Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen


1. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak
dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal.
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di
gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan
sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel.
Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti
gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh
tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel). 
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan
upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.

2. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2013), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif /
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

3
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet
yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
2) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.

4
5) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
d. Faktor Lingkungan
1)      Tempat kerja
2)      Suhu lingkungan
3)      Ketinggian tempat dan permukaan laut.

4. Fisiologi Oksigen
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
a.  Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,
maka tekanan udaranya semakin rendah.
2) Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru
dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Luasnya permukaan paru-paru.
2) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
3) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana
O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O²
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
4) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus  dan mengikat HB.

5
c. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh
dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2) Kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen
tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Manifestasi Klinis
a. Suara napas tidak normal.
b. Perubahan jumlah pernapasan.
c. Batuk disertai dahak.
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin.
g. Penurunan ekspansi paru.
h. Takhipnea

6
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler

d. Pemeriksaan sinar X dada


Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
h. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

8. Masalah Kebutuhan Oksigen


a. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen
dalam tubuh akibat defisiensi oksigen.
b. Perubahan Pola Nafas

7
1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas

c. Obstruksi Jalan Nafas


Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat
disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi,
serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.
d. Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

9. Penatalaksanaan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif

8
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

10. Pengkajian
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
                                           1) Data Subjektif
a)      Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b)      Pasien mengeluh batuk tertahan
c)      Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d)     Pasien merasa ada suara nafas tambahan
                                       2) Data Objektif
a)      Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b)      Terdapat bunyi nafas tambahan
c)      Pasien tampak bernafas dengan mulut
d)     Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e)      Pasien tampak susah untuk batuk

b. Pola nafas tidak efektif


                                           1)  Data Subjektif
a)      Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b)      Pasien mengatakan berat saat bernafas
                                          2) Data Objektif
a)      Irama nafas pasien tidak teratur
b)      Orthopnea
c)      Pernafasan disritmik
d)     Letargi

9
c. Gangguan pernafasan gas
                                           1) Data Subjektif
a)      Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b)      Pasien mengeluh susah tidur
c)      Pasien merasa lelah
d)     Pasien merasa gelisah
                                         2)  Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah

11. Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:
1) Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau
influenza.
2) Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
3) Sumbatan jalan nafas karena benda asing
b.  Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:
1)      Lemahnya otot pernafasan
2)      Penurunan ekspansi paru
c.  Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:
1)      Perubahan suplai oksigen
2)      Adanya penumpukan cairan dalam paru
3)      Edema paru

10
12. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa yang diangkat:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
sputum ditandai dengan batuk produktif
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh ditandai
dengan bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Ketidakefek Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi dada untuk 1. Pernafasan rochi,
tifan keperawatan selama 2 x 24 karakter bunyi nafas dan wheezing
bersihan jam diharapkan bersihan adanya secret. menunjukkan
jalan nafas jalan napas efektif dengan 2. Berikan air minum hangat tertahannya secret
b/d kriteria hasil : 3.  Beri posisi yang nyaman obstruksi jalan nafas
peningkatan 1. Menunjukkan jalan seperti posisi semi fowler
2. Membantu
sputum nafas bersih 4. Sarankan keluarga agar mengencerkan secret
ditandai 2. Suara nafas normal tidak memakaikan pakaian
3. Memudahkan pasien
dengan tanpa suara tambahan ketat kepada pasien untuk bernafas
batuk 3. Tidak ada penggunaan 5. Kolaborasi penggunaan
4. Pakaian yang ketat
produktif otot bantu nafas nebulizer menyulitkan pasien
4. Mampu melakukan untuk bernafas
perbaikan bersihan 5. Kelembapan
jalan nafas mempermudah
pengeluaran dan
mencegah
pembentukan mucus
tebal pada bronkus
dan membantu
pernafasan
Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi pernafasan 1. Mengetahui frekuensi
tifan pola tindakan keperawatan pasien. pernafasan paasien
nafas b/d selama 2 x 24 jam 2. Tinggikan kepala dan 2. Duduk tinggi
posisi tubuh diharapkan pola napas bantu mengubah posisi. memungkinkan

11
ditandai efektif dengan kriteria 3. Ajarkan teknik bernafas ekpansi paru dan
dengan hasil : dan relaksasi yang benar memudahkan
bradipnea 1. Menunjukkkan pola 4. Kolaborasikan dalam pernafasan
nafas efektif dengan pemberian obat 3. Dapat memberikan
frekuensi nafas 16-20 pengetahuan pada
kali/menit dan irama pasien tentang teknik
teratur bernafas
2. Mampu menunjukkan 4. Pengobatan
perilaku peningkatan mempercepat
fungsi paru penyembuhan dan
memperbaiki pola
          nafas

Gangguan Setelah dilakukan 1. Auskultasi dada untuk 1. Weezing atau


pertukaran tindakan keperawatan karakter bunyi nafas dan mengiindikasi
selama 2 x 24 jam adanya secret. akumulasisekret/ketid
gas
diharapkan pertukaran gas 2. Beri posisi yang nyaman akmampuan
b/d berkura dapat dipertahankan seperti posisi semi fowler membersihkan jalan
ngnya dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan untuk bedrest, napas  sehingga otot
keefektifan 1. Menunjukkan batasi dan bantu aktivitas aksesori digunakan
perbaikan ventilasi sesuai kebutuhan dan kerja pernapasan
permukaan
dan oksigenasi 4. Ajarkan teknik bernafas meningkat.
paru jaringan dan  relaksasi yang benar. 2. Memudahkan pasien
2. Tidak ada sianosis 5. Kolaborasikan terapi untuk bernafas
oksigen 3. Mengurangi konsumsi
          oksigen pada periode
respirasi.
4. Dapat memberikan
pengetahuan pada
pasien tentang teknik
bernafas
5. Memaksimalkan
sediaan oksigen
khususnya ventilasi
menurun

12
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas
saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;
Bousquet, 2008)

2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
Secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
a) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
13
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
a) Alergen
b) Olahraga
c) Infeksi bakteri pada saluran napas.
d) Stres.
e) Gangguan pada sinus.
f) Perubahan cuaca.

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1) Asma bronkhiale
Ashma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan.
2) Asma Kardial
Asma yang timbul akibat kelainan pada jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur.

b. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


1) Asma ekstrinsik : munculnya pada waktu anak-anak
2) Asma intrinsic : ditemukan tanda-tanda reaksi hipersensitivitas terhadap
allergen.
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik.

14
c. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang) : gejala kurang dari 1 kali/minggu dan
serangan singkat.
2. Asma Mild Persistent (asma persisten ringan) : gejala lebih dari 1
kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari.
3. Asma Moderate persistent (asma persisten sedang) : gejala terjadi
setiap hari.
4. Asma Severe Persistent (asma persisten berat) : terjadi setiap hari dan
serangan sering terjadi.

4. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi
mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan
kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya
kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan
udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian
lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil

15
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.

Patways

Factor Pencetus

Alergi dan Idiopatik

Edema ddng Spasme otot Sekresi mucus kental


Bronkiolus polos bronkiolus did lm lumen bronkiolus

Ekspirasi

Menekan sisi luar bronkiolus

Diameter bronkiolus mengecil


Pola Nafas Tidak Efektif

Intoleransi aktivitas Dispnea Bersihan jalan nafas tdk efektif

Perfusi paru
Tdk cukup

Gag. Pertukaran Gas

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala
asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan
tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
16
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

c. Asma tingkat III


Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya
penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan
kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus.
b) Sianosis.
c) Silent Chest.
d) Gangguan kesadaran.
e) Tampak lelah.
f) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal.

6. Komplikasi
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas.
b. Chronic persisten bronchitis.
c. Bronchitis.

17
d. Pneumonia.
e. Emphysema
f. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asma tikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer& Bare, 2002).

7. Pemeriksaan Penunjang
a) Lung Function Test : berfungsi untuk mendiagnosis asma dan tingkatannya.
b) Skin Test : berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.
c) Chest X-ray : berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk
memeriksa pulmonaty shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis.
d) Histamin Bronchial Provocation Test : untuk mengidikasikan adanya airway
yang hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh penyakit asma, terutama
pada pasien dengan gejala utama batuk.

8. Penatalaksanaan
a. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan : Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma
b) Menghindari faktor pencetus : Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi : Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus.
b. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta : Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).

18
b) Metil Xantin : Golongan metil xantinadalanaminophilin dan teopilin, obat
ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mgempatkali sehari.
c) Kortikosteroid : Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol (beclometasondipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat
b. Keluhan utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar kepala. Timbul keluhan pusing, mual.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji penykit klien yang berhubungan berhubungan dengan masalah kesehatan
klien sekarang.
d. Diet
Kebiasaan makan makanan rendah serat.
e. Kebiasaan eliminasi.
f. Pemeriksaan Fisik
g.  Aktifitas dan istirahat
Gejala                 :  Merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda                 : - Perubahan kesadaran, letargi
                     `       - Hemiparese
                              - Ataksia cara berjalan tidak tegap
                              - Masalah dlm keseimbangan
                              - Cedera/trauma ortopedi
                              - Kehilangan tonus otot
h. Sirkulasi
Gejala                 : -  Perubahan tekanan darah atau normal
                              - Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg
diselingi   bradikardia disritmia
i. Integritas ego

19
Gejala                 : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda                 :  Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
                              bingung, depresi
j. Eliminasi
Gejala                 :  Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
                              gangguan fungsi
k. Makanan/cairan
Gejala                 :  Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda                 :  Muntah,gangguan menelan
l. Neurosensori
Gejala                 :    Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda                 : -     Perubahan kesadran bisa sampai koma
                              -     Perubahan status mental
                              -     Perubahan pupil
                              -     Kehilangan penginderaan
                              -     Wajah tdk simetris
                              -     Genggaman lemah tidak seimbang
                              -     Kehilangan sensasi sebagian tubuh
m. Nyeri/kenyamanan
Gejala                 ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
                              biasanya lama
Tanda                 :  Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan
                              nyeri nyeri yg hebat,merintih
n. Pernafasan
Gejala : Sesak nafas
Tanda                 :  Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
                              tersedak, ronkhi, mengi
o. Keamanan
Gejala                 : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda                 : -     Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
                              -     Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle
disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau
hidung
                              -     Gangguan kognitif
                              -     Gangguan rentang gerak
                              -     Demam

20
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
c. Kurang  pengetahuan tentang faktor-faktor pencetus asma berhubungan dengan
kurang terpapar informasi tentang penyakit asma.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perfusi paru yang tidak baik
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 Bersihan jalan Tujuan : 1. Ajarkan batuk 1. Membantu


nafas tidak Setelah dlakukan efektif mengeluarkan secret
efektif b/d intervensi 2. Atur posisi 2. Posisi semifowler
tachipnea, keperawatan semifowler membantu
peningkatan diharapkan jalan 3. Berikan fisioterapi melancarkan jalan
produksi mukus, nafas efektif dada nafas
kekentalan dengan, 4. Observasi TTV 3. Membantu
sekresi dan Kriteria Hasil : 5. Observasi suara mengeluarkan secret
bronchospasme 1.Jalan nafas bersih pernafasan 4. Mengetahui k/u
2.Tidak terjadi 6. Kolaborasi klien
gargling pemberian nebulizer 5. Mengetahui suara
3.RR : 16-24x/ nafas
menit 6. Membantu
mengencerkan
dahak dan membuka
jalan nafas
2 Pola Nafas tidak Tujuan : 1. Atur posisi Semi 1. Meningkatkan
efektif b/d Setelah dilakuakn fowler ekspansi paru
penyempitan intervensi 2. Ajarkan tarik nafas 2. Membantu

21
bronkus. keperawatan dalam mendapatkan
diharapkan pola 3. Ciptakan sirkulasi oksigen yang
nafas baik dengan udara lingkungan adekuat
Kriteria Hasil : yang baik 3. Menciptakan
1. klien tidak sesak 4. Kolaborasi terapi sirkulasi oksigen
2. RR oksigen 4. Memenuhi
16-24x/menit 5. Observasi TTV kebutuhan oksigen
5. Mengetahui k/u
klien

3 Kurang  Tujuan : 1. Berikan pendkes 1. Menambah


pengetahuan Setelah dlakukan tentang asma pengetahuan klien
tentang faktor- intervensi 2. Ajarkan cara 2. Membantu klien
faktor pencetus keperawatan mencegah dan mengerti cara
asma diharapkan mengatasi ashma mengatasi dan
berhubungan pengetahuan klien jika ashm kambuh mencegah ashma
dengan kurang baik dengan 3. Evaluasi 3. Mengetahui tingkat
terpapar Kriteria Hasil : pengetahuan klien pengetahuan klien
informasi 1. Klien mengerti
tentang penyakit definisi asma
asma 2. Klien mengerti
cara mencegah
dan mengatasi
asma jika asma
kambuh

22

Anda mungkin juga menyukai