4.82 4.89
7 4.67 6.56 6.10 6.59 6.37 6.54 5.44 5.68 5.43 5.39 5.55 4.90 4.78 4.77 4.89 4.76 4.83 4.82 4.83 4.82 4.86
8 4.66 7.63 6.50 6.34 6.32 6.60 6.32 5.54 5.78 5.09 5.78 5.12 5.16 4.87 4.87 4.87 4.82 4.82 4.82 4.82 4.87
Rata2 4.82 6.89 6.42 6.54 6.73 6.71 6.17 5.93 5.87 5.88 5.86 5.43 5.07 4.83 4.84 4.83 4.85 4.82 4.83 4.82 4.84

116

Universitas Sumatera Utara


SD 0.08 0.66 0.27 0.21 0.49 0.36 0.50 0.45 0.38 0.54 0.28 0.44 0.18 0.06 0.06 0.05 0.02 0.02 0.02 0.02 0.04
1 4.67 6.03 6.78 6.57 6.57 6.53 6.68 6.87 7.98 7.87 7.41 6.24 5.89 5.63 5.32 5.01 4.87 5.34 4.87 4.76 4.77
2 4.68 7.43 5.63 5.89 6.89 6.14 6.85 6.75 7.56 7.87 6.48 5.89 5.86 5.56 5.67 5.21 4.89 4.65 4.78 4.89 4.76
3 4.34 7.16 5.89 6.44 6.78 7.90 6.87 6.47 7.98 7.45 6.94 6.15 5.89 5.78 5.38 5.34 4.98 5.02 4.78 4.77 4.66
4 4.64 7.14 5.78 6.32 6.88 6.32 7.41 6.89 7.68 7.26 6.75 6.61 6.32 5.32 5.47 4.65 4.97 4.89 4.76 4.76 4.76
Gel Natrium
5 4.57 6.57 5.32 6.72 5.76 5.93 6.48 6.68 6.33 6.12 6.88 6.34 5.38 5.67 5.56 5.02 5.01 4.98 4.89 4.78 4.76
diklofenak
(GND) 6 4.65 7.31 5.67 5.89 6.87 6.21 6.34 6.48 7.32 7.14 6.89 6.56 5.79 5.38 5.78 4.89 4.84 4.97 4.77 4.76 4.47
7 4.67 6.97 5.38 6.15 5.35 6.54 6.75 7.94 6.87 6.98 6.98 6.43 6.32 5.36 5.32 4.98 4.83 5.01 4.76 4.89 4.77
8 4.43 7.32 5.47 6.61 6.73 6.72 6.43 6.43 6.43 6.24 6.89 5.76 5.89 5.23 5.67 5.01 5.01 4.84 4.67 4.56 4.56
Rata2 4.55 6.53 5.84 5.76 5.88 6.59 6.79 6.81 7.25 7.17 6.93 6.21 5.94 5.46 5.53 5.03 4.94 4.99 4.76 4.79 4.67
SD 0.13 0.47 0.46 0.32 0.59 0.61 0.34 0.49 0.66 0.66 0.26 0.30 0.30 0.20 0.18 0.20 0.08 0.20 0.07 0.10 0.12

117

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 12. Lanjutan
Tabel hasil perhitungan persen radang

Persen Radang (%)


Kelompok replikasi 0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 1440 1500 1560 1620 1680 1740 1800 1860 1920 1980
V0 2 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 v24 v25 v26 v27 v28 v29 v30 v31 v32 v33
1 - 57.7 55.4 73.6 75.1 86.6 81.0 94.6 95.4 87.4 95.4 76.4 51.5 60.0 48.7 62.8 34.9 43.7 33.9 23.4 10.7
2 - 57.1 50.7 68.2 69.4 66.1 68.2 65.1 95.9 95.9 82.8 69.8 73.1 59.8 50.3 55.4 49.1 32.4 27.3 9.2 5.5
3 - 62.4 50.9 51.1 71.4 68.1 71.4 70.1 67.8 81.4 85.2 73.5 77.5 58.0 48.6 53.2 29.6 51.6 52.6 23.0 30.7
4 - 54.8 51.9 72.4 75.5 83.8 90.2 82.8 83.2 77.9 100 72.8 69.7 50.1 50.1 51.9 34.6 53.0 30.9 31.7 11.5
kontrol 5 - 57.8 69.7 82.8 81.3 77.8 75.7 100 106 112 86.9 77.4 78.5 63.2 53.3 57.8 59.8 41.5 36.6 10.1 4.9
Negatif 6 - 55.5 63.5 70.1 75.4 70.3 98.2 70.5 87.1 86.9 80.9 68.2 50.4 50.4 46.3 32.4 61.7 50.4 30.1 15.8 1.4
7 - 67.4 67.8 56.0 86.9 84.9 70.0 110 70.5 65.0 88.2 87.7 58.4 66.1 58.2 39.2 74.6 41.4 35.9 12.7 15.8
8 - 60.2 62.2 57.0 74.6 79.8 74.6 72.9 71.6 69.0 84.9 81.3 62.2 64.5 59.8 29.7 33.5 53.5 41.5 34.8 10.5
Rata2 - 59.1 59.0 66.4 76.2 77.2 78.7 83.3 84.7 84.5 88.1 75.9 65.2 59.0 51.9 47.8 47.2 45.9 36.1 20.1 11.4
SD - 4.1 7.7 10.7 5.5 8.0 10.6 16.4 13.9 15.0 6.5 6.4 11.2 6.0 4.8 12.4 16.6 7.4 8.0 9.7 9.0
1 - 69.8 47.5 35.8 62.3 54.0 37.5 36.8 34.5 32.8 32.3 9.6 7.5 4.3 2.4 4.7 4.3 3.4 3.4 3.4 3.9
2 - 47.7 38.9 47.7 53.8 37.6 14.2 10.3 21.9 5.4 21.9 26.7 5.2 2.8 2.4 4.7 4.5 3.7 3.9 3.7 3.9
3 - 20.5 30.6 32.4 50.3 34.3 35.3 21.1 12.9 5.1 20.9 5.7 2.3 0.4 0.4 0.2 0.2 0.0 0.2 0.0 0.0

Patch 4 - 44.1 26.2 37.2 34.5 52.9 37.4 29.9 26.4 23.2 14.2 13.6 4.8 2.1 1.9 0.0 1.5 1.5 0.8 0.8 0.8
Na.diklofenak 5 - 38.5 36.4 43.5 34.5 33.9 32.8 23.2 14.0 7.7 23.2 12.8 9.0 2.3 0.0 1.9 1.3 1.0 1.9 0.8 0.4
(ND)
6 - 34.2 37.2 38.2 40.5 45.0 33.4 35.3 34.0 31.7 31.5 30.3 12.2 0.2 2.7 2.7 1.5 1.5 1.9 1.3 2.7
7 - 40.5 30.6 41.1 36.4 40.0 16.5 21.6 16.3 15.4 18.8 4.9 2.4 2.1 4.7 1.9 3.4 3.2 3.4 3.2 4.1
8 - 63.7 39.5 36.1 35.6 41.6 35.6 18.9 24.0 9.2 24.0 9.9 10.7 4.5 4.5 4.5 3.4 3.4 3.4 3.4 4.5
Rata2 - 44.9 35.9 39.0 43.5 42.4 30.3 24.7 23.0 16.3 23.4 14.2 6.7 2.3 2.4 2.6 2.5 2.2 2.4 2.1 2.5

118

Universitas Sumatera Utara


SD - 15.8 6.7 4.9 10.6 7.7 9.4 8.9 8.4 11.5 6.1 9.4 3.7 1.6 1.7 1.9 1.6 1.4 1.4 1.5 1.8
1 - 29.1 45.2 40.7 40.7 39.8 43.0 47.1 70.9 68.5 58.7 33.6 26.1 20.6 13.9 7.3 4.3 14.3 4.3 1.9 2.1
2 - 58.8 20.3 25.9 47.2 31.2 46.4 44.2 61.5 68.2 38.5 25.9 25.2 18.8 21.2 11.3 4.5 -0.6 2.1 4.5 1.7
3 - 65.0 35.7 48.4 56.2 82.0 58.3 49.1 83.9 71.7 59.9 41.7 35.7 33.2 24.0 23.0 14.7 15.7 10.1 9.9 7.4
4 - 53.9 24.6 36.2 48.3 36.2 59.7 48.5 65.5 56.5 45.5 42.5 36.2 14.7 17.9 0.2 7.1 5.4 2.6 2.6 2.6
Gel Natrium
5 - 43.8 16.4 47.0 26.0 29.8 41.8 46.2 38.5 33.9 50.5 38.7 17.7 24.1 21.7 9.8 9.6 9.0 7.0 4.6 4.2
diklofenak
(GND) 6 - 57.2 21.9 26.7 47.7 33.5 36.3 39.4 57.4 53.5 48.2 41.1 24.5 15.7 24.3 5.2 4.1 6.9 2.6 2.4 -3.9
7 - 49.3 15.2 31.7 14.6 40.0 44.5 70.0 47.1 49.5 49.5 37.7 35.3 14.8 13.9 6.6 3.4 7.3 1.9 4.7 2.1
8 - 65.2 23.5 49.2 51.9 51.7 45.1 45.1 45.1 40.9 55.5 30.0 33.0 18.1 28.0 13.1 13.1 9.3 5.4 2.9 2.9
Rata2 - 52.8 25.3 38.2 41.6 43.0 46.9 48.7 58.7 55.3 50.8 36.4 29.2 20.0 20.6 9.6 7.6 8.4 4.5 4.2 2.4
SD - 12.0 10.2 9.6 14.2 17.2 8.1 9.1 14.9 13.7 7.1 6.0 6.8 6.2 5.0 6.7 4.4 5.1 2.9 2.6 3.1

Contoh perhitungan persen radang kelompok patch natrium diklofenak menit ke-60 replikasi 1
Persen radang = vol.kaki menit ke-60 – vol.kaki awal x 100%
Vol.kaki awal
= 7,93 ml - 4,37 ml x 100% = 69,8%
4,47 ml
Lalu dihitung rata-rata persen radang dari 8 replikasi

119

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 12. Lanjutan
Tabel AUC dari pengamatan persen radang pada uji antiinflamasi
waktu persen radang (%) AUC (persen.jam)
(jam) Kontrol Patch Gel ND Kontrol Patch Gel ND RATA2 SD
(-) ND komersil (-) ND komersil

0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
1 56.51 42.95 43.52 28.26 21.47 21.76 23.83 3.84
2 57.98 33.20 28.35 57.25 38.07 35.93 43.75 11.74
3 66.47 35.68 26.59 62.22 34.44 27.47 41.38 18.39
4 75.21 39.63 29.23 70.84 37.66 27.91 45.47 22.50
5 73.11 39.21 44.84 74.16 39.42 37.03 50.20 20.78
6 79.83 27.98 49.23 76.47 33.60 47.03 52.37 21.93
7 83.40 23.03 49.67 81.62 25.51 49.45 52.19 28.16
8 84.66 21.78 59.34 84.03 22.41 54.51 53.65 30.82
9 83.40 21.99 57.58 84.03 21.89 58.46 54.79 31.23
10 85.71 21.58 52.31 84.56 21.78 54.95 53.76 31.40
24 75.21 12.66 36.48 1126.47 239.63 621.54 662.55 444.84
25 64.50 5.19 30.55 69.85 8.92 33.52 37.43 30.65
26 58.40 0.21 20.00 61.45 2.70 25.27 29.81 29.64
27 51.68 0.41 21.54 55.04 0.31 20.77 25.37 27.65
28 47.69 0.21 10.55 49.68 0.31 16.04 22.01 25.22
29 48.32 0.62 8.57 48.00 0.41 9.56 19.33 25.25
30 46.22 0.00 9.67 47.27 0.31 9.12 18.90 24.96
31 35.08 0.21 4.62 40.65 0.10 7.14 15.97 21.67
32 21.01 0.00 5.27 28.05 0.10 4.95 11.03 14.93
33 12.18 0.41 2.64 16.60 0.21 3.96 6.92 8.59

120

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 13. Gambar kegiatan Pembuatan dan pengujian patch

Pencampuran obat dan polimer Pencetakan patch pada Alat Cetak

Patch yang telah dilekatkan pada perekat Pengukuran Ketebalan patch

121

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 14. Gambar pengujian Penetrasi

Penyiapan kulit perut kelinci Alat Difusi Franz Vertikal Pemasangan kulit pada
sel difusi

Pemasangan patch pada Proses Uji penetrasi pada suhu 370C


sel difusi

122

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 15. Gambar kegiatan Pengujian Analgesik

Hewan Kelompok Patch ND


Hewan Kelompok Kontrol negatif

Hewan Kelompok Gel ND komersil


Hewan setelah pencukuran bulu

Ruang Pengujian plantar Test

123

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 16. Gambar kegiatan pengujian Antiinflamasi

Kelompok Kontrol Negatif Kelompok Patch ND

Kelompok Gel ND komersik Penyuntikan karagenan 1%


intra plantar

Pengukuran volume kaki Pembacaan Volume kaki


pada plestimometer pada plestimometer

124

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 17. Perhitungan Dosis dan Jumlah Replikasi Hewan Coba

Perhitungan dosis konversi natrium diklofenak

Dosis transdermal patch natrium diklofenak manusia (komersil) = 100 mg


Maka, dosis konversi untuk tikus adalah= dosis manusia x factor konversi tikus
Dosis natrium diklofenak per patch tikus = 100 mg x 0,018 = 1,8 mg = 1.800 mcg

Perhitungan jumlah replikasi hewan coba berdasarkan rumus ferderer


(n-1) (t-1) ≥ 15
(n-1) (4-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
3n – 3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥6
maka jumlah replikasi minimal 6

125

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 18. Hasil Uji statistik Untuk Penetrasi patch

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statisti
Formula c df Sig. Statistic df Sig.
*
persen penetrasi kumulatif Formula 1 .160 15 .200 .935 15 .328
*
Formula 2 .119 15 .200 .920 15 .194
*
Formula 3 .119 15 .200 .944 15 .439
*
Formula 4 .115 15 .200 .963 15 .747
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA
persen penetrasi kumulatif
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5453.644 3 1817.881 3.698 .017
Within Groups 27531.416 56 491.632
Total 32985.060 59
Multiple Comparisons
Dependent Variable: persen penetrasi kumulatif
LSD
Mean Difference 95% Confidence Interval
(I) Formula (J) Formula (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Formula 1 Formula 2 -14.99442 8.09636 .069 -31.2134 1.2245
*
Formula 3 -20.45278 8.09636 .014 -36.6717 -4.2338
*
Formula 4 -25.44228 8.09636 .003 -41.6612 -9.2233
Formula 2 Formula 1 14.99442 8.09636 .069 -1.2245 31.2134
Formula 3 -5.45837 8.09636 .503 -21.6773 10.7606
Formula 4 -10.44786 8.09636 .202 -26.6668 5.7711
*
Formula 3 Formula 1 20.45278 8.09636 .014 4.2338 36.6717
Formula 2 5.45837 8.09636 .503 -10.7606 21.6773
Formula 4 -4.98949 8.09636 .540 -21.2084 11.2295
*
Formula 4 Formula 1 25.44228 8.09636 .003 9.2233 41.6612
Formula 2 10.44786 8.09636 .202 -5.7711 26.6668
Formula 3 4.98949 8.09636 .540 -11.2295 21.2084
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

126

Universitas Sumatera Utara


127

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Pada Respon Nyeri pada uji Analgesik

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statisti Statisti
Formula c df Sig. c df Sig.
respon nyeri dalam satuan kontrol negatif .193 16 .115 .871 16 .029
detik patch ND .200 16 .086 .891 16 .059
*
Gel ND .132 16 .200 .962 16 .705
komersik
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA
respon nyeri dalam satuan detik
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 537.287 2 268.643 114.444 .000
Within Groups 105.632 45 2.347
Total 642.919 47

Multiple Comparisons
Dependent Variable: respon nyeri dalam satuan detik
LSD
95% Confidence
Mean Interval
Difference Lower Upper
(I) Formula (J) Formula (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
*
kontrol negatif patch ND -7.67266 .54168 .000 -8.7637 -6.5816
*
Gel ND komersik -6.33000 .54168 .000 -7.4210 -5.2390
*
patch ND kontrol negatif 7.67266 .54168 .000 6.5816 8.7637
*
Gel ND komersik 1.34266 .54168 .017 .2516 2.4337
*
Gel ND komersik kontrol negatif 6.33000 .54168 .000 5.2390 7.4210
*
patch ND -1.34266 .54168 .017 -2.4337 -.2516
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

128

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 20. Hasil uji statistik persen radang pada uji antiinflamasi

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
persen radang kontrol negatif .128 20 .200 .926 20 .127
patch ND .236 20 .005 .843 20 .004
*
Gel ND komersik .143 20 .200 .932 20 .166
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA
persen radang
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 20379.545 2 10189.772 28.879 .000
Within Groups 20112.299 57 352.847
Total 40491.844 59

129

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 21. Sertifikat Analisis Natrium Diklofenak

130

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 22. Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan

131

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai