TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2013), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif /
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
3
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet
yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
2) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
4
5) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
d. Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dan permukaan laut.
4. Fisiologi Oksigen
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,
maka tekanan udaranya semakin rendah.
2) Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru
dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Luasnya permukaan paru-paru.
2) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
3) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana
O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O²
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
4) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
5
c. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh
dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2) Kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.
5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen
tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).
6. Manifestasi Klinis
a. Suara napas tidak normal.
b. Perubahan jumlah pernapasan.
c. Batuk disertai dahak.
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin.
g. Penurunan ekspansi paru.
h. Takhipnea
6
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
7
1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas
9. Penatalaksanaan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
8
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning
10. Pengkajian
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk
9
c. Gangguan pernafasan gas
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b) Pasien mengeluh susah tidur
c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah
10
12. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa yang diangkat:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
sputum ditandai dengan batuk produktif
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh ditandai
dengan bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru
11
ditandai efektif dengan kriteria 3. Ajarkan teknik bernafas ekpansi paru dan
dengan hasil : dan relaksasi yang benar memudahkan
bradipnea 1. Menunjukkkan pola 4. Kolaborasikan dalam pernafasan
nafas efektif dengan pemberian obat 3. Dapat memberikan
frekuensi nafas 16-20 pengetahuan pada
kali/menit dan irama pasien tentang teknik
teratur bernafas
2. Mampu menunjukkan 4. Pengobatan
perilaku peningkatan mempercepat
fungsi paru penyembuhan dan
memperbaiki pola
nafas
12
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas
saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;
Bousquet, 2008)
2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
Secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
a) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
13
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
a) Alergen
b) Olahraga
c) Infeksi bakteri pada saluran napas.
d) Stres.
e) Gangguan pada sinus.
f) Perubahan cuaca.
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1) Asma bronkhiale
Ashma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan.
2) Asma Kardial
Asma yang timbul akibat kelainan pada jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur.
14
c. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang) : gejala kurang dari 1 kali/minggu dan
serangan singkat.
2. Asma Mild Persistent (asma persisten ringan) : gejala lebih dari 1
kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari.
3. Asma Moderate persistent (asma persisten sedang) : gejala terjadi
setiap hari.
4. Asma Severe Persistent (asma persisten berat) : terjadi setiap hari dan
serangan sering terjadi.
4. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi
mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan
kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya
kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan
udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian
lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
15
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.
Patways
Factor Pencetus
Ekspirasi
Perfusi paru
Tdk cukup
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan
tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
16
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
6. Komplikasi
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas.
b. Chronic persisten bronchitis.
c. Bronchitis.
17
d. Pneumonia.
e. Emphysema
f. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asma tikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer& Bare, 2002).
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Lung Function Test : berfungsi untuk mendiagnosis asma dan tingkatannya.
b) Skin Test : berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.
c) Chest X-ray : berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk
memeriksa pulmonaty shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis.
d) Histamin Bronchial Provocation Test : untuk mengidikasikan adanya airway
yang hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh penyakit asma, terutama
pada pasien dengan gejala utama batuk.
8. Penatalaksanaan
a. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan : Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma
b) Menghindari faktor pencetus : Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi : Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus.
b. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta : Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
18
b) Metil Xantin : Golongan metil xantinadalanaminophilin dan teopilin, obat
ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mgempatkali sehari.
c) Kortikosteroid : Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol (beclometasondipropinate) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
19
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi
j. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
gangguan fungsi
k. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah,gangguan menelan
l. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : - Perubahan kesadran bisa sampai koma
- Perubahan status mental
- Perubahan pupil
- Kehilangan penginderaan
- Wajah tdk simetris
- Genggaman lemah tidak seimbang
- Kehilangan sensasi sebagian tubuh
m. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan
nyeri nyeri yg hebat,merintih
n. Pernafasan
Gejala : Sesak nafas
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronkhi, mengi
o. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle
disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau
hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
20
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
c. Kurang pengetahuan tentang faktor-faktor pencetus asma berhubungan dengan
kurang terpapar informasi tentang penyakit asma.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perfusi paru yang tidak baik
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
21
bronkus. keperawatan dalam mendapatkan
diharapkan pola 3. Ciptakan sirkulasi oksigen yang
nafas baik dengan udara lingkungan adekuat
Kriteria Hasil : yang baik 3. Menciptakan
1. klien tidak sesak 4. Kolaborasi terapi sirkulasi oksigen
2. RR oksigen 4. Memenuhi
16-24x/menit 5. Observasi TTV kebutuhan oksigen
5. Mengetahui k/u
klien
22