Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS UNSTABLE ANGINA PECTORIS


DI RUANG NGURAH RAI RSAD UDAYANA

OLEH :
NI KETUT SRI UTARI DEWI
16.321.2457
A10-A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Coronary artery disease adalah penyakit yang berkaitan dengan kerusakan
pada Artery koroner seperti angina pectoris dan infark miokard.Angina pectoris
berasal dari bahasa yunani yang berati “cekikan di dada” yaitu gangguan yang sering
terjadi karena atherosclerotic heart disease.Terjadinya serangan angina menunjukkan
adanya iskemia. Iskemia yang terjadi pada angina terbatas pada durasi serangan dan
tidak menyebabkan pada kerusakan permanen jaringan miokard (Udjianti,65:2010).
Angina Pektoris merupakan sindroma klinis dimana terjadi ischemic temporer
arteria coronaria menyebabkan tidak seimbangan oksigen antara suplay dengan
kebutuhan (Saudarta,46:2013).
Angina pectoris memiliki arti nyeri dada intermiten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang refersibel dan sementara (Robbins,2007).
Angina pectoris adalah nyeri hebat berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium.Nyeri bisa
menyebar dilengan kiri ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen (Corwin,
2009).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan angina pectoris adalah
nyeri hebat yang menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah
abdomen dan terjadi sebagai akibat suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miokardium.

2. Epidemiologi/insiden kasus
Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah nama untuk sekelompok gangguan
jantung dan pembuluh darah, dan mencakup penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit
kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu secara global: lebih banyak
orang meninggal setiap tahun karena penyakit kardiovaskular daripada penyebab
lainnya. PJK merupakan salah satu bentuk utama penyakit kardiovaskuler (penyakit
jantung dan pembuluh darah).
Menurut WHO (1990) kematian karena PJPD adalah 12 juta/ tahun,menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia. Penyakit jantung koroner adalah jenis
yang paling umum dari penyakit jantung, menewaskan lebih dari 385.000 orang
setiap tahunnya. Di Indonesia, penyebab angka kematian terbesar adalah
akibat penyakit jantung koroner. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat
penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%.Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka
tersebut cenderung mengalami peningkatan. Jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner
di Sumatera Barat sendiri sudah mencapai 26%.

3. Etiologi
Penyebab Coronary artery disease adalah adanya atherosklerosis(Udjianti,66:2010).
Adapun faktor resiko angina pectoris dibagi menjadi beberapa macam,yaitu:
a. Faktor resiko yang dapat dirubah: Merokok, Hipertensi, Aktifitas fisik, Obesitas,
Dislipidemia
b. Faktor resiko yang tidak dirubah: Umur, Jenis Kelamin, Herediter
c. Factor predisposisi
1) Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan,
mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung
juga meningkat.
2) Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah
untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
4) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen .
(Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).

4. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris tidak stabil didasarkan pada
ketidakadekuatan supply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena
kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa
tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.
Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan.
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga
meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri
koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung.
Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat
Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu
dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH
miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila keutuhan energi sel-sel jantung
berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi.
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap respons terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miocard di jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung,
rahang, dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen juga akan
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, maka
arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak oksigen kepada
jaringan. Akan tetapi jika terjadi kekakuan dan penyempitan pembuluh darah seperti
pada penderita arteosklerotik dan tidak mampu berespon untuk berdilatasi terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen. Terjadilah iskemi miocard, yang mana sel-sel
miocard mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Proses pembentukan ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat. Asam laktat kemudian menurunkan PH Miocardium dan
menyebabkan nyeri pada angina pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung
berkurang (istirahat, atau dengan pemberian obat) suplay oksigen menjadi kembali
adekuat dan sel-sel otot kembali melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energy
melalui proses aerob. Dan proses ini tidak menimbulkan asam laktat, sehingga nyeri
angina mereda dan dengan demikian dapat disimpulkan nyeri angina adalah nyeri
yang berlangsung singkat (Corwin, 2000)
5. Pahtway
Ketika beban kerja jantung meningkat

Arterosclerotic

Arteri koroner tak mampu berdilatasi

Palpitasi, lelah, dipsnea  Jantung Tidak adekuat memompa darah (02 menurun)

Penurunan Curah Jantung Iskemi miocard



Proses anaerob

Asam laktat meningkat

PH miocard menurun

Nyeri Nyeri Akut

Kebutuhan energy sel menurun

ketidak seimbangan
O2 kembali adequate
suplai dan kebutuhan
oksigen.
Sel2 otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif

mengeluh lelah, frekuensi jantung


meningkat > 20% dari kondisi Asam laktat menghilang
istirahat, dispnea saat / setelah
beraktifitas, merasa lemah
Nyeri angina mereda dengan cepat

Intolerasi aktivitas Kurang terpapar informasi

Bingung, khawatir, tampak Ansietas


gelisah

Sumber : Corwin, 2000


6. Klasifikasi
Klasifikasi angina pectoris menurut Udjianti (66:2010) adalah: stable angina, unstable
angina dan variant angina.
a. Stable angina
menggambarkan nyeri dada yang timbul saat peningkatan aktivitas fisik maupun
stress emosional, dengan tanda-tanda khas yaitu serangan merupakan gejala baru
dan stabil, durasi dan insentitas gejala stabil.
b. Unstable angina
Berkaitan dengan nyeri dada yang timbul karena aktivitas dengan derajat yang
sulit diramalkan dengan tanda khas yaitu peningkatan frekuensi serangan dan
intensitas nyerinya
c. Variant angina
menggambarkan sebagai nyeri dada yang biasanya terjadi selama istirahat atau
tidur selama aktivitas.variant angina mungkin tidak menunjukkan tanda
ateroskelotik pada arteri coroner.

7. Gejala klinis
a. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter
skapula atau lengan kiri.
b. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang
hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
c. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
d. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
e. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi,
dizzines.
f. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
g. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

8. Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan penunjang menurut udjianti (68:2010) pada pasien dengan angina
pectoris adalah sebagai berikut:
a. Elektrokardiografi
1) Normal saat klien istirahat
2) Segmen ST elevasi atau depresi, gelombang T inversi selama serangan
berlangsung atau timbul saat tes treadmill (gambaran iskemia
miokard).
3) Disritmia (takikardia abnormal), AV block, atrial flutter, atau atrial
fibrilasi) bila ada harus dicatat.
b. Laboratorium darah
1) Complete blood cells count : anemia dan hematocrit menurun.
Leukositosis mengindikasi adanya penyakit infeksi yang menimbulkan
kerusakan katup jantung dan menimbulkan keluhan angina.
2) Fraksi lemak: terutama kolestrol(Low Density Lipoprotein/ LPL) dan
trigiserida yang merupakan factor resiko terjadinya artery coronary
disease (CAD)
3) Serum tyroid : menilai keadaan hipotiroid atau hipertiroid
4) Cardiac isoenzym : normal ( CPK_Creatinin Phospokinase, CK-MB-
Creatinin kinase-MB, SGOT-Serum glutamic oxaloacetic transaminase
dan LDH-LactateDenydrogenase) dan troponin.
c. Radiologi
1) Thorax Rontgen : melihat gambaran kardiomegali seperti hipertrofi
ventrikel atau cardio-thorax ratio (CTR) lebih dari 50%
2) Echocardiogram : melhat adanya penyimpangan gerakan katup dan dilatasi
ruang jantung. Gerakan katup abnormal dapat menimbulkan keluhan
angina.
3) Scanning janytung : melihat luas daerah iskemik pada miokard
4) Ventrikulografi sinistra : menilai kemampuan kontraksi miokard dan
pemompaan darah yang kecil akibat kelainan katup atau septum jantung.
5) Katerisasi jantung(bila diperlukan) : melihat kepatenaan arteri coroner,
lokasi sumbatan dengan tepat dan memastikan.

9. Komplikasi
Komplikasi pada pasien angina pectoris menurut Murwani (65:2009) diantaranya
yaitu :
a. Infark Miokard Acut (IMA)
Adalah kematian jaringan otot jantung (miocard) yang disebabkan oleh
insufisiensi suplai/banyaknya darah baik secara relatif maupun secara absolut.
(muwarni,65:2009)
b. Cardiac arrest
Adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada
seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.Waktu
kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan
tanda tampak(American Heart Association,2010 dalam Majid,2007).
c. Decompensasi cordis
Keadaan abnormal dimana terdapat ganguan fungsi jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah keluar untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh sewaktu istirahat maupun aktivitas abnormal
(Muwarni,66:2009).
d. Syok cardiogenik
Shock kardiogenik adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba tidak dapat
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh.Shock kardiogenik
paling sering disebabkan oleh serangan jantung yang parah. (Adelia, 2011 dalam
Nadi,2014).
e. Thromboemboli (sumbatan pada trombosit)
Tromboemboli vena (venous thromboembolism/VTE) merupakan penyakit
vaskular yang umum dengan gajala samar sehingga biasanya tidak disadari.
Tromboemboli vena ditandai dengan adanya bekuan darah (thrombus) maupun
adanya bekuan darah yang melayang-layang dan ikut aliran darah (embolus) di
pembuluh vena dan mengakibatkan sumbatan aliran darah.(Enny, 2009 dalam
Nadi 2014).

10. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Umum
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan
bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan
dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta
seperti hipertensi, diabetes,dislipidemia,dll.Perlu ditangani secara baik (lihat
selanjutnya pada bab pencegahan). Cara pengobatan PJK yaitu,pengobatan
farmakologis,revaskularisasi miokard.Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di
atas sifatnya menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya
hidup dan mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.
b. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti ischemia
1) Penyekat Beta
Obat ini merupakan terapi utama pada angina.Penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi
denyut jantung, ontraktilitas, tekanan di arteri dan peregangan pada dinding
ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok
atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain : atenolol, metoprolol,
propranolol, nadolol.
2) Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangisymptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek
antitrombotik dan antiplatelet.Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel
dan tekanan arterial.Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang
adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat.Untuk mencegah terjadinya toleransi
dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 –
12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid
mononitrat, nitrogliserin.
3) Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui
salurankalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah
sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik.
Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara
menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis
adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nimodipin, verapamil.
c. Revaskularisasi Miokard
Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan
ringan yang stabil.Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode
nyeri dada menjadi lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas.Bila
gejala tidak dapat dikontrol dengan terapi farmakologis yang memadai, maka
tindakan invasive seperti PTCA (angioplasty coroner transluminal percutan) harus
dipikirkan untuk memperbaiki sirkulasi koronaria.
d. Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok
mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung
bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk
mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin
yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula
darah.Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif
atau ambisius.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Usia: sekitar 85% orang yang berusia 65 tahun atau lebih
meninggal karena penyakit arteri koronari. Wanita yang berusia lebih
tua yang menderita infrakmiokaradium memiliki resiko meninggal dua
kali lebih besar dibanding pria dalam beberapa minggu. (Mortondkk,
2013, p. 276) Jenis kelamin : pria lebih beresiko menderita penyakit
arteri koronari dibanding wanita pada usia yang lebih muda.
(Mortondkk, 2013: 276)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama : Nyeri yang terasa menjalar pada dada sebelah kiri
yang berlangsung 30 detik samapai berjam-jam. (Mortondkk, 2013,
p. 237)
2) Riwayat penyakit sekarang (Wijaya & Putri, 2013, p. 26)
a) Factor pencetus yang paling sering menyebabkan angina
adalah kegiatan fisik, emosi yang berlebihan atau setelah
makan.
b) Nyeri dapat timbul mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas).
c) Kulaitas nyeri : sakit dada dirasakan didaerah midsternal dada
anterior, subternalprecordial, rasa nyeri tidak jelas tetapi
banayak yang menggambar sakitnya seperti ditusuk-tusuk,
dibakar ataupun ditimpa benda berat/tertekan.
d) Penjalaran rasa nyeri ke rahang, leher dan lengan dan jari
tangan kiri, lokasinya tidak tentu seperti epigastrium, siku
rahang, leher dan lengan, abdomen, punggung dan leher.
e) Gejala dan tanda yang menyertai rasa sakit seperti : mual,
muntah, keringan dingin, berdebar-debar dan sesak nafas.
f) Waktu/lama nyeri : pada angina tidak melebihi 30menit dan
umunya masih respon dengan pemberian obat-obatan anti
angina, sedangkan pada infrak rasa sakit lebih dari 30menit
tidak hilang dengan pemberian obat-obatan anti angina,
biasanya akan hilang dengan pemeberiaanalgesic
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien mengalami nyeri pada waktu melakukan aktivitas dan segera
menghilang bila dipakai istirahat. (Kasron, 2016, p. 143)
2) Tanda-tanda vital
‒ Tekanan Darah : dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau
menurun sekunder akibat gangguan hemodinamik dan/atau
terapaifarmakologo
‒ Nadi : Meningkat akibat nyeri
‒ Respirasi : Meningkat akibat nyeri

a. Data Subjektif :
b. pasien mengeluh jantung berdebar (palpitasi), lelah, dipsnea, pasien mengeluh
nyeri, merasa bingung, khawatir dengan kondisi, sulit berkonsentrasi,
c. Data objektif :
Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, tampak tegang, frekuensi
jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat, gambar EKG menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas, sianosis. gambar EKG menunjukan iskemia, mengeluh
pusing, gelisah, tampak tegang, sulit tidur, frekuensi nadi meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia ditandai dengan pasien mengeluh nyeri,
Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan jantung tidak adekuat memompa
darah ditandai dengan pasien mengeluh jantung berdebar (palpitasi), lelah,
dipsnea
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan merasa
bingung,khawatir dengan kondisi, sulit berkonsentrasi, mengeluh pusing, gelisah,
tampak tegang, sulit tidur, frekuensi nadi meningkat,
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat
> 20% dari kondisi istirahat, gambar EKG menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas, sianosis. gambar EKG menunjukan iskemia.
3. Rencana
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Implementasi
Dx
a. Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda vital merupakan
keperawatan selama …x… 2. Kaji nyeri (PQRST) acuan untuk mengetahui
diharapkan pasien dapat 3. Berikan posisi nyaman keadaan umum pasien
mempertahankan prilaku 4. Alihkan perhatian pasien 2. Dapat membantu
adaptasi terhadap nyeri (nyeri 5. Ajarkan tehknik relaksasi nafas evaluasi derajat ketidak
terkontrol) dengan criteria dalam nyamanan dan lokasi
hasil: 6. Beri K.I.E tentang pentingnya nyeri
1. Melaporkan secara verbal relaksasi nafas dalam 3. Posisi yang nyaman
nyeri berkurang atau hilang 7. Delegasi analgesic dapat mengurangi
2. Skala nyeri 0-3 NRS penekanan pada area
3. Wajah tampak rileks dan nyeri
tenang 4. Dengan mengalihkan
4. Tidak bersikap protektif perhatian pasien dapat
5. Frekuensi nadi 60-80 melupakan
x/menit perhatiannyaterhadap
6. Frekuensi nafas 16- rasa nyerinya.
20x/menit 5. Dengan nafas dalam
dapat membantu
mengurangi rasa nyeri
6. Dengan memberi K.I.E
pasien mau menerapkan
tehknik tersebut.
7. Pemberian analgesic
dapat mengurangi rasa
nyeri
b. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tekanan darah, adanya sianosis, 1. Mengontrol penurunan
keperawatan selama …x… status pernapasan dan status mental curah jantung

diharapkan penurunan curah 2. Kaji toleransi aktivitas pasien 2. Mengetahui tingkat


dengan memperhatikan adanya penurunan curah jantung
jantung dapat teratasi dengan
awitan napas pendek, nyeri dan
criteria hasil: palpitasi
1. TTV dalam rentang 3. Regulasi hemodinamik ( NIC) 3. Mencegah terjadinya
normal (Tekanan darah, 4. Evaluasi respon pasien terhadap komplikasi
Nadi, respirasi) pemberian oksigen 4. Pasien memiliki respon
2. Dapat mentoleransi 5. Jelaskan tujuan pemberian oksigen yang berbeda dalam
aktivitas per nasal kanul atau sungkup menerima terapi o2.
3. tidak ada kelelahan 6. Instruksikan pasien dan keluarga 5. Meningkatkan
4. Tidak ada penurunan dalam prencanaan untuk perawatan kekooperatifan pasien.
kesadaran di rumah, meliputi pembatasan 6. Menjaga kondisi pasien
5. AGD dalam batas normal aktivitas, pembatasan diet, dan tetap baik selama
penggunaan alat terapiutik. perawatan mandiri di
7. konsultasikan dengan dokter rumah
menyangkut parameter pemberian 7. Pemberian inotropik yang
atau penghentian obat tekanan darah berkelanjutan
menyebabkan penurunan
COP
c. Setelah diberikan asuhan 1. Mendengarkan penyebab 1. Klien dapat
keperawatan selama …x… kecemasan klien dengan penuh mengungkapkan
diharapkan ansietas teratasi perhatian penyebab
dengan criteria hasil : 2. Observasi tanda verbal dan non kecemasannya sehingga
1. Pasien mengerti verbal dari kecemasan klien perawat dapat
tentang penyakitnya 3. Menganjurkan keluarga untuk menentukan tingkat
2. Pasien ttidak gelisah tetap mendampingi klien kecemasan klien dan
3. Pasien tampak rileks 4. Mengurangi atau menghilangkan menentukan intervensi
4. Frekuensi nadi normal rangsangan yang menyebabkan untuk klien selanjutnya.
60-80x/menit kecemasan pada klien 2. Mengobservasi tanda
5. Frekuensi nafas normal 5. Meningkatkan pengetahuan klien verbal dan non verbal
16-20x/menit mengenai glaucoma. dari kecemasan klien
6. Menginstruksikan klien untuk dapat mengetahui
menggunakan tekhnik relaksasi tingkat kecemasan yang
klien alami.
3. Dukungan keluarga
dapat memperkuat
mekanisme koping
klien sehingga tingkat
ansietasnya berkurang
4. Pengurangan atau
penghilangan rangsang
penyebab kecemasan
dapat meningkatkan
ketenangan pada klien
dan mengurangi tingkat
kecemasannya
5. Peningkatan
pengetahuan tentang
penyakit yang dialami
klien dapat membangun
mekanisme koping
klien terhadap
kecemasan yang
dialaminya
6. Tekhnik relaksasi yang
diberikan pada klien
dapat mengurangi
ansietas
d. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tingkat im-mobilisasi yang 1. Mengkaji tingkat
keperawatan selama …x… disebabkan oleh edema dan imobilisasi pasien
diharapkan intoleransi persepsi pasien tentang dapat menentukan
aktivitas teratasi dengan immobilisasi tersebut. tindakan selanjutnya
criteria hasil : 2. Dorong partisipasi dalam 2. Memberikan ke-
1. Pasien tidak mengeluh lelah, aktivitas rekreasi (menonton TV, sempatan untuk me-
2. Frekuensi jantung normal membaca koran, dan lain-lain ngeluarkan energi,
3. Tidak ada sianosis yang tidak melibatkan memusatkan per-
ekstremitas bawah). hatian,meningkatkan
3. Anjurkan pasien untuk perasaan mengontrol
melakukan latihan pasif dan aktif diri pasien dan
pada yang cedera maupun yang membantu dalam
tidak. mengurangi isolasi
4. Bantu pasien dalam perawatan sosial.
diri 3. Meningkatkan aliran
5. Auskultasi bising usus, monitor darah ke otot dan
kebiasaan eliminasi dan tulang untuk me-
menganjurkan agar BAB teratur. ningkatkan tonus otot,
6. Kolaborasi dengan ahli gizi mempertahankan
dalam pemberian diet tinggi mobilitas sendi,
protein, vitamin, dan mineral. mencegah
7. Konsul dengan bagian fisioterapi kontraktur/atropi dan
reapsorbsi Ca yang
tidak digunakan.
4. Meningkatkan ke-
kuatan dan sirkulasi
otot, meningkatkan
kemampuan pasien
dalam mengontrol
situasi, me- ningkatkan
kemauan pasien untuk
sembuh.
5. Bedrest, penggunaan
analgetika dan pe-
rubahan diet dapat
menyebabkan
penurunan peristaltik
usus dan konstipasi.
6. Mempercepat proses
penyembuhan,
mencegah penurunan
BB, karena pada
immobilisasi biasanya
terjadi penurunan BB
(20 - 30 kg untuk
pasien yang sudah
dilakukan traksi)
7. Untuk menentukan
program latihan.

7. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan criteria hasil yang diharapkan.
(Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 1997)

8. Evaluasi
Hari/tgl/jam Diagnosa keperawatan Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan iskemia 1. Melaporkan secara verbal nyeri
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, berkurang atau hilang
Tampak meringis, bersikap protektif, 2. Skala nyeri 0-3 NRS
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit 3. Wajah tampak rileks dan tenang
tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas 4. Tidak bersikap protektif
berubah. 5. Frekuensi nadi 60-80 x/menit
6. Frekuensi nafas 16-20x/menit
Penurunan curah jantung berhubungan 1. TTV dalam rentang normal (Tekanan darah,
dengan jantung tidak adekuat memompa Nadi, respirasi)

darah ditandai dengan pasien mengeluh 2. Dapat mentoleransi aktivitas


3. tidak ada kelelahan
jantung berdebar (palpitasi), lelah, dipsnea
4. Tidak ada penurunan kesadaran
5. AGD dalam batas normal

Ansietas berhubungan dengan ancaman


1. Pasien mengerti tentang penyakitnya
kematian ditandai dengan merasa
2. Pasien ttidak gelisah
bingung,khuatir dengan kondisi, sulit
3. Pasien tampak rileks
berkonsentrasi, mengeluh pusing, gelisah,
4. Frekuensi nadi normal 60-80x/menit
tampak tegang, sulit tidur, frekuensi nadi
5. Frekuensi nafas normal 16-20x/menit
meningkat, pola nafas berubah.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan mengeluh lelah,
sesak saat atau setelah aktivitas, merasa
1. Pasien tidak mengeluh lelah,
lemah, frekuensi jantung meningkat >
2. Frekuensi jantung normal
20% dari kondisi istirahat, gambar EKG
3. Tidak ada sianosis
menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas,
sianosis. gambar EKG menunjukan
iskemia.
Daftar Pustaka

Sudarta, I Wayan. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Cardiovaskuler. Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta.

Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Robbins S, Kumar V, dan Cotan R. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Edisi 7.
Dialihbahasakan oleh Pendit B. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC,
Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN

Mahasiswa Mengetahui
Clinical Intructure

……………………………. ......................................................

Mengetahui
Clinical Teacher

……………………………………….

Anda mungkin juga menyukai