Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CONGENITAL HEART UNSTABLE


ANGINA (UAP)
RSUD. DR. M YUNUS KOTA BENGKULU
( RUANGAN ICCU )

Stase Kegawatdaruratan (KGD)


Minggu Ke- Satu (1)
Tanggal 22 s.d 27 November 2021

OLEH :
Nama Mahasiswa : Ariance Sanaky
NIM : 2126050004

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Fernalia, S.Kep,. M.Kep) ( Ns. Zetri, S.Kep )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan kardiovaskuler adalah suatu kondisi terganggunya kemampuan jantung
untuk memompa darah. Salah satu gangguan jantung di antaranya Angina Pektoris.
Angina pektoris merupakan nyeri dada yang dirasakan secara tiba – tiba yang diakibatkan
karena pembuluh darah jantung tidak mampu untuk menyuplai oksigen ke jantung secara
adekuat, dikarenakan terbentuknya plak di dalam pembuluh darah yang menyebabkan
pembuluh darah menyempit atau obstruksi (Rosdahl & Kowalski, 2017).
Penyakit kardiovaskuler menjadi permasalahan kesehatan global. Data yang
diperoleh dari World Health Organization 2017 menyebutkan bahwa angka kematian
oleh karena penyakit kardiovaskuler sebesar 17,7 juta orang setiap tahunnya dan 31%
merupakan penyebab dari seluruh kematian global. Hasil Riskesdas tahun 2018
menunjukan bahwa angka prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebanyak 1,5%
dengan urutan tertinggi Kalimantan Utara 2,2% dan terendah NTT 0,7%. Dari hasil
Riskesdas juga didapatkan data bahwa kelompok umur di atas 75 tahun lebih berisiko
terkena penyakit jantung, dengan prevalensinya sebesar 4,7% (Indonesia, 2018).
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS

A. DEFENISI UAP
Secara harfiah angina pektoris (biasanya disebut sebagai angine) berarti “nyeri
dada”. Angina terjadi secara tiba – tiba ketika beraktivitas berat mengharuskan arteri
meningkatkan suplai darah ke jantung. Arteri yang menyempit atau obstruksi tidak dapat
memberikan suplai yang diperlukan. Akibatnya otot jantung terbebani (Rosdahl &
Kowalski, 2017).
Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau
tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai
oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung
meningkat (Ns.Reny Yuli Aspiani, 2016).
Angina pektoris adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada
atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronaria. Pasien dapat
menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa penuh, diremas, berat, atau nyeri (Morton,
D, C, & B, 2013).
Angina pectoris adalah suatu sidrome yang dtandai dengan rasa tidak enak yang
berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang disebabkan oleh iskemia
miokard tetapi tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa tidak enak tersebut sering kali
digambarkan sebagai rasa tertekanm rasa terjerat, rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar,
rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1-15
menit di daerah terosternal, tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung
dan lengan kiri. Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan. Kadang
kadang keluhannya dapat berubah cepat lelah, sesak nafas pada saat aktivitas yang
disebabkan oleh gangguan fungsi akibat iskemia miokard. Penyakit angina pectoris ini
juga disebut sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya
penyempitan pembuluh coroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan
tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus menerus karena aktifitas fisik atau
mental.
B. ETILOGI UAP
Beberapa penyebab angina pektoris menurut (Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016), yaitu:
1. Faktor penyebab
1) Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor: faktor
pebuluh darah: aterosklerosis, spasme, dan ateritis, faktor sirkulasi: hipotensi,
stenosis aorta, dan insufisiensi aorta, dan faktor darah: anemia, hipoksemia, dan
polisitemia.
2) Peningkatan curah jantung dapat disebabkan oleh aktivitas emosi, makan terlalu
banyak, anemia, hipertiroidisme.
3) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard dapat disebabkan oleh kerusakan
miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik.
2. Faktor predisposisi
1) Dapat diubah (dimodifikasi): diet (hiperlipidemia), merokok, hipertensi, obesitas,
kurang aktivitas, diabetes mellitus, pemakaian kontrasepsi oral.
2) Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, hereditas.
3. Faktor pencetus serangan
1) Emosi atau berbagai emosi akibat sesuatu situasi yang menegangkan,
mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan
meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga
meningkat.
2) Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung.
3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk
pencernaan sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung (pada
jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri
angina semakin buruk).
4) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.

C. PATOFISIOLOGI UAP
Mekanisme timbulnya angian pektoris tidak stabil didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan
penyempitan lumenareteri coroner (ateriosklerosis koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyabab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak
ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.
Ateriosklerosis merupakan penyakit artei koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila
kebetuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun, apabila arteri
koroner tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan
oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No ( nitrat oksida)
yang berfungsi untuk menhambat berbagai zat reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang
memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta di picu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darak ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan
glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi merekan.
Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan
menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjasi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi.
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miocard di jantung. Nyeri
angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, rahang dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen juga akan
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, maka arteri-
arteri koroner akan berdilatsi dan mengalirkan lebih banyak oksigen kepada jaringan.
Akan tetapi jika terjadi kekakuan dan penyempitan pembuluh darah seperti pada
penderita arteriosklerosis dan tidak mampu berespon untuk berdilatasi terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen. Terjadilah iskemik miocard, yang mana sel-sel miocard
mulai menggunakan glikosis anaerob untuk memenuhi kebutuhsn energinya. Proses
penmbentukan ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam
laktat kemudian menurunkan Ph miokardium dan menyebabkan nyeri pada angina
pectoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang (istirahat atau dengan
pemberian obat) suplai oksigen menjadi kembali adekuat dan sel-sel otot kembali
melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energi melalui proses aerob. Dan proses ini
tidak menimbulkan asam laktat, sehingga nyeri angina mereda dan dengan demikian
dapat disimpulkan nyeri angina adalah nyeri yang berlangsung singkat (Corwin, 2000).

D. TANDA DAN GEJALA UAP


Angina pectoris ditandai dengan nyeri dada sebelah kiri seperti tertindih, terbakar,
tertusuk ataupun terasa penuh. Rasa sakitnya dapat menjalar ke lengan, bahu, punggung,
leher, dan rahang. Gejala lain yang dapat menyertai rasa nyeri tersebut antara lain:
a) Keringat yang muncul berlebihan, meski cuaca tidak panas.
b) Mual.
c) Lelah.
d) Pusing.
e) Sesak napas.
E. WOC

Trombosis arteri coroner


Faktor di luar Sklerotik arteri Agregasi Spasme arteri
Pendarahan PLAK
jantung koroner Trombosit koroner
ATEROMA

Meningkatkan Mengakibatkan Meningkatkan


aliran darah ke Vasokonstriksi kebutuhan Pelepasan adrenalis dan
mesenterik oksigen meningkatkan tekanan darah

Peningkatan
Aliran oksigen ke Kebutuhan Beban kerja jantung
jantung menurun Oksigen meningkat
Peningkata
n tekanan
jantung
Konatruksi
Penurunan aliran
Lelah jantung Proses anaerob
darah dan o2 adekuat MK : Pola Nafas
menurun
ke jantung Tidak Efektif
MK : Intoleransi
MK : Penurunan O2 tidak
Aktivitas
Curah Jantung seimbang
Injury miokard

MK : Nyeri Akut Nyeri MK : Perubahan


Asam laktat Iskemia miokard Perfusi Jaringan

MK : Ansietas Perlu Menghindari Diperlukan MK : Defisit


Takut
komplkasi penegtahuan tinggi Nutrisi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG UAP
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien angina pekoris
menurut (Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016), yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard jantung akut maka sering
dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meninggi
pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan
lipid darah, seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida perlu dilakukan
untuk menemukan faktor risiko.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG terkadang menunjukan bahwa klien pernah mendapat infark
miokard pada masa lampau, menunjukan pembesaran ventrikel kiri pada klien
hipertensi dan angina, dan menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T yang
tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG menunjukan adanya depresi segmen
ST dan gelombang T menjadi negatif.
3. Foto rontgen dada
Sering kali menunjukan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien
hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan terkadang tampak adanya
kalsifikasi arkus aorta.
4. Arteriografi koroner
Suatu karakter dimasukan lewat arteri femoralis ataupun brakialis dan
diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras
radiografik kemudian disuntikan dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kuntur
arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta
untuk masuk ventrikel kiri dan disuntikan lebih banyak media kontras untuk
menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri.
5. Uji latihan (Treadmill)
Pada uji jasmani tersebut dibuat EKG pada waktu istirahat lalu pasien disuruh
melakukan latihan dengan alat treadmill atau sepeda ergometer sehingga pasien
mencapai kecepatan jantung maksimal atau submaksimal dan selama latihan EKG
diobservasi demikian pula setelah selesai EKG terus diobservasi. Tes dianggap positif
bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1mm atau lebih pada waktu latihan atau
sesudahnya. Lebih – lebih bila di samping depresi segmen ST juga timbul rasa sakit
dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan besar pasien memang
menderita angina pektoris.
6. Thallium Exercise Myocardial Imaging
Pemeriksaan ini dilakukan bersama – sama uji latihan jasmani dan dapat
menambah sensitivitas dan spesifitas uji latihan. Thallium 201 disuntikan secara
intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning jantung
segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien sehat dan
kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada daerah yang
menderita iskemia pada waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien istirahat.
Pemeriksaan ini juga menunjukan bagian otot jantung yang menderita iskemia

G. PENATALAKSANAAN UAP
Angina dapat dikendalikan menggunakan tablet nitrogliserin. Segera setelah
serangan dimulai, klien meletakkan tablet di bawah lidah (sublingual) sehingga tablet
larut. Nitrogliserin memberikan efek peredaan yang cepat dengan mendilatasi arteri
koroner. Klien dapat menggunakan obat ini dengan aman selama bertahun – tahun tanpa
adanya efek yang menyebabkan penyakit. Salep nitrogliserin topical atau balutan
transdermal yang dibasahi dengan nitrogliserin digunakan secara luas untuk memberi
perlindungan terhadap nyeri angin dan mendukung pemulihan nyeri. Jika obat gagal
mengendalikan serangan angina seseorang, PTCA atau bedah arteri koroner mungkin
perlu dilakukan (Rosdahl & Kowalski, 2017).
Sedangkan menurut (Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016) penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan pada pasien dengan angina pektoris, yaitu
1. Terapi farmakologi
1) Nitrat dan nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi gejala angina pektoris dan juga memiliki efek antitrombotik dan
antiplatelet. Obat yang tergolong golongan ini, yaitu isosorbit dinitrat (sorbitrat)
diberikan dengan jumlah dosis 10 – 20 mg tiap 2 – 4 jam, nitrat transdermal
diserap melalui kulit dan dapat digunakan sebagai pasta yang dioleskan pada
dinding dada, dan preheksilin maleat diberikan dosis sebesar 100 mg per oral tiap
12 jam, kemudian ditingkatkan hingga 200 mg setiap 12 jam.
2) Nitrogliserin
Bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan pembuluh darah sehingga
memengaruhi sirkulasi perifer dan juga menurunkan konsumsi oksigen jantung
yang akan mengurangi iskemia nyeri angina. Obat ini biasanya diletakkan di
bawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan
iskemia dalam 3 menit. Nitrogliserin juga tersedia dalam bentuk topical (Lnilin –
petrolatum) yang dioleskan dikulit sebagai perlindungan terhadap nyeri angina
dan mengurangi nyeri.
3) Penyekat beta adrenergic
Digunakan untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan di arteri dan
peregangan pada dinding ventrikel kiri. Obat yang digunakan, antara lain atenolol,
metoprolol, propanolol, nadolol.
4) Antagonis kalsium
Obat ini meningkatkan suplai oksigen jantung dengan cara melebarkan
dinding otot polos arteriol koroner dan mengurangi kebutuhan jantung dengan
menurunkan tekanan arteri sistemik dan demikian juga beban kerja ventrikel kiri.
Tiga jenis antagonis kalsium yang sering digunakan adalah nifedipin (prokardia),
verapamil (isoptil, calan), dan diltiazen (cardiazem).
5) Antitrombin
Heparin adalah glikosaminoglikan yang terdiri dari perbagai polisakarida yang
berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda – beda. Hirudin
dapat menurunkan angka kematian infark miokard.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CHD


a. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumberuntuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (pasien) (Nursalam,2008).
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
- Bunyi napas ronchi
- Benda asing/darah pada rongga mulut
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
- Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
- Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
- Tekanan darah meningkat
- Nadi cepat
- Distrimia
- Adanya peningkatan JVP
- Capillary > 2 detik
- Akral dingin
d. Dissability Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran tidak respon.
e. Exposure Terjadi peningkatan suhu

2. Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Identitas, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, no. Register,
dan diagnosa medis. Sedangkan identitas bagi penanggung jawab
yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
hubungan dengan klien.
2) Keluhan utama : Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien
dengan angina tidak stabil yaitu nyeri dada substernal atau
retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau lengan
kiri, serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki pola, bisa
terjadi lebih sering dan lebih berat, serta dapat terjadi dengan atau
tanpa aktivitas.
3) Riwayat kesehatan sekarang : Pada riwayat kesehatan sekarang
keluhan yang dirasakan oleh klien sesuai dengan gejala-gejala pada
klien dengan angina tidak stabil yaitu nyeri dada substernal atau
retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau lengan
kiri, serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki pola, bisa
terjadi lebih sering dan lebih berat, serta dapat terjadi dengan atau
tanpa aktivitas. Biasanya disertai sesak nafas, perasaan lelah,
kadang muncul keringat dingin, palpitasi,
dan dizzines.
4) Riwayat kesehatan dahulu : klien mempunyai riwayat hipertensi,
atherosclerosis, insufisiensi aorta, spasmus arteri coroner dan
anemia berat.
5) Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga klien mempunyai penyakit
hipertensi dan arteri koroner.

b. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga diamati
apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma.
Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat,ringan atau tampak tidak
sakit.
b) Tanda-tanda vital
Dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder akibat
gangguan hemodinamik atau terapi farmakologi
c) Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun, tampak perubahan
ekspresi wajah seperti meringis atau merintih, terdapat atau tidak nyeri
pada rahang
2) Leher
Tampak distensi vena jugularis, terdapat atau tidak nyeri pada leher.
3) Thorak
Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra S3/S4
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas, kalau murmur
menunjukkan gangguan katup atau disfungsi otot papilar dan perikarditis.
Paru-paru: suara nafas bersih, krekels, mengi, wheezing, ronchi, terdapat
batuk dengan atau tanpa sputum, terdapat sputum bersih, kental ataupun
merah muda.
4) Abdomen
Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik, bising usus normal/menurun.
5) Ekstremitas
Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin, terdapat udema perifer dan
udema umum, kelemahan atau kelelahan, pucat atau sianosis, Skuku
datar, pucat pada membran mukosa dan bibir.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan
EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50% dari penderita dengan
angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST menguakan kemungkinan
adanya angina dan menunjukan suatu iskemia pada beban kerja yang rendah.
2) Interprestasi EKG uji latih beban yang paling penting adanya depresi dan
elevasi segmen ST lebih dari 1mm. biasanya uji latih beban dihentikan bilai
mencapai 85% dari denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu
diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari denyut jantung maksimal
pada tiap individu.

d. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan pasien mengenai respon individu
(pasien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008).
1. Nyeri Akut (D.0077)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berinstensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : Agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak gelisah, Bersikap Protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.
Kondisi klinis terkait : Sindrom coroner akut
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi : Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab : Hambatan Upaya Napas (mis: nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernafasan)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memnjang, pola
nafas abnormal.
Kriteria minor :
1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
meurun, tekanan insrpirasi menurun, eksyrsi dada berubah
Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut
3. Penurunan Curah Jantung (D.0008)
Definisi : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh.
Penyebab : Perubahan kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
3) Subjektif : palpitasi, lelah, dipsnea, proximal nocturnal dyspnea, ortopnea,
batuk
4) Objektif : perubahan irama jantung, perubahan preload, perubahan afterload,
peruaha kontraktilitas
Kriteria minor :
3) Subjektif : cemas, gelisah
4) Objektif : perubahan irama jantung, perubahan preload, perubahan afterload,
peruaha kontraktilitas
Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut

e. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan adalah suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana
asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai beberapa komponen,
yaitu: prioritas masalah, kriteria hasil, rencana intervensi, dan pendokumentasian
(Nursalam, 2008).
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan
oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa
berdasarkan SIKI adalah :

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (SIKI)


keperawatan
hasil (SLKI)
(SDKI)
1 Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
efektif b.d Setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya tindakan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri diharapkan pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan
saat bernafas) membaik. (mis:gagling, mengi, Wheezing,
ronkhi)
Kriteria hasil : 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
(pola nafas L.01004) aroma)
1. Frekuensi nafas 4. Posisikan semi fowler atau fowler
dalam rentang normal 5. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Tidak ada 6. Kolaborasi pemberian
pengguanaan otot bronkodilato,ekspetoran,mukolitik,
bantu pernafasan jika perlu.
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea
2 Nyeri akut b.d Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)
gen penedera dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik
fisiologis (Mis: tindakan nyeri,durasi, frekuensi, intensitas
Iskemia) keperawatan nyeri
diharapkan tingkat 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun. 3. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
Kriteria hasil : nyeri
Tingkat nyeri 4. Berikan terapi non farmakologis
(L.08066) untuk mengurangi rasa nyeri
1. Pasien mengatakan 5. Kontrol lingkungan yang
nyeri berkurang dari memperberat rasa nyeri (mis:
skala 7 menjadi 2 suhuruangan,pencahayaan,kebising
2.Pasien menunjukkan an)
ekspresi wajah tenang 6. Anjurkan memonitor nyeri secara
3.Pasien dapat mandiri
beristirahat dengan 7. Ajarkan teknik non farmakologis
nyaman untuk mengurangi nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3 Penurunan curah Tujuan : Perawatan Jantung (I.02075)
jantung b/d setelah dilakukan Observasi
perubahan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
kontratilitas diharapkan curah Penurunan curah jantung (meliputi
jantung meningkat. dispenea, kelelahan, adema
ortopnea paroxysmal nocturnal
Kriterian hasil : dyspenea, peningkatan CPV)
(Curah jantung 2. Identifikasi tanda /gejala sekunder
L.02008) penurunan curah jantung (meliputi
1.Kekuatan nadi peningkatan berat badan,
perifer meningkat. hepatomegali ditensi vena
2. palpitasi menurun. jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
3. lelah menurun oliguria, batuk, kulit pucat)
4. edema menurun 3. Monitor tekanan darah (termasuk
5. batuk menurun tekanan darah ortostatik, jika perlu)
6. tekanan darah 4. Monitor intake dan output cairan
membaik 5. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim jantung,
BNP, Ntpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan
spiritual
7. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

f. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam, 2008).

g. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkap proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana
asuhan keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan. Evaluasi keperawatan sebagai
sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan pasien dalam mencapai suatu
tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.
Meskipun tahap evaluasi keperawatan diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Diagnosa keperawatan perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi diperlukan pada tahap rencana asuhan keperawatan
untuk menentukan apakah tujuan rencana asuhan keperawatan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
(Nursalam, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Morton, G. P., D, F., C, H. M., & B, G. M. (2013). Keperawatan Kritis, Pendekatan Asuhan
Holistik. Jakarta: EGC.
Ns. Reny Yuli Aspiani, S. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler, Jakarta: EGC.
PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
Rosdahl, B. C., & Kowalski, T. M. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar, Gangguan
Kardiovaskuler, Darah & Limfe, Kanker, Gangguan Muskuloskletal, Alergi, Imun &
Gangguan Autoimun, Terapi Oksigen, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai