PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem
sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk
mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh (Andra & Yessie, 2013).
Salah satu Penyakit kardiovaskular adalah penyakit akut jantung iskemik atau Acute
Coronary Syndrome (ACS) atau SKA yang merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan
dengan penyebab utama angka kematian serta morbiditas yang tinggi. Hasil riset kesehatan
dasar (Riskesdas) di Indonesia pada tahun 2007 penyakit kardiovaskular adalah penyakit
jantung koroner menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan istilah yang merujuk pada penyakit jantung
yang diakibatkan oleh menurunnya suplai darah ke otot jantung. (Black & Hawk, 2009).
suplai dan kebutuhan oksigen. Pada akhirnya ketidakseimbangan ini akan menimbulkan
gangguan pompa jantung dan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rochmawati, 2011).
SKA merupakan rangkaian gangguan klinis yang disebabkan oleh penyakit akut
iskemik jantung. Spektrum klinis SKA adalah Unstable Angina Pectoris (UAP), non-ST
UAP ditetapkan apabila keluhan klinis nyeri dada istirahat atau saat beraktivitas tetapi nilai
laboratorium troponin T dan I normal. NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai
gambar Elektrokardiografi (EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif.
STEMI didapatkan klinis nyeri dada disertai gambar EKG positif elevasi segmen ST.
1
Laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 menunjukkan bahwa
kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 69,51% (743.204 kasus) dan sebanyak
28.596 kasus merupakan kasus dekompensasio cordis. Penyakit jantung dan pembuluh darah
merupakan penyakit tidak menular yang menjadikan penyebab utama kematian selama
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen tahun 2014 jumlah kejadian penyakit
jantung dan pembuluh darah sebanyak 13.603 kasus dan sebanyak 266 kasus merupakan
Sindrom Koroner Akut lebih lanjut diklarifikasikan menjadi Unstable Angina, ST-
segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI), dan Non ST-segment Elevation Myocardial
Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga
2012).
Sekitar 90% dari kasus Sindrom Koroner Akut dihasilkan oleh adanya gangguan atau
rupturnya pada plak aterosklerosis dengan diikuti agregasi platelet dan pembentukan trombus
intrakoroner. Adanya trombus pada daerah yang mengalami penyempitan karena plak dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan berat hingga total pada arteri koroner. Gangguan aliran
darah tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
untuk sel otot jantung. Trombus yang terjadi pada SKA dihasilkan oleh interaksi antara plak
aterosklerosis, endotel koroner, platelet yang bersirkulasi dan tonus vasomotor dinding
Kedua kondisi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya nekrosis pada miokard. Pada unstable
angina, belum terjadi nekrosis sel otot jantung sementara pada NSTEMI sudah ada. Namun,
2
unstable angina yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi NSTEMI hingga STEMI.
Jika sumbatan terjadi secara total, iskemia yang terjadi akan semakin berat dan nekrosis juga
semakin luas. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi peningkatan segmen ST pada STEMI
Manifestasi klinis berkaitan dengan beratnya iskemia yang terjadi, serta komplikasi
dari kematian sel. Nyeri pada infark miokard terjadi lebih berat, lebih lama dan dapat
menjalar lebih luas. Nyeri secara tipikal terjadi pada daerah substernal yang dapat menjalar
ke leher, pundak, dan lengan. Istirahat belum cukup untuk meredakan nyeri, begitu juga
dengan pemberian nitrogliserin sublingual yang hanya menghasilkan sedikit respon. Namun,
tidak semua pasien infark miokard mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman di dada. Sekitar
25% pasien ternyata dapat mengalami kejadian infark miokard akut yang asimptomatik,
terutama pada pasien diabetes yang mengalami gangguan persepsi nyeri karena adanya
oksigen menyebabkan timbulnya kerusakan atau bahkan kematian pada sel-sel miokard.
Maka kompensasi dari miokard adalah dengan melakukan metabolisme anaerob agar jantung
tetap dapat memberikan suplai oksigen keseluruh tubuh. Hasil dari metabolisme anaerob
Dampak dari kerusakan otot jantung menimbulkan gangguan pompa jantung yang
akan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rohmawati, 2011). Selain itu dampak dari
sindrom koroner akut menurut Andra (2013), yaitu tibulnya rasa nyeri yang menyebar ke
salah satu atau kedua tangan, leher, atau punggung, rasa nyeri tersebut akan berkurang
apabila faktor pesipitasinya dihilangkan. Salah satu faktor presipitasi nyeri tersebut berupa
kurangnya suplai oksigen ke otot jantung. Sesak nafas juga dapat menyertai, dimulai dengan
nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktifitas yang cukup berat.
3
Serangan iskemia biasanya dapat mereda dalam beberapa menit apabila
ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki (Sylvia, 2006).
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah perluasan infark yang di dahului
oleh iskemia adalah dengan terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahanan
oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan
suplai oksigen. Selain itu terapi oksigen juga dapat digunakan untuk mengatasi rasa nyeri
disertai sesak pada pasien dengan angina pektoris. Hal ini dibuktikan dengan studi kasus yang
dilakukan oleh Widianto dan Yamin (2014), bahwa pemberian terapi oksigen dengan binasal
kanul 3liter/menit mampu mempengaruhi peningkatan suplai oksigen dan perubahan saturasi
oksigen pada klien dengan gangguan jantung dilihat dari pemeriksaan oksimetri.
Untuk melihat efek pemberian terapi oksigen adalah dengan menilai saturasi oksigen.
Saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. Yang ditujukan sebagai
derajat kejenuhan atau saturasi (SpO2). Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen
adalah: jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas
peningkatan tekanan darah sistemik merupakan salah satu faktor risiko ACS. Secara
fisiologis meningkatnya resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri
mengakibatkan kerja jantung khususnya ventrikel kiri bertambah. Sehingga ventrikel kiri
hipertropi atau pembesaran ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan pompa (Ibnu dalam
Bila proses asteroklorosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang
4
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi hemoestasis di dalam
tubuh. Tekanan darah tinggi dan menetapakan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koronaria, hal ini menyebabkan angina pektoris, insufiensi
koroner dan infark miokard (Djohan, 2004). Oleh karena hal tersebut tekanan darah menjadi
menifestasi klinis penting pasien ACS 24 jam pertama. Tekanan darah merupakan faktor
yang penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan tekanan darah adalah refleksi
p.105-107 dan Ackley dan Ladwig, 2006 p.268). Peningkatan tekanan darah indikasi klinis
terhadap curah jantung rendah atau tinggi (Chulay dan Burns, 2006. Hudak dan Gallo, 2005).
Tekanan darah meningkat mengakibatkan curah jantung low output. Curah jantung low
output dapat menurunkan suplai oksigen pada sirkulasi sistemik. Berdasarkan fenomena dan
perspektif fisiologis di atas penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tekanan darah
Diabetes dan hiperlipidemia juga merupakan faktor risiko yang penting pada
penderita usia dewasa muda, karena kedua faktor risiko tersebut merupakan faktor yang
berperan dalam proses terjadinya patogenesis penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol dan
lipid lain dalam darah yang tinggi pada diabetes menyebabkan pasien lebih mudah untuk
metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada orang dengan Diabetes Melitus.1
5
berbagai mekanisme. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa produksi Reactive
Oxygen Species (ROS) meningkat dalam kondisi hiperglikemik, dan stres oksidatif
Kelainan lemak darah lazim terjadi pada Diabetes Melitus karena resistensi insulin
atau defisiensi enzim penting dan jalur metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme
lemak. Perubahan lemak ini dikaitkan dengan peningkatan asam lemak bebas sekunder pada
resistensi insulin. Hubungan sebab akibat antara dislipidemia dan aterosklerosis telah
diketahui dengan baik. Pada kasus Diabetes Melitus, hubungan antara hiperglikemia,
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan manajemen asuhan gizi klinik critical ill pada pasien
criticaal ill dengan diagnosaa UAP (Unstable Angina Pectoris) DD NSTEMI dan
komplikasi Diabetes Mellitus serta Hipertensi di Ruang Inap Jantung Rumah Sakit
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan penapisan gizi (skrining gizi) pada klien/pasien critical ill
b. Mampu melakukan pengkajian gizi (nutrition assessment) pada pasien critical ill
c. Mampu merumuskan diagnosa gizi pada pasien critical ill dengan diagnosa UAP
RSUD Solok.
6
d. Mampu membuat perencanaan dan intervensi gizi pada pasien critical ill dengan
e. Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi pada pasien critical ill dengan
f. Mampu melakukan konseling gizi pada pasien critical ill dengan diagnosa UAP
RSUD Solok.
Pelaksanaan studi kasus ini berlangsung selama 4 hari yaitu dimulai pada tanggal 31
Oktober 2018 sampai 5 November 2018, di Bangsal Jantung Ruang 102 RSUD Solok.
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dengan wawancara terhadap
pasien dan keluarganya. Data primer yang diambil meliputi data antropometri,
anamnesa gizi, riwayat penyakit keluarga, data sosial ekonomi dan recall asupan
makanan.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari buku status pasien (Rekam Medik). Data sekunder
meliputi identitas pasien, data fisik, data klinis, laboratorium, dan data penunjang.
Pengumpulan data pada studi kasus mendalam ini dilakukan dengan metode
7
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
kepada pasien critical ill dengan diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM
b. Dapat memahami dan melaksanakan penatalaksanaan diet pada pasien critical ill
Memberikan informasi atau wacana bagi institusi rumah sakit terutama bagi instalasi
gizi berkaitan dengan penatalaksanaan diet pada pasien critical ill dengan diagnosa
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke jantung, sindrom ini meliputi unstable angina pectoris sampai perkembangan
menjadi miokard infark akut. Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakitjantung koroner
(PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral
arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton, 2009). Hal
ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yangkemudian diikuti oleh pembentukan trombus
oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran
darah kolateral.
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria,
yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan
pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan
aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung,
protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik
9
1. Etiologi
2. Faktor Risiko
1. Umur
lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin menurun seiring dengan
bertambahnya umur. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-
44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat
sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih
rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar
2. Jenis kelamin
10
3. Genetik
4. Ras
bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat
perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk
5. Diet
lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi.
Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga
orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih
6. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan > 21
DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan
LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari
BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat
menambah exercise.
11
b) Dapat diubah
1. Merokok
proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi.
leukosit dan respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus
oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida pada
2. Hipertensi
yang baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik dengan nilai progresif yang tinggi.
Tekanan sistolik diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan
yang dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai
lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut.
scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus rantai circum ferential,
dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat meningkatkan produksi sel otot polos
12
tunika intima dan memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah
mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai sitokin
3. Diabetes mellitus
diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan kemungkinan terjadi gangguan pada
lipoprotein pada pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan
fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada pasien dengan kondisi
ini. Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang lemah ini
leukosit. Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga pada pasien diabetes
neprophaty.
Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik dalam hal
HDL rendah, partikel LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada
diabetes terjadi resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan mendorong terjadinya
aterosklerosis.
13
a.Pengertian
tubuh tidak mampu mengatur secara tepat pengolahan, atau metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein (McWright, 2008). Jika telah berkembang penuh secara klinis,
aterosklorotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan neuropati (Price dan Wilson,
(glukosa) dalam darah (hiperglikemia) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang (Depkes, 2005).
b. Etiologi
yaitu diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes
tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe 1
Sedangkan diabetes tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel ß dan resistensi insulin.
glukosa oleh sel hati. Sel ß tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel ß
14
c. Gejala dan tanda
1) Gejala akut
(polifagia), banyak minum (polidipsia), dan banyak kencing (poliuria). Dalam fase
ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada
saat ini jumlah insulin masih mencukupi. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati,
maka dapat sering timbul keluhan polidipsia dan poliuria dan keluhan lain berupa
turunnya nafsu makan (tidak polifagia lagi) bahkan kadang-kadang diikuti dengan
mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, berat badan turun dengan cepat
(dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas
diobati lagi dapat menimbulkan rasa mual dan dapat terjadi koma diabetik (penderita
2) Gejala kronik
a) Kesemutan
c) Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur
d) Kram
e) Lelah
f) Mudah mengantuk
g) Mata kabur
15
j) Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten
k) Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
d. Komplikasi
1) Komplikasi Akut
dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut
jika kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
tetapi konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
2) Komplikasi Kronis
(Tandra, 2008).
16
4. Dislipidemia
dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL
kolesterol. Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan
iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko
penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada individu yang level
total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu yang level kolesterolnya 200
membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA reductase adalah langkah untuk
endositosis dari partikel LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat
menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi
reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel perifer selalu
produk yang baru-baru ini teridentifikasi adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC
mengirim kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai
intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level HDL serum berbanding
terbalik dengan kejadian penyakit arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “
kolesterol baik.”
17
Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya
(NSTEMI)
1. Definisi
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya
College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak
stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup
berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa
perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar
2. Etiologi
dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan
aorta Insufisiensi. Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris
tidak stabil :
18
a. Ruptur Plak
tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak
stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya
ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunanlemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%
akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi
yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan
terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam
plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten,
19
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yag bertambah dari biasa. Nyeri dada sperti angina biasa tapi lebih berat dan
lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat atau pada aktivitas minimal. Nyeri
dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas.
Pada angina pektoris, penderita sering merasakan sakit pada daerah dada.Rasa
sakit dada ini disebabkan karena adanya iskemia miokard akibat suplai darah dan
oksigen yang berkurang. Berkurangnya aliran darah pembuluh darah koroner ini dapat
spasme pembuluh darah koroner, stenosis aorta, ataupun kebutuhan metabolik yang
bertambah seperti yang dapat dijumpai pada hipertiroid, anemia berat, takikardia
20
koroner dapat bervariasi, antara lain berupa angina pektoris, infark miokard akut,
Pada angina pektoris tidak stabil serangan terjadi pada waktu istirahat, tidur
penyumbatan sementara oleh trombus dan trombus yang beragregasi.R asa sakit dada
pada keadaani ni terjadinya lebih lama dari pada angina biasa dan frekuensi timbulnya
serangan lebih sering. Pada Prinzmetal angina yang disebut juga variant angina
pektoris, serangan angina timbul pada waktu istirahat, akibat spasme pembuluh darah
D. Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari istilah Yunani yang artinya pancuran atau curahan,
sedangkan Melitus atau Mellitus artinya gula atau madu. Dengan demikian, secara
bahasa, Diabetes Melitus adalah curahan cair dari tubuh yang banyak mengandung gula.
Cairan yang dimaksud disini adalah air seni yang terasa manis karena banyak
mengandung gula.
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
DM tipe 2 disebut juga diabetes life style karena penyebabnya selain faktor
keturunan, yang terutama adalah karena gaya hidup yang tidak sehat. Biasanya, DM tipe
2 ini mengenai orang dewasa. IstilahDM tipe 2 ini pernah disebut adult onset atau
21
maturityonset diabetes. Namun, karena DM tipe 2 ini juga dapat mengenai mereka yang
lebih muda, maka istilah yang dipakai adalah DM tipe 2. Dari seluruh penderita DM,
kerusakan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin, atau menurunnya pengambilan
glukosa oleh jaringan sebagai respons terhadap insulin. Kadar insulin dapat normal,
turun atau meningkat, tapi sekresi insulin terganggu dalam hubungannya dengan tingkat
hiperglikemia. Ini biasanya didiagnosa setelah berusia 30 tahun, dan 75% dari penderita
itu, gejala dan tanda-tandanya sering kali tidak jelas. DM tipe 2 biasanya memiliki
riwayat keturunan DM. Apabila tidak ada gejala klasik, yang dikeluhkan adalah cepat
lelah, berat badan turun, walaupun banyak makan, atau rasa kesemutan ditungkai.
Kadang-kadang, penderita diabetes tipe ini sama sekali tidak merasakan perubahan.
pankreasnya masih menghasilkan insulin. Akan tetapi, insulin yang diproduksi oleh
pankreas, jumlahnya tidak mencukupi. Selain itu, kerja insulin menjadi tidak
penurunan produksi insulin. Selama resistensi insulin belum diperbaiki, pankreas harus
resistensi tersebut agar gula bisa juga masuk. Karena harus bekerja keras, akhirnya
Oleh karena itu, obat yang diberikan pada penderita DM tipe 2 tidak hanya obat
22
Di samping itu, kegemukan adalah faktor pemicu resistensi insulin atau DM tipe
2, khususnya kegemukan didaerah perut, kurang bergerak dan terlalu banyak makan
dengan gizi yang tidak seimbang. Upaya penurunan berat badan, khususnya lemak tubuh,
akan meningkatkan kepekaan sel akan insulin sehingga gula pun akan lebih mudah
masuk ke dalam sel sehingga kadar gula dalam darah akan turun dan energi dapat
DM tipe 2 yang ditemukan pada usia pertengahan atau usia lanjut terjadi karena
gangguan pada proses masuknya gula ke dalam sel (resistensi insulin). Pada DM tipe 2
ini, penderitanya bertubuh gemuk dan biasanya tidak memberikan keluhan serta gejala
yang jelas sebelum terdapat komplikasi. Penderita DM tipe 2 (jumlahnya sekitar 95%
dari seluruh kasus DM) umumnya mengeluh badan yang cepat lelah, sering pusing, berat
badan yang bertambah terus dan kulit yang terasa gatal. Keluhan utamanya adalah
banyak kencing terutama di malam hari, sering haus dan lapar, penglihatan kabur dan
luka yang susah sembuh. Diagnosis DM dibuat jika kadar gula darah (GD) puasa lebih
dari 126 mg/dl atau gula darah 2 jam sesudah makan diatas 200 mg/dl. Jika kadar GD
puasa diantara 110-126 mg/dl, keadaan ini dinamakan toleransi gula terganggu (TGT).
Saat ini, DM tipe 2 jumlahnya semakin meningkat pada usia yang semakin muda
gula di dalam darah. Selain GD, kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida
juga meningkat.
DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
23
insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita TGT,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan reaksi
insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya.
yang mengalir di dalamnya. Demikian pula dengan glukosa, jumlah glukosa dalam tubuh
biasanya sangat terkontrol. Manusia mendapatkan glukosa dari makanan yang manis,
karbohidrat akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, yaitu glukosa agar
mudah diserap tubuh. Glukosa diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran
darah ke seluruh sel akan digunakan sebagai energi. Tingginya konsumsi karbohidrat
menyebabkan kosentrasi glukosa dalam darah meningkat. Oleh karena itu, untuk
menormalkan konsentrasi glukosa dalam darah, glukosa diubah dalam dua bentuk, yaitu
glikogen (disimpan dalam hati dan otot) dan lemak (disimpan dalam jaringan adiposa).
24
Patofisiologi DM akan bermuara pada resistensi insulin, toleransi glukosa akan
tetap terjaga normal selama masih dapat dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin.
Jadi, beta sel pankreas yang masih berfungsi normal mampu menduga keparahan
toleransi glukosa.
Peningkatan kadar glukosa darah dalam keadaan puasa merupakan cerminan dari
kadar glukosa darah meningkat sedemikian tinggi, ginjal tidak akan mampu lagi
menyerap balik glukosa yang tersaring sehingga glukosa akan tumpah ke dalam urin.
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas dikenal
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti jaringan lemak
pada DM tipe 2.
a. Riwayat keluarga
Faktor keluarga atau genetik mempunyai konstribusi yang sangat besar untuk
seseorang terserang penyakit DM. Penyakit DM secara umum dapat dikatakan sebagai
25
penyakit keturunan tetapi bukan penyakit menular. Meskipun demikian, bukan berarti
hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menerap
insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-
Perhitungan berat badan menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg) / TB (m 2). Klasifikasi IMT menurut
WHO :
c. Umur
Umur diatas 40 tahun banyak mengalami melemahnya organ vital dan tubuh
mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah mengalami
monopause cenderung untuk lebih tidak peka terhadap insulin. Hasil peneltian Sufiati dan
Erma (2012) diketahui bahwa kejadian DM tipe 2 sebagian besar terjadi pada umur 45-68
d. Kurangnya olahraga
timbulnya DM secara langsung maupun pengaruh pada obesitas dan metabolisme lemak.
26
e. Pola makan atau diet
Pola makan memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya DM tipe
2. Konsumsi makanan yang tinggi kalori dan tinggi lemak, selain aktivitas olahraga yang
rendah akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai lemak
tubuh. Asupan kalori yang berlebihan akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun
belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan
rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang tinggi kalori dan rendah serat
f. Jenis kelamin
laki-laki karena terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup
sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2. Jumlah lemak pada laki-laki
dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dari berat badan total, dan pada perempuan
sekitar 20-25%. Jadi peningkatan kadar lemak pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki, sehingga faktor risiko terjadinya DM pada perempuan 3-7 kali lipat lebih tinggi
Penderita DM tipe 2 dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
1) Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m 2) yang
27
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
h. Riwayat prediabetes
komplikasi akut dan kronis. Berikut ini beberapa komplikasi yang sering terjadi yaitu :
1) Hipoglikemia
keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Jika tidak segera
kurang dari 150 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma diatas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah
yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi
pada penderita DM tipe 1, yang dapat dialami 1-2 kali perminggu. Dari hasil survei yang
28
hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut sedang mendapat terapi
insulin.
2) Hiperglikemia
tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stres, infeksi dan konsumsi obat-
yang parah (fatigue) dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat,
DKA), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia
dapat dicegah dengan melakukan kontrol kadar glukosa darah secara ketat.
penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah
otak dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD).
Komplikasi makrovaskular lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 2 yang umumnya
penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain, Syndrom
Syndrom. Karena penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita DM maka
29
tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes melitus sebaiknya
selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mmHg. Untuk itu, penderita
harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal,
diet dengan gizi seimbang, berolahraga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stres
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh. Hal inilah yang mendorong timbulnya
samping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh
faktor genetik. Oleh sebab itu, dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang
menderita DM. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat
glukosa darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan mengunakan suntikan insulin
multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah
dalam pengelolaan DM yaitu: (1) edukasi, (2) Perencanaan makan atau disebut pula
terapi gizi medik, (3) latihan jasmani, dan (4) terapi farmakologis.
30
Tujuan pengelolaan DM dibagi atas tujuan jangka pendek, tujuan jangka panjang
dan tujuan akhir. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan gejala
diabetes yang ada sehingga pasien dapat meningkatkan kehidupan yang sehat dan
nyaman. Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada
pembuluh darah maupun pada susunan (neuropati) sehingga tercapailah tujuan akhir
pengelolaan DM yaitu dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan
Salah satu penatalaksanaan pada Diabetes Melitus adalah Terapi Nutrisi Medis
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lain serta pasien dan keluarganya). Guna
mencapai sasaran TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penderita
DM.
Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah
pola makan yang disiplin dalam hal 3J yakni Jadwal makan, Jenis makanan dan Jumlah
makanan.
Pola makan adalah suatu ketepatan dan keteraturan pasien dalam pentalaksanaan
jumlah, jenis dan jadwal makan. Seseorang dikatakan berpola makan baik apabila telah
melakukan tiga indikator diet yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis. Sebaliknya, apabila
31
seseorang tidak melakukan tidak melakukan kurang dari tiga indikator diet maka pola
1) Jadwal makan
Jadwal makan bagi penderita DM harus diatur agar kadar gula darah terkendali.
Pengaturan jadwal makan dianjurkan sebanyak tiga kali sehari (makan pagi, siang dan
malam) dan makanan selingan tiga kali. Hal ini agar kalori tercukupi setiap harinya. 19
Selain itu, penjadwalan yang dilakukan dengan disiplin waktu dapat membantu pankreas
mengeluarkan insulin secara rutin. Dengan demikian, kenaikan kadar glukosa darah
dapat dihindari.
Menurut Tjokroprawiro, jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi
menjadi enam waktu makan, yaitu tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan
tetap sehingga reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya makanan dalam tubuh.
(menurunnya kadar gula darah). Jadwal makan terbagi menjadi enam bagian makan (3
2) Jenis makanan
Tepat jenis artinya makanan yang dikonsumsi dari jenis yang dibolehkan untuk
penderita DM. Karbohidrat diutamakan dari jenis karbohidrat kompleks seperti nasi,
32
talas, jagung, mie, dll. Karbohidrat murni tidak diperbolehkan kecuali sedikit sebagai
bumbu. Diusahakan penggunaan lemak dari asam lemak tidak jenuh, serta dipilih dari
jenis serat larut air yang terdapat dalam sayur dan buah. Diutamakan menggunakan
secara bebas dan dibatasi secara ketat. Jenis makanan adalah makanan yang dikonsumsi
protein nabati, sayuran dan buah) dan dilihat dari jenis yang dianjurkan dan tidak
a) Sumber karbohidrat : beras, ubi, singkong, kentang, roti tawar, tepung terigu,
b) Sumber protein hewani : daging sapi, ayam, ikan, telur, susu dan hasil olahannya
kedelei dan olahannya, kacang hijau, kacang merah dan kacang polong
d) Sayuran : rendah kalium, seperti caisim, kangkung, sawi, wortel dan terong
a) Sumber karbohidrat : sumber karbohidrat tinggi natrium, seperti cake, biskuit dan
krekers
b) Sumber protein hewani : daging dan ikan yang diawetkan, seperti ikan asin,
33
d) Sayuran : tinggi kalium, seperti tomat, kol, bit, daun bawang, toge kacang hijau,
e) Buah-buahan : tinggi kalium, seperti anggur, arbei, belimbing, duku, jambu biji,
Tepat jumlah artinya jumlah energi dan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi
asupan zat gizi dengan komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat,
protein dan lemak. Selain itu, zat gizi lain yang berpengaruh terhadap kadar glukosa
dalam darah pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 adalah vitamin C, vitamin D, kromium
dan magnesium.
Tabel 1.
Jenis Diet Diabetes Melitus
Jenis Energi Protein Lemak Karbohidrat
Untuk kepentingan klinik praktis dan penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca,
yaitu :
34
Jumlah kebutuhan kalori basal perhari dihitung berdasarkan BB idaman dikalikan
25 pada wanita dan dikalikan 30 pada laki-laki. Jumlah kebutuhan kalori perhari secara
nyata perlu disesuaikan dengan status pertumbuhan kehamilan, gizi, umur, stres akut dan
aktivitas jasmani. Diet standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sebagai berikut : karbohidrat 60-
70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%, untuk lemak jenuhnya <10% dari kebutuhan
energi total. Untuk kelompok dengan keadaan sosial ekonomi rendah, makanan dengan
komposisi karbohidrat 70-75% juga memberi hasil baik. Dianjurkan jumlah kandungan
kolesterol tidak melebihi 300 mg/hari. Penggunaan serat sampai 25 gr/hari. Dapat
gula untuk bumbu masakan. Bagi penderita dengan glukosa darah sudah terkendali boleh
menggunakan gula 5% dari kebutuhan energi total. Penetapan diet ditentukan oleh
b. Latihan
sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila ≥250 mg/dl dianjurkan untuk
jasmanimeskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
c. Terapi farmakologis
35
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
d. Pendidikan (edukasi)
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
E. Hipertensi
1. Pengertian hipertensi
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan.
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan oleh darah terhadap seluruh
permukaan dinding pembuluh darah. Tekanan darah ini ditentukan oleh jumlah darah yang
dipompa dari jantung keseluruh organ dan jaringan tubuh, serta daya tahan dinding
keseimbangan cairan dalam pembuluh darah atau komponen dalam darah yang tidak
tubuh dengan lancar. Agar dapat tetap sampai keseluruh tubuh, jantung akan memompa
darah lebih keras. yang akan membuat tekanan dalam pembuluh darah meningkat.
Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik dan
lebih rendah ketika sesorang beristirahat. Tekanan darah satu hari juga berbeda-beda.
Tekanan darah paling tinggi terjadi di pagi hari dan paling rendah pada saat tidur di malam
hari.
36
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang akan mengalami kenaikan
tekanan darah. Tekanan sistolik meningkat sampai seseorang berusia 80 tahun dan tekanan
Angiotensin Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi dalam hati.
Selanjutnya, oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi Angiotensin I
menjadi Angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci untuk menaikan
haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjer pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk
diekskresikan keluar tubuh sangan sedikit (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Dan kemudian terjadi peningkatan
volume darah, sehingga tekanan darah akan meningkat. Kedua, dengan menstimulasi sekresi
aldosteron (hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal) dari korteks adrenal.
ekskresi NaCl menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl yang kemudian di encerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, maka terjadilah peningkatan volume
dan tekanan darah. Terjadinya peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut :
37
a. Meningkatnya kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume cairan
b. Arteri besar kaku, tidak lentur, sehingga pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut tidak dapat mengembang. Darah kemudian akan mengalir
melalui pembuluh yang sempit sehingga tekanan naik. Menebal dan kakunya
dinding arteri pada orang yang berusia lanjut, dapat terjadi karena arteriosklerosis
karena adanya ransangan saraf atau hormon di dalam darah, sehingga arteri kecil
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat
3. Gejala-Gejala Hipertensi
yangagak berat
e. Sesak napas ditengah dada yang dapat menyebar sampai leher danrahang, bahkan
38
a. Tekanan sistolik (angka atas) merupakan tekanan darah yang terjadi saat
kontraksi otot jantung.istilah ini secara khusus dgunakan untuk membaca pada
tekanan arterial maksimum saat terjadinya konstraksi pada lobus ventrikular kiri
5. Klasifikasi hipertensi
Tabel 2
Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah diastol
darah sistol (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi tahap 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100
Disebut juga hipertensi idiopatik karena hipertensi ini memiliki penyebab yang
belum diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui tersebut sering
dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer
merupakan hipertensi yang paling banyak terjadi, yaitu sekitar 90% dari kejadian
hipertensi.
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan
a. Faktor Keturunan
39
Keturunan mempengaruhi 70-80% penderita hipertensi,akan tetapi hal
tersebut bukan hal mutlak terjadi karena faktor keturunan sendiri tidak dapat
berdiri sendiri jika tidak bersamaan dengan faktor risiko lainnya seperti
merokok, kegemukan, kurang olah raga, asupan natrium berlebihan, dan lain
sebagainya.
b. Umur
tahun dan hanya 20% yang berada dibawah usia 35 tahun, prevalensi hipertensi
komplikasi pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar dibandingakan usia >50
Tahun.
c. Jenis Kelamin
Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada pria dari pada
wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria dan pada saat
menghadapi masalah pria cenderung emosi dan mencari jalan pintas seperti
merokok, konsumsi alkohol, dan pola makan yang tidak baik sehingga tekanan
meningkat pada wanita setelah menopouse, hal ini disebabkan oleh faktor
Obesitas
d.
Obesitas dapat diketahui dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
adalah perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan
40
dalam meter kuadrat, pengukuran IMT biasanya dilakukan pada orang dewasa
Merokok
e.
mengandung berbagai zat kimia berbahaya seperti nikotin dan karbon monoksida.
Zat tersebut terisap melalui rokok sehingga masuk ke aliran darah dan
Alkohol diketahui menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal
ini diduga akibat adanya peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel
darah.
Sementara itu, kafein diketahui dapat membuat jantung berpacu lebih cepat
sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya, akan tetapi, dalam hal
41
Asupan natrium
g.
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular. 35-40% natrium ada
osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel.
Didalam sel, tekanan osmosis diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak
keluar dari sel. Sacra normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara
natriumdiluar sel dan kalium didalam sel. Bila seseorang makan terlalu banyak
Bila jumlah natrium di dalam sel meningkat berlebihan, air akan masuk ke
dalam sel, akibatnya sel akan membengkak. Inilah yang menyebabkan terjadinya
akan terganggu bila seseorang kehilangan natrium. Air akan memasuki sel untuk
dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang
42
natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan
oedema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum. Kelebihan
konsumsi natrium secara terus menerus terutama dalam bentuk garam dapur
Penatalaksanaan Diet
F.
1. Diet Jantung
a) Tujuan Diet
b) Syarat Diet
Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari
43
Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan
kecil
Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan
Diet Jantung I
liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet
ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya
Diet Jantung II
Diet Jantung II diberikan dalam bentuk Makanan Saring atau Lunak. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari Diet jantung I, atau setelah fase akut dapat
diatasi. Jika disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung
II Garam Rendah. Diet ini rendah energi, protein, kalsium, dan tiamin.
Diet Jantung III diberikan dalam bentuk Makanan Lunak atau Biasa. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantung
dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/atau edema,
diberikan sebagai Diet Jantung III Garam Rendah. Diet ini rendah energi dan
44
Diet Jantung IV
sebagai perpindahan dari Diet Jantung III atau kepada pasien jantung dengan
keadaan ringan. Jika disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet
jantung IV Garam Rendah. Diet ini cukup energi dan zat gizi lain, kecuali
kalsium.
Tabel 3
Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan Untuk Diet Jantung
No. Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
1. Sumber karbohidrat Beras ditim atau disaring, Makanan yang
sirup.
2 Sumber protein Daging sapi, ayam dengan Daging sapid an ayam
45
mete, dan kacang
bogor.
4 Sayuran Sayuran yang tidak Semua sayuran yang
dan tauge.
5. Buah-buahan Semua buah-buahan segar Buah-buah segar yang
matang.
6 Lemak Minyak jagung, minyak Minyak kelapa dan
jumlah terbatas
7 Minuman The encer, coklat, sirup The/kopi kental,
minuman yang
Tabel 4
Jenis Diet Diabetes Melitus
Jenis Diet Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (gr) (gr) (gr)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51.5 36.5 235
IV 1700 55.5 36.5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
46
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
47
c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau
hipertensi.
Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat.
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak
terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan.
Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan
48
BAB III
DESKRIPSI KASUS
A. SKRINING GIZI
Skrining gizi dilakukan dengan metode MST (Malnutrition Screening Tool).
Berdasarkan hasil skrining, pasien tidak mengalami penurunan berat badan selama 6
bulan terakhir dan untuk asupan makan pasien menurun pada saat dirawat dirumah
sakit karena tidak nafsu makan. Total nilai skrining yaitu 1 yang berarti pasien
berisiko mengalami malnutrisi ringan. Pasien memiliki diagnosa khusus yaitu Jantung
B. ASSESMENT GIZI
1. Riwayat Personal
a. Data Umum
Nama : Ny. N
Tanggal lahir : 17 April 1950
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Diagnosa : UAP DD/ NSTEMI + DM Tipe 2 + HT
49
Riwayat : Hipertensi
Ruangan : Jantung / 102
No. RM : 176983
Cara pembayaran : Pasien BPJS
Tanggal Masuk RS : 31 Oktober 2018
Riwayat Merokok :-
Tanggal Pengkajian : 1 November 2018
Pukul : 09.00 WIB
c. Riwayat medis
Pasien sekarang dirawat dengan diagnosa UAP DD/ NSTEMI dan Diabetes
Melitus Tipe 2.
Pasien mengeluh nyeri dada yang hilang timbul sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, rasa nyeri dada terasa menusuk 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengeluh sakit kepala sejak 4 hari yang lalu dan badan
Tidak ada
1) Gambaran pola makan dan kebiasaan makan sebelum masuk rumah sakit.
50
Kebiasaan makan pasien sebelum masuk rumah sakit yaitu pasien suka
Tabel 6
Hasil recall 1 × 24 jam SMRS
Keterangan Energi Protein Lemak Karbohidrat
Asupan 128 2,85 1 28,95
Kebutuhan 1550 56 43 252
Persentase (%) 8,2% 5,08% 2,32% 11,48%
tidak memiliki alergi makanan, tidak ada pantangan dan ketidak sukaan
dengan makanan.
c. Aktivitas
51
Aktivitas sekarang : Ibu Rumah Tangga
1. Antropometri
BB biasanya : Tidak tahu
BB saat ini berdasarkan LILA : ± 57,6 kg
BBI : 48 kg
LILA : 28,5 cm
Tinggi Lutut : 41,5 cm
TB : 148 cm
IMT : 26.02 kg/m2
Status gizi : Overweight berdasarkan IMT
Perkiraan Berat Badan Menurut Lila Dan Tinggi Lutut:
BB = (0,928 x Tinggi Lutut) + (2,508 x Lila) – (umur x 0,144) – 42,543
= (0,928 x 41,5) + (2,508 x 28,5) – (68 x 0,144) – 42,543
= 38,512 + 71,478 – 9,792 – 42,543
= 57,655 kg
Penilaian : Status gizi pasien overweight.
2. Data Biokimia
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1 November 2018
Tabel 7
Hasil pemeriksaan laboratorim
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan
GDR 227 mg/dl < 180 mg/dl Tinggi
Natrium 117 mEq/L 135-145 mEq/L Rendah
Kalsium 3,1 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Rendah
sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada terasa menusuk, hilang timbul,
jantung.
52
b. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Tabel 8
Hasil pemeriksaan klinis pada tanggal 31 oktober 2018
Pemeriksaan Jam Hasil Nilai rujukan Keterangan
Tekanan 07.00 150/81 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
darah 12.00 163/61 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
18.00 166/86 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
Nadi 07.00 77 x / menit 60-100 x / menit Normal
12.00 94 x / menit 60-100 x / menit Normal
18.00 96 x / menit 60-100 x / menit Normal
Respirasi 07.00 19 x / menit 16-20 x / menit Normal
rate 12.00 20 x / menit 16-20 x / menit Normal
18.00 18 x / menit 16-20 x / menit Normal
o o
Suhu 07.00 36.8 C 36.5-37.5 C Normal
o
12.00 37˚C 36.5-37.5 C Normal
18.00 37˚C 36.5-37.5o C Normal
C. Diagnosa Gizi
(NI 2.1) Asupan Oral Inadekuat berkaitan dengan pasien anorexia ditandai
mg/dl.
(NB 1.1) Kurang Pengetahuan Terkait Makanan dan Gizi berkaitan dengan
makanan dan gizi ditandai dengan makan tidak teratur, sering makan
top coffee/kopi hitam setiap pagi, dan suka makan jam 9 malam.
D. Intervensi Gizi
53
a. Tujuan
b. Syarat diet
c. Perhitungan
BBI = TB – 100
= 148 – 100 = 48 kg
BMR = 25 x Berat Badan Ideal (BBI)
= 25 x 48
= 1200 kkal
Energi = (BMR + Faktor Aktifitas) – Faktor Usia
= (BMR + 20%BMR) – 10%BMR
= (1200 + 240) – 120
= 1440 – 120
= 1320 kkal
Protein = 15% x Energi Total
4
54
= 15% x 1320
4
= 49,2 gram
= 2 x 500 ml
= 1500 ml + 960 ml
= 2460 ml
= 1460 ml
55
= 60% x 1460 ml
= 876 ml
- 1 x pemberian cairan
= 876 ml / 4
= 219 ml
Alasan diberikan cairan secara bertahap 60% karena keadaan pasien yang
kritis dan juga pasien makan lewat sonde, sehingga jika langsung diberikan cairan
yang banyak akan membuat pasien sesak dan kerja jantung terganggu.
lemah,maka cairan yang diberikan tidak terlalu banyak. Sebab cairan akan sulit keluar
dan akan tertampung di tubuh. Penumpukan cairan ini akan menyebar keseluruh
pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan dibeberapa organ tubuh seperti paru-
paru dan kaki. Dan kelebihan cairan ini berujung ke sesak nafas. Selain itu kelebihan
cairan ini membuat ginjal harus berusaha keras untuk mengeluarkannya dan berujung
d. Dreskripsi diet
Jenis diet : DJ1 DD1300 RG2
e. Rancangan diet
Rancangan diet sehari dengan pemberian bentuk makanan cair 4 porsi
f. Rencana Edukasi
Metode : Konseling Gizi
Media : Leaflet
56
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Ruang rawat inap
Waktu : ± 20 Menit
Materi :
Diet DJ1 DD1300 RG2
Makanan yang dianjurkan
Makaanan yang tidak dianjurkan
Makanan yang dibatasi
Motivasi untuk tidak mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit dan menghabiskan makanan yang diberikan
rumah sakit.
g. Implementasi
Implementasi diberikan selama satu hari. Implementasi dilakukan pada
tanggal 31 Oktober 2018. Pada implementasi ini makanan yang diberikan adalah
kepada pasien, makanan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan rancangan diet
57
- nadi
3 Pemeriksaan Observasi Pemeriksaan Setiap hari
laboratorium laboratorium normal implementasi
- gula darah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Asuhan gizi yang dilakukan adalah pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
berumur 68 tahun yang didiagnosa UAP DD NSTEMI komplikasi dengan Diabetes Mellitus
dan Hipertensi dengan Status gizi pasien didapatkan overweight berdasarkan IMT yang
didapatkan.
Tabel 10
Monitoring Berat Badan
Tanggal Antropometri
31 Oktober 2018 BB : 57,6 kg
5 November 2018 BB : 57,6 kg
Selama 4 hari dilakukan intervensi dengan mengukur berat badan pasien tidak ada
penurunan dan penambahan berat badan, berat badan pasien tetap. Status gizi pasien
overweight.
58
Tabel 11
Monitoring Nilai GDR
Tanggal Jam Nilai Standar Keterangan
31 Oktober 2018 19.35 240 mg% < 180 mg% Tinggi
1 November 2018 00.30 196 mg% < 180 mg% Tinggi
01.30 227 mg% < 180 mg% Tinggi
02.30 133 mg% < 180 mg% Normal
03.30 96 mg% < 180 mg% Normal
04.30 94 mg% < 180 mg% Normal
05.30 125 mg% < 180 mg% Normal
06.30 141 mg% < 180 mg% Normal
07.30 200 mg% < 180 mg% Tinggi
12.00 169 mg% < 180 mg% Normal
16.50 165 mg% < 180 mg% Normal
22.00 220 mg% < 180 mg% Tinggi
2 November 2018 07.00 168 mg% < 180 mg% Normal
12.00 142 mg% < 180 mg% Normal
17.00 178 mg% < 180 mg% Normal
22.00 190 mg% < 180 mg% Tinggi
3 November 2018 07.00 184 mg% < 180 mg% Tinggi
12.00 179 mg% < 180 mg% Normal
14.21 202 mg% < 180 mg% Tinggi
22.00 151 mg% < 180 mg% Normal
4 November 2018 07.00 118 mg% < 180 mg% Normal
12.00 132 mg% < 180 mg% Normal
17.00 140 mg% < 180 mg% Normal
22.00 183 mg% < 180 mg% Tinggi
5 November 2018 07.00 84 mg% < 180 mg% Normal
Grafik 1.
Nilai GDR
GDR
300
250
200
150 GDR
100
50
0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
.3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .0 .5 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .2 .0 .0 .0 .0 .0 .0
1 9 00 01 0 2 03 04 05 0 6 07 12 1 6 2 2 0 7 12 1 7 2 2 07 12 1 4 22 07 12 1 7 2 2 07
59
Berdasarkan tabel dan grafik diatas nilai labor GDR pasien tanggal 31 oktober sampai
Tabel 12
Perkembangan Hasil Pemeriksaan Fisik
No Parameter Hasil pemeriksaan
Standar
31 1 2 3 4 5
Oktober Novem Novem Novem November November
2018 ber ber ber 2018 2018
2018 2018 2018
1 Nyeri Dada Hilang Hilang Sudah sudah Sudah Sudah Tidak ada
Timbul timbul menghi hilang hilang hilang nyeri dada
lang
2 Sesak nafas Tidak ada Tidak Tidak Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada ada ada
3 Badan letih Masih ada Masih Masih Masih Masih ada Tidak ada Badan tidak
ada ada ada letih
4 Batuk Ada Ada Ada Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada
Dari tabel diatas diketahui bahwa nyeri dada dari tanggal 31 Oktober sampai dengan 1
november masih ada, setelah itu tanggal 2 s/d 5 november 2018 nyeri dada hilang. Sesak
nafas dari tanggal 31 Oktober s/d 5 november 2018 tidak ada. Badan letih dari tanggal 31
Oktober s/d 4 novermber 2018 masih ada dan ditanggal 5 november 2018 sudah tidak ada.
Batuk dari tanggal 31 Oktober s/d 2 november 2018 masih ada, dan di tanggal 3 s/d 5
november 2018 batuk sudah hilang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari hasil monitoring pemeriksaan fisik yang dilakukan
keadaan pasien semakin membaik.
Tabel 13
Perkembangan Hasil Pemeriksaan klinis
60
3 November 2018 (Pagi) : 171/85 (Pagi) : 65x / 36,6˚C
mmHg menit
(Siang) : 167/79 (Siang) : 80
mmHg x/menit
4 November 2018 (Pagi) : 148/76 (Pagi) : 75 36,8˚C
mmHg x/menit
(Siang) : 161/85 (Siang) : 80
mmHg x/menit
5 November 2018 (Pagi) : 164/77 (Pagi) : 80 36,8˚C
mmHg x/menit
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tekanan darah pasien tetap mengalami
kenaikan dari tanggal 31 Oktober 2018 s/d 5 November 2018, sedangkan nadi, dan suhu
Grafik 2
Tekanan Darah Pagi
180
171
160 164
150 151 148
140
120
100
85 Sistolik
80 81 76 77 Diastolik
60 65
40
20
0
1-Nov-2018 2-Nov-2018 3-Nov-2018 4-Nov-2018 5-Nov-2018
Grafik 3
Tekanan Darah Siang
61
200
180 176
166 167
160 161
140
120
100 Sistolik
86 85 Diastolik
80 83 79
60
40
20
0
1-Nov-2018 2-Nov-2018 3-Nov-2018 4-Nov-2018
Dari grafik tekanan darah diatas diketahui bahwa tekanan darah pasien tidak stabil
dan tidak normal, yaitu mengalami naik turun dan berada diatas standar tekanan darah
nomal.
4. Monitoring Asupan
Tabel 14
Monitoring Asupan
Tanggal Diet Energi Protein Lemak Karbohidrat Keterangan
(kkal) (gr) (gr) (gr)
31 Oktober 2018 MCDJDDRG 1142,58 51,178 20,46 132,64 Intervensi
(86%) (104%) (56%) (67%)
1 November 2018 MLDJDDRG 414,9 13,67 1,39 85,87 Monitoring
(31%) (28%) (4%) (43%)
2 November 2018 MLDJDDRG 699,45 25,57 16,565 115,865 Monitoring
(53%) (52%) (45%) (59%)
3 November 2018 MLDJDDRG 711,75 31,63 18,97 127,41 Monitoring
(54%) (64%) (52%) (64%)
4 November 2018 MLDJDDRG 727,45 29,45 17,865 114,38 Monitoring
(55%) (60%) (49%) (58%)
62
Dari tabel diatas dapat diketahui asupan pasien dari hari pertama monitoring sampai
Grafik 4
Monitoring Asupan
120%
104%
100%
86%
80%
67%
64% 64% Energi
59% 60% 58%
60% 56% 54% 52% 55% Protein
53%
52%
49% Lemak
43% 45% Karbohidrat
40%
31%
28%
20%
4%
0%
31-Okt-18 1-Nov-18 2-Nov-18 3-Nov-18 4-Nov-18
Berdasarkan grafik diatas asupan makan pasien selama 4 hari intervensi mengalami
peningkatan.
Tabel 15
Pengobatan dan Terapi Yang Digunakan
Obat Oral
Jenis Obat oral Interaksi
Aspilet 1 x 80 mg Untuk pencegahan dan pengobatan berbagai keadaan
trombosis atau agregasi platelet (pembekuan darah)
yang terjadi pada tubuh terutama pada saat mengalami
serangan jantung atau pada penyakit jantung.
Penggunaan obat aspilet tidak boleh dibarengi dengan
komsumsi alcohol, antikoagulan, probenesid karena
menimbulkan reaksi interaksi obat yang dapat
membahayakan.
63
Hindari makan buah grapefruit atau minum jus
grapefruit saat minum obat ini.
Obat Injeksi
Jenis Obat Injeksi Interaksi
Infus (INFD RL) 12 Cairan yang digunakan pasien selama perawatan
jam / kolof Ringer Laktat mengembalikan keseimbangan
elektrolit pada saat dehidrasi.
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan.
yaitu aspilet 1 x 80 mg, obat ini diberikan satu kali dalam sehari dengan dosis 80 mg
setiap pemberian, obat ini bersifat asam. Oleh karena itu setiap pemberian obat ini
64
harus diimbangi dengan ranitidine untuk mencegah kenaikan asam lambung dalam
tubuh pasien.
40 mg, tujuan pemberian obat ini yaitu untuk mengurangi atau menurunkan kadar
kolesterol jahat dalam darah pasien, salah satunya pasien yang didiagnosa UAP DD
NSTEMI karena pada pasien berdiagnosa ini disebabkan oleh penumpukan lemak dan
bekerja keras untuk memompokan darah keseluruh tubuh. Dengan obat simvastatin
Injeksi yang digunakan pasien selama sliding scale yaitu Noparapid dan
Pemberian noparapid diberikan 5 unit untuk pemeberian pertama, jika kadar gula
darah pasien > 200 mg/dl ditambahkan 3 unit, sedangkan jika kadar gula darah > 300
mg/dl ditambahkan 5 unit pemberian. Insulin novorapid bekerja cepat 5-15 menit
pada awal kerja, puncak kerjanya 30-90 menit, dan lama kerja insulin novorapid yaitu
B. PEMBAHASAN
Asuhan gizi yang dilakukan adalah pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
Ruang Rawat Inap Jantung Rumah Sakit Umum Solok Tahun 2018. Status gizi pasien
didapatkan 26,02 kg/m2, pasien critical ill dari tanggal 31 oktober sampai tanggal 1
November 2018.
Tabel 16
65
Monitoring dan Evaluasi Berat Badan
Tanggal Antropometri
31 Oktober 2018 BB : 57,6 kg
5 November 2018 BB : 57,6 kg
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat badan pasien tanggal 31
Oktober 2018 57,6 Kg dan tanggal 5 November 2018 diukur kembali berat badan pasien
masih tetap sama yaitu 57,6 Kg. Hal ini berarti tidak ada terjadi penambahan dan penurunan
berat badan pasien selama dirawat dan status gizi pasien masih tetap Overwight. Menurut
Anggraeni, 2012 menyebutkan bahwa berat badan adalah parameter antropometri yang
sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti
perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan
normal. Situasi saat ini pasien dalam keadaan abnormal atau sakit, ditambah asupan pasien
yang belum mencukupi kebutuhan pasien sehingga membuat perkembangan berat badan
pasien lambat.
Status gizi pasien Overweight karena menurut Dorlan, 2002 mengatakan bahwa
Overweight didefenisikan sebagai peningkatan berlebihan jaringan lemak pada otot dan
jaringan skeletal. Overweight dikatakan jika IMT > 25 Kg/m2. Secara ilmiah kelebihan berat
badan (Overweight) terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan
oleh tubuh.
Hasil monitoring dari pemeriksaan GDR pasien yaitu mengalami naikk turun mulai
dari pasien baru masuk sampai pasien pulang. Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat
ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan
jumlah yang meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet;
66
kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organ-organ lain; dan aktivitas
glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi menjadi
glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi menjadi lemak. Sisanya dimetabolisme di
otot dan jaringan-jaringan lain. Pada waktu puasa, glikogen hati dipecah dari hati untuk
meningkatkan kadar glukosa darah. Jika terjadi puasa yang lebih panjang, glikogen hati habis
dan terjadi glikoneogenesis dari asam amino dan gliserol di dalam hati (Ganong, 2001).
Kadar gula darah juga bervariasi pada waktu-waktu tertentu seperti pada kehamilan,
saat menstruasi, dan pada pagi hari. Pada pagi hari terjadi dawn phenomenon dimana terjadi
peningkatan kadar hormon glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol sebelum
meningkatkan kadar gula darah dengan merangsang pengeluaran glukosa dari hati dan
menimbulkan hipoglikemia sebab alkohol menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati (Klapp,
2011).
panas, atau dingin hebat); fisiologis (olahraga berat, syok perdarahan, nyeri); psikologis atau
emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan); dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup)
memicu pengeluaran hormon adrenalin dan kortisol yang juga menyebabkan pelepasan
glukosa hati sebagai respon “fight-or- flight” untuk meningkatkan ketersediaan glukosa, asam
amino, dan asam lemak untuk digunakan jika diperlukan (Sherwood, 2001).
Peningkatan kadar gula darah juga terjadi bila terjadi infeksi. Hal ini penting untuk
menjaga ketersediaan energi untuk pertahanan dalam melawan agen penyebab infeksi.
Pasien status gizinya Overweight memiliki hubungan dengan kadar gula darah
67
trigliserida, pernurunan kadar kolesterol HDL, resistensi insulin, dan peningkatan kadar
Insulin berikatan dan beraksi terutama melalui reseptor insulin, dan juga reseptor
insulin like growth factor–1 (IGF-1). Aksi insulin secara seluler menimbulkan efek yang
bervariasi pada jalur postreseptor dalam sel-sel target. Resistensi insulin adalah gangguan
respon biologis normal terhadap insulin (Dorland, 2002). Menurut Lee, et al (2010) dalam
mengaktivasi tirosin kinase yang merupakan subunit b pada reseptor insulin yang teraktivasi
ketika insulin berikatan dengan sub unit a. Aktivasi kompleks ini akan mengaktivasi
autofosforilase dan aksi termediasi insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Kegagalan
dalam penghantaran sinyal untuk meregulasi kadar gula darah ini menimbulkan
hiperinsulinemia, gangguan glukosa darah puasa, impaired glucose tolerance (IGT), dan
a. Pemeriksaan Fisik
Hasil monitoring dari pemeriksaan fisik pasien yaitu gejalanya pasien nyeri
dada, batuk, dan badan letih. Ketiga hal ini dirasakan pasien sampai tanggal 3
november 2018 dan hilang pada tanggal 4 november 2018. Pasien dengan diagnosa
UAP DD NSTEMI mempunyai gejala nyeri dada, badan letih (lemas) dan juga batuk
b. pemeriksaan Clinis
Hasil monitoring pemeriksaan clinis pasien diketahui bahwa tekanan darah pasien
masih tinggi selama pasien dirawat. Tekanan darah merupakan faktor yang penting
68
pada sistem sirkulasi. Peningkatan tekanan darah adalah refleksi dari meningkatnya
rendah atau tinggi (Chulay dan Burns, 2006). Tekanan darah meningkat
mengakibatkan curah jantung low output. Curah jantung low output dapat
menurunkan suplai oksigen pada sirkulasi sistemik. Dari penelitian terdahulu bahwa
pasien ACS dengan tekanan darah sistolik tinggi mempunyai peluang terjadi infark
7.5 kali dibandingkan dengan tekanan darah sistol normal. Dan pasien ACS dengan
diastole tinggi mempunyai peluang terjadi infark 6.2 kali dibandingkan dengan
69
120%
104%
100%
86%
80%
67%
64% 64% Energi
59% 60% 58%
60% 56% 54% 52% 55% Protein
53%
52%
49% Lemak
43% 45% Karbohidrat
40%
31%
28%
20%
4%
0%
31-Okt-18 1-Nov-18 2-Nov-18 3-Nov-18 4-Nov-18
Dari grafik asupan pasien selama 4 hari monitoring dapat disimpulkan bahwa asupan
pasien meningkat dari hari pertama monitoring sampai hari terakhir monitoring.
Pada hari pertama pasien critical ill diberikan makanan cair lewat sonde dan
dihabiskan dengan energi 86%, protein 104%, lemak 56%, dan karbohidrat 67%. Setelah itu
keadaan pasien semakin baik dan pasien sudah bisa diberikan makanan lunak. Makanan
lunak diberikan selama 4 hari monitoring. Dari 4 hari pemberian makanan lunak pada grafik
diatas dapat dilihat dari hari pertama pemberian sampai hari terakhir asupan semakin
meningkat.
Pada tanggal 1 November 2018 asupan pasien rendah karena pasien baru saja
melewati masa kritis dan baru memulai makan dengan bentuk lunak, namun pada tanggal 3
November 2018 asupan pasien yang diberikan makanan lunak meningkat dari sebelumya
yaitu energi 54%, protein 64%, lemak 52%, dan karbohidrat 64%. Hal ini karena nafsu
70
5. Rancangan Menu Diet
1
Makanan diberikan dalam bentuk cair sebanyak 4 kali pemberian, alasannya karena
pasien suntik insulin per 6 jam. 4 kali pemberian dibagi dalam 3 x makanan pokok dan 1x
bubuk. Dari rancangan menu diatas diberikan susu Diabetasol dengan berat 60 gr, ditambah
putih telur 45 gr. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa energi,lemak dan karbohidrat
masih belum mencukupi kebutuhan. Sedangkan protein sudah cukup.
Alasan diberikan susu Diabetasol karena pasien menderita penyakit diabetes
mellitus yang komplikasi ke jantung dan hipertensi. Susu diabetasol cocok diberikan
untuk penderita DM.
Susu Diabetasol adalah susu diabetes yang merupakan asupan nutrisi pengganti
makan yang lengkap dan seimbang untuk para diabetesi, dengan kandungan
Vitadigest, serta Indeks Glikemik rendah untuk membantu menstabilkan kadar gula
darah pada penyandang diabetes.
Alasan susu diberikan 60 gram untuk memenuhi kebutuhan energi protein, lemak
dan Karbohidrat pasien.
Alasan pemberian putih telur 45 gr untuk mencukupi kebutuhan protein pasien.
Secara Umum asupan pasien belum mencukupi kebutuhan yang seharusnya, karena
makanan cair minim zat gizi, dan pemberian dilakukan secara bertahap sehingga dari
rancangan menu diatas energi, protein, lemak, dan karbohidratnya masih kurang.
1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
bahwa :
2. Dari data biokimia pasien, dapat diketahui selama 4 hari monitoring hasil labor
3. Dari data Fisik pasien, dapat diketahui keadaan pasien sudah membaik karena
semua keluhan tidak dirasakan lagi pada hari terakhir intervensi. Sedangkan untuk
nilai klinis pada Tekanan darah pasien masih tinggi dihari terakhir monitoring..
4. Asupan makan pasien pada hari pertama hingga terakhir intervensi mengalami
peningkatan.
B. Saran
1. Bagi pasien
Pasien diharapkan melanjutkan diet yang dianjurkan setelah pulang dari rumah
sakit
menjalani aturan makan setelah sembuh yang telah diberikan agar tidak ada
2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djohan, T. (2004). Penyakit jantung koroner dan hipertensi e-USU Repository Universitas
SumateraUtara,1-2.
2. Guyton,A.C.& Hall,J.E.(2007).Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi11. Jakarta: EGC.
3. Ariandiny, Afriwardi, & Masrul.(2014).Gambaran tekanan darah pada pasien sindrom
koroner akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat tahun 2011- 2012.Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 191-193.
4. Munaf, M.RA. (2012). Prevalensi kejadian hipertensi pada penyakit infark miokard
diRumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010 (skripsi).
5. Torry, A.L, & Jeffrey(2013). Gambaran faktor risiko penderita sindrom koroner
akut.Manado:Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 2-3.
6. American Diabetes Mellitus Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes Melitus Care. 2004;27:s62-s69.
7. Pusdatin Kemenkes RI. Infodatin: Situasi kesehatan jantung. Jakarta. 2014.
8. Fiorentino. Hyperglycemia-induced oxidative stress and its role in diabetes Melitus
Melitus Related Cardiovascular Diseases. Current Pharmaceutical Design. 2013;19(32):
5695-703.
9. Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST Anesty Claresta. Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510.
10. Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
11. Handayani SA. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Diponegoro.
Semarang 2003.