Anda di halaman 1dari 53

TOKSIKOLOGI

PROGRAM STUDI S1
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
November 2020
apt. Rahmayati Rusnedy, M.Si
Pertemuan II.
Efek toksikan pada organ target
• Hati
• ginjal
• paru-paru
• Reproduksi
TARGET
• neuron/saraf
ORGAN-
• kardiovaskular
ORGAN
SPESIFIK
• Dll (kulit, mata, organ/sel imunitas)
dari
TOKSIKAN
•Kenapa hati, ginjal, paru-paru jantung dan
pembuluh darah menjadi organ target yang
spesifik dan banyak dilaporkan mengalami
kerusakan/dampak merugikan akibat
toksikan??
• Karena organ-organ tersebut memiliki peranan besar dalam proses metabolisme, dan
ekskresi zat toksikan.
• Contoh: hati. Proses detoksikasi terutama dilakukan oleh hati, maka apabila terjadi
metabolit yang lebih toksik atau lebih reaktif, maka hepar ini pula yang pertama-tama
menderita efek toksiknya.
Begitu juga ginjal sebagai organ ekskresi
PRINSIP TERJADINYA EFEK TOKSIK
• Efek toksik merupakan efek biologis yang ditimbulkan oleh suatu
toksikan dari sejumlah proses yang sangat kompleks, yakni interaksi
antara fungsi homeostasisnya dengan xenobiotik melalui mekanisme
kerja tertentu.
• Apabila usaha homeostasis ini tidak dapat mengatasi toksisitas
xenobiotik yang masuk karena berbagai hal, seperti dosis yang terlalu
tinggi, atau paparan konsentrasi yang pekat, dan kontinu, keadaan gizi
kurang baik, kondisi fisiologi membran biologi yang terpapar, dstnya,
maka akan terjadi efek yang bermacam-macam, ada yang menyerang
organ tertentu secara spesifik, ada pula yang menyerang organ lain,
ataupun menyerang seluruh organ tubuh.
Terjadi efek yang bermacam-macam dilihat
dari
1) Segi biologis efek: sangat ringan, sedang, ataupun parah.
Efek ringan: perubahan nafsu makan, perubahan berat badan, perubahan aktivitas enzim,
dan perubahan fungsi organ tubuh.
Efek parah: perubahan struktur dan fungsi organ yang parah, perubahan homeostasis yang
ireversibel, sampai pada kematian.
2) Segi waktu dan dosis yang masuk: efek akut, subakut, / kronis;
3) Pulih tidaknya: efek reversibel / ireversibel;
4) Lokasi: bersifat lokal maupun sistemik;
5) Interaksi zat toksikan: langsung (intrasel) atau tidak langsung (ekstrasel).
6) Hipersensitiviti: hipersensitif/alergis atau tidak.
Alergi dg reaksi langsung ataupun diperlambat/delayed.
Reaksi jenis ini disebabkan oleh reaksi dari sistem imunitas ataupun suatu kelainan
keturunan.
Berdasarkan organ target, efek toksik dapat diklasifikasikan menjadi
hepatotoksik, neprotoksik, pulmotoksik/pneumotoksik, neurotoksik,
genotoksik, immunotoksik dan lain-lain.
1. Efek toksikan di hati/hepar

Hepatotoksisitas adalah toksisitas pada hati,


saluran empedu, dan kandung empedu.

Karena suplai darahnya yang luas dan perannya


yang signifikan dalam metabolisme, hati sangat
rentan terhadap xenobiotik.

Oleh karena itu, hepar terpapar pada racun dan


metabolit toksik dosis tinggi.
Manifestasinya dapat berupa:

a. Steatosis / fatty liver


 kondisi di mana lipid menumpuk di hati lebih dari sekitar 5%.
Bisa diakibatkan oleh racun yang menyebabkan peningkatan sintesis lipid, penurunan
metabolisme lipid, atau penurunan sekresi lipid sebagai lipoprotein.
Contoh zat/racun penyebab steatosis adalah asam valproate (antikonvulsan), etanol, karbon
tetraklorida/CCl4.
b. Sirosis, yang disebabkan alkoholisme kronis, adalah hasil akhir yang fatal dari kerusakan hati.
Sirosis ditandai dengan pengendapan dan penumpukan jaringan serat kolagen, yang menggantikan
sel hati aktif dan akhirnya sel hati tidak berfungsi.
Lanjutan…
c. Hepatitis, radang sel hati akibat zat yang menyebabkan respons kekebalan, atau penyakit
mematikan sel, dan sisa-sisanya dilepaskan ke jaringan hati, atau zat yang menyebabkan kematian
sel (nekrosis) sel hati.
contohnya dimethylformamida.
d. Gangguan produksi dan ekskresi empedu dikenal sebagai choleostasis kanalis, dapat disebabkan
oleh chlorpromazine.

e. Tumor dan kanker hati, disebabkan aflatoksin dari jamur, arsenik, dan torium dioksida (sebagai
kontras radioaktif untuk tujuan diagnostik)
Acetaminophen/parasetamol
• Dosis lebih dari 150-200 mg/kgbb (anak) atau 7 g total (dewasa)
dianggap potensial toksik.
• Banyak pasien dengan potensi hepatotoksisitas akut yang signifikan
pada awalnya asimtomatik setelah konsumsi.
• Keracunan parasetamol ditandai dengan cedera hati, seperti sakit
perut, muntah terus menerus, icterus, dan nyeri tekan kuadran kanan
atas, menjadi jelas 24 sampai 48 jam setelah konsumsi akut.
• Transaminase serum (AST) mulai meningkat sejak 16 jam setelah
konsumsi yang signifikan dan selalu meningkat pada saat tanda klinis
hepatotoksisitas pada awalnya bermanifestasi.
2. Efek toksikan di bagian nefron-ginjal

Nefrotoksisitas
Ginjal sangat rentan terhadap racun karena volume darah yang tinggi mengalir melalui
organ dan menyaring sejumlah besar racun yang dapat terkonsentrasi di tubulus ginjal.

Ini dapat menyebabkan toksisitas sistemik yang menyebabkan efek sebagai berikut:

• Menurunnya kemampuan untuk mengeluarkan limbah tubuh.


• Ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
• Penurunan sintesis hormon-hormon esensial (misalnya, erythropoietin, yang
meningkatkan laju produksi sel darah).
Contoh nefrotoksisitas dapat menyebabkan toksisitas sistemik sebagai
berikut:

• Hidrokarbon terhalogenasi nephrotoxic meliputi bromobenzene,


chloroform, carbon tetrachloride, dan tetrafluoroethylene, yang
diangkut ke ginjal sebagai senyawa konjugat sistein.
• Etilen glikol dan dietilen glikol membahayakan ginjal karena
biokonversinya terhadap oksalat yang menyumbat tubulus ginjal
melalui pembentukan Kristal di urin.
• Etilenglikol dan methanol termasuk senyawa alcohol yang sangat toksik,
Karena metabolitnya yang juga menyebabkan tachypnea (peningkatan
pernapasan).
3. Efek toksikan di sistem pernapasan
Saluran pernafasan dapat menderita berbagai
penyakit yang bisa diakibatkan oleh paparan
toksikan, efek yang umum terjadi adalah:
a. Bronkitis akut atau kronis, akibat
pembengkakan lapisan membran tabung
bronkial, yang dapat disebabkan oleh racun atau
oleh infeksi.

• Bronkitis kronis dapat disebabkan oleh


amonia, arsen, debu kapas, dan oksida besi
dari paparan asap las.
b. Emfisema, kondisi paru-paru yang ditandai dengan pembesaran abnormal ruang udara dari
bagian bawah ke bronkiolus disertai dengan penghancuran dinding tanpa fibrosis yang jelas dan
hilangnya elastisitas ruang udara paru.

• Emfisema ditandai dengan pembesaran paru-paru yang tidak mengeluarkan udara secara
memadai dan tidak melakukan penukaran gas dengan baik, sehingga sulit bernafas, terjadi pada
perokok berat.
c. Fibrosis paru; pembentukan jaringan ikat fibrosa berlebih berkembang
di paru-paru dapat diakibatkan oleh penumpukan bahan berserat/partikel
debu di dalam rongga paru.
• Fibrosis kronis dapat terjadi akibat paparan debu aluminium, aluminium,
kromium (VI), debu batubara, ozon, fosgen, dan silika
e. Kanker paru-paru
Sebanyak 90% kanker paru-paru disebabkan oleh paparan asap
tembakau/rokok.
Periode laten terjadinya kanker paru-paru dari sumber ini biasanya 20
hingga 40 tahun atau lebih.
Note: Laten  onset yang lambat, toksisitas terjadi tetapi
gejala-gejala tidak terlihat setelah paparan

Zat lain adalah asbes dan gas radon, alpha radioaktif (radikal bebas).
Efek toksik yang umum terjadi pada paru adalah akibat dari beban oksidatif dari
terpaparnya oksidan aktif terutama radikal bebas yang dihasilkan oleh berbagai
agen toksik.
Misalnya: Ozon/O3, NO2, polutan udara karbon monoksida (CO) yang paling
sering dikaitkan dengan asap polutan fotokimia, adalah oksidan yang sangat
aktif di udara yang tercemar berupa radikal bebas, seperti hidroksil/HO dan ion
superoksida/O-

Pada gangguan paru-paru akan menunjukkan peningkatan kadar enzim yang


menangkis radikal bebas (ex: Enzim katalase, superoksid dismutase, glutation
peroksidase)
KARBON MONOKSIDA (co)

• Gejala klinik awal setelah paparan CO berupa manifestasi neurologis


meliputi sakit kepala, mual, dan pusing.
• Saat paparan meningkat, pasien mengalami gejala yang lebih parah,
terutama organ yang bergantung pada oksigen (otak dan jantung)
dapat menyebabkan perubahan status mental, kebingungan, kejang,
sindrom seperti stroke akut (akibat Hipoksia) dan koma.
• Adanya hipotensi sistemik pada keracunan CO berkorelasi dengan
tingkat keparahan kerusakan struktural sistem saraf pusat.
MEKANISME TOKSISITAS KARBON MONOKSIDA

CO di Udara

Paru-paru

Darah COHb-Intensitas iakatannya 250XO2

Jaringan kurang oksigen (hipoksia)

Nekrosis Mati
1 2 3

Gambar 1: carbon dioksida (1), carbom monoksida(2), Eritrocyt mengikat carbon-


monoksida
Orang yang bekerja dengan banyak paparan
debu asbes berisiko paling tinggi terkena
penyakit asbestosis (fibrosis paru karena
asbes), penebalan pleura/plak pleura, dan
bahkan keganasan seperti kanker paru-paru.

Asbes banyak digunakan sebagai bahan


bangunan. Pelapukan dan penuaan bangunan
dapat menyebabkan serpihan asbes dilepaskan
di udara dan berpotensi menimbulkan bahaya.
Efek toksikan di sistem pernafasan
4. Efek toksikan di sistem reproduksi
Toksisitas Reproduksi melibatkan
kerusakan toksik pada sistem reproduksi
pria atau wanita.
Efek toksikan dapat menyebabkan:
• Penurunan libido dan impotensi.
• Infertilitas.
• Kelainan kromosom dan cacat lahir.
• Kanker anak-anak.
Masa paling sensitif pada timbulnya malformasi adalah periode organogenesis (tri
smester I), efek teratogenik fungsional dapat terjadi pada periode berikutnya.
Bisa melalui cara:
• Mempengaruhi replikasi, Transkripsi dan translasi DNA ang diperlukan dalam
pembentukan sel
• Gangguan suplai zat hara yang penting yang menyebabkan ibu hamil Kekurangan
zat hara esensial yang penting untuk perkembangan janin
• atau melalui Hambatan enzim tertentu yang penting bagi perkembangan janin.

Ex:
> DDT konsentrasinya hamper 80 kali lebih tinggi dalam ovarium daripada darah,
dapat menembus oosit, saluran telur, cairan uterus dan kelainan blastosis.
> Nikotin dapat berdifusi ke pembuluh darah, menyebabkan penyumbatan sehingga
pasokan darah ke organ berkurang (salah satunya pada organ reproduksi laki-laki 
terjadinya disfungsi erektil.
endocrine disrupting chemicals (EDCs)
5. Efek toksikan di sistem saraf/neuron
Timbulnya efek toksik pada sistem saraf yang dapat menimbulkan gangguan fungsi dan keutuhan SSP
kemungkinan melalui respon farmakologi sebagai :

• Hambatan sintesis protein


Ex: Tetrasiklin berja mengikat ribosom dari suatu sel sehingga mengganggu sintesa protein
neurohormonal
• Hambatan Propagasi/Penyebaran impuls saraf
Ex: hasil metabolit dari senyawa n-hexan mengakibatkan kemunduran aktivitas akson dan mielin
dalam penghantaran impuls dari badan sel saraf ke jaringan lain.
• Hambatan Aktivitas neurotransmitter
Ex: Zat yang sangat menghancurkan yang mempengaruhi neurotransmisi adalah kokain, yang
menghambat pengambilan katekolamin di terminal saraf.
• Hambatan Pemeliharaan lapisan myelin
Ex: hexachlorophene, suatu antiseptik pada sabun bayi menyebabkan pengurangan laju kalor di
myelin disekitar akson.
Respon/efek fisiologi neurotoksikan dapat dimanifestasikan dalam dua
kategori: encephelopathy dan neurophaty perifer.

a. Encephelopathy mengacu pada kelainan otak, degenerasi dan hilangnya neuron otak, dan nekrosis korteks
serebral.

> Gejala encephelopathy meliputi hilangnya koordinasi (ataksia), konvulsi, kejang, cerebral palsy (paralisis
parsial dan tremor), dan koma.
Neurotoxins juga dapat menyebabkan gejala penyakit Parkinson, yang meliputi kekakuan, cara berjalan yang
acak, dan getaran tangan dan jari.
Gejala psikologis, seperti rasa malu, kemarahan yang tidak terkontrol, dan kecemasan ekstrim, mungkin
merupakan gejala kerusakan neurotoxins pada jaringan otak.

Logam yang menyebabkan encephelopathy (neurotoksisitas) : aluminium, bismut, timbal, dan arsenik
(metaloid).
b. Neuropati perifer mengacu pada kerusakan saraf di luar sistem saraf pusat.
Hal ini terutama terlihat sebagai kerusakan pada saraf motorik yang terlibat dengan
gerakan otot refleks.

Arsenik menyebabkan neuropati perifer


Mangan menyebabkan gangguan emosional dan gejala penyakit Parkinson meliputi
kekakuan, cara berjalan yang acak, dan getaran tangan dan jari.
dan Thallium menyebabkan gangguan emosional, ataksia (hilangnya koordinasi),
dan neuropati perifer.
Arsen
Arsen mempunyai waktu paruh yang singkat (hanya beberapa hari),
sehingga dapat ditemukan dalam darah hanya pada saat terjadinya paparan akut.

• Paparan akut arsen dapat terjadi jika tertelan (ingestion) sejumlah 100 mg As.
• Dosis fatal: jika sebanyak 120 mg arsenik trioksid masuk ke dalam tubuh.

Efek paparan akut arsen:


mual, muntah, nyeri perut, diare, kedinginan, kram otot serta udema dibagian muka (facial). Paparan dengan dosis
besar dapat menyebabkan koma dan kolapsnya peredaran darah.

Efek paparan kronis arsen:


peripheral neuropathy (rasa kesemutan atau mati rasa), lelah, hilangnya refleks, anemia,
gangguan jantung, gangguan hati, gangguan ginjal, keratosis telapak tangan maupun kaki 
hiperpigmentasi kulit dan dermatitis.
Merkuri
• Intoksikasi metil mekuri diawali dengan timbulnya gejala-gejala toksik akibat
kerusakan neuron pada area tertentu:
Neuropati perifer  Encephalopati
Parastesia (sensitivitas abnormal)
Ataksia (gangguan koordinasi)
Disathria (gangguan artikulasi dan komunikasi)
Pandangan kabur.
Tremor
erythema

• Sebaliknya, toksisitas akut (ingesti oral) dari garam merkuri (HgCl2) jika tertelan
(paparan awal) tidak menimbulkan efek toksik pada otak tetapi menimbulkan
nekrosis tubulus proksimal bahkan gagal ginjal.
PESTISIDA; golongan ORGANOFOSFAT &
karbamat

Efek toksik pada SSP menimbulkan Kegelisahan, sakit kepala, tremor, stupor, ucapan kabur, ataksia,
dan kejang.
Kasus keracunan organofosfat pada pediatrik, anak-anak tsb mengalami stupor (penurunan
kesadaran ditandai tidak dapat merespon) dan atau koma. Bradicardia (penurunan denyut jantung)
dan hipotensi terjadi setelah keracunan sedang sampai berat.
• Kematian biasanya diakibatkan oleh kegagalan pernafasan karena kelemahan otot pernapasan,
serta depresi pada pernafasan sentral.
Inhibisi insektisida malathion jenis organofosfat terhadap enzim asetilkolinesterase yang berikatan
kovalen dengan organoposfat. Sehingga asetikolin tidak dapat dihidrolisis menjadi kolin dan asam
asetat yang diperlukan untuk impuls sel saraf sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain
atau ke efektor terganggu menimbulkan efek kolinergik-kejang yang berlebihan
Pengaruh toksin botulinum pada pengantaran rangsangan neurohormonal

Toksin yang bekerja mempengaruhi penghantaran rangsang dengan cara


menghambat pembebasan asetilkolin pada pelat akhir (end plate) motorik dan
dengan demikian menyebabkan paralisis (kondisi lumpuh karena gangguan saraf yang
berperan dalam mengatur gerakan otot tubuh), misal pada gangguan botulisme
ditandai dengan kelopak mata terkulai.
6. EFEK TOKSIKAN di kardiovaskular

• Keracunan Kardiovaskular terjadi akibat xenobiotik yang


bekerja langsung pada sel dalam sirkulasi darah, sumsum
tulang, dan jantung
Efek toksikan di sistem kardiovaskular
Hipoksia anemia, bila aliran darah normal tetapi kapasitas darah untuk
membawa oksigen menurun menyebabkan kondisi jaringan kekurangan
oksigen.
Penyebabnya adalah
1. kompetisi pada tempat heme mengikat oksigen, biasanya hasil paparan
karbon monoksida. CO-Karbon monoksida memiliki afinitas yang lebih
besar terhadap besi (II) pada heme daripada molekul oksigen, membentuk
kompleks stabil carboxyhemoglobin (Hb-CO).
Efek toksikan di sistem kardiovaskular/darah
Penyebab lainnya adalah methemoglobinemia, di mana zat besi/ Fe (II) dalam hemoglobin teroksidasi
menjadi besi (III). Methemoglobin tidak membawa oksigen dan korban keracunan dapat meninggal karena
kekurangan oksigen (hipoksia).
Hipoksia histotoxic terjadi ketika oksigen dikirim secara normal ke jaringan, namun kemampuan
penggunaan oksigen oleh jaringan menurun, contohnya HCN (asam sianida) dan H2S (hydrogen sulfide).

Contoh lain: Ion nitrit, nitrogen dioksida-NO2, anilin,


dan nitrobenzene
Sianida dapat mengacaukan pernafasan sel dengan mengganggu transfor elektron, dimana sianida yang
berikatan dengan atom besi pada protein heme mengalami oksidasi dan reduksi selama transfer
elektron.
keracunan: Kalsium antagonis/ Ca-bloker
• Kalsium antagonis dapat menimbulkan toksisitas yang serius pada
kenaikan dosis yang relatif kecil.
• Ca-bloker juga mengurangi out put jantung menyebabkan turunnya
tekanan darah. Hipotensi dapat terjadi pada pemberian nifedipin
dosis lazim, tetapi pada over dosis dapat terjadi pada semua Ca-
bloker.
keracunan: Beta bloker
• Beta-bloker yang paling toksik adalah propranolol, karena 2-3 kali
dosis terapi dapat mengakibatkan efek toksik yang serius.
• Selain itu propranolol bersifat lipofilik sehingga dapat menembus SSP.
Kejang dan blockade konduksi dijantung dapat terjadi pada overdosis
propranolol.
• Bradikardi dan hipotensi adalah manifestasi umum dari
toksisitasnya.
Tambahan…
Efek toksikan di kulit/dermal
Toksisitas Kulit dapat terjadi ketika racun datang ke dalam kontak
langsung dengan kulit atau didistribusikan secara internal.
Efeknya berkisar dari iritasi ringan hingga perubahan parah, seperti
kerusakan permanen, hipersensitivitas, dan kanker kulit.

Contoh-contoh toksisitas kulit termasuk:


• Iritasi kulit akibat paparan kulit. dengan bensin
• Korosi kulit akibat paparan kulit dengan natrium hidroksida (alkali).
• Kanker kulit karena konsumsi arsenic, merkuri atau paparan sinar
UV pada kulit.
Penyakit kulit dan kondisi kulit yang paling umum akibat terpapar zat beracun adalah:

a. Dermatitis kontak, ditandai dengan permukaan kulit yang teriritasi, gatal, dan
kadang terasa sakit, gejalanya adalah eritema, atau kemerahan. Bahkan
permukaan kulit mengalami pengelupasan, permukaannya terlepas.
Ada dua kategori umum dermatitis kontak: dermatitis iritan dan dermatitis kontak alergi.

1) Dermatitis iritan tidak melibatkan respons imun dan biasanya disebabkan oleh kontak dengan zat
korosif yang menunjukkan pH yang ekstrem, kemampuan pengoksidasi, dehidrasi, atau kecenderungan
untuk melarutkan lipid kulit.
Dalam kasus paparan ekstrem, sel kulit hancur dan bekas luka permanen. Kondisi ini dikenal sebagai luka
bakar kimia.

Paparan asam sulfat pekat, basa NaOH, KOH pekat yang menunjukkan keasaman ekstrim, atau pada
asam nitrat- HNO3 pekat yang menimbulkan dampak mendenaturasi protein kulit.
Oksidan yang kuat hidrogen peroksida-H2O2 30% dapat menyebabkan luka bakar kimiawi yang buruk.
Dermatitis iritan tidak melibatkan respons imun dan biasanya disebabkan oleh kontak dengan zat
korosif yang menunjukkan pH yang ekstrem, kecenderungan untuk melarutkan lipid kulit.
2) Dermatitis kontak alergi terjadi saat individu menjadi peka terhadap bahan kimia pada paparan
awal, setelah itu eksposur selanjutnya menimbulkan respons yang ditandai dengan dermatitis
kulit.
Dermatitis kontak alergi adalah hipersensitivitas tipe IV yang melibatkan sel T dan makrofag,
bukan antibodi.
Di antara zat lain yang menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah formaldehid, asam abietik
dari tumbuhan, pewarna triphenylmethane, garam dikromat, merkuri , dan nikel.

Kulit yang terkena dermatitis kontak alergi biasanya menunjukkan edema, dengan akumulasi
cairan di antara sel kulit.
b. Urticaria/ gatal-gatal, adalah reaksi alergi tipe I yang berawal sangat cepat dari paparan racun yang
menjadi subjek sensitif.
Hal ini ditandai dengan pelepasan histamin dari sejenis sel darah putih. Histamin menyebabkan
banyak gejala reaksi alergi, termasuk edema jaringan. Selain edema, eritema, dan menyertai bekas
luka pada kulit, urtikaria disertai dengan gatal yang parah.
Pada kasus yang parah, seperti yang terjadi pada beberapa orang akibat sengatan lebah atau tawon,
urtikaria dapat menyebabkan anafilaksis sistemik, reaksi alergi yang berpotensi fatal.
Efek toksikan di bagian mata

Toksisitas Mata dihasilkan dari kontak langsung dengan atau


distribusi internal ke mata. Karena kornea dan konjungtiva
terpapar langsung dengan racun, konjungtivitis dan erosi
kornea dapat diamati setelah paparan bahan kimia di
tempat kerja.
Banyak barang rumah tangga dapat menyebabkan
konjungtivitis.
Bahan kimia dalam sistem peredaran darah dapat
menyebar ke mata dan menyebabkan kekeruhan kornea,
katarak, dan kerusakan saraf retina dan optik.
Sebagai contoh:
• Asam dan alkali yang kuat dapat menyebabkan korosi
kornea yang parah.
• Kortikosteroid dapat menyebabkan katarak.
• Metanol (alkohol kayu) dapat merusak saraf optik.
Efek toksikan di sistem imun
Imunotoksisitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
• Hipersensitivitas (alergi dan autoimunitas)
• Defisiensi imun
• Proliferasi yang tidak terkontrol (leukemia dan limfoma)

• Fungsi normal dari sistem kekebalan adalah untuk mengenali dan


bertahan melawan penjajah asing. Ini dicapai dengan produksi sel yang
menelan dan menghancurkan antigen toksikan dengan cara antibodi
menonaktifkan bahan asing/toksikan tersebut.
Contohnya:
• Lupus erythematosus sistemik ("lupus") pada pekerja yang terpapar
hidrazin.
• Imunosupresi oleh kokain.
• Leukemia (Gangguan kanker darah putih) yang diinduksi oleh benzena.
Contoh lain:
• Kerusakan pada sel sumsum tulang ditandai penurunan leukosit yang
bersirkulasi karena toksikan kloramfenikol.
Atau kerusakan sel sumsum tulang yang ditandai Leukemia karena
toksikan benzena.
Leukemia atau kanker jaringan pembentuk darah, bisa terjadi di sum-sum tulang yang dapat diinduksi
oleh benzene (toksikan).
GENOTOKSIK
Gangguan pada sintesis DNA dan RNA

Radiasi ultraviolet (panjang gelombang 200 s/d 400 nm) dapat


mengakibatkan perubahan kimiawi pada DNA bakeri dan kulit manusia.
Absorpsi sinar ultraviolet ini dapat meningkatkan energi basa purin atau
pirimidin (ke keadaan tereksitasi), sehingga menyebabkan perubahan kovalen
pada strukturnya.

Bentuk lain energi radiasi adalah radiasi pengion, yang dapat mengeluarkan
satu atau lebih elektron dari biomelekul, dan membentuk ion atau radikal
bebas yang sangat tidak stabil. Senyawa ini dapat mengakibatkan perubahan
kimiawi DNA  memicu mutasi genetik
SEKIAN
TERIMA KASIH…

Anda mungkin juga menyukai