DISUSUN OLEH:
MENGETAHUI
MAHASISWA
LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degenerative maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat totalsehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot
jantung yang dipendarahi tidak dapatnutrisi - oksigen dan mati. Infark
miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosarawat inap
terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan
bagiandari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang
tidak stabil. IMA tanpaelevasi ST dan IMA dengan elevasi STEMI
umumnya secara mendadak setelah oklusithrombus pada plak
arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2006).Infark
miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul
sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup
untuk menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H
Gray,dkk,2005,136).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard
d i a k i b a t k a n o l e h kerusakan darah koroner miokard karena
ketidakadekuatan aliran darah (Carpenito, 2008).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada
o t o t j a n t u n g y a n g diakibatkan karena penurunan aliran darah
melalui satu atau lebih arteri coroner (Doengos, 2003). Infark
miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari 30-
45menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible
dan kematian otot ataunekrosis pada bagian miokardium (Price
&Wilson, 2006).
2. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai
d a r a h m i o k a r d . Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan
penyempitan kritis arteri coroner karena ateriosklerosis atau oklusi
arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus atau
thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada
k a s u s i n i s e l a l u t e r j a d i ketidakseimbangan antara suplai darah
dan kebutuhan oksigen. Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya pembuluh darah
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis dan akumulasi lipid. Sehingga terjadi trombus mular pada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrosis cup yang tipis dan kaya inti. Pada STEMI gambaran patologi
klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respon terapi trombolitik. Kemudian pada
lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang paten).
4. Tanda dan Gejala
Gejala STEMI sama seperti serangan jantung pada umumnya, beberapa
gejala yang umum terjadi meliputi :
nyeri dada (angina),
sesak napas,
rasa tidak nyaman pada perut,
jantung berdegup kencang (palpitasi),
merasa cemas,
kepala kliyengan, dan
pingsan.
Pada wanita, rasa nyeri dada akibat serangan jantung mungkin tidak
separah pria. Selain itu, beberapa gejala tambahan biasanya juga akan
muncul, seperti:
tubuh terasa lelah
susah tidur (insomnia),
nyeri pada bahu, punggung, rahang, leher, atau lengan, serta
muntah.
Gejala pada masing-masing orang bisa saja berbeda.
5. Komplikasi Penyakit
Komplikasi infark miokard akut (IMA) rentan terjadi pada pasien
lansia, memiliki gejala dengan klasifikasi Killip II-IV, memiliki
gangguan pada lebih dari satu arteri koroner, infark di regio anterior,
dan iskemik yang berkepanjangan dan tidak mendapat terapi reperfusi
dalam 90 menit. Diperlukan pemeriksaan secara berkala, minimal 2
kali/hari, untuk memantau dan mencegah komplikasi yang memburuk.
Komplikasi akibat IMA antara lain:
Aritmia
Syok kardiogenik
Stroke
Regurgitasi mitral, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel
Aneurisma ventrikel kiri, infark ventrikel kanan, trombus
ventrikel kanan
Perikarditis
Infark miokard berulang
Henti jantung mendadak
6. Penatalaksanaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram EKG memberi informasi mengenai
elektrofisiologi jantung. Lokasi dan ukuran relative infark juga
dapat ditentukan dengan EKG (Smeltzer & Bare, 2011).
Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q yang
akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil
menetap menjadi infark miokard non-Q. Jika obstruksi tidak
bersifat total, obstruksi bersifat sementara, atau ditemukan banyak
2. Angiografi coroner Angiografi coroner adalah pemeriksaan
diagnostic invasif yang dilakukan untuk mengamati pembuluh
darah jantung dengan menggunakan teknologi pencitraan sinar-X.
angiografi coroner memberikan informasi mengenai keberadaan
dan tingkat keparahan PJK
3. Foto Polos Dada Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Creatinin Kinase-MB (CK-MB) : meningkat setelah 2-4
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
12-20 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari.
Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-6 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-24 jam dan
kembali normal dalam 3-5 hari.
7. Penatalaksanaan Medik
Nitrogliserin
Nitrogliserin (NTG) seblingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk
mengurangi nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai mengalami infark
ventrikel kanan (Bosson et al., 2019).
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2 - 4 mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang
dengan interval 5 15 menit. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriol melalui penurunan
simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri (Tussolihah, 2018).
Aspirin
Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI.
Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi
kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis
162 mg 325 mg di ruang emergensi dengan daily dosis 75-162 mg
(Tussolihah, 2018)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi
data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya,
pengkajian adalah proses berkesinambungan yang dilakukan pada semua
fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase evaluasi, pengkajian
dilakukan untuk melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi
pencapaian tujuan. Semua fase proses keperawatan bergantung pada
pengumpulan data yang akurat dan lengkap (Kozier, Berman, & Snyder,
2011).
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi :
1) Nama Pasien (Inisial) 7) Pendidikan
2) Umur 8) Alamat
3) Jenis kelamin 9) Penanggung jawab
4) Suku/bangsa 10) No. Registrasi
5) Agama 11) Tanggal masuk RS
6) Pekerjaan 12) Diagnosa
b. Keluhan Utama
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan hemiparesis adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien
hemiparesis yaitu nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang
pernah di derita baik penyakit keturunan maupun penyakit yang
sudah lama di derita.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga meliputi riwayat penyakit yang dapat
diturunkan kepada anak cucu, penyakit keturunan maupun
penyakit keluarga yang sudah lama di derita.
4) Terapi atau Operasi yang Pernah di Lakukan
Meliputi riwayat pasien pernah melakukan pengobatan rutin di RS
lain atau di Puskesmas atau pernah di operasi sebelumnya.
5) Obat-obatan yang Biasa di Konsumsi
Obat-obatan yang pernah di konsumsi sebelumnya baik secara
rutin maupun yang pernah di konsumsi tidak secara rutin.
6) Kebiasaan Berobat
Riwayat pasien berobat saat sakit, ke Puskesmas, ke klinik atau ke
Rumah Sakit
7) Alergi
Riwayat alergi pada makanan, obat, debu, dan lain-lainnya.
8) Kebiasaan merokok atau alkohol
Adalah kebiasaan sehari-hari pasien pernah mengkonsumsi
alkohol atau ada riwayat merokok.
9) Genogram
Skema yang menggambarkan silsilah kekeluargaan pasien, baik
dari orang tua, saudara, anak maupun cucu.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
(SIKI)
(SLKI)
1 Ketidakefektifan SLKI SIKI
pola nafas
berhubungan Setelah dilakukan 1. Manajemen jalan
dengan pengkajian selama nafas.
hiperventilasi 3x24 jam di dapatkan
kriteria hasil : 2. Pemantauan respirasi
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan, berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan
dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan (Suarni dan Apriyani, 2017)
DAFTAR PUSTAKA