DISUSUN OLEH :
MELLINIA FEBRIANTI
F0H018002
PROGRAM D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI PATOLOGIS PADA SISTEM
PERSYARAFAN : CRANIOTOMY DI RUANG ICU
RS. Dr. M. YUNUS KOTA BENGKULU
3. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
4. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena
cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala
adalah sebagai berikut:.
a. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
b. Kecepatan kekuatan yang datang
c. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
d. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger
otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka
bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum
cedera kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak,
defisit sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan
selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya
tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat
terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas,
dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek
yang bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat
dari kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan
frontal, batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada
lokasi-lokasi tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral,
intraventricular. Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya
cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal
atau temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang
disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital.
Edema otak merupakan penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi
cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya
kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit
kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema.
Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka
lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak
sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
5. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.
6. Pemeriksan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca
trauma.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
c. Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
7. Komplikasi
a. Edema cerebral
b. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara
akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
c. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang
disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut)
dan sangat besar (subdural kronik).
d. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada
cedera kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera
kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau
stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC,
sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
e. Hypovolemik syok
f. Hydrocephalus
g. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
h. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebiti s post operasi biasanya ti mbul 7 - 14 hari
setelah operasi. Bahaya besar tromboplebiti s ti mbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
i. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic
dan antiseptic.
j. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi
luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-
tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam
melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi
adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang
a.Pengkajian
1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat,
cair)setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau
hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR <
10 X / menit → depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal →
gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang
meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernafasan diafragma, retraksi sterna → efek anathesi
yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon
motorik dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan
visual dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.
2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah
kesdaran somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC,
RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari
b a w a h i g a , d a n l i m p a t i d a k membesar, perkusi bunyi redup,
bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus
adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas
atas 4 – 4 dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan
laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna
kuning kecoklatan.
b.Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Pola napas tidak efektif
c.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Kep.
1. Bersihan Jalan Napas Tujuan : Manajemen
Tidak Efektif Kemampuan Jalan Napas
Penyebab : membersihkan sekret atau Observasi :
Fisiologis obstruksi jalan napas untuk -Monitor pola
1.Spasme jalan napas mempertahankan jalan napas (frekuensi,
2.Hipersekresi jalan naps tetap paten. kedalaman, usaha
napas Kriteria Hasil : napas)
3.Disfungsi -Batuk efektif meningkat -Monitor bunyi
neuromuskuler -Produksi sputum menurun napas tambahan
4.Benda asing dalam -Mengi menurun (mis. Gungling,
jalan napas -Wheezing menurun mengi, wheezing,
5.Adanya jalan napas -Dispnea menurun ronkhi kering)
buatan -Ortopnea menurun -Monitor sputum
6.Sekresi yang tertahan -Sulit bicara menurun (jumlah, warna,
7.Hiperplasia dinding -Sianosis menurun aroma)
jalan napas -Gelisah menurun Terapeutik
8.Proses infeksi -Frekuensi napas membaik -Pertahankan
9.Respon alergi -Pola napas membaik. kepatenan jalan
10.Efek agen napas dengan
farmakologi head-tilt dan chin
(mis.anastesi) lift (jaw-thrust jika
Gejala dan Tanda curiga trauma
Mayor servikal)
Subjektif (tidak tersedia) -posisikan semi-
Objektif : fowler atau fwoler
1.Batuk tidak efektif -Berikan minum
2.Tidak mampu batuk hangat
3.Sputum berlebih -Lakukan
4.Mengi, wheezing, fisioterapi dada,
dan/atau ronkhi kering jika perlu
5.Mekonium di jalan -Lakukan
napas (pada neonatus) penghisapan lendir
Gejala dan Tanda kurang dari 15
Minor detik
Subjektif : -Lakukan
1.Dispnea hiperoksigenasi
2.Sulit berbicara sebelum
3.Ortopnea penghisapan
Objektif : endotrakeal
1.Gelisah -Keluarkan
2.Sianosis sumbatan benda
3.Bunyi napas menurun padat dengan
4.Frekuensi napas forsep McGill
berubah -Berikan oksigen,
5.Pola napas berubah. jika perlu
Kondisi Klinis Terkait Edukasi
1.Gullian barre syndrome -Anjurkan asupan
2.Sklerosis multipel cairan
3.Myasthenia gravis 2000ml/hari, jika
4.Prosedur diagnostik tidak
(mis. Bronkoskopi, kontraindikasi
transesophageal -Ajarkan teknik
echocardiography [TEE]) batuk efektif
5.Depresi sistem saraf Kolaborasi
pusat -Kolaborasi
6.Cedera kepala pemberian
7.Stroke bronkodilator,
8.Kuadriplegia ekspektoran,
9.Sindrom aspirasi mukolitik, jika
mekonium perlu.
10.Infeksi saluran napas.
A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
SDKI, SLKI, SIKI