A. Definisi Oksigenasi
B. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dan atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis
sebagai penangkal benda asing yang mengandung interferon dan
dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk
meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya
sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak
terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi saat
terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien menerik
napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan co2
atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik akan
tetapi recoil terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara
maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam batas 6 mmhg
dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila PaCO,
kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kamler paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru Tebalnya membran respirasi atau
permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli dan intertisial.
Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan
b. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai
mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2
dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
c. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut
dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb
membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%)
dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat
menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung,
kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim
ke jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan
menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan
transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2 oleh sel.
(Pradana, 2019)
C. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior- posterior, frekuensi nafas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
1) Menurunnya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di
puncak gunung
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti
pada keracunan sianida
4) Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia;
5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;
6) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di
antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan
konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis
sesak nafas, serta jari tabuh (clubling finger).
c. Gagal nafas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon
dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan
gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya
peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan.
Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang
mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan
obat, gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif
jalan nafas.
d. Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa
sekitar 12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas
dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan
asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi
lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya
pada pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
6) Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung,
dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.
(Ambara, 2019)
F. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen
yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses
ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik
dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing
yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan
volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga
dapat mempengaruhi pertukaran gas(Sasmi, 2016).
G. WOC
H. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah
tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui
atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi
respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan
kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan
beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian
oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan
keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam paru-paru
melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem
inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien
yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri
dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk
menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup
muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan alat
yang sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran
1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana diberikan
secara selang-seling atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka
dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui
lubang antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah
oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan
konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka
nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada
saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup
yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan
akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan
aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 –
100%
2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen
dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang
lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan
aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen
dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup
diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi
dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna
biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah
40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan
vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas
(Eki, 2017)
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit
tangan pada punggung pasien yang menyerupai mangkok
dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian
dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus
sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan
cara memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan
kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien secara
mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan
turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum
yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan
pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru dengan
memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda
pada stiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk
memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk
efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih
pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif
dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan
bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas
(Eki, 2017)
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak
mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri.
Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Eki, 2017)
Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain
yang berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga
lain
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka
atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit,
tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan
terdapat retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun,
nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya
gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, dan disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,
walaupun terdapat komplikasi asma
2) Analisa gas darah:
- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan
prognosis yang buruk.
- Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
Regulasi Temprature
Observasi
→ Monitor suhu tiap dua jam
sekali, jika perlu
→ Monitor tekanan darah,
frekuansi fernapasan dan
nadi
→ Monitor warna dan suhu
kulit
→ Monitor dan catat
tanda/gejala hipertermia
Teraupetik
→ Pasang alat pemantau suhu
kutinu, jika perlu
→ Tingkatkan asupan nutrisi
dan cairan yang adekuat
→ Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuahan pasien
Edukasi
→ Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion dan
heat stroke
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah Kriteria hasil: Manajemen Nutrisi Definisi → Mengawasi
b.d ketidak dilakukan 1. Porsi makanan Mengidentifikasi dan masuk
intervensi yang dihabiskan mengelola asupan nutrisi kalori/kualit
mampuan selama 3 x 24 (3) yang seimbang as
menelan jam jam maka 2. Berat badan (4) Tindakan/ Obervasi kekurangan
makanan d.d status nutrisi 3. IMT (4) → Identifikasi status nutrisi konsumsi
makanan
nafsu makan membaik 4. Nafsu makan (4) → Identifikasi alergi dan → Mengawasi penurunan
5. Membran mukosa intoleransi makanan BB/ mengawasi
menurun
(4) → Monitor berat badan efektifitas intervensi
Terapeutik
→ Lakukan oral hygiene
sebelum makan
→ Sajikan makanan dengan
suhu sesuai
→ Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoliransi
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
Pematauan Nutrisi
Definisi : mengumpulkan
dan menganalisa data
yang berkaitan dengan
asupan dan status gizi
Tindakan/observasi
→ Identifikasi perubahan berat
badan
→ Identifikasi kelainan
eliminasi
→ Monitor mual muntah
Terapeutik
→ Timbang berat badan
→ Ukur antropometrik
komposisi tubuh
→ Hitung perubahan berat
badan
Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
→ Informasikan hasil
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ambara, Y. (2019). Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi. 6–53.
2. Budyasih, S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada..., SUPRAPTI BUDYASIH, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2014.
3. Eki. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGEN PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IRNA
PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2017.
4. Pradana, F. A. A. (2019). PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI.
(201902040042).
5. Sasmi, A. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. R DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI DI. 0–27.
6. Nair, M., & Peate, I., (2011). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta : Bumi Medika.
7. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc
8. Haswita & Reni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Ti