Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem

sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk

menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan

mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh (Andra & Yessie, 2013).

Salah satu Penyakit kardiovaskular adalah penyakit akut jantung iskemik atau Acute

Coronary Syndrome (ACS) atau SKA yang merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan

dengan penyebab utama angka kematian serta morbiditas yang tinggi. Hasil riset kesehatan

dasar (Riskesdas) di Indonesia pada tahun 2007 penyakit kardiovaskular adalah penyakit

jantung koroner menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.

(Oktarina, Yertizal, & Zulkarnain, 2013).

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan istilah yang merujuk pada penyakit jantung

yang diakibatkan oleh menurunnya suplai darah ke otot jantung. (Black & Hawk, 2009).

Penurunan suplai darah ke otot jantung menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen. Pada akhirnya ketidakseimbangan ini akan menimbulkan

gangguan pompa jantung dan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rochmawati, 2011).

SKA merupakan rangkaian gangguan klinis yang disebabkan oleh penyakit akut

iskemik jantung. Spektrum klinis SKA adalah Unstable Angina Pectoris (UAP), non-ST

elevasi myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-elevasi myocardial infarction (STEMI).

UAP ditetapkan apabila keluhan klinis nyeri dada istirahat atau saat beraktivitas tetapi nilai

laboratorium troponin T dan I normal. NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai

gambar Elektrokardiografi (EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif.

STEMI didapatkan klinis nyeri dada disertai gambar EKG positif elevasi segmen ST.

1
Laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 menunjukkan bahwa

kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 69,51% (743.204 kasus) dan sebanyak

28.596 kasus merupakan kasus dekompensasio cordis. Penyakit jantung dan pembuluh darah

merupakan penyakit tidak menular yang menjadikan penyebab utama kematian selama

periode tahun 2009-2013 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013).

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen tahun 2014 jumlah kejadian penyakit

jantung dan pembuluh darah sebanyak 13.603 kasus dan sebanyak 266 kasus merupakan

penyakit Sindrom Koroner Akut (Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2014).

Sindrom Koroner Akut lebih lanjut diklarifikasikan menjadi Unstable Angina, ST-

segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI), dan Non ST-segment Elevation Myocardial

Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga

merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya (Pratiwi,

2012).

Sekitar 90% dari kasus Sindrom Koroner Akut dihasilkan oleh adanya gangguan atau

rupturnya pada plak aterosklerosis dengan diikuti agregasi platelet dan pembentukan trombus

intrakoroner. Adanya trombus pada daerah yang mengalami penyempitan karena plak dapat

menyebabkan terjadinya sumbatan berat hingga total pada arteri koroner. Gangguan aliran

darah tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

untuk sel otot jantung. Trombus yang terjadi pada SKA dihasilkan oleh interaksi antara plak

aterosklerosis, endotel koroner, platelet yang bersirkulasi dan tonus vasomotor dinding

pembuluh darah (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Sumbatan parsial trombus menyebabkan suatu kondisi yang berkaitan dengan

sindrom unstable angina (UA) dan non-ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI).

Kedua kondisi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya nekrosis pada miokard. Pada unstable

angina, belum terjadi nekrosis sel otot jantung sementara pada NSTEMI sudah ada. Namun,

2
unstable angina yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi NSTEMI hingga STEMI.

Jika sumbatan terjadi secara total, iskemia yang terjadi akan semakin berat dan nekrosis juga

semakin luas. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi peningkatan segmen ST pada STEMI

(ST-elevation myocardial infarction) (Pratiwi, 2012).

Manifestasi klinis berkaitan dengan beratnya iskemia yang terjadi, serta komplikasi

dari kematian sel. Nyeri pada infark miokard terjadi lebih berat, lebih lama dan dapat

menjalar lebih luas. Nyeri secara tipikal terjadi pada daerah substernal yang dapat menjalar

ke leher, pundak, dan lengan. Istirahat belum cukup untuk meredakan nyeri, begitu juga

dengan pemberian nitrogliserin sublingual yang hanya menghasilkan sedikit respon. Namun,

tidak semua pasien infark miokard mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman di dada. Sekitar

25% pasien ternyata dapat mengalami kejadian infark miokard akut yang asimptomatik,

terutama pada pasien diabetes yang mengalami gangguan persepsi nyeri karena adanya

neuropati perifer (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,2015).

Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan jaringan terhadap

oksigen menyebabkan timbulnya kerusakan atau bahkan kematian pada sel-sel miokard.

Maka kompensasi dari miokard adalah dengan melakukan metabolisme anaerob agar jantung

tetap dapat memberikan suplai oksigen keseluruh tubuh. Hasil dari metabolisme anaerob

inilah yang menyebabkan tibulnya rasa nyeri (Kasron, 2012).

Dampak dari kerusakan otot jantung menimbulkan gangguan pompa jantung yang

akan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rohmawati, 2011). Selain itu dampak dari

sindrom koroner akut menurut Andra (2013), yaitu tibulnya rasa nyeri yang menyebar ke

salah satu atau kedua tangan, leher, atau punggung, rasa nyeri tersebut akan berkurang

apabila faktor pesipitasinya dihilangkan. Salah satu faktor presipitasi nyeri tersebut berupa

kurangnya suplai oksigen ke otot jantung. Sesak nafas juga dapat menyertai, dimulai dengan

nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktifitas yang cukup berat.

3
Serangan iskemia biasanya dapat mereda dalam beberapa menit apabila

ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki (Sylvia, 2006).

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah perluasan infark yang di dahului

oleh iskemia adalah dengan terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahanan

oksigenasi jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan

suplai oksigen. Selain itu terapi oksigen juga dapat digunakan untuk mengatasi rasa nyeri

disertai sesak pada pasien dengan angina pektoris. Hal ini dibuktikan dengan studi kasus yang

dilakukan oleh Widianto dan Yamin (2014), bahwa pemberian terapi oksigen dengan binasal

kanul 3liter/menit mampu mempengaruhi peningkatan suplai oksigen dan perubahan saturasi

oksigen pada klien dengan gangguan jantung dilihat dari pemeriksaan oksimetri.

Untuk melihat efek pemberian terapi oksigen adalah dengan menilai saturasi oksigen.

Saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. Yang ditujukan sebagai

derajat kejenuhan atau saturasi (SpO2). Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen

adalah: jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas

hemoglobin dalam membawa oksigen (Potter & Perry, 2006).

Tekanan darah yang meningkat pada ACS menjadi ancaman memperberat

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakcukupan oksigen

mengakibatkan infark miokard yang irreversibel. Patofisiologis juga menjelaskan bahwa

peningkatan tekanan darah sistemik merupakan salah satu faktor risiko ACS. Secara

fisiologis meningkatnya resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri

mengakibatkan kerja jantung khususnya ventrikel kiri bertambah. Sehingga ventrikel kiri

hipertropi atau pembesaran ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan pompa (Ibnu dalam

Leonard, 2009). Kondisi hipertropi mengakibatkan kebutuhan oksigen miokard meningkat.

Bila proses asteroklorosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang

(Brown, 2006 dalam Price dan Wilson 2006, p.583).

4
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi hemoestasis di dalam

tubuh. Tekanan darah tinggi dan menetapakan menimbulkan trauma langsung terhadap

dinding pembuluh darah arteri koronaria, hal ini menyebabkan angina pektoris, insufiensi

koroner dan infark miokard (Djohan, 2004). Oleh karena hal tersebut tekanan darah menjadi

menifestasi klinis penting pasien ACS 24 jam pertama. Tekanan darah merupakan faktor

yang penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan tekanan darah adalah refleksi

darimeningkatnya tahanan perifer (Systemic Vascular Resistance). Tekanan darah normal

merupakan indikator penting merefleksikan efektivitas pompa jantung (Wilkinson, 2009.

p.105-107 dan Ackley dan Ladwig, 2006 p.268). Peningkatan tekanan darah indikasi klinis

peningkatan afterload. Peningkatan afterload memperberat kerja jantung dan meningkatkan

kebutuhan oksigen miokard. Afterload merupakan komponen yang berkontribusi langsung

terhadap curah jantung rendah atau tinggi (Chulay dan Burns, 2006. Hudak dan Gallo, 2005).

Tekanan darah meningkat mengakibatkan curah jantung low output. Curah jantung low

output dapat menurunkan suplai oksigen pada sirkulasi sistemik. Berdasarkan fenomena dan

perspektif fisiologis di atas penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tekanan darah

dengan kejadian Infark pada pasien acute coronary syndrome.

Diabetes dan hiperlipidemia juga merupakan faktor risiko yang penting pada

penderita usia dewasa muda, karena kedua faktor risiko tersebut merupakan faktor yang

berperan dalam proses terjadinya patogenesis penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol dan

lipid lain dalam darah yang tinggi pada diabetes menyebabkan pasien lebih mudah untuk

mengalami aterosklerosis dan PJK daripada orang normal.

Pasien dengan Diabetes Melitus memiliki peningkatan insiden arterioskelrotik

kardiovaskular, penyakit arteri perifer, dan serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan

metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada orang dengan Diabetes Melitus.1

Hiperglikemia merupakan faktor penting yang dapat mempercepat aterogenesis melalui

5
berbagai mekanisme. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa produksi Reactive

Oxygen Species (ROS) meningkat dalam kondisi hiperglikemik, dan stres oksidatif

berkontribusi pada kerusakan kardiovaskular diinduksi oleh hiperglikemia.

Kelainan lemak darah lazim terjadi pada Diabetes Melitus karena resistensi insulin

atau defisiensi enzim penting dan jalur metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme

lemak. Perubahan lemak ini dikaitkan dengan peningkatan asam lemak bebas sekunder pada

resistensi insulin. Hubungan sebab akibat antara dislipidemia dan aterosklerosis telah

diketahui dengan baik. Pada kasus Diabetes Melitus, hubungan antara hiperglikemia,

obesitas, dan perubahan kadar insulin sangat mempercepat pertumbuhan aterosklerosis.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan manajemen asuhan gizi klinik critical ill pada pasien

criticaal ill dengan diagnosaa UAP (Unstable Angina Pectoris) DD NSTEMI dan

komplikasi Diabetes Mellitus serta Hipertensi di Ruang Inap Jantung Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Solok tahun 2018.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan penapisan gizi (skrining gizi) pada klien/pasien critical ill

dengan diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi

secara individu di Ruang Inap Jantung RSUD Solok.

b. Mampu melakukan pengkajian gizi (nutrition assessment) pada pasien critical ill

dengan diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi di

Ruang Inap Jantung RSUD Solok.

c. Mampu merumuskan diagnosa gizi pada pasien critical ill dengan diagnosa UAP

DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi di Ruang Inap Jantung

RSUD Solok.

6
d. Mampu membuat perencanaan dan intervensi gizi pada pasien critical ill dengan

diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi di Ruang

Inap Jantung RSUD Solok.

e. Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi pada pasien critical ill dengan

diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi di Ruang

Inap Jantung RSUD Solok.

f. Mampu melakukan konseling gizi pada pasien critical ill dengan diagnosa UAP

DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi di Ruang Inap Jantung

RSUD Solok.

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan studi kasus ini berlangsung selama 4 hari yaitu dimulai pada tanggal 31

Oktober 2018 sampai 5 November 2018, di Bangsal Jantung Ruang 102 RSUD Solok.

B. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dengan wawancara terhadap

pasien dan keluarganya. Data primer yang diambil meliputi data antropometri,

anamnesa gizi, riwayat penyakit keluarga, data sosial ekonomi dan recall asupan

makanan.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku status pasien (Rekam Medik). Data sekunder

meliputi identitas pasien, data fisik, data klinis, laboratorium, dan data penunjang.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada studi kasus mendalam ini dilakukan dengan metode

wawancara dan observasi.

7
C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penatalaksanaan diet

kepada pasien critical ill dengan diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM

Tipe 2 dan Hipertensi.

b. Dapat memahami dan melaksanakan penatalaksanaan diet pada pasien critical ill

dengan diagnosa UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi.

2. Bagi Keluarga Pasien

a. Menambah pengetahuan keluarga tentang kondisi penyakit pasien dan pengaturan

pola makan yang tepat, sesuai dengan kondisi pasien.

b. Menghambat dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi akibat penyakit

3. Bagi Instalasi Gizi RSUD Solok

Memberikan informasi atau wacana bagi institusi rumah sakit terutama bagi instalasi

gizi berkaitan dengan penatalaksanaan diet pada pasien critical ill dengan diagnosa

UAP DD NSTEMI dan komplikasi DM Tipe 2 dan Hipertensi.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindroma Koroner Akut


Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala

klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran

darah ke jantung, sindrom ini meliputi unstable angina pectoris sampai perkembangan

menjadi miokard infark akut. Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak

aterosklerosis dengan diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakitjantung koroner

(PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral

arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang

sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait.

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton, 2009). Hal

ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yangkemudian diikuti oleh pembentukan trombus

oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran

darah kolateral.

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria,

yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan

pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan

aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,

elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung,

protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik

melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.

9
1. Etiologi

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :

 Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan penyebab tersering.

 Penurunan aliran darah (cardiac output).

 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard

 Spasme arteri koroner

 Aktivasi sekunder sistem koagulasi plasma

 Aktivasi, adhesi, dan agregrasi trombosit

2. Faktor Risiko

a) Tidak dapat diubah

1. Umur

Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit jantung akan

meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal ini terkait dengan

kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang makin besar, terkait dengan deposit

lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin menurun seiring dengan

bertambahnya umur. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-

44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki

dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat

sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih

rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar

kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.

2. Jenis kelamin

Adalah lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.

Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah wanita menopause, insidensi

terjadinya hampir sama

10
3. Genetik

adalah terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria

brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media.

4. Ras

Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun

bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat

perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk

Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.

5. Diet

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam

susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung

lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi.

Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga

orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih

rendah dari pada Amerika.

6. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan > 21

% pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi,

DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan

LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari

BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat

menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun

menambah exercise.

11
b) Dapat diubah

1. Merokok

Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi meningkatnya

proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi.

Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah disebabkan karena jaringan tersebut

mengalami hipoksia dan peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul

leukosit dan respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus

oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida pada

hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan merokok mempunyai

konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.

2. Hipertensi

Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar kemungkinan

untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner dan stroke. Hubungan

kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular tidak memperlihatkan hasil akhir

yang baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik dengan nilai progresif yang tinggi.

Tekanan sistolik diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan

diastolik terutama pada usia tua.

Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai cara. Penelitian

yang dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai

endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga

lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut.

Peningkatan hemodinamik stress dapat juga meningkatkan jumlah reseptor

scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus rantai circum ferential,

dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat meningkatkan produksi sel otot polos

yang mengikat proteoglikan dan menahan partikel LDL, memacu akumulasi di

12
tunika intima dan memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah

mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai sitokin

pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses

aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.

Klasifikasi Tekanan Darah


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Normal tinggi 130-139 80-89
Hipertensi
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II ≥ 160 ≥ 100

3. Diabetes mellitus

Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan orang dengan

diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan kemungkinan terjadi gangguan pada

kardiovaskular. Mekanismenya bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari

lipoprotein pada pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan

kolesterol oleh makrofag scavenger) atau kecenderungan protrombotik dan anti

fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada pasien dengan kondisi

ini. Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang lemah ini

dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO dan meningkatnya perlekatan

leukosit. Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga pada pasien diabetes

mengurangi resiko komplikasi mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan

neprophaty.

Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik dalam hal

ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak yang abnormal (hipertrigliserida,

HDL rendah, partikel LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada

diabetes terjadi resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan mendorong terjadinya

aterosklerosis.

13
a.Pengertian

Diabetes Mellitus merupakan serangkaian gangguan atau sindroma di mana

tubuh tidak mampu mengatur secara tepat pengolahan, atau metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein (McWright, 2008). Jika telah berkembang penuh secara klinis,

maka Diabetes Mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,

aterosklorotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan neuropati (Price dan Wilson,

2003). Diabetes Mellitus biasanya disebabkan karena peningkatan kadar gula

(glukosa) dalam darah (hiperglikemia) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut

maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti

jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang (Depkes, 2005).

b.   Etiologi

Terdapat 2 tipe Diabetes Mellitus berdasarkan diabetes yang sering terjadi

yaitu diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes

tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe 1

disebabkan oleh destruksi sel ß pulau Langerhans akibat proses autoimun.

Sedangkan diabetes tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel ß dan resistensi insulin.

Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringsan perifer dan untuk menghambat produksi

glukosa oleh sel hati. Sel ß tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini

sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat

dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel ß

pankreas mengalami desentisasi terhadap glukosa (Mansjoer, dkk., 2001).

14
c.   Gejala dan tanda

Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes Mellitus dapat digolongkan

menjadi gejala akut dan gejala kronik

1) Gejala akut

Pada permulaannya gejala yang ditunjukkan meliputi banyak makan

(polifagia), banyak minum (polidipsia), dan banyak kencing (poliuria). Dalam fase

ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada

saat ini jumlah insulin masih mencukupi. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati,

maka dapat sering timbul keluhan polidipsia dan poliuria dan keluhan lain berupa

turunnya nafsu makan (tidak polifagia lagi) bahkan kadang-kadang diikuti dengan

mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, berat badan turun dengan cepat

(dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas

diobati lagi dapat menimbulkan rasa mual dan dapat terjadi koma diabetik (penderita

tidak sadarkan diri).

2) Gejala kronik

Gejala kronik yang sering timbul antara lain :

a)  Kesemutan

b)  Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tsuk jarum

c)  Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur

d)  Kram

e)   Lelah

f)   Mudah mengantuk

g)   Mata kabur

h)   Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita

i)   Gigi mudah goyah dan mudah lepas

15
j)   Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten

k) Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam

kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 2006).

d. Komplikasi

1) Komplikasi Akut

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan

dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut

umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia)

atau terlalu tinggi (hiperglikemia) (Tandra, 2008).

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi

jika kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini

dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,

tetapi konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang

berat. Sedangkan hiperglikemia terdapat dua macam yaitu diabetes

ketoasidosis dan sindrom HHNK (koma Hiperglikemik Hiperosmoler Non

Ketotik)  (Brunner & Suddarth, 2001).

2) Komplikasi Kronis

Untuk diabeti yang sudah bertahun-tahun, dapat juga muncul

berbagai kerusakan atau komplikasi yang kronis, seperti kerusakan ginjal

(nephropathy), kerusakan mata (retinopathy), penyakit jantung, kerusakan

pembuluh darah (angiopathy) dan kerusakan syaraf (neuropathy). Untuk

kerusakan pembuluh darah (angiopathy) dan kerusakan syaraf (neuropathy)

dapat menyebabkan komplikasi yang sangat serius yaitu kaki diabetik

(Tandra, 2008).

16
4. Dislipidemia

Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol

dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL

kolesterol. Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan

terbesar sebagai faktor risiko utama terhadap perkembangan arterosklerosis.

Menurut studi Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung

iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko

penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada individu yang level

total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu yang level kolesterolnya 200

mg/dL. Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan dengan

memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo, penyimpanan, dan

membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA reductase adalah langkah untuk

membatasi biosintesis kolesterol intraseluler dan dikontrol oleh reseptor terkait

endositosis dari partikel LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat

menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi

reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel perifer selalu

dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux regulatory protein (CERP),

produk yang baru-baru ini teridentifikasi adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC

A-1). CERP memediasi transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang

mengirim kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai

transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini dapat membuang lipid

intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level HDL serum berbanding

terbalik dengan kejadian penyakit arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “

kolesterol baik.”

17
Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya

kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Saat jumlahnya berlebihan,

LDL dapat terakumulasi di rongga subendothelial dan mengalami modifikasi kimia

dan merusak tunika intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis.

B. Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI)

1. Definisi

Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST

(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan

gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis

NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya

nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Menurut pedoman American

College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak

stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup

berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda

kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai

keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa

perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar

atau adannya gelombang T yang negatif.

2. Etiologi

Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan

aorta Insufisiensi. Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris

tidak stabil :

18
a. Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris

tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang

sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang

mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak

stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya

ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari

timbunanlemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%

akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat

100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.

b. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya

angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi

yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan

terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan

sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam

plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor

VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan

fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet

melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan

pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan

terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten,

pada angina tak stabil.

19
c. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.

Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet

berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme

yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,

dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

d. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan

migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk

dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh

dengan cepat dan keluhan iskemia.

e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik.

3. Gambaran Klinik Unstable Angina

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yag bertambah dari biasa. Nyeri dada sperti angina biasa tapi lebih berat dan

lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat atau pada aktivitas minimal. Nyeri

dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai

keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas.

Pada angina pektoris, penderita sering merasakan sakit pada daerah dada.Rasa

sakit dada ini disebabkan karena adanya iskemia miokard akibat suplai darah dan

oksigen yang berkurang. Berkurangnya aliran darah pembuluh darah koroner ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penyempitan akibat proseJaterosklerosis,

spasme pembuluh darah koroner, stenosis aorta, ataupun kebutuhan metabolik yang

bertambah seperti yang dapat dijumpai pada hipertiroid, anemia berat, takikardia

paroksismal dengan irama ventrikular yang cepat. Manifestasi penyakit jantung

20
koroner dapat bervariasi, antara lain berupa angina pektoris, infark miokard akut,

angina tidak stabil, iskemik miokard asimtomatilg kegagalan jantung aritmia,

gangguanh antaran jantung dan kematian mendadak.

Pada angina pektoris tidak stabil serangan terjadi pada waktu istirahat, tidur

ataupun aktivitas minimal. Penyebabnyai alah spasme pembuluh koroner,

penyumbatan sementara oleh trombus dan trombus yang beragregasi.R asa sakit dada

pada keadaani ni terjadinya lebih lama dari pada angina biasa dan frekuensi timbulnya

serangan lebih sering. Pada Prinzmetal angina yang disebut juga variant angina

pektoris, serangan angina timbul pada waktu istirahat, akibat spasme pembuluh darah

koroner yang sudah sklerotik atau spasme pembuluh koroner normal.

D. Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari istilah Yunani yang artinya pancuran atau curahan,

sedangkan Melitus atau Mellitus artinya gula atau madu. Dengan demikian, secara

bahasa, Diabetes Melitus adalah curahan cair dari tubuh yang banyak mengandung gula.

Cairan yang dimaksud disini adalah air seni yang terasa manis karena banyak

mengandung gula.

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

2. Diabetes Melitus tipe-2 (DM tipe 2)

DM tipe 2 disebut juga diabetes life style karena penyebabnya selain faktor

keturunan, yang terutama adalah karena gaya hidup yang tidak sehat. Biasanya, DM tipe

2 ini mengenai orang dewasa. IstilahDM tipe 2 ini pernah disebut adult onset atau

21
maturityonset diabetes. Namun, karena DM tipe 2 ini juga dapat mengenai mereka yang

lebih muda, maka istilah yang dipakai adalah DM tipe 2. Dari seluruh penderita DM,

jumlah penderita DM tipe 2 adalah yang paling banyak, yaitu 90-99%.

DM tipe 2 atau NIDDM (non-insulin-independent DM), ini ditandai dengan

kerusakan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin, atau menurunnya pengambilan

glukosa oleh jaringan sebagai respons terhadap insulin. Kadar insulin dapat normal,

turun atau meningkat, tapi sekresi insulin terganggu dalam hubungannya dengan tingkat

hiperglikemia. Ini biasanya didiagnosa setelah berusia 30 tahun, dan 75% dari penderita

DM tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas.

DM tipe 2 berkembang sangat lambat, bisa sampai bertahun-tahun. Oleh karena

itu, gejala dan tanda-tandanya sering kali tidak jelas. DM tipe 2 biasanya memiliki

riwayat keturunan DM. Apabila tidak ada gejala klasik, yang dikeluhkan adalah cepat

lelah, berat badan turun, walaupun banyak makan, atau rasa kesemutan ditungkai.

Kadang-kadang, penderita diabetes tipe ini sama sekali tidak merasakan perubahan.

Penderita DM tipe 2 tidak mutlak memerlukan suntikan insulin karena

pankreasnya masih menghasilkan insulin. Akan tetapi, insulin yang diproduksi oleh

pankreas, jumlahnya tidak mencukupi. Selain itu, kerja insulin menjadi tidak

danterhambat karena resistensi insulin. Resistensi insulin ini mendahului terjadinya

penurunan produksi insulin. Selama resistensi insulin belum diperbaiki, pankreas harus

bekerja keras menghasilkan insulin sebanyak-banyaknya untuk dapat menggempur

resistensi tersebut agar gula bisa juga masuk. Karena harus bekerja keras, akhirnya

pankreas kelelahan sampai kemampuannya dalam menghasilkan insulin mundur.

Oleh karena itu, obat yang diberikan pada penderita DM tipe 2 tidak hanya obat

untuk memperbaiki resistensi insulin, tetapi juga untuk membantu pankreas

meningkatkan kembali produksi insulin.

22
Di samping itu, kegemukan adalah faktor pemicu resistensi insulin atau DM tipe

2, khususnya kegemukan didaerah perut, kurang bergerak dan terlalu banyak makan

dengan gizi yang tidak seimbang. Upaya penurunan berat badan, khususnya lemak tubuh,

akan meningkatkan kepekaan sel akan insulin sehingga gula pun akan lebih mudah

masuk ke dalam sel sehingga kadar gula dalam darah akan turun dan energi dapat

dibentuk dengan lebih baik.

DM tipe 2 yang ditemukan pada usia pertengahan atau usia lanjut terjadi karena

gangguan pada proses masuknya gula ke dalam sel (resistensi insulin). Pada DM tipe 2

ini, penderitanya bertubuh gemuk dan biasanya tidak memberikan keluhan serta gejala

yang jelas sebelum terdapat komplikasi. Penderita DM tipe 2 (jumlahnya sekitar 95%

dari seluruh kasus DM) umumnya mengeluh badan yang cepat lelah, sering pusing, berat

badan yang bertambah terus dan kulit yang terasa gatal. Keluhan utamanya adalah

banyak kencing terutama di malam hari, sering haus dan lapar, penglihatan kabur dan

luka yang susah sembuh. Diagnosis DM dibuat jika kadar gula darah (GD) puasa lebih

dari 126 mg/dl atau gula darah 2 jam sesudah makan diatas 200 mg/dl. Jika kadar GD

puasa diantara 110-126 mg/dl, keadaan ini dinamakan toleransi gula terganggu (TGT).

Saat ini, DM tipe 2 jumlahnya semakin meningkat pada usia yang semakin muda

disebabkan karena gangguan metabolisme karbohidrat dengan gejala kenaikan kadar

gula di dalam darah. Selain GD, kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida

juga meningkat.

3. Patofisologis Diabetes Melitus

DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

23
insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita TGT,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel

beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan reaksi

insulin, yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya.

Tubuh mempunyai sistem yang dapat mengatur dan menyeimbangkan zat-zat

yang mengalir di dalamnya. Demikian pula dengan glukosa, jumlah glukosa dalam tubuh

biasanya sangat terkontrol. Manusia mendapatkan glukosa dari makanan yang manis,

karbohidrat, dan jenis makanan lain.

Glukosa dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme agar dapat

dimanfaatkan oleh sel-sel yang membutuhkan. Dalam proses pencernaan makanan,

karbohidrat akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, yaitu glukosa agar

mudah diserap tubuh. Glukosa diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran

darah ke seluruh sel akan digunakan sebagai energi. Tingginya konsumsi karbohidrat

menyebabkan kosentrasi glukosa dalam darah meningkat. Oleh karena itu, untuk

menormalkan konsentrasi glukosa dalam darah, glukosa diubah dalam dua bentuk, yaitu

glikogen (disimpan dalam hati dan otot) dan lemak (disimpan dalam jaringan adiposa).

24
Patofisiologi DM akan bermuara pada resistensi insulin, toleransi glukosa akan

tetap terjaga normal selama masih dapat dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin.

Jadi, beta sel pankreas yang masih berfungsi normal mampu menduga keparahan

resistensi insulin serta mengatur sekresi insulin untuk mempertahankan kenormalan

toleransi glukosa.

Peningkatan kadar glukosa darah dalam keadaan puasa merupakan cerminan dari

pengurangan pemakaian glukosa oleh jaringan, atau pertambahan glukoneogenesis. Jika

kadar glukosa darah meningkat sedemikian tinggi, ginjal tidak akan mampu lagi

menyerap balik glukosa yang tersaring sehingga glukosa akan tumpah ke dalam urin.

Melimpahnya glukosa dalam urin ini dinamakan glukosuria.

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas dikenal

sebagai patofiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan diketahui bahwa

kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan

sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti jaringan lemak

(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas

(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa) dan otak (resistensi insulin),

kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa

pada DM tipe 2.

4. Faktor resiko penderita Diabetes Melitus

Ada beberapa faktor resiko Diabetes Melitus yaitu:

a. Riwayat keluarga

Faktor keluarga atau genetik mempunyai konstribusi yang sangat besar untuk

seseorang terserang penyakit DM. Penyakit DM secara umum dapat dikatakan sebagai

25
penyakit keturunan tetapi bukan penyakit menular. Meskipun demikian, bukan berarti

penyakit tersebut pasti menurun kepada anak.

b. Obesitas atau kegemukan

Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap

hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menerap

insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-

banyaknya sehingga mengakibatkan pankreas rusak.

Perhitungan berat badan menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa

tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg) / TB (m 2). Klasifikasi IMT menurut

WHO :

1) BB Kurang <18,5 kg/m2

2) BB Normal 18,5 - 22,9 kg/m2

3) Overweight 23,0 – 24,9 kg/m2

4) Obes I 25,0 – 29,9 kg/m2

5) Obes II ≥30,0 kg/m2

c. Umur

Umur diatas 40 tahun banyak mengalami melemahnya organ vital dan tubuh

mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah mengalami

monopause cenderung untuk lebih tidak peka terhadap insulin. Hasil peneltian Sufiati dan

Erma (2012) diketahui bahwa kejadian DM tipe 2 sebagian besar terjadi pada umur 45-68

tahun sebesar 65,72%.

d. Kurangnya olahraga

Perkembangan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) menjadi DM dapat dicegah

melalui peningkatan aktivitas olahraga yang memberikan perlindungan terhadap

timbulnya DM secara langsung maupun pengaruh pada obesitas dan metabolisme lemak.

26
e. Pola makan atau diet

Pola makan memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya DM tipe

2. Konsumsi makanan yang tinggi kalori dan tinggi lemak, selain aktivitas olahraga yang

rendah akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai lemak

tubuh. Asupan kalori yang berlebihan akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun

belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan

rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang tinggi kalori dan rendah serat

akan meningkatkan berat badan dan resistensi insulin.

f. Jenis kelamin

Penyakit DM tipe 2 ini sebagian besar dijumpai pada perempuan dibandingkan

laki-laki karena terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup

sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2. Jumlah lemak pada laki-laki

dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dari berat badan total, dan pada perempuan

sekitar 20-25%. Jadi peningkatan kadar lemak pada perempuan lebih tinggi dibandingkan

laki-laki, sehingga faktor risiko terjadinya DM pada perempuan 3-7 kali lipat lebih tinggi

dibandingkan pada laki-laki yaitu 2-3 kali lipat.

Penderita DM tipe 2 dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak

menunjukkan gejala klasik DM yaitu :

1) Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m 2) yang

disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut :

a. Aktivitas fisik kurang

b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga)

c. Kelompok ras/etnis tertentu

27
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau

mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG)

e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)

f. HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl

g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium

h. Riwayat prediabetes

i. Obesitas berat, akantosis nigrikans

j. Riwayat penyakit kardiovaskular

2) Usia >45 tahun tanpa risiko di atas

5. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan

komplikasi akut dan kronis. Berikut ini beberapa komplikasi yang sering terjadi yaitu :

1) Hipoglikemia

Keadaan hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,

lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar

keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Jika tidak segera

ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

Dalam keadaan hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita menunjukkan

kurang dari 150 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan

gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma diatas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah

yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi

pada penderita DM tipe 1, yang dapat dialami 1-2 kali perminggu. Dari hasil survei yang

pernah dilakukan di Inggris, diperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1

disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita DM tipe 2, serangan

28
hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut sedang mendapat terapi

insulin.

2) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana glukosa darah melonjak/meningkat secara

tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stres, infeksi dan konsumsi obat-

obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan

yang parah (fatigue) dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat,

hiperglikemia dapat dicegah sehingga tidak menjadi parah. Hiperglikemia dapat

memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan

infeksi jamur pada vagina.

Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan

metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis =

DKA), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia

dapat dicegah dengan melakukan kontrol kadar glukosa darah secara ketat.

3) Penyumbatan pembuluh darah besar

Ada tiga jenis penyumbatan pembuluh darah besar atau komplikasi

makrovaskular yang umum berkembang pada penderita Diabetes Melitus adalah

penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah

otak dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD).

Komplikasi makrovaskular lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 2 yang umumnya

menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-

penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain, Syndrom

X, Cardiac Dysmetabolic Syndrom, Hyperinsulinemic Syndrom atau Insulin Resistance

Syndrom. Karena penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita DM maka

pencegahan komplikasi terhadap jantung harus segera dilakukan, termasuk pengendalian

29
tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes melitus sebaiknya

selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mmHg. Untuk itu, penderita

harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal,

diet dengan gizi seimbang, berolahraga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stres

dan lain sebagainya.

4) Penyumbatan pembuluh darah kecil

Penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil atau disebut komplikasi

mikrovaskular, terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten

dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding

pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh. Hal inilah yang mendorong timbulnya

komplikasi-komplikasi mikrovaskular, antara lain retinopati, nefropati dan neuropati. Di

samping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh

faktor genetik. Oleh sebab itu, dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang

sama, akan berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Prediktor terkuat untuk

perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah lama (durasi) dan tingkat keparahan

menderita DM. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat

jalannya perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar

glukosa darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan mengunakan suntikan insulin

multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah

mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampa 60%.

6. Pengelolaan Diabetes Melitus

Menurut Perkumpukulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) ada empat pilar

dalam pengelolaan DM yaitu: (1) edukasi, (2) Perencanaan makan atau disebut pula

terapi gizi medik, (3) latihan jasmani, dan (4) terapi farmakologis.

30
Tujuan pengelolaan DM dibagi atas tujuan jangka pendek, tujuan jangka panjang

dan tujuan akhir. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan gejala

diabetes yang ada sehingga pasien dapat meningkatkan kehidupan yang sehat dan

nyaman. Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada

pembuluh darah maupun pada susunan (neuropati) sehingga tercapailah tujuan akhir

pengelolaan DM yaitu dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk mencapai

tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan

dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2 :

a. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Salah satu penatalaksanaan pada Diabetes Melitus adalah Terapi Nutrisi Medis

(TNM). TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM tipe 2 secara

komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota

tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lain serta pasien dan keluarganya). Guna

mencapai sasaran TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penderita

DM.

Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan anjuran makan

untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah

pola makan yang disiplin dalam hal 3J yakni Jadwal makan, Jenis makanan dan Jumlah

makanan.

Pola makan adalah suatu ketepatan dan keteraturan pasien dalam pentalaksanaan

jumlah, jenis dan jadwal makan. Seseorang dikatakan berpola makan baik apabila telah

melakukan tiga indikator diet yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis. Sebaliknya, apabila

31
seseorang tidak melakukan tidak melakukan kurang dari tiga indikator diet maka pola

makan pasien diabetes tersebut kurang baik.

1) Jadwal makan

Jadwal makan bagi penderita DM harus diatur agar kadar gula darah terkendali.

Pengaturan jadwal makan dianjurkan sebanyak tiga kali sehari (makan pagi, siang dan

malam) dan makanan selingan tiga kali. Hal ini agar kalori tercukupi setiap harinya. 19

Selain itu, penjadwalan yang dilakukan dengan disiplin waktu dapat membantu pankreas

mengeluarkan insulin secara rutin. Dengan demikian, kenaikan kadar glukosa darah

dapat dihindari.

Menurut Tjokroprawiro, jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi

menjadi enam waktu makan, yaitu tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan

selingan. Penderita DM hendaknya mengonsumsi makanan dengan jadwal waktu yang

tetap sehingga reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya makanan dalam tubuh.

Makanan selingan berupa snack penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia

(menurunnya kadar gula darah). Jadwal makan terbagi menjadi enam bagian makan (3

kali makan besar dan 3 kali makan selingan) sebagai berikut :

a) Makan pagi pukul 06.00 – 07.00 WIB

b) Selingan pagi pukul 09.00 – 10.00 WIB

c) Makan siang pukul 12.00 – 13.00 WIB

d) Selingan siang pukul 15.00 – 16.00 WIB

e) Makan malam pukul 18.00 – 19.00 WIB

f) Selingan malam pukul 21.00 – 22.00 WIB

2) Jenis makanan

Tepat jenis artinya makanan yang dikonsumsi dari jenis yang dibolehkan untuk

penderita DM. Karbohidrat diutamakan dari jenis karbohidrat kompleks seperti nasi,

32
talas, jagung, mie, dll. Karbohidrat murni tidak diperbolehkan kecuali sedikit sebagai

bumbu. Diusahakan penggunaan lemak dari asam lemak tidak jenuh, serta dipilih dari

jenis serat larut air yang terdapat dalam sayur dan buah. Diutamakan menggunakan

bahan makanan dengan indeks glikemik rendah.

Penderita DM harus mengetahui dan memahami makanan yang boleh dimakan

secara bebas dan dibatasi secara ketat. Jenis makanan adalah makanan yang dikonsumsi

berdasarkan komposisi dan penggolongannya (sumber karbohidrat, protein hewani,

protein nabati, sayuran dan buah) dan dilihat dari jenis yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan bagi penderita Diabetes Melitus.

Bahan makanan yang dianjurkan adalah :

a) Sumber karbohidrat : beras, ubi, singkong, kentang, roti tawar, tepung terigu,

sagu dan tepung singkong

b) Sumber protein hewani : daging sapi, ayam, ikan, telur, susu dan hasil olahannya

c) Sumber protein nabati : kacang-kacangan bernilai biologis tinggi seperti kacang

kedelei dan olahannya, kacang hijau, kacang merah dan kacang polong

d) Sayuran : rendah kalium, seperti caisim, kangkung, sawi, wortel dan terong

e) Buah-buhan : rendah kalium, seperti jambu, kedondong, mangga, markisa, melon,

semangka, nangka, pir, salak dan sawo

Bahan makanan yang dibatasi adalah :

a) Sumber karbohidrat : sumber karbohidrat tinggi natrium, seperti cake, biskuit dan

krekers

b) Sumber protein hewani : daging dan ikan yang diawetkan, seperti ikan asin,

dendeng, sarden dancorned beef

c) Sumber protein nabati : semua jenis kacang-kacangan dan hasilnya yang

merupakan sumber protein berniai biologik rendah

33
d) Sayuran : tinggi kalium, seperti tomat, kol, bit, daun bawang, toge kacang hijau,

kacang buncis, kembang kol, waluh dan rebung

e) Buah-buahan : tinggi kalium, seperti anggur, arbei, belimbing, duku, jambu biji,

jeruk dan pisang

3) Jumlah asupan zat gizi

Tepat jumlah artinya jumlah energi dan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi

penderita DM harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan.Jumlah

asupan zat gizi dengan komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat,

protein dan lemak. Selain itu, zat gizi lain yang berpengaruh terhadap kadar glukosa

dalam darah pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 adalah vitamin C, vitamin D, kromium

dan magnesium.

Tabel 1.
Jenis Diet Diabetes Melitus
Jenis Energi Protein Lemak Karbohidrat

Diet (kkal) (gr) (gr) (gr)


I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
Sumber : Almatsier, 2013

Untuk kepentingan klinik praktis dan penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca,

yaitu :

 Berat badan idaman : (Tinggi badan - 100) – 10%

 Berat badan kurang : <90% - 110% BB idaman

 Berat badan lebih : 110 -120% BB idaman

 Gemuk : >120% BBI

34
Jumlah kebutuhan kalori basal perhari dihitung berdasarkan BB idaman dikalikan

25 pada wanita dan dikalikan 30 pada laki-laki. Jumlah kebutuhan kalori perhari secara

nyata perlu disesuaikan dengan status pertumbuhan kehamilan, gizi, umur, stres akut dan

aktivitas jasmani. Diet standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi

seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sebagai berikut : karbohidrat 60-

70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%, untuk lemak jenuhnya <10% dari kebutuhan

energi total. Untuk kelompok dengan keadaan sosial ekonomi rendah, makanan dengan

komposisi karbohidrat 70-75% juga memberi hasil baik. Dianjurkan jumlah kandungan

kolesterol tidak melebihi 300 mg/hari. Penggunaan serat sampai 25 gr/hari. Dapat

dibenarkan penggunaan pemanis buatan (ADI = 50 mg/kgBB/hr) dan pemberian sedikit

gula untuk bumbu masakan. Bagi penderita dengan glukosa darah sudah terkendali boleh

menggunakan gula 5% dari kebutuhan energi total. Penetapan diet ditentukan oleh

keadaan pasien, jenis DM dan program pengobatan secara keseluruhan.

b. Latihan

Penderita Diabetes Melitus dianjurkan melakukan pemeriksaan glukosa darah

sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus

mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila ≥250 mg/dl dianjurkan untuk

menunda latihan jasmani.

Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan

jasmanimeskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

c. Terapi farmakologis

35
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

suntikan.

d. Pendidikan (edukasi)

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik.

E. Hipertensi

1. Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkan.

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan oleh darah terhadap seluruh

permukaan dinding pembuluh darah. Tekanan darah ini ditentukan oleh jumlah darah yang

dipompa dari jantung keseluruh organ dan jaringan tubuh, serta daya tahan dinding

pembuluh darah arteri.

Hipertensi dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah, gangguan

keseimbangan cairan dalam pembuluh darah atau komponen dalam darah yang tidak

normal.Adanya gangguan tersebut mengakibatkan darah tidak dapat disalurkan ke seluruh

tubuh dengan lancar. Agar dapat tetap sampai keseluruh tubuh, jantung akan memompa

darah lebih keras. yang akan membuat tekanan dalam pembuluh darah meningkat.

Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik dan

lebih rendah ketika sesorang beristirahat. Tekanan darah satu hari juga berbeda-beda.

Tekanan darah paling tinggi terjadi di pagi hari dan paling rendah pada saat tidur di malam

hari.

36
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang akan mengalami kenaikan

tekanan darah. Tekanan sistolik meningkat sampai seseorang berusia 80 tahun dan tekanan

diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun.

2. Mekanisme Terjadinya Hipertensi

Hipertensi terjadi melalui terbentuknya Angiontensin II dari Angiontensin I oleh

Angiotensin Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam

mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi dalam hati.

Selanjutnya, oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi Angiotensin I

menjadi Angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci untuk menaikan

tekanan darah melalui dua aksi utama.

Pertama, dengan meningkatnya sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa

haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjer pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin.Meningkatnya ADH menyebabkan urin yang

diekskresikan keluar tubuh sangan sedikit (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Dan kemudian terjadi peningkatan

volume darah, sehingga tekanan darah akan meningkat. Kedua, dengan menstimulasi sekresi

aldosteron (hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal) dari korteks adrenal.

Pengaturan volume cairan ekstraseluler oleh aldosteron dilakukan dengan mengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mengabsorbsinya dari tubulus ginjal.Pengurangan

ekskresi NaCl menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl yang kemudian di encerkan kembali

dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, maka terjadilah peningkatan volume

dan tekanan darah. Terjadinya peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh hal-hal

berikut :

37
a. Meningkatnya kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume cairan

yang mengalir setiap detik bertambah besar

b. Arteri besar kaku, tidak lentur, sehingga pada saat jantung memompa darah

melalui arteri tersebut tidak dapat mengembang. Darah kemudian akan mengalir

melalui pembuluh yang sempit sehingga tekanan naik. Menebal dan kakunya

dinding arteri pada orang yang berusia lanjut, dapat terjadi karena arteriosklerosis

(penyumbatan pembuluh arteri). Peningkatan tekanan darah mungkin juga terjadi

karena adanya ransangan saraf atau hormon di dalam darah, sehingga arteri kecil

mengerut untuk sementara waktu

c. Pada penderita kelainan fungsi ginjal, terjadi ketidakmampuan membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat

sehingga tekanan darah juga naik.

3. Gejala-Gejala Hipertensi

Gejala-gejala penyakit hipertensi adalah sebagai berikut :

a. Terasa nyeri di kepala berulang ulang

b. Jantung berdebar-debar ketika badan bergerak atau melakukan pekerjaan

yangagak berat

c. Perasaan lemah dan agak pusing

d. Kadang-kadang terasa nyeri pada dada dan bahu kiri

e. Sesak napas ditengah dada yang dapat menyebar sampai leher danrahang, bahkan

sampai terasa tembus ke punggung

f. Pada kondisi yang parah, sering menyebabkan kehilangan kesadaran sesaat

4. Jenis Tekanan Darah

Secara umum, tekanan darah digolongkan menjadi dua :

38
a. Tekanan sistolik (angka atas) merupakan tekanan darah yang terjadi saat

kontraksi otot jantung.istilah ini secara khusus dgunakan untuk membaca pada

tekanan arterial maksimum saat terjadinya konstraksi pada lobus ventrikular kiri

dari jantung. Rentang waktu terjadinya konstraksi disebut systole.

b. Tekanan diastolik merupakan tekanan darah ketika jantung tidak berkontraksi

atau bekerja lebih, atau dengan kata lain sedang beristirahat.

5. Klasifikasi hipertensi

Joint National Committee (JNC) pada tahun 2013 mengeluarkan klasifikasi

hipertensi sebagaimana tertera dalam tabel berikut :

Tabel 2
Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah diastol
darah sistol (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi tahap 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebab yaitu :

a. Hipertensi primer / hipertensi esensial

Disebut juga hipertensi idiopatik karena hipertensi ini memiliki penyebab yang

belum diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui tersebut sering

dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer

merupakan hipertensi yang paling banyak terjadi, yaitu sekitar 90% dari kejadian

hipertensi.

b. Hipertensi sekunder / nonesensial

Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan

hormonal atau pengobatan obat tertentu.

6. Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

a. Faktor Keturunan

39
Keturunan mempengaruhi 70-80% penderita hipertensi,akan tetapi hal

tersebut bukan hal mutlak terjadi karena faktor keturunan sendiri tidak dapat

berdiri sendiri jika tidak bersamaan dengan faktor risiko lainnya seperti

merokok, kegemukan, kurang olah raga, asupan natrium berlebihan, dan lain

sebagainya.

b. Umur

Penderita hipertensi esensial sebagian besar timbul pada usia diatas 35

tahun dan hanya 20% yang berada dibawah usia 35 tahun, prevalensi hipertensi

umumnya dijumpai pada usia >40 tahun, dan kemungkinan mendapat

komplikasi pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar dibandingakan usia >50

Tahun.

c. Jenis Kelamin

Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada pria dari pada

wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria dan pada saat

menghadapi masalah pria cenderung emosi dan mencari jalan pintas seperti

merokok, konsumsi alkohol, dan pola makan yang tidak baik sehingga tekanan

darah meningkat. Wanita dalam mengatasi masalah stres, masih dapat

mengatasinya dengan tenang dan stabil, tetapi tekanan darah cenderung

meningkat pada wanita setelah menopouse, hal ini disebabkan oleh faktor

psikologis dan sistem endokrin.

Obesitas
d.

Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak berlebih dalam tubuh.

Obesitas dapat diketahui dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

adalah perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan

40
dalam meter kuadrat, pengukuran IMT biasanya dilakukan pada orang dewasa

usia 18 tahun keatas.

Merokok
e.

Merokok dapat menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk

disuplai ke otot jantung mengalami peningkatan. Pada umumnya, rokok

mengandung berbagai zat kimia berbahaya seperti nikotin dan karbon monoksida.

Zat tersebut terisap melalui rokok sehingga masuk ke aliran darah dan

menyebabkan kerusakan lapisan endotel pembuluh darah arteri, serta

mempercepat terjadinya atrosklerosis.

Konsumsi alkohol dan kafein berlebih


f.

Alkohol diketahui menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal

ini diduga akibat adanya peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel

darah merah, dan kekentalan darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan

darah.

Sementara itu, kafein diketahui dapat membuat jantung berpacu lebih cepat

sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya, akan tetapi, dalam hal

ini, kafein memiliki reaksi yang berbeda pada setiap orang.

41
Asupan natrium
g.

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular. 35-40% natrium ada

di dalam kerangka tubuh. Natrium yang sebagian besar mengatur tekanan

osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel.

Didalam sel, tekanan osmosis diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak

keluar dari sel. Sacra normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara

natriumdiluar sel dan kalium didalam sel. Bila seseorang makan terlalu banyak

garam, kadar natrium akan meningkat.

Bila jumlah natrium di dalam sel meningkat berlebihan, air akan masuk ke

dalam sel, akibatnya sel akan membengkak. Inilah yang menyebabkan terjadinya

pembengkakan atau oedema dalam jaringan tubuh. Keseimbangan cairan juga

akan terganggu bila seseorang kehilangan natrium. Air akan memasuki sel untuk

mengencerkan natrium dalam sel. Cairan ekstraseluler akan menurun. Perubahan

ini dapat menurunkan tekanan darah.

Sumber natrium adalah garam dapur, monosodium glutamat (MSG), kecap

dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang

belum diolah, sayuran dan buah mengandung paling sedikit natrium.Kelebihan

42
natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan

oedema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum. Kelebihan

konsumsi natrium secara terus menerus terutama dalam bentuk garam dapur

dapat menimbulkan hipertensi.

Penatalaksanaan Diet
F.
1. Diet Jantung

a) Tujuan Diet

 Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung

 Menurukan berat badan bila terlalu gemuk

 Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air

b) Syarat Diet

 Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal

 Protein cukup yaitu 0,8 g/kgBB

 Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari

lemak jenuh, dan 10-15% lemak tidak jenuh

 Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia

 Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium

dan magnesium jika tidak dibutuhkan

 Garam rendah, 2-3 g/hari, jika disertai hipertensi atau edema

 Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas

 Serat cukup untuk menghindari konstipasi

43
 Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan

 Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi

kecil

 Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan

tambahan berupa makanan enteral, parenteal atau suplemen gizi

c) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

 Diet Jantung I

Diet jantung I diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti Myocard

Infarct (MCI) atau Dekompensasio Kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5

liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet

ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya

diberikan selama 1-3 hari

 Diet Jantung II

Diet Jantung II diberikan dalam bentuk Makanan Saring atau Lunak. Diet

diberikan sebagai perpindahan dari Diet jantung I, atau setelah fase akut dapat

diatasi. Jika disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung

II Garam Rendah. Diet ini rendah energi, protein, kalsium, dan tiamin.

 Diet Jantung III

Diet Jantung III diberikan dalam bentuk Makanan Lunak atau Biasa. Diet

diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantung

dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/atau edema,

diberikan sebagai Diet Jantung III Garam Rendah. Diet ini rendah energi dan

kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.

44
 Diet Jantung IV

Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk Makanan Biasa. Diet diberikan

sebagai perpindahan dari Diet Jantung III atau kepada pasien jantung dengan

keadaan ringan. Jika disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet

jantung IV Garam Rendah. Diet ini cukup energi dan zat gizi lain, kecuali

kalsium.

d) Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan

Tabel 3
Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan Untuk Diet Jantung
No. Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
1. Sumber karbohidrat Beras ditim atau disaring, Makanan yang

roti, mie, kentang, mengandung gas atau

macaroni, biscuit, tepung alcohol, seperti ubi,

beras/terigu/ sagu aren/ sagu singkong, tape

ambon, kentang, gula pasir, singkong, dan tape

gula merah, madu, dan ketan.

sirup.
2 Sumber protein Daging sapi, ayam dengan Daging sapid an ayam

hewani lemak rendah, ikan, telur, yang berlemak, gajih,

susu rendah lemak dalam sosis, ham, hati, limpa,

jumlah yang telah babat, otak, kepiting

ditentukan dan karang-karangan,

keju, dan susu penuh.


3 Sumber protein Kacang-kacangan kering, Kacang-kacangan

nabati seperti kacang kedelai dan kering yang

hasil olahannya, seperti tahu mengandung lemak

dan tempe. cukup tinggi seperti

kacang tanah, kacang

45
mete, dan kacang

bogor.
4 Sayuran Sayuran yang tidak Semua sayuran yang

mengandung gas, seperti : mengandung gas,

bayam, kangkung, kacang seperti : kol, kembang

buncis, kacang panjang, kol, lobak, sawi, dan

wortel, tomat, labu siam, nangka muda.

dan tauge.
5. Buah-buahan Semua buah-buahan segar Buah-buah segar yang

seperti : pisang, papaya, mengandung alcohol

jeruk, apel, melon, dan atau gas, seperti :

semangka. durian dan nangka

matang.
6 Lemak Minyak jagung, minyak Minyak kelapa dan

kedelai, margarine, kelapa minyak kelapa sawit,

atau santan encer dalam santan kental

jumlah terbatas
7 Minuman The encer, coklat, sirup The/kopi kental,

minuman yang

mengandung soda dan

alcohol, seperti bir.


2. Diet Diabetes Mellitus

Tabel 4
Jenis Diet Diabetes Melitus
Jenis Diet Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (gr) (gr) (gr)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51.5 36.5 235
IV 1700 55.5 36.5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319

46
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396

1) Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi /


Dihindari)
Tabel 5
Makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan (dibatasi / dihindari)
No Dianjurkan Tidak Dianjurkan
1 Sumber karbohidrat kompleks Mengandung banyak gula sederhana
seperti : nasi, roti, mie, kentang, seperti:
singkong, ubi, dan sagu  Gula pasir, gula jawa
 Sirup, jam, jeli, buah-buahan
yang diawetkan dengan gula, susu
kental manis, minuman botol ringan,
eskrim
 Kue-kue manis, dodol, dan
cake.
2 Sumber protein rendah lemak, Mengandung banyak lemak, seperti :
seperti ikan, ayam tanpa kulit, cake, makan siap saji (fast food),
susu skim, tempe, tahu dan goreng-gorengan.
kacang-kacangan.
3 Sumber lemak dalam jumlah Mengandung banyak natrium, seperti
terbatas yaitu bentuk makanan : ikan asin, telur asin, makanan yang
yang mudah dicerna. Makanan diawetkan
terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, disetup,
direbus, dan dibakar.

3. Diet Rendah Garam


Tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air
dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Adapun syarat-syarat diet garam rendah adalah :

a. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin.

b. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.

47
c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau

hipertensi.

Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat

diberikan berbagai tingkat Diet Garam Rendah.

a. Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)

Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat.

Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan

makanan yang tinggi kadar natriumnya.

b. Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)

Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak

terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada

pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2 g). Dihindari

bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.

c. Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)

Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan.

Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan

makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur (4 g).

48
BAB III
DESKRIPSI KASUS

A. SKRINING GIZI
Skrining gizi dilakukan dengan metode MST (Malnutrition Screening Tool).

Berdasarkan hasil skrining, pasien tidak mengalami penurunan berat badan selama 6

bulan terakhir dan untuk asupan makan pasien menurun pada saat dirawat dirumah

sakit karena tidak nafsu makan. Total nilai skrining yaitu 1 yang berarti pasien

berisiko mengalami malnutrisi ringan. Pasien memiliki diagnosa khusus yaitu Jantung

dan Diabetes Mellitus.

B. ASSESMENT GIZI
1. Riwayat Personal
a. Data Umum
Nama : Ny. N
Tanggal lahir : 17 April 1950
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Diagnosa : UAP DD/ NSTEMI + DM Tipe 2 + HT

49
Riwayat : Hipertensi
Ruangan : Jantung / 102
No. RM : 176983
Cara pembayaran : Pasien BPJS
Tanggal Masuk RS : 31 Oktober 2018
Riwayat Merokok :-
Tanggal Pengkajian : 1 November 2018
Pukul : 09.00 WIB

b. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Tingkat ekonomi pasien
menengah.

c. Riwayat medis

 Riwayat penyakit dahulu :

Sebelumnya pasien memiliki riwayat hipertensi

 Riwayat penyakit sekarang :

Pasien sekarang dirawat dengan diagnosa UAP DD/ NSTEMI dan Diabetes

Melitus Tipe 2.

Pasien mengeluh nyeri dada yang hilang timbul sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit, rasa nyeri dada terasa menusuk 2 hari sebelum masuk

rumah sakit, pasien mengeluh sakit kepala sejak 4 hari yang lalu dan badan

pasien terasa letih, batuk serta nafsu makan menurun.

 Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada

2. Riwayat terkait gizi dan keadaan gizi

a. Asupan makan dan keadaan gizi

1) Gambaran pola makan dan kebiasaan makan sebelum masuk rumah sakit.

50
 Kebiasaan makan pasien sebelum masuk rumah sakit yaitu pasien suka

makan kue bolu.

 Suka minum fanta dan sprit (1x seminggu)

 Rutin minum top coffe/kopi hitam setiap pagi

 Menyukai pepaya, jeruk, dan pir

 Suka makan jam 9 malam

 Makan makanan bersantan 3x seminggu

 Suka sayur kangkung, touge, dan bayam

 Suka lauk yang digoreng

 Makan tidak teratur

Dari wawancara yang sudah dilakukan diketahui asupan pasien smrs :

Pagi : nasi ½ sendok mejik ditambah cabe sedikit


Snack : kentang rebus 2 buah
Siang : tidak makan
Malam : tidak makan

Tabel 6
Hasil recall 1 × 24 jam SMRS
Keterangan Energi Protein Lemak Karbohidrat
Asupan 128 2,85 1 28,95
Kebutuhan 1550 56 43 252
Persentase (%) 8,2% 5,08% 2,32% 11,48%

Penilaian : asupan oral tidak adekuat, gangguan pola makan, kurang


pengetahuan terkait makanan dan gizi.
b. Pengetahuan / kepercayaan/ sikap
Pasien belum pernah mendapatkan konseling dan edukasi gizi. Pasien

tidak memiliki alergi makanan, tidak ada pantangan dan ketidak sukaan

dengan makanan.

c. Aktivitas

51
 Aktivitas sekarang : Ibu Rumah Tangga
1. Antropometri
BB biasanya : Tidak tahu
BB saat ini berdasarkan LILA : ± 57,6 kg
BBI : 48 kg
LILA : 28,5 cm
Tinggi Lutut : 41,5 cm
TB : 148 cm
IMT : 26.02 kg/m2
Status gizi : Overweight berdasarkan IMT
Perkiraan Berat Badan Menurut Lila Dan Tinggi Lutut:
BB = (0,928 x Tinggi Lutut) + (2,508 x Lila) – (umur x 0,144) – 42,543
= (0,928 x 41,5) + (2,508 x 28,5) – (68 x 0,144) – 42,543
= 38,512 + 71,478 – 9,792 – 42,543
= 57,655 kg
Penilaian : Status gizi pasien overweight.
2. Data Biokimia
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1 November 2018
Tabel 7
Hasil pemeriksaan laboratorim
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan
GDR 227 mg/dl < 180 mg/dl Tinggi
Natrium 117 mEq/L 135-145 mEq/L Rendah
Kalsium 3,1 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Rendah

Penilaian : Pasien mengalami disfungsi endokrin.

3. Data fisik dan tanda-tanda vital


a. Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yaitu nyeri dada hilang timbul sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada terasa menusuk, hilang timbul,

pusing, batuk, dan nafsu makan menurun. Berdasarkan hasil pemeriksaan

fisik ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gejala penyakit

jantung.

52
b. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

Tabel 8
Hasil pemeriksaan klinis pada tanggal 31 oktober 2018
Pemeriksaan Jam Hasil Nilai rujukan Keterangan
Tekanan 07.00 150/81 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
darah 12.00 163/61 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
18.00 166/86 mmHg 120/80 mmHg Tinggi
Nadi 07.00 77 x / menit 60-100 x / menit Normal
12.00 94 x / menit 60-100 x / menit Normal
18.00 96 x / menit 60-100 x / menit Normal
Respirasi 07.00 19 x / menit 16-20 x / menit Normal
rate 12.00 20 x / menit 16-20 x / menit Normal
18.00 18 x / menit 16-20 x / menit Normal
o o
Suhu 07.00 36.8 C 36.5-37.5 C Normal
o
12.00 37˚C 36.5-37.5 C Normal
18.00 37˚C 36.5-37.5o C Normal

Penilaian : Pasien mengalami gejala Hipertensi

C. Diagnosa Gizi
(NI 2.1) Asupan Oral Inadekuat berkaitan dengan pasien anorexia ditandai

dengan energi 8,2%, protein 5,08%, lemak 2,32%, dan karbohidrat

11,48% dari kebutuhan.

(NC.2.2) Perubahan Nilai Laboratorium terkait gizi berkaitan dengan disfungsi

endokrin ditandai dengan hasil laboratorium GDR tinggi yaitu 227

mg/dl.

(NB 1.1) Kurang Pengetahuan Terkait Makanan dan Gizi berkaitan dengan

pasien sebelumnya tidak terpapar informasi yang akurat terkait

makanan dan gizi ditandai dengan makan tidak teratur, sering makan

jam 9 malam, konsumsi fanta atau sprite 1 x seminggu, rutin minum

top coffee/kopi hitam setiap pagi, dan suka makan jam 9 malam.

D. Intervensi Gizi

1. Rancangan Intervensi Gizi

53
a. Tujuan

- Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien

- Mengupayakan nilai laboratorium (GDR) kembali menjadi normal

- Memberikan edukasi kepada pasien terkait makanan dan gizi

b. Syarat diet

- Energi cukup, sesuai gender, usia, dan aktifitas (25 x BBI)

- Protein cukup, 10-15% dari kebutuhan energi total

- Lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total

- Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energi total

- Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan kecuali sedikit

- Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas

c. Perhitungan

Perhitungan kebutuhan pasien saat dirumah sakit menggunakan rumus

consensus PERKENI 2015 karena pasien menderita Diabetes Melitus

perhitungan sesuai dengan prinsip dan syarat diet :

BBI = TB – 100
= 148 – 100 = 48 kg
BMR = 25 x Berat Badan Ideal (BBI)
= 25 x 48
= 1200 kkal
Energi = (BMR + Faktor Aktifitas) – Faktor Usia
= (BMR + 20%BMR) – 10%BMR
= (1200 + 240) – 120
= 1440 – 120
= 1320 kkal
Protein = 15% x Energi Total
4

54
= 15% x 1320
4
= 49,2 gram

Lemak = 25% x Energi Total


9
= 25% x 1320
9
= 36.6 gram

KH = 60% x Energi Total


4
= 62% x 1320
4
= 198 gram

Perhitungan Kebutuhan Cairan Pasien :

Cairan infuse yang digunakan pada masa perawatan yaitu 12 jam/kolof.

(1 kolof = 500 ml).

- Jadi dalam 1 hari = 24 jam (2 kolof)

= 2 x 500 ml

= 1000 ml / hari (cairan infus)

- Kebutuhan Cairan Sehari = 1500 ml + (20 ml x BBI)

= 1500 ml + (20 x 48)

= 1500 ml + 960 ml

= 2460 ml

- Kebutuhan Cairan sehari – infus = 2460 ml – 1000 ml ( cairan infus RL)

= 1460 ml

- Pemberian cairan diberikan secara bertahap yaitu 60%, yaitu 4 x

pemberian. Dan didapatkan :

= 60% x kebutuhan cairan sehari

55
= 60% x 1460 ml

= 876 ml

- 1 x pemberian cairan

= 876 ml / 4

= 219 ml

Alasan diberikan cairan secara bertahap 60% karena keadaan pasien yang

kritis dan juga pasien makan lewat sonde, sehingga jika langsung diberikan cairan

yang banyak akan membuat pasien sesak dan kerja jantung terganggu.

Pada pasien dengan penyakit jantung, karena pompa jantung sudah

lemah,maka cairan yang diberikan tidak terlalu banyak. Sebab cairan akan sulit keluar

dan akan tertampung di tubuh. Penumpukan cairan ini akan menyebar keseluruh

pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan dibeberapa organ tubuh seperti paru-

paru dan kaki. Dan kelebihan cairan ini berujung ke sesak nafas. Selain itu kelebihan

cairan ini membuat ginjal harus berusaha keras untuk mengeluarkannya dan berujung

juga pada kerusakan ginjal.

d. Dreskripsi diet
Jenis diet : DJ1 DD1300 RG2

Bentuk makanan : Cair

Frekuensi : 4 kali pemberian

Rute pemberian : NGT

e. Rancangan diet
Rancangan diet sehari dengan pemberian bentuk makanan cair 4 porsi

dengan frekuensi pemberian 3 × makanan pokok, 1 × makanan untuk malam.

f. Rencana Edukasi
Metode : Konseling Gizi
Media : Leaflet

56
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Ruang rawat inap
Waktu : ± 20 Menit
Materi :
 Diet DJ1 DD1300 RG2
 Makanan yang dianjurkan
 Makaanan yang tidak dianjurkan
 Makanan yang dibatasi
 Motivasi untuk tidak mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit dan menghabiskan makanan yang diberikan
rumah sakit.

g. Implementasi
Implementasi diberikan selama satu hari. Implementasi dilakukan pada

tanggal 31 Oktober 2018. Pada implementasi ini makanan yang diberikan adalah

makanan cair dengan 3 x makanan pokok dan 1 x pemberian untuk malam.

Pasien makan setelah 15 menit disuntikkan insulin. Sebelum makanan diberikan

kepada pasien, makanan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan rancangan diet

yang diberikan sekaligus pemberian motivasi kepada keluarga pasien untuk

menghabiskan makanan yang diberikan rumah sakit.

E. Monitoring dan Evaluasi


Tabel 9
Rancangan Monitoring dan Evaluasi
No Parameter Cara pengukuran Target Rencana
1 Asupan makanan Recall 1 x 24 jam Pasien Setiap hari
menghabiskan ≥ implementasi
80% makanan
yang disajikan
2 Pemeriksaan fisik Observasi Pemeriksaan fisik
dan clinis dan clinis normal
- tekanan darah Setiap hari
- suhu implementasi
- pernafasan

57
- nadi
3 Pemeriksaan Observasi Pemeriksaan Setiap hari
laboratorium laboratorium normal implementasi
- gula darah

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Monitoring Berat Badan

Asuhan gizi yang dilakukan adalah pada pasien dengan jenis kelamin perempuan

berumur 68 tahun yang didiagnosa UAP DD NSTEMI komplikasi dengan Diabetes Mellitus

dan Hipertensi dengan Status gizi pasien didapatkan overweight berdasarkan IMT yang

didapatkan.

Tabel 10
Monitoring Berat Badan

Tanggal Antropometri
31 Oktober 2018 BB : 57,6 kg
5 November 2018 BB : 57,6 kg

Selama 4 hari dilakukan intervensi dengan mengukur berat badan pasien tidak ada

penurunan dan penambahan berat badan, berat badan pasien tetap. Status gizi pasien

overweight.

2. Monitoring Nilai Laboratorium

58
Tabel 11
Monitoring Nilai GDR
Tanggal Jam Nilai Standar Keterangan
31 Oktober 2018 19.35 240 mg% < 180 mg% Tinggi
1 November 2018 00.30 196 mg% < 180 mg% Tinggi
01.30 227 mg% < 180 mg% Tinggi
02.30 133 mg% < 180 mg% Normal
03.30 96 mg% < 180 mg% Normal
04.30 94 mg% < 180 mg% Normal
05.30 125 mg% < 180 mg% Normal
06.30 141 mg% < 180 mg% Normal
07.30 200 mg% < 180 mg% Tinggi
12.00 169 mg% < 180 mg% Normal
16.50 165 mg% < 180 mg% Normal
22.00 220 mg% < 180 mg% Tinggi
2 November 2018 07.00 168 mg% < 180 mg% Normal
12.00 142 mg% < 180 mg% Normal
17.00 178 mg% < 180 mg% Normal
22.00 190 mg% < 180 mg% Tinggi
3 November 2018 07.00 184 mg% < 180 mg% Tinggi
12.00 179 mg% < 180 mg% Normal
14.21 202 mg% < 180 mg% Tinggi
22.00 151 mg% < 180 mg% Normal
4 November 2018 07.00 118 mg% < 180 mg% Normal
12.00 132 mg% < 180 mg% Normal
17.00 140 mg% < 180 mg% Normal
22.00 183 mg% < 180 mg% Tinggi
5 November 2018 07.00 84 mg% < 180 mg% Normal

Grafik 1.
Nilai GDR

GDR
300

250

200

150 GDR

100

50

0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
.3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .3 .0 .5 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .2 .0 .0 .0 .0 .0 .0
1 9 00 01 0 2 03 04 05 0 6 07 12 1 6 2 2 0 7 12 1 7 2 2 07 12 1 4 22 07 12 1 7 2 2 07

59
Berdasarkan tabel dan grafik diatas nilai labor GDR pasien tanggal 31 oktober sampai

dengan tanggal 5 november 2018 mengalami naik turun.

3. Monitoring Data Fisik Dan Klinis

Tabel 12
Perkembangan Hasil Pemeriksaan Fisik
No Parameter Hasil pemeriksaan
Standar
31 1 2 3 4 5
Oktober Novem Novem Novem November November
2018 ber ber ber 2018 2018
2018 2018 2018
1 Nyeri Dada Hilang Hilang Sudah sudah Sudah Sudah Tidak ada
Timbul timbul menghi hilang hilang hilang nyeri dada
lang
2 Sesak nafas Tidak ada Tidak Tidak Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada ada ada
3 Badan letih Masih ada Masih Masih Masih Masih ada Tidak ada Badan tidak
ada ada ada letih
4 Batuk Ada Ada Ada Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada

Dari tabel diatas diketahui bahwa nyeri dada dari tanggal 31 Oktober sampai dengan 1
november masih ada, setelah itu tanggal 2 s/d 5 november 2018 nyeri dada hilang. Sesak
nafas dari tanggal 31 Oktober s/d 5 november 2018 tidak ada. Badan letih dari tanggal 31
Oktober s/d 4 novermber 2018 masih ada dan ditanggal 5 november 2018 sudah tidak ada.
Batuk dari tanggal 31 Oktober s/d 2 november 2018 masih ada, dan di tanggal 3 s/d 5
november 2018 batuk sudah hilang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari hasil monitoring pemeriksaan fisik yang dilakukan
keadaan pasien semakin membaik.
Tabel 13
Perkembangan Hasil Pemeriksaan klinis

Tanggal Tekanan Darah Nadi Suhu


(mmHg)
1 November 2018 (Pagi) : 150/81 (Pagi) : 70 36.5o C
mmHg x/menit
(Siang) : 166/86 (siang) : 72
mmHg x/menit
2 November 2018 (Pagi) : 151/65 (Pagi) : 70 36,5˚C
mmHg x/menit
(Siang) : 176/83 (Siang): 75
mmHg x/menit

60
3 November 2018 (Pagi) : 171/85 (Pagi) : 65x / 36,6˚C
mmHg menit
(Siang) : 167/79 (Siang) : 80
mmHg x/menit
4 November 2018 (Pagi) : 148/76 (Pagi) : 75 36,8˚C
mmHg x/menit
(Siang) : 161/85 (Siang) : 80
mmHg x/menit
5 November 2018 (Pagi) : 164/77 (Pagi) : 80 36,8˚C
mmHg x/menit

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tekanan darah pasien tetap mengalami

kenaikan dari tanggal 31 Oktober 2018 s/d 5 November 2018, sedangkan nadi, dan suhu

tubuh pasien normal mulai dari hari pertama intervensi.

Grafik 2
Tekanan Darah Pagi
180
171
160 164
150 151 148
140
120
100
85 Sistolik
80 81 76 77 Diastolik
60 65

40
20
0
1-Nov-2018 2-Nov-2018 3-Nov-2018 4-Nov-2018 5-Nov-2018

Grafik 3
Tekanan Darah Siang

61
200

180 176
166 167
160 161

140

120

100 Sistolik
86 85 Diastolik
80 83 79

60

40

20

0
1-Nov-2018 2-Nov-2018 3-Nov-2018 4-Nov-2018

Dari grafik tekanan darah diatas diketahui bahwa tekanan darah pasien tidak stabil

dan tidak normal, yaitu mengalami naik turun dan berada diatas standar tekanan darah

nomal.

4. Monitoring Asupan

Tabel 14
Monitoring Asupan
Tanggal Diet Energi Protein Lemak Karbohidrat Keterangan
(kkal) (gr) (gr) (gr)
31 Oktober 2018 MCDJDDRG 1142,58 51,178 20,46 132,64 Intervensi
(86%) (104%) (56%) (67%)
1 November 2018 MLDJDDRG 414,9 13,67 1,39 85,87 Monitoring
(31%) (28%) (4%) (43%)
2 November 2018 MLDJDDRG 699,45 25,57 16,565 115,865 Monitoring
(53%) (52%) (45%) (59%)
3 November 2018 MLDJDDRG 711,75 31,63 18,97 127,41 Monitoring
(54%) (64%) (52%) (64%)
4 November 2018 MLDJDDRG 727,45 29,45 17,865 114,38 Monitoring
(55%) (60%) (49%) (58%)

62
Dari tabel diatas dapat diketahui asupan pasien dari hari pertama monitoring sampai

hari terkahir monitoring.

Grafik 4
Monitoring Asupan

120%

104%
100%

86%
80%
67%
64% 64% Energi
59% 60% 58%
60% 56% 54% 52% 55% Protein
53%
52%
49% Lemak
43% 45% Karbohidrat
40%
31%
28%

20%

4%
0%
31-Okt-18 1-Nov-18 2-Nov-18 3-Nov-18 4-Nov-18

Berdasarkan grafik diatas asupan makan pasien selama 4 hari intervensi mengalami

peningkatan.

5. Pengobatan Dan Terapi Yang Digunakan Pasien

Tabel 15
Pengobatan dan Terapi Yang Digunakan
Obat Oral
Jenis Obat oral Interaksi
Aspilet 1 x 80 mg Untuk pencegahan dan pengobatan berbagai keadaan
trombosis atau agregasi platelet (pembekuan darah)
yang terjadi pada tubuh terutama pada saat mengalami
serangan jantung atau pada penyakit jantung.
Penggunaan obat aspilet tidak boleh dibarengi dengan
komsumsi alcohol, antikoagulan, probenesid karena
menimbulkan reaksi interaksi obat yang dapat
membahayakan.

CPG 1x 75 mg CPG Tablet (Clopidogrel) diindikasikan untuk


pencegahan kejadian atherothrombotic pada pasien
yang menderita infark miokard.

63
Hindari makan buah grapefruit atau minum jus
grapefruit saat minum obat ini.

Simvastatin 1 x 40 Untuk menurunkan kadar kolestrol jahat dan


mg trigliserida di darah sekaligus meningkatkan kolestrol
baik di darah. 
Hindari makan buah grapefruit atau minum jus
grapefruit saat minum obat ini. Karena buah tersebut
bisa dengan cepat meningkatkan penyerapan obat
sehingga meningkatkan resiko overdosis dan efek
samping lainnya.

Tanapres 1 x 10 digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi.


Tanapress 10 mg diminum 15 menit sebelum makan.

Nitrocaf 2 x 5 Pencegahan dan terapi jangka panjang pada penderita


angina pektoris

Obat Injeksi
Jenis Obat Injeksi Interaksi
Infus (INFD RL) 12  Cairan yang digunakan pasien selama perawatan
jam / kolof  Ringer Laktat mengembalikan keseimbangan
elektrolit pada saat dehidrasi.
 Panas, infeksi pada tempat penyuntikan.

Ranitidin 2x1  Bentuk injeksi raniditine dapat digunakan di


rumah sakit dalam keadaan tertentu ketika pasien
tidak mampu menelan tablet. Dosis injeksi
ranitidin adalah 50 mg setiap 6 sampai 8 jam
diberikan secara intravena (ke pembuluh darah)
atau intramuskular (suntik otot).
 Selama menggunakan obat ini, hindarilah
konsumsi makanan atau minuman seperti makanan
pedas, coklat, tomat, minuman keras dan kopi.
 Obat ini apabila digunakan bersama dengan
propantheline bromide dapat memperlambat
absorpsi.

Inj. Noparapid 3x 5 Diberikan ketika 15 menit sebelum makan


unit
Inj. Lovemir 1 x 10 Diberikan jam 10 malam sebelum tidur
unit
Berdasarkan tabel Terapi / pengobatan yang digunakan selama pasien dirawat

yaitu aspilet 1 x 80 mg, obat ini diberikan satu kali dalam sehari dengan dosis 80 mg

setiap pemberian, obat ini bersifat asam. Oleh karena itu setiap pemberian obat ini

64
harus diimbangi dengan ranitidine untuk mencegah kenaikan asam lambung dalam

tubuh pasien.

Selanjutnya untuk obat simvastatin diberikan setiap pemberian dengan dosis

40 mg, tujuan pemberian obat ini yaitu untuk mengurangi atau menurunkan kadar

kolesterol jahat dalam darah pasien, salah satunya pasien yang didiagnosa UAP DD

NSTEMI karena pada pasien berdiagnosa ini disebabkan oleh penumpukan lemak dan

kolesterol yang menghambat pembuluh darah didalam jantung, sehingga jantung

bekerja keras untuk memompokan darah keseluruh tubuh. Dengan obat simvastatin

ini diharapkan kadar lemak/kolesterol pembuluh darah pasien berkurang dan

meningkatkan kolesterol baik (HDL) dalam darah (perki, 2004).

Injeksi yang digunakan pasien selama sliding scale yaitu Noparapid dan

Lovemir. Injeksi noparapid diberikan ketika 15 menit sebelum pasien makan.

Pemberian noparapid diberikan 5 unit untuk pemeberian pertama, jika kadar gula

darah pasien > 200 mg/dl ditambahkan 3 unit, sedangkan jika kadar gula darah > 300

mg/dl ditambahkan 5 unit pemberian. Insulin novorapid bekerja cepat 5-15 menit

pada awal kerja, puncak kerjanya 30-90 menit, dan lama kerja insulin novorapid yaitu

3-5 jam (soegando. S, 2007).

B. PEMBAHASAN

Asuhan gizi yang dilakukan adalah pada pasien dengan jenis kelamin perempuan

berumur 68 tahun yang didiagnosa UAP DD NSTEMI + Diabetes Mellitus + Hipertensi di

Ruang Rawat Inap Jantung Rumah Sakit Umum Solok Tahun 2018. Status gizi pasien

didapatkan 26,02 kg/m2, pasien critical ill dari tanggal 31 oktober sampai tanggal 1

November 2018.

1. Monitoring dan Evaluasi Data Berat Badan

Tabel 16

65
Monitoring dan Evaluasi Berat Badan

Tanggal Antropometri
31 Oktober 2018 BB : 57,6 kg
5 November 2018 BB : 57,6 kg

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat badan pasien tanggal 31

Oktober 2018 57,6 Kg dan tanggal 5 November 2018 diukur kembali berat badan pasien

masih tetap sama yaitu 57,6 Kg. Hal ini berarti tidak ada terjadi penambahan dan penurunan

berat badan pasien selama dirawat dan status gizi pasien masih tetap Overwight. Menurut

Anggraeni, 2012 menyebutkan bahwa berat badan adalah parameter antropometri yang

sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan

normal. Situasi saat ini pasien dalam keadaan abnormal atau sakit, ditambah asupan pasien

yang belum mencukupi kebutuhan pasien sehingga membuat perkembangan berat badan

pasien lambat.

Status gizi pasien Overweight karena menurut Dorlan, 2002 mengatakan bahwa

Overweight didefenisikan sebagai peningkatan berlebihan jaringan lemak pada otot dan

jaringan skeletal. Overweight dikatakan jika IMT > 25 Kg/m2. Secara ilmiah kelebihan berat

badan (Overweight) terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan

oleh tubuh.

2. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia

Hasil monitoring dari pemeriksaan GDR pasien yaitu mengalami naikk turun mulai

dari pasien baru masuk sampai pasien pulang. Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat

ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan

jumlah yang meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet;

66
kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organ-organ lain; dan aktivitas

glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi menjadi

glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi menjadi lemak. Sisanya dimetabolisme di

otot dan jaringan-jaringan lain. Pada waktu puasa, glikogen hati dipecah dari hati untuk

meningkatkan kadar glukosa darah. Jika terjadi puasa yang lebih panjang, glikogen hati habis

dan terjadi glikoneogenesis dari asam amino dan gliserol di dalam hati (Ganong, 2001).

Kadar gula darah juga bervariasi pada waktu-waktu tertentu seperti pada kehamilan,

saat menstruasi, dan pada pagi hari. Pada pagi hari terjadi dawn phenomenon dimana terjadi

peningkatan kadar hormon glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol sebelum

seseorang bangun. Pengeluaran hormon-hormon antagonis terhadap insulin tersebut

meningkatkan kadar gula darah dengan merangsang pengeluaran glukosa dari hati dan

menghambat tubuh menggunakan glukosa. Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat

menimbulkan hipoglikemia sebab alkohol menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati (Klapp,

2011).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres seperti fisik (trauma, pembedahan,

panas, atau dingin hebat); fisiologis (olahraga berat, syok perdarahan, nyeri); psikologis atau

emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan); dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup)

memicu pengeluaran hormon adrenalin dan kortisol yang juga menyebabkan pelepasan

glukosa hati sebagai respon “fight-or- flight” untuk meningkatkan ketersediaan glukosa, asam

amino, dan asam lemak untuk digunakan jika diperlukan (Sherwood, 2001).

Peningkatan kadar gula darah juga terjadi bila terjadi infeksi. Hal ini penting untuk

menjaga ketersediaan energi untuk pertahanan dalam melawan agen penyebab infeksi.

Pasien status gizinya Overweight memiliki hubungan dengan kadar gula darah

hubungannya yaitu Penelitian Zhong, et al (2011) menunjukkan terjadi peningkatan kadar

67
trigliserida, pernurunan kadar kolesterol HDL, resistensi insulin, dan peningkatan kadar

faktor-faktor inflamasi pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan.

Insulin berikatan dan beraksi terutama melalui reseptor insulin, dan juga reseptor

insulin like growth factor–1 (IGF-1). Aksi insulin secara seluler menimbulkan efek yang

bervariasi pada jalur postreseptor dalam sel-sel target. Resistensi insulin adalah gangguan

respon biologis normal terhadap insulin (Dorland, 2002). Menurut Lee, et al (2010) dalam

Olatunbosun (2011), kegemukan adalah penyebab resistensi insulin tersering yang

berhubungan dengan penurunan jumlah reseptor dan kegagalan post-reseptor untuk

mengaktivasi tirosin kinase yang merupakan subunit b pada reseptor insulin yang teraktivasi

ketika insulin berikatan dengan sub unit a. Aktivasi kompleks ini akan mengaktivasi

autofosforilase dan aksi termediasi insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Kegagalan

dalam penghantaran sinyal untuk meregulasi kadar gula darah ini menimbulkan

hiperinsulinemia, gangguan glukosa darah puasa, impaired glucose tolerance (IGT), dan

diabetes tipe 2 (Olatunbosun, 2011).

3. Monitoring dan Evaluasi Data Fisik dan Clinis Pasien

a. Pemeriksaan Fisik

Hasil monitoring dari pemeriksaan fisik pasien yaitu gejalanya pasien nyeri

dada, batuk, dan badan letih. Ketiga hal ini dirasakan pasien sampai tanggal 3

november 2018 dan hilang pada tanggal 4 november 2018. Pasien dengan diagnosa

UAP DD NSTEMI mempunyai gejala nyeri dada, badan letih (lemas) dan juga batuk

yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu.

b. pemeriksaan Clinis

Hasil monitoring pemeriksaan clinis pasien diketahui bahwa tekanan darah pasien

masih tinggi selama pasien dirawat. Tekanan darah merupakan faktor yang penting

68
pada sistem sirkulasi. Peningkatan tekanan darah adalah refleksi dari meningkatnya

tahanan perifer (systemic Vascular Resistance). Tekanan darah normal merupakan

indikator penting merefleksikan efektivitas pompa jantung (Wilkinson,2009).

Peningkatan tekanan darah indikasi klinis peningkatan afterload. Peningkatan

afterload memperberat kerjaa jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.

Afterload merupakan komponen yang berkontribusi langsung terhadap curah jantung

rendah atau tinggi (Chulay dan Burns, 2006). Tekanan darah meningkat

mengakibatkan curah jantung low output. Curah jantung low output dapat

menurunkan suplai oksigen pada sirkulasi sistemik. Dari penelitian terdahulu bahwa

pasien ACS dengan tekanan darah sistolik tinggi mempunyai peluang terjadi infark

7.5 kali dibandingkan dengan tekanan darah sistol normal. Dan pasien ACS dengan

diastole tinggi mempunyai peluang terjadi infark 6.2 kali dibandingkan dengan

tekanan diastole nomal.

4. Monitoring dan Evaluasi Asupan

69
120%

104%
100%

86%
80%
67%
64% 64% Energi
59% 60% 58%
60% 56% 54% 52% 55% Protein
53%
52%
49% Lemak
43% 45% Karbohidrat
40%
31%
28%

20%

4%
0%
31-Okt-18 1-Nov-18 2-Nov-18 3-Nov-18 4-Nov-18

Dari grafik asupan pasien selama 4 hari monitoring dapat disimpulkan bahwa asupan

pasien meningkat dari hari pertama monitoring sampai hari terakhir monitoring.

Pada hari pertama pasien critical ill diberikan makanan cair lewat sonde dan

dihabiskan dengan energi 86%, protein 104%, lemak 56%, dan karbohidrat 67%. Setelah itu

keadaan pasien semakin baik dan pasien sudah bisa diberikan makanan lunak. Makanan

lunak diberikan selama 4 hari monitoring. Dari 4 hari pemberian makanan lunak pada grafik

diatas dapat dilihat dari hari pertama pemberian sampai hari terakhir asupan semakin

meningkat.

Pada tanggal 1 November 2018 asupan pasien rendah karena pasien baru saja

melewati masa kritis dan baru memulai makan dengan bentuk lunak, namun pada tanggal 3

November 2018 asupan pasien yang diberikan makanan lunak meningkat dari sebelumya

yaitu energi 54%, protein 64%, lemak 52%, dan karbohidrat 64%. Hal ini karena nafsu

makan pasien baik dan keadaan pasien sudah mulai membaik.

70
5. Rancangan Menu Diet

Waktu Menu Bahan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


Pagi FRS Susu Diabetasol 60 258 9,6 7,08 39
    Maizena 2 6,86 0,006 - 1,7
    Putih telur 40 20 4,32 - 0,32
    jeruk 100 45 0,9 0,2 11,2
Total 329,86 14,826 7,28 52,22
Siang FRS Susu Diabetasol 60 258 9,6 7,08 39
    Maizena 2 6,86 0,006 - 1,7
    Putih telur 40 20 4,32 - 0,32
    semangka 50 14 0,25 0,1 3,45
Total 298,86 14,176 7,18 44,47
Sore FRS Susu Diabetasol 60 258 9,6 7,08 39
    Maizena 2 6,86 0,006 - 1,7
    Putih telur 40 20 4,32 - 0,32
    semangka 50 14 0,25 0,1 3,45
Total 298,86 14,176 7,18 44,47
Malam FRS Bubuk Susu Diabetasol 50 215 8 5,9 32,5
Total 215 8 5,9 32,5
Total 1142,58 51,178 20,46 132,64
PERSENTASE -13% 4% -44% -33%

1
Makanan diberikan dalam bentuk cair sebanyak 4 kali pemberian, alasannya karena
pasien suntik insulin per 6 jam. 4 kali pemberian dibagi dalam 3 x makanan pokok dan 1x
bubuk. Dari rancangan menu diatas diberikan susu Diabetasol dengan berat 60 gr, ditambah
putih telur 45 gr. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa energi,lemak dan karbohidrat
masih belum mencukupi kebutuhan. Sedangkan protein sudah cukup.
 Alasan diberikan susu Diabetasol karena pasien menderita penyakit diabetes
mellitus yang komplikasi ke jantung dan hipertensi. Susu diabetasol cocok diberikan
untuk penderita DM.
Susu Diabetasol adalah susu diabetes yang merupakan asupan nutrisi pengganti
makan yang lengkap dan seimbang untuk para diabetesi, dengan kandungan
Vitadigest, serta Indeks Glikemik rendah untuk membantu menstabilkan kadar gula
darah pada penyandang diabetes. 

1. Nilai gizinya lengkap dan seimbang, sehingga bisa digunakan sebagai


pengganti makan
2. Vitadigest, merupakan kombinasi karbohidrat lepas lambat sehingga kenaikan
gula darah setelah makan tidak meningkat secara drastis
3. Indeks Glikemiknya rendah (31), sehingga dapat diserap secara perlahan-lahan
oleh tubuh.

 Alasan susu diberikan 60 gram untuk memenuhi kebutuhan energi protein, lemak
dan Karbohidrat pasien.
 Alasan pemberian putih telur 45 gr untuk mencukupi kebutuhan protein pasien.
Secara Umum asupan pasien belum mencukupi kebutuhan yang seharusnya, karena
makanan cair minim zat gizi, dan pemberian dilakukan secara bertahap sehingga dari
rancangan menu diatas energi, protein, lemak, dan karbohidratnya masih kurang.

1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan selama 4 hari dapat disimpulkan

bahwa :

1. Dari data antropometri disimpulkan bahwa status gizi pasien overweight

berdasarkan IMT 26,02 kg/m2.

2. Dari data biokimia pasien, dapat diketahui selama 4 hari monitoring hasil labor

GDR pasien semakin baik (normal).

3. Dari data Fisik pasien, dapat diketahui keadaan pasien sudah membaik karena

semua keluhan tidak dirasakan lagi pada hari terakhir intervensi. Sedangkan untuk

nilai klinis pada Tekanan darah pasien masih tinggi dihari terakhir monitoring..

4. Asupan makan pasien pada hari pertama hingga terakhir intervensi mengalami

peningkatan.

B. Saran

1. Bagi pasien

Pasien diharapkan melanjutkan diet yang dianjurkan setelah pulang dari rumah

sakit

2. Bagi keluarga pasien

Keluarga pasien hendaknya memberikan motivasi dan dukungan agar pasien

menjalani aturan makan setelah sembuh yang telah diberikan agar tidak ada

komplikasi lebih lanjut pada penyakit pasien.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Djohan, T. (2004). Penyakit jantung koroner dan hipertensi e-USU Repository Universitas
SumateraUtara,1-2.
2. Guyton,A.C.& Hall,J.E.(2007).Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi11. Jakarta: EGC.
3. Ariandiny, Afriwardi, & Masrul.(2014).Gambaran tekanan darah pada pasien sindrom
koroner akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat tahun 2011- 2012.Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 191-193.
4. Munaf, M.RA. (2012). Prevalensi kejadian hipertensi pada penyakit infark miokard
diRumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010 (skripsi).
5. Torry, A.L, & Jeffrey(2013). Gambaran faktor risiko penderita sindrom koroner
akut.Manado:Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, 2-3.
6. American Diabetes Mellitus Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes Melitus Care. 2004;27:s62-s69.
7. Pusdatin Kemenkes RI. Infodatin: Situasi kesehatan jantung. Jakarta. 2014.
8. Fiorentino. Hyperglycemia-induced oxidative stress and its role in diabetes Melitus
Melitus Related Cardiovascular Diseases. Current Pharmaceutical Design. 2013;19(32):
5695-703.
9. Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST Anesty Claresta. Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510.

10. Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
11. Handayani SA. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Diponegoro.
Semarang 2003.

Anda mungkin juga menyukai