Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI TN. O


RAWAT INAP RUANGAN ANGGREK RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANES KUPANG

OLEH
NAMA : RESIANA KORE TOME
NIM : 2382015403
PRODI : PROFESI NERS

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS UNIVERSITAS CITRA BANGSA


TAHUN 2023/2024
KONSEP DASAR OKSIGENASI

A. Pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.


Dalam tubuh, oksigen berperan penting bagi proses metabolisme sel secara fungsional.
Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami
kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan
oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2 dan pembuangan
CO2. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak
mendapatkan oksigen, maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).

B. Etiologi

Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status kesehatan, faktor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolik
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas dan penyakit kronis
2. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang sedang
mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan penyakit kronis.

3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan
penggunaan zat-zat tertentu secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)

C. Proses Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).

1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi
paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka
tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c. Jalan napas.
Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan sebaliknya saat
ekspirasi, yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh sistem saraf otonom.
Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat
terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Pengaturan Nafas
Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat nafas
biasanya terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil
metabolism sel yang mampu dengan mudah melewati sawar darah otak atau sawar
darah cairan cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan
konsentrasi hydrogen dan akan merangsang pusat nafas. Perangsangan pusat
pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan mekanisme umpan balik yang
penting untuk mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya trauma kepala
atau edema otak atau peningkaan tekanan intracranial dapat menyebabkan
gangguan pada system pengendalian ini.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2, di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas
epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana O2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O 2 dalam rongga alveoli lebih tinggi
dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
a. Luasnya permukaan paru
Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja,
pertukaran gas-gas tersebut dapat terganggu secara bermakna bahkan dalam
keadaan istirahat sekalipun. Penurunan luas permukaan membran yang paling
sedikitpun dapat menganggu pertukaran gas yang hebat saat olahraga berat atau
aktifitas lainnya. Pada konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut,
atau pada
tuberkulosa paru, pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi penurunan luas
permukaan membran respirasi.
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli
dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah
oleh karena tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan
dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %)
sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%)
dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).
Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Kardiak output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5 L/menit.
Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang, maka jumlah oksigen
yang ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau HB
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan
berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c. Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya
pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju
daerah tujuan.
d. Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau plasma
darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah maka
akan semakin sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah (Eki, 2017).

D. Anatomi Sistem Pernapasan


1. Sistem pernapasan Atas
a. Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan,
humidifikasi dan penghangatan. Dinding hidung terdiri dari jaringan mukosa yang
mengandung cairan mukus dan sel epitel bersilia. Di dalam hidung juga terdapat
jaringan rambut. Partikel debu/ zat asing yang masuk bersama udara akan tertahan
oleh jaringan rambut. Partikel tersebut kemudian jatuh dan melekat/ tertangkap di
cairan mucus. Kemudian sel epitel silia memindahkan cairan mucus bersama partikel
asing tersebut ke tenggorokan. Oleh karena itu, partikel asing yang berdiameter lebih
dari 4-6 akan tersaring dan tidak masuk ke sistem pernafasan (Kusnanto, 2016).
b. Laring-Faring
Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di
superior yang untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring. Faring merupakan
bagian belakang dari rongga mulut (kavum oris). Di faring terdapat percabangan 2
saluran yaitu trakea di anterior sebagai saluran nafas dan esophagus di bagian
posterior sebagai saluran pencernaan. Trakea dan esophagus selalu terbuka, kecuali
saat menelan. Ketika bernafas, udara akan masuk ke kedua saluran tersebut.
Melalui gerakan reflek menelan, saluran trakea akan tertutup sehingga zat makanan
akan aman masuk ke esophagus. Refleks menelan akan terjadi bila makanan yang
sudah dikunyah oleh mulut didorong oleh lidah ke belakang sehingga menyentuh
dinding faring. Saat menelan epiglottis dan pita suara akan menutup trakea. Bila
reflek menelan tidak sempurna maka berisiko terjadi aspirasi (masuknya makanan ke
trakea) yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas (Kusnanto, 2017).
2. Sistem Pernapasan Bawah
a. Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago
yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru,
bronkus utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di
bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon brokus.
b. Bronkus (Cabang Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri.
Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke
arah kanan. Hal inilah yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah
terserang penyakit. Struktur dinding bronkus hampir sama dengan trakea.
Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada dinding bronkus. Bronkus
akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi tiga
bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap
bronkiolus bermuara ke alveolus. Disepanjang trakea, bronkus dan bronkiolus,
terdapat jaringan mukosa dengan sel-sel goblet yang diselingi sel epitel bersilia.
Sel goblet menghasilkan cairan mucus yang berperan untuk melembabkan udara
inspirasi dan menagkap partikel-partikel asing. Partikel asing yang tertangkap
akan digerakkan oleh silia sel epitel ke kavum oris (Kusnanto, 2016; Eki 2017).

E. Fisiologi Pernapasan
1. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal ( pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas
alveolar, serta transpor oksigen dan karbondioksida.
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem
saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplian paru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler dan
dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbondioksida
Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas pernafasan pada
proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbondioksida diangkut
dari jaringan kembali menuju paru.
2. Pernapasan Sistemik
Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel yang
berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan
karbondioksida selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini,
darah yang banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh hingga mencapai
kapiler sistemik.

F. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan


1. Gangguan Irama Pernapasan
a. Pernapasan Cheyne Stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang
amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti,
lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini
biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan
intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis jenis pernapasan ini,
terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas
permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne
stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan
pada penyakit radang selaput otak.
c. Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan
pada klien dengan asidosis metabolic dan gagal ginjal.
2. Gangguan frekuensi pernapasan
a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan jumlah
frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.
3. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama yaitu ;
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema, TBC, dan
lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya pada
edema paru, pneumonia, dan lainnya.
3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal dalam
beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru ke
jaringan
1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang
tersedia untuk transfor oksigen.
2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar hemoglobin
menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung yang
rendah.

4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi
jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam darah tinggi
dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah
oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi
anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia hipokinetik
Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya
bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis yaitu
hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
c. Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
d. Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan
mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh
racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena
dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).
G. Pathway
Pathway

Pernapasan

Oksigenasi

Ventilasi Transportasi

Inspirasi / Adanya sumbatan Difusi


ekspirasi inadekuat pada jalan napas

Pola napas tidak Obstruksi jalan napas


efektif

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

H. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terapi oksigen adalah tindakan pemberian
oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi
oksigen
adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen
dapat dilakukan pada :
1. Perubahan frekuensi atau pola napas
2. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3. Hipoksemia
4. Menurunnya kerja napas
5. Menurunnya kerja miokard
6. Trauma berat
Berikut metode-metode yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen :
a. Inhalasi oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan
masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan
oksigen dengan aliran 1 – 6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% -
40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan
aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60%.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,
oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang
fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada
saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2 –
15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang
menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur
sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%,
kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung
pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara
bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan
getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada
pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi
udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari
berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada setiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki
ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis,
meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif
merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan
batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan
bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas.
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri.
Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi
kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Meliputi pengkajian tentang riwayat masalah kesehatan pada sistem
pernapasan dulu dan sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya
faktor resiko untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Riwayat penggunaan obat
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebiasaan merokok, kebiasaan dalam bekerja yang
dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi. Pada saat melakukan inspeksi, perawat mengamati dan menilai :
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Keadaan umum
3) Postur tubuh
4) Turgor kulit dan membran mukosa
5) Dada (kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior, struktur toraks,
pergerakan dinding dada)
6) Pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan, durasi inspirasi dan ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas
dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai :
1) Taktil fremitus taktil pada dada dan punggung pasien dengan memintanya
menyebutkan “tujuh-tujuh” secara ulang. Normalnya, fremitus taktil akan
terasa pada individu yang sehat dan meningkat pada kondisi konsolidasi.
Getaran meningkat : pneumonia, penumpukan sekret, atektasis yang belum
totalm infark atau fibrosis paru.
Getaran menurun : efusi pleura, pneumothorak, penebalan pleura, emfisema
atau sumbatan bronkus.
2) Dinding thorak: adakah pulsasi, rasa nyeri, tumor, cekungan ? Serta
bandingkan perbedaan dinding thorak bagian kanan dan kiri.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
mengkaji adanya abnormalitas, cairan / udara dalam paru. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resonan / gaung perkusi. Berikut beberapa macam suara
ketukan yang timbul :
1) Sonor. Suara normal terdengar di seluruh lapang paru-paru
2) Redup. Suara yang timbul akibat konsolidasi paru (pemadatan); tumor,
atalektasis, atau cairan
3) Hipersonor. Suara yang ditimbulkan lebih keras dibandingkan dengan suara
sonor; akibat adanya udara berlebihan di paru-paru
4) Timpani. Suara yang terdengar nyaring seperti jika memukul gendang.
Normalnya terdengar di bawah diafragma kiri, dimana terletak lambung dan
usus besar. Namun jika terdengar di dinding thorak, artinya tidak normal;
akibat adanya udara

d. Auskultasi
1) Auskultasi sistem kardiovaskuler meliputi: pengkajian dalam mendeteksi
bunyi S1dan S2 normal/tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan.
Auskultasi juga digunakan untuk mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri
karotis, aorta abdomen, dan arteri femoral.
2) Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di
sepanjang lapangan paru. Suara napas tambahan terdengar, jika suatu daerah
paru mengalami kolaps, terdapat cairan atau terjadi obstruksi.
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan
oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah arteri,
oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dada, bronkoskopi, scan paru
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur kerongkongan,
sputum, uji kulit torakosintesis

J. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
K. Rencana Keperawatan

NO Diangnosis keperawatan Tujuan keperawatan dan kriteria Rencana tindakan


hasil
1. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Airway management
3x23 jam 1. Jaga kapatenan jalan napas : buka jalan
DS : sulit bicara, dipnea dan ortopnea Respirstori: airway patency napas, suction, fisioterapi dada sesuai
1. Klien mampu mengidentifikasi dan indikasi
DO: sputum berlebihan, terdengar mencegah faktor yang dapat 2. Monitor, pemberian oksigen, vital sign
suara mengi/wheezing, dan /ronkhi menghambat jalan napas tiap jam
kering, frekuensi napas berubah, 2. Menunjukan jalan napas yang paten 3. Monitor status respirasi : adanya suara
bunyi napas menurun, pola napas : klien tidak merasa tercekik, tidak tambahan
berubah terjadi akspirasi, frekuensi napas 4. Ajarkan teknik napas dalam dan batuk
dalam rentang normal napas efektif
3. Tidak ada suara napas abnormal 5. Kolaborasi dengan tim medis
4. Tidak ada bunyi napas tambahan pemberian O2, bromkodilator, terapi
5. Mampu mengeluarkan sputum dari nebulizer, insersi jalan napas, dan
jalan napas pemeriksaan laboratorium: AGD

Suction
6. Monitor dan catat tipe dan jumlah
sekret pencegahan aspirasi
7. Monitor saturan oksigen dan status
hemodinamikselama dan setelah
suction
Pencegahan aspirasi
8. Monitor tingkat kesadaran, reflek
batuk,muntah dan kemampuan
menelah
9. Tinggikan posisi kepala tempat tidur
30-45 derajat setelah makan untuk
mrncegah aspirasi dan mengurangi
dispnea

2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Airway management
DS: Dipnea, ortopnea selama 3x 24 jam 1. Pantau adanya pucatdan sianosis
DO: penggunaan otot bantu Respiratory : ventilation 2. Pantau efek obat pada status respirasi
pernapasan, fase ekspirasi 1. Ekspirasi dada simetris 3. Pantau bunyi respirasi, pola respirasi,
memanjang, pola napas abnormal, 2. Tidak terdapat penggunaan otot dan vital sign
pernapasan cuping hidung, tekanan bantu pernapasan 4. Kaji TTV dan adanya sianosis
ekspirasi/ispirasi menurun 3. Tidak terdengar bunyi napas 5. Kaji adanya penurunan ventilasi dan
tambahan bunyi napas tambahan, serta kebutuhan
4. Ttv dalam batas normal insersi jalan napas
5. Fungsi paru menunjukan nilai 6. Monitor pola pernapasan ( brandipnea,
dalam batas normal takaripnea, hiperventilasi) : kecepatan,
irama,kedalaman,dan usaha respirasi
Monitor tipe pernapasan : kussmaul,
cheyne stroke, biot
7. Pertehanan pemberian O2 sesuai
kebutuhan
8. Informasikan dan ajarka kepada klien
dan keluarga tentang teknik relasasi
9. Kolaborasi dengan team medis untuk
program terapi, pemberian oksigen,
bronkodilator, nebulizer, serta
pemeriksaan medis
DAFTAR PUSTAKA

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien
Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5.
Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai