Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI PATOLOGIS PADA SISTEM
PERSYARAFAN : CRANIOTOMY DI RUANG ICU
RS. Dr. M. YUNUS KOTA BENGKULU

DISUSUN OLEH :
MELLINIA FEBRIANTI
F0H018002

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN

( Ns.Yusran Hasymi, M. Kep, Sp. KMB ) ( Ns. Roni. W, S. Kep )

PROGRAM D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI PATOLOGIS PADA SISTEM
PERSYARAFAN : CRANIOTOMY DI RUANG ICU
RS. Dr. M. YUNUS KOTA BENGKULU

A. KONSEP DASAR OKSIGENASI


1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh,
salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ ke dalam sistem (kimia/fisika).
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO₂ yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel.
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungan yang berfungsi untuk memperoleh O₂ agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO₂ yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas,
tubuh mengambil O₂dari lingkungan untuk kemudian diangkut keseluruh
tubuh (sel-selnya) melalui darah guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya,
sisa pembakaran berupa CO₂ akan kembali diangkut oleh darah ke paru-paru
untuk dibuang ke lingkungan karena tidak berguna lagi oleh tubuh.
2. Penyebab
1. Faktor Fisiologis
a. Penurunan kapasitas angkut O₂
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O ke
jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada
penderita anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi
tersebutdapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.
b. Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan
penurunan kadar O₂ inspirasi.
c. Hipovolemik
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah
akibat kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.
d. Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus-
menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya,
tubuh mulai memecah persediaan protein dan menyebabkan penurunan
massa otot.
e. Kondisi Lainnya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti
kehamilan, obesitas, abnormalitas musculoskeletal, trauma, penyakit
otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf pusat dan penyakit kronis.
2. Faktor perkembangan
a. Bayi prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin
yang membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini disebabkan oleh
produksi surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru
menyintesis surfaktan baru berkembang pada trimester akhir.
b. Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan
atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing
(misal: makanan, permen dan lain-lain).
c. Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut
akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
d. Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
e. Lansia
Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan
fungsi normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru, pelebaran
alveolus, dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang belakang yang
menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh pada penurunan
kadar O₂.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
b. Olahraga
Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut
jantung dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat
mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena :
1) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
2) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan
meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernafasan.
d. Emosi
Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat
meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup
Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan
vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu nikotin yang
terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer dan koroner.
4. Faktor Lingkungan
a. Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan
ikatan Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
b. Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan
udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang
tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan frekuensi
pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran yang rendah
akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
c. Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit
kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan
lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau
bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat terpapar
zat-zat berbahaya.
3. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh
sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian
kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mukus sillialis sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interferon dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses
ventilasi selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu
kemampuan paru untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien
menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan co2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
complience baik akan tetapi recoil terganggu maka co2 tidak dapat
dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula oblongata
dan pons dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam
batas 6 mmhg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan
bila PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler
paru dan co2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara
epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses
difusi apabila terjadi proses penebalan
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi o2 hal ini dapat terjadi sebagai
mana o2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan o2
dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan o2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara o2 kapiler ke jaringan
tubuh c02, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam
plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk
karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian
menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan
kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah)
akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan umumnya
jantung menkompensasi dengan menambahkan rata-rata
pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2 oleh sel.

B. KONSEP DASAR SISTEM PERSYARAFAN


1. Definisi
Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus
dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu
dengan lingkungan lainnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur
kebanyakan aktivitas system-system tubuh lainnya, karena pengaturan saraf
tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai system tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi
dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi
dari system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah
laku individu. Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel
penyokong) serta Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian
erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama
berfungsi sebagai satu unit.
2. Fungsi Sistem Saraf
Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf
mempunyai 3 fungsi utama yaitu :

1. Sebagai Alat Komunikasi


Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan
oleh alat indera, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah.
Dengan adanya alat-alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui
adanya perubahan yang terjadi disekitar tubuh kita.
2. Sebagai Alat Pengendali
Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat
bekerja serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf,
semua organ tubuh akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang
akurat.
3. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan
Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan
atau reaksi tubuh terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf
sebagai pengendali atau pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan
saraf terdapat pada seluruh pada seluruh alat-alat tubuh kita.

3. Saraf Pusat Manusia


Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi
pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama
yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum
tulang belakang.
Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh
tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh
ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama
dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya.
Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam
keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan durameter.
Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari
goncangan dan benturan.
Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a) Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti
sistem saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b) Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara
piamater dan duramater.
c) Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak.
Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut
cairan serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan
terhadap goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang
mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun
lapisannya yang disebut meningitis.
4. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks.
Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau
sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan
informasi di otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area
penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-
lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin
berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang
berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas
(gunungan) dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12
pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak
yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak
depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa
dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian
yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam
menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak
depan berfungsi dalam penciuman (Campbell, et al , 2006: 578)
a) Otak depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan
hipotalamus.
 Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85%
dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan
bagian paling penting dalam penerjemahan informasi yang Anda
terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya.
Bagian otak besar terdiri atas dua belahan ( hemisfer ), yaitu
belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan
mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua
belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak
kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri,
serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang
berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri
mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif
pada saat anda berpikir logika dan penguasaan bahasa atau
komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak,
terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut
dengan corpus callosum.
 Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi
menuju otak besar. Talamus memilih data menjadi beberapa
kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan. Talamus
juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal
lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi menuju
bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
 Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai
macam hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh,
tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual.
Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena
dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan,
seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus,
terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam biologis.
Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur
dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian
yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian
diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar yang
menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar
pituitari (hipofisis).
Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda
terhadap informasi yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
b. Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya
dari penglihatan.
c. Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit
serta berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh.
d. Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses
ingatan dan perencanaan kegiatan manusia.
b) Otak tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang
berfungsi dalam sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi
dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata. Otak
tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada
otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai
pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah,
banyak diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan
lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan
mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian
otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin.
c) Otak belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula
oblongata, dan pons varoli. Otak kecil berperan dalam
keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan
mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem gerak
sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh
pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan
sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan
saluran keseimbangan di telinga yang menjaga keseimbangan
posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan
tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak
kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian
otak kecil terdapa saluran yang menghubungkan antara otak
dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula
oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam mengatur
pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh
darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata
dan sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula
oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai
pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan
pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan.
Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih
dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih
normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang
masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang
mengalami koma yang berkepanjangan. Bersama otak tengah,
pons varoli dan medula oblongata membentuk unit
fungsional yang disebut batang otak ( brainstem ).

C. KONSEP DASAR CRANIOTOMY


1. Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK,
mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and
Suddarth).

2. Anatomi dan Fisiologi


Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut
sebagai tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang
yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital.
1. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus
tersebut adalah:
a. Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya
untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri.
b. Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu
mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c. Lobus temporal
Fungsinya:   mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh dengan
daerah ini.
d. Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya:    bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2. Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah
(midbrasia) menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer
cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik dan sebagai
pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
3. Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral,
lipatan dura meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua
aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input
sensorik.

3. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).

4. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena
cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala
adalah sebagai berikut:.
a. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
b. Kecepatan kekuatan yang datang
c. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
d. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger
otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka
bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum
cedera kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak,
defisit sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan
selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya
tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat
terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas,
dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek
yang bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat
dari kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan
frontal, batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada
lokasi-lokasi tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral,
intraventricular. Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya
cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal
atau temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang
disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital.
Edema otak merupakan penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi
cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya
kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit
kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema.
Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka
lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak
sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.

5. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.

6. Pemeriksan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan:   mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan:  pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca
trauma.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
c. Angiopati Serebral
Tujuan:   menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

7. Komplikasi
a.   Edema cerebral
b. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara
akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
c. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang
disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut)
dan sangat besar (subdural kronik).
d. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada
cedera kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera
kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau
stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC,
sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
e. Hypovolemik syok 
f. Hydrocephalus
g. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
h. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebiti s post operasi biasanya ti mbul 7 - 14 hari
setelah operasi. Bahaya besar tromboplebiti s ti mbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
i. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic
dan antiseptic.
j. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi
luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-
tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam
melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi
adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan.

8. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan


a. Tindakan keperawatan post operasi
1. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan
out put
2. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus
hati – hati jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril
b. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya ti dak
diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan,
makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan ti nggi protein dan vitamin C.   Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan
vitamin C yang mengandung anti oksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif 
d. Bowel movement positif 
c. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga
harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.
Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk
melakukan ambulasi dini
d. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
1. Sistem Perkemihan
a. Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8
jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV,
manipulasi operasi →  retensio urine.
b. Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah
(distensi buli – buli)
c. Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30
ml/jam → komplikasi ginjal
2. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam
pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan
dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta
TIO meningkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak
flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a.Pengkajian

1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat,
cair)setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau
hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR <
10 X / menit → depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal →
gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang
meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernafasan diafragma, retraksi sterna → efek anathesi
yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan.
d. Disability  : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon
motorik dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan
visual dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.
2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien  Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah
kesdaran somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC,
RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari
b a w a h i g a , d a n l i m p a t i d a k   membesar, perkusi bunyi redup,
bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus
adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas
atas 4 – 4 dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan
laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna
kuning kecoklatan.

b.Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Pola napas tidak efektif
c.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Kep.
1. Bersihan Jalan Napas Tujuan : Manajemen
Tidak Efektif Kemampuan Jalan Napas
Penyebab : membersihkan sekret atau Observasi :
Fisiologis obstruksi jalan napas untuk -Monitor pola
1.Spasme jalan napas mempertahankan jalan napas (frekuensi,
2.Hipersekresi jalan naps tetap paten. kedalaman, usaha
napas Kriteria Hasil : napas)
3.Disfungsi -Batuk efektif meningkat -Monitor bunyi
neuromuskuler -Produksi sputum menurun napas tambahan
4.Benda asing dalam -Mengi menurun (mis. Gungling,
jalan napas -Wheezing menurun mengi, wheezing,
5.Adanya jalan napas -Dispnea menurun ronkhi kering)
buatan -Ortopnea menurun -Monitor sputum
6.Sekresi yang tertahan -Sulit bicara menurun (jumlah, warna,
7.Hiperplasia dinding -Sianosis menurun aroma)
jalan napas -Gelisah menurun Terapeutik
8.Proses infeksi -Frekuensi napas membaik -Pertahankan
9.Respon alergi -Pola napas membaik. kepatenan jalan
10.Efek agen napas dengan
farmakologi head-tilt dan chin
(mis.anastesi) lift (jaw-thrust jika
Gejala dan Tanda curiga trauma
Mayor servikal)
Subjektif (tidak tersedia) -posisikan semi-
Objektif : fowler atau fwoler
1.Batuk tidak efektif -Berikan minum
2.Tidak mampu batuk hangat
3.Sputum berlebih -Lakukan
4.Mengi, wheezing, fisioterapi dada,
dan/atau ronkhi kering jika perlu
5.Mekonium di jalan -Lakukan
napas (pada neonatus) penghisapan lendir
Gejala dan Tanda kurang dari 15
Minor detik
Subjektif : -Lakukan
1.Dispnea hiperoksigenasi
2.Sulit berbicara sebelum
3.Ortopnea penghisapan
Objektif : endotrakeal
1.Gelisah -Keluarkan
2.Sianosis sumbatan benda
3.Bunyi napas menurun padat dengan
4.Frekuensi napas forsep McGill
berubah -Berikan oksigen,
5.Pola napas berubah. jika perlu
Kondisi Klinis Terkait Edukasi
1.Gullian barre syndrome -Anjurkan asupan
2.Sklerosis multipel cairan
3.Myasthenia gravis 2000ml/hari, jika
4.Prosedur diagnostik tidak
(mis. Bronkoskopi, kontraindikasi
transesophageal -Ajarkan teknik
echocardiography [TEE]) batuk efektif
5.Depresi sistem saraf Kolaborasi
pusat -Kolaborasi
6.Cedera kepala pemberian
7.Stroke bronkodilator,
8.Kuadriplegia ekspektoran,
9.Sindrom aspirasi mukolitik, jika
mekonium perlu.
10.Infeksi saluran napas.

2. Pola Napas Tidak Efektif Tujuan : Pemantauan


Penyebab : Inspirasi dan/atau ekspirasi Respirasi
1.Depresi pusat yang memberikan ventilasi Observasi
pernapasan adekuat -Monitor
2.Hambatan upaya napas Kriteria Hasil : frekuensi, irama,
(mis. Nyeri saat -Ventilasi semenit kedalaman, dan
bernapas, kelemahan otot meningkat upaya napas
pernapasan) -Kapasitas vital meningkat -Monitor pola
3.Deformitas dinding -Diameter thoraks anterior- napas (seperti
dada posterior meningkat bradipnea,
4.Deformitas tulang dada -Tekanan ekspirasi takipnea,
5.Gangguan meningkat hiperventilasi,
neuromuskular -Tekanan inspirasi kussmaul, cheyne-
6.Gangguan neurologis meningkat stokes, biot,
(mis. -Dispnea menurun ataksik)
Elektroensefalogram -Penggunaan otot bantu -Monitor
[EGG] positif, cedera napas menurun kemampuan batuk
kepala,gangguan kejang) -Ortopnea menurun efektif
7.Imaturitas neurologis -Pernapasan pursed-lip -Monitor adanya
8.Penurunan energi menurun produksi sputum
9.Obesitas -Pernapasan cuping hidung -Monitor adanya
10.Posisi tubuh yang menurun sumbatan jalan
menghambat ekspansi -Frekuensi napas membaik napas
paru -Kedalaman napas -Palpasi
11.Sindrom hipoventilasi membaik kesimetrisan
12.Kerusakan inervasi -Ekskursi dada membaik. ekspansi paru
diafragma (kerusakan -Auskultasi bunyi
saraf C5 ke atas) napas
13.Cedera pada medula -Monitor saturasi
spinalis oksigen
14.Efek agen -Monitor nilai
farmakologis AGD
15. Kecemasan -Monitor hasil x-
Gejala dan Tanda ray toraks
Mayor Terapeutik
Subjektif : -Atur interval
1.Dispnea pemantauan
Objektif : repirasi sesuai
1.Penggunaan otot bantu kondisi pasien
pernapasan -Dokumentasi
2.Fase ekspirasi hasil pemantauan
memanjang Edukasi
3.Pola napas abnormal -Jelaskan tujuan
9mis. Takipnea, dan prosedur
bradipnea, hiperventilasi, pemantauan
kussmaul, cheyne-stokes) -Informasikan
Gejala dan Tanda hasil pemantauan,
Minor jika perlu.
Subjektif :
1.Ortopnea
Objektif :
1.Pernapasan pursed-lip
2.Pernapasan cuping
hidung
3.Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4.Ventilasi semenit
menurun
5.Kapasitas vital
menurun
6.Tekanan ekspirasi
menurun
7.Tekanan inspirasi
menurun
8.Ekskursi dada berubah.
Kondisi Klinis Terkait
1.Depresi sistem saraf
pusat
2.Cedera kepala
3.Trauma thoraks
4.Gullian barre syndrome
5.Mutiple sclerosis
6.Myasthenia gravis
7.Stroke
8.Kuadriplegia
9.Intoksikasi alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
SDKI, SLKI, SIKI

Anda mungkin juga menyukai