Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

Ni Ketut Sri Utari Dewi


209012501

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PSIKOSOSIAL

A. Konsep Dasar Gangguan Psikososial


1. Definisi
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu,
baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh
timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial atau
gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa
(Depkes, 2011).
Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan
individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata,
atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan
sosial (Keliat, 2011).

2. Etiologi
Menurut Keliat (2011), adapun faktor penyebab terjadinya gangguan
psikososial adalah sebagai berikut:
a. Faktor Biologis (Gangguan mental organik)
1) Gangguan pada fungsi sel saraf diotak
2) Infeksi
3) Kelainan bawaan atau cedera pada otak
4) Kerusakan otak akibat terbentur atau kecelakaan
5) Memiliki orang tua atau keluarga yang menderita gangguan mental
6) Penyalahgunaan NAPZA dalam jangka panjang
7) Kekurangan nutrisi
b. Faktor Psikologis
1) Peristiwa traumatik seperti : kekerasan dan pelecehan seksual

2
2) Kehilangan orang tua atau orang yang disayang
3) Kurang mampu bergaul dengan masyarakat sekitar
4) Perasaan rendah diri, tidak mampu, atau kesepian

3. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (2011) adapun ciri-ciri atau tanda dan gejala dari gangguan
psikososial adalah sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir berlebihan, takut
1) Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
sama disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya
dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman
(Nurarif & Kusuma, 2013).
2) Khawatir berlebihan
Menurut Nurhalimah (2016), khawatir berlebihan adalah sikap
berpikir berlebihan tentang suatu masalah atau situasi, biasanya
disertai dengan rasa tidak nyaman. Sikap ini dapat menyebabkan
seseorang menjadi terganggu, memusatkan pikiran pada kejadian
negative yang mungkin terjadi, serta dilanda ketakutan yang tidak
masuk akal dan tidak berdasar. Rasa khawatir dapat disebabkan
oleh berbagai hal yang membuat seseorang merasa tertekan.
Terutama perubahan seperti: masalah pekerjaan, masalah pribadi,
dan masalah dalam keuangan.
3) Takut
Rasa takut adalah merpakan defence mechanism, atau mekanik
bela diri. Maksudnya ialah bahwa rasa takut timbul pada diri
seseorang disebabkan adanya kecenderungan untuk membela diri

3
sendiri dari bahaya atau hanya perasaan yang tak enak terhadap
sesuatu hal (Soelasmono, 2011).
b. Mudah tersinggung
Menurut Nurhalimah (2016), mudah tersinggung seseorang yang
mudah mengalami perasaan sakit hati. Sakit hati merupakan salah satu
sifat buruk yang sebenarnya harus dihindari. Sakit hati juga merupakan
sifat yang timbul dari prasangka buruk terhadap orang lain. Jika
seseorang sering merasa sakit hati maka akan menyebabkan hati kita
tidak tenang dan selalu ingin marah-marah. Penyebab mudah
tersinggung yaitu karena rendahnya kepercayaan diri dan keperluan
dasar yang tidak terpenuhi.
c. Sulit konsentrasi
Menurut Nurhalimah (2016), sulit konsentrasi adalah suatu gangguan
pada otak yang mengakibatkan kesulitan konsentrasi dan pemusatan
perhatian. Penyebab sulit konsentrasi yaitu tidak cukup tidur,
memikirkan banyak hal dalam waktu yang bersamaan, kondisi
metabolisme menurun, perubahan hormone, gelisah yang berlebihan,
terlalu banyak aktivitas.
d. Bersifat ragu-ragu
Menurut Nurhalimah (2016), bersifat ragu-ragu adalah sebuah sikap
seseorang yang terlalu banyak pertimbangan dimana mencerminkan
suatu kebingungan untuk melakukan/menentukan pilihan dan membuat
suatu keputusan. Penyebab ragu-ragu yaitu kurang percaya diri, merasa
tidak mampu melakukan hal-hal yang perlu dilakukan.
e. Merasa kecewa
Menurut Nurhalimah (2016), merasa kecewa adalah kondisi dimana
individu merasakan hal yang tidak mengenakkan, menjengkelkan
disertai ada rasa kemarahan karena apa yang diinginkan tidak sesuai
dengan realita yang terjadi. Penyebab rasa kecewa yaitu salah
memaknai suatu kegagalan, terlalu percaya diri, dan harapan tidak
realistis.

4
f. Pemarah dan agresif
1) Pemarah
Dalam Matsumoto (2009), marah merupakan salah satu dari enam
emosi dasar yang dimiliki oleh manusia, yang mana suatu situasi
diterima sebagai hal yang sangat negatif dan kemudian
menyalahkan orang lain akan kejadian negatif yang dialami oleh
individu yang bersangkutan. agresif
2) Agresif
Menurut Krahe (2005) mendefinisikan agresif sebagai suatu
perilaku yang diwujudkan dalam berbagai bentuk yang
dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain
yang terdorong untuk menghindari perlakuan tersebut.
g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala

4. Masalah-Masalah Gangguan Psikososial


Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu:
a. Berduka
1) Definisi
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik
pada masing – masing orang dan didasarkan pada pengalaman
pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya
(Hidayat, 2009)
2) Tanda dan Gejala
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
‐ Efek fisik: kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur,
lemah,berat badan menurun, sakit kepala, berat badan
menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas,
palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas.
‐ Efek emosi: engingkari, bersalah, marah, kebencian,
depresi,kesedihan, perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk

5
berkonsentrasi, gagal dalam menerima kenyataan, iritabilita,
perhatian terhadap orang yang meninggal.
‐ Efek social: Menarik diri dari lingkungan, solasi (emosi dan
fisik) dari istri, keluarga dan teman.
3) Klasifikasi
Menurut Hidayat (2009) berduka dibagi menjadi beberapa antara
lain:
‐ Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk
sementara.
‐ Berduka antisipatif yaitu proses melepaskan diri yang muncul
sebelum kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi.
Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan
memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan
di dunia sebelum ajalnya tiba.
‐ Berduka yang rumit dialami oleh seseorang yang sulit untuk
maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa
berkabung seolah – olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
‐ Berduka tertutup kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena
AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang
kehilangan anaknya dikandungan atau ketika bersalin.
4) Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui
tahap – tahap berikut (Hidayat, 2009) :
Tahap pengingkaran marah tawar – menawar depresi
Penerimaan

6
‐ Tahap pengingkaran reaksi pertama individu yang mengalami
kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti, atau
mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar – benar
terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang
menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari
informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini
adalah letih, lemah, pucat, mulai, diare, gangguan pernapasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu
tidak tahu harus berbuat apa.
‐ Tahap marah pada tahap ini individu menolak kehilangan.
Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang
lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan
juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara
kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,
bahkanmenuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons
fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
‐ Tahap tawar – menawar pada tahap ini terjadi penundaan
kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat
mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang
– terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah.
Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar
dengan memohon kemurahan tuhan.
‐ Tahap depresi pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap
menarik diri, kadang – kadang bersikap sangat penurut, tidak
mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga,
bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih,
turunnya dorongan libido, dan lain – lain.
‐ Tahap penerimaan Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek

7
yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang
yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila
individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka
serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas.
Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan memengaruhi
kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.
b. Keputusasaan
1) Definisi
Keputusasaan adalah kondisi subjektif yang ditandai dengan
individu memandang hanya ada sedikit bahkan tidak ada alternatif
atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi
kepentingan sendiri (NANDA, 2012). Keputusasaan adalah keadaan
emosional subjektif yang berkepanjangan ketika individu tidak
menemukan alternatif atau pilihan pribadi guna memecahkan
masalah yang dihadapi atau mencapai hal yang diinginkan dan tidak
dapat mengerahkan energi demi kepentingannya sendiri guna
menetapkan sejumlah tujuan (Carpenito, 2013).
2) Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala keputusasaan menurut NANDA (2012) yaitu :
‐ Menutup mata
‐ Penurunan afek
‐ Penurunan selera makan
‐ Penurunan respons terhadap stimulus
‐ Penurunan verbalisasi
‐ Kurang inisiatif
‐ Kurang keterlibatan dalam asuhan

8
‐ Pasif
‐ Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang
mengajak bicara
‐ Gangguan pola tidur
‐ Meninggalkan orang yang mengajak bicara
‐ Isyarat verbal (misalnya isi putus asa “saya tidak dapat”,
menghela napas
c. Ansietas
1) Definisi
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman
seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2011).
2) Etiologi
Adapun factor yang mempengaruhi penyebab ansietas menurut
Direja, (2011) yaitu :
a) Faktor predisposisi
‐ Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif
seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya
seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari
dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
‐ Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan
takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkmebangan
trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

9
kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah
terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
‐ Dalam pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku
menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan
dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang
terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan
selanjutnya.
‐ Dalam kajian keluarga, ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan dengan depresi.
‐ Dalam kajian biologis Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas.
Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya
dengan endorfin. Ansietas disertai gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi
stressor.
b) Faktor presipitasi
‐ Ancaman terhadap integritas seseorang: meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
‐ Ancaman terhadap sistem diri seseorang: dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
seseorang
3) Tanda dan Gejala
Gejala-gejala kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma,2013) yaitu :
‐ Gejala perilaku dari kecemasan yaitu : penurunan
produktivitas, gerakan yang ireleven, gelisah, melihat sepintas,

10
insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan
kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi,
mengintai dan tampak waspada.
‐ Gejala afektif dari kecemasan yaitu : gelisah, distres, kesedihan
yang mendalam, ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus
pada diri sendiri, peningkatan kewaspadaan, iritabilitas, gugup
senang berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan, peningkatan rasa ketidakberdayaan yang
persisten, bingung, menyesal, ragu/tidak percaya diri dan
khawatir.
‐ Gejala fisiologis dari kecemasan yaitu : wajah tenang, tremor
tangan, peningkatan keringat, peningkatan ketegangan,
gemetar, tremor, suara bergetar.
‐ Gejala simpatik dari kecemasan yaitu : anoreksia, eksitasi
kardiovaskular, diare, mulut kering, wajah merah, jantung
berdebardebar, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
nadi, peningkatan reflek, peningkatan frekuensi pernapasan,
pupil melebar, kesulitan bernafas, vasokontriksi superfisial,
lemah dan kedutan pada otot.
‐ Gejala parasimpatik dari kecemasan yaitu : nyeri abdomen,
penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi, diare, mual,
vertigo, letih, gangguan tidur, kesemutan pada extremitas,
sering berkemih, anyanganyangan, dorongan segera berkemih
‐ Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : menyadari gejala
fisiologis, bloking fikiran, konfusi, penurunan lapang persepsi,
kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan untuk belajar,
penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah, ketakutan
terhadap konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan
perhatian, khawatir, melamun, cenderung menyalahkan orang
lain.

11
4) Tingkat kecemasan
Tingkat cemas menurut (Stuart, 2007) adalah sebagai berikut :
‐ Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
‐ Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian,
individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat
berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
‐ Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
‐ Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya.
Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan dan kematian.
5) Penatalaksaan

12
Menurut Direja (2011), penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial atau psikoreligius.
a) Upaya meningkatkan kekebalan terhadap kecemasan
‐ Makan makanan yang bergizi dan seimbang
‐ Tidur yang cukup
‐ Cukup olahraga
‐ Tidak merokok
‐ Tidak minum minuman keras
‐ Teknik relaksasi
b) Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neurotransmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (sistem limbik). Terapi psikofarmaka yang sering
dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate, dan alprazolam.
c) Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai
gejala atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat
diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
d) Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,
antara lain:
‐ Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat
dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa
putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

13
‐ Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi
kecemasan.
‐ Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudan memperbaiki
kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
‐ Psikoterapi kognitif, untuk memulihakn fungsu kognitif
pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional,
konsentrasi dan daya ingat.
‐ Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
‐ Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai
faktor pendukung.
e) Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.
d. Ketidakberdayaan
1) Definisi
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna, kurang
pengendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang
baru saja terjadi. Pada ketidakberdayaan, pasien mungkin
mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal
tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut
(Wilkinson, 2007).

14
2) Faktor yang mempengaruhi dengan ketidakberdayaan menurut
Walkinson (2007) yaitu :
‐ Lingkungan perawatan kesehatan
‐ Program yang terkait dengan penyakit (misalnya, jangka
panjang, sulit dan kompleks)
‐ Interaksi interpersonal
‐ Gaya hidup keputus asaan
‐ Penyakit kronis atau terminal 6) Komplikasi yang mengancam
kehamilan
3) Tanda dan gejala ketidakberdayaan menurut NANDA (2012) yaitu:
‐ Bergantung pada orang lain
‐ Depresi karena gangguan fisik
‐ Tidak berpatisipasi dalam perawatan
‐ Menyatakan asing
‐ Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
‐ Menyatakan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melaksanakan aktivitas sebelumnya
‐ Menyatakan kurang kontrol
‐ Menyatakan rasa malu
d. Gangguan citra tubuh
1) Definisi
Citra tubuh normal adalah persepsi individu yang dapat menerima
dan menyukai tubuhnya sehingga bebas dari ansietas dan harga
dirinya meningkat. Sedangkan gangguan citra tubuh adalah
persepsi negative tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan
ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek
yang sering berhubungan dengan tubuh (Riyadi, 2009).
2) Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Gangguan Citra Tubuh Menurut Dalami tahun
2009, tanda dan gejala gangguan citra tubuh antara lain:

15
a) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b) Tidak menerima perubahan yang telah terjadi/ akan terjadi
c) Menolak penjelasan perubahan tubuh
d) Persepsi negative pada tubuh
e) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
f) Mengungkapkan keputusasaan
g) Mengungkapkan ketakutan
3) Klasifikasi
Stressor pada tiap perubahan menurut Riyadi, (2009) yaitu :
a) Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat
penyakit
b) Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi,
suntikan, daerah pemasangan infuse.
c) Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh
disrtai dengan pemasanagn alat di dalam tubuh.
d) Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah
system tubuh.
e) Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
f) Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan
berubah, pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi,
respitor, suntik, pemeriksaan tanda vital, dll)
e. Koping tidak efektif
1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang
stresor, ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan dan / atau
ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia
(Nurarif, 2015).
2) Tanda dan Gejala
Perubahan dalam pola komunikasi yang biasa, penurunan
penggunaan dukungan sosial, perilaku destruktif terhadap orang
lain, letih, ketidakmampuan memperhatikan informasi,

16
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, konsentrasi buruk,
mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
(Nurarif, 2015).
f. Koping keluarga tidak efektif
1) Definisi
Menurut Wilkinson (2007), koping keluarga tidak efektif
merupakan orang pendukung utama (anggota keluarga atau teman
dekat) memberikan dukungan, kenyamanan, bantuan, atau
dorongan yang tidak cukup, tidak efektif atau mengganggu dan
mungkin dibutuhkan oleh klien untuk mengelola serta menguasai
tugas perkembangan yang terkait dengan perubahan kesehatannya.
2) Etiologi
Menurut Keliat (2011), penyebab dari koping keluarga tidak efektif
antara lain:
‐ Orang yang penting atau berpengaruh dalam keluarga tidak
mampu mengekpresikan perasaan seperti memendam rasa
bersalah, kecemasan, permusuhan dan keputusasaan
‐ Pola pengambilan keputusam keluarga yang sewenang-wenang
(otoriter)
‐ Hubungan antar anggota keluarga yang penuh keragu-raguan
g. HDR situasional
1) Definisi
Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami
perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu
kejadian (kehilangan,perubahan) (Keliat, 2011).
2) Etiologi
Menurut Keliat (2011), etiologi dari HDR situasional adalah
sebagai berikut:

17
‐ Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik
yang sembarangan pemasangan yang tidak sopan (pengukuran
pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal).
‐ Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat / sakit / penyakit.
‐ Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagi
tindakan tanpa persetujuan.

5. Penatalaksaan Gangguan Psikososial


Suatu usaha untuk melakukan pencegahan agar masalah sosial tidak
terjadi atau suatu usaha untuk meminimalisir dan mengantisipasi agar
kondisi yang tidak diharapkan tidak muncul kepermukaan. Adapun
treatment atau upaya pemecahan masalah sosial menurut Soetomo (2013)
yaitu sebagai berikut :
a. Usaha Rehabilitatif
Focus utama masalah ini terletak pada kondisi penyandang masalah
sosial, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan
terhadap kondisi yang tidak diharapkan atau yang dianggap
bermasalah, menjadi kondisi yang sesuai diharapkan atau standar
sosial yang berlaku
b. Usaha Preventif
Usaha preventif mempunyai focus perhatian pada kondisi masalah
sosial yang belum terjadi, walaupun mungkin saja di dalamnya
terkandung potensi munculnya masalah sosial. Dengan perkataan lain
usaha ini merupakan usaha pencegahan dan usaha antisipasi agar
masalah sosial tidak terjadi.
c. Usaha Developmental
Usaha developmental dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
atau kapasitas seseorang atau sekelompok orang agar dapat memenuhi
kehidupan yang lebih baik. Dengan peningkatan kemampuan tersebut,

18
maka akan tercipta iklim yang kondusif bagi masyarakat untuk
menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan kebutuhan dalam
kehidupannya
Upaya pemecahan masalah diatas terdiri dari upaya rehabilitative,
upaya preventative dan upaya development. Ketiga upaya tersebut
memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, dimana pegangan masalah
sosial membutuhkan ketiga upaya tersebut dalam proses penanganan
masalah. Dalam menangani masalah sosial tidak hanya melakukan
rhabilitasi terhadap penyandang masalah, tetapi juga melakukan upaya
pencegahan (preventif) dan pengembangan (development).
Upaya pecegahan dilakukan terhadap individu, kelopok atau
asyarakat yang dikategorikan masih normal, dimana mereka menjadi
sasaran upaya pencegahan terjadinya masalah sosial. Usaha dilakukan
untuk mencegah terjadinya masalah sosial dan membuat potensi masalah
sosial berhenti. Sedangkan upaya developmental atau pembangunan
merupakan upaya terakhir yang dilakukan dalam proses upaya
pemecahan masalah sosial. Upaya developmental merupakan proses agar
individu, kelompok dan masyarakat mempunyai peluang untuk
mengembangkan kapasitasnya, sehingga mereka dapat lebih mandiri
dalam menghadapi dan mengatasi persoalan yang ada.

19
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J.(2013). Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC

Depkes RI. (2011). Direktorat Kesehatan Jiwa. Petunjuk Teknis Terapi Kelompok
Pada Pasien di RSJ. Jakarta

Dalami,dkk.(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.


Jogjakarta : Trans Info Media

Keliat, B.A.(2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : Edisi 2. Jakarta : EGC

__________ 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC

NANDA.(2012).Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Buku Kedokteran: EGC.

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing

Nurhalimah, NS.(2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Cetakan Pertama

Soelasmono,Yudho.(2011). Mengubah Ketakutan Menjadi Keberanian. ST Book.

Hidayat, A.(2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik. Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika

Direja, Ade.(2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan JiwaI. Yogyakarta:Nuha


Medika.

Stuart,G.W.(2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC

Wilkinson, J.M.(2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Riyadi, S. Purwanto, T. (2009). Asuhan keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha


Ilmu

Nurarif, A.H.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

20

Anda mungkin juga menyukai