PENDAHULUAN
1
membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan enzim kerusakan jantung
terdeteksi. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inverse gelombang T. (5)
Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan
penderita infark miokard. Agar standard dan strategi pengobatan serta
penatalaksanaan pasien infark miokard berlangsung optimal, efektif dan efisien
sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, maka perlu
adanya suatu sistem dan mekanisme yang terus menerus memonitor dan
memantau terapi obat yang diterima pasien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemik hebat yang
terjadi secara tiba- tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya thrombus
yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. selama berlangsungnya proses
agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga
substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklerotik. apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri
koroner, maka akan terjadi infark miokard. (5) Infark Miokard Akut (IMA)
merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung
mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark.
2.2 Klasifikasi
Infark miokard merupakan salah satu sindrom koroner akut. Infark miokard
dibagi menjadi unstable angina pectoris, NSTEMI (Non ST-Elevasi Miokard
Infark) dan STEMI (ST-Elevasi Miokard Infark). Pada NSTEMI, tidak terlihat
adanya gelombang ST-segmen elevasi dan gelombang Q patologis seperti pada
STEMI. (7) Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi sebagian
dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga
tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
4
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
dan lemas.
2.5 Patogenesis
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid. (8)
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner.Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. (10)
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. (10)
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
5
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi (10)
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak.Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik (10)
6
Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan dipelintir
Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.(13)
b. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior
memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi)
dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca
STEMI.(13)
c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan
kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus
diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
7
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark
miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-
gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau
ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien
tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.(13)
Lokasi Lokasi elevasi Perubahan Arteri koroner
segmen st resiprokal
Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang
LAD/Diagona
l
Anterioseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang LAD
diagonal cabang
LAD septal
d. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan
adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn
I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,
terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan
biomarker.
9
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan
ada nekrosis jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic
dehidrogenase (LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.(13)
2.7 Penatalaksaan
Prinsip intervensi pada AMI adalah: (8)
mengatasi nyeri dada
Stabilkan hemodinamik (control tekanan darah dan frekuensi nadi)
reperfusi miokard secepatnya dengan trombolitik, guna mencegah terjadinya
nekrosis jaringan dan membatasi perluasan infark.
Mencegah komplikasi
b. Stabilkan hemodinamik
10
Pasien dipuasakan, dan diberikan laxantia agar tidak mengedan saat BAB.
pasien juga diharuskan untuk bed rest 24 jam bebas angina.
Tekanan darah dan laju jantung harus dikontrol secara ketat dengan β blocker
dan atau ACE inhibitor tergantung kondisi pasien. β blocker memiliki efek anti
iskemia, anti aritmia, anti adrenergic, anti trombotik dan memperbaiki disfungsi
ventrikel kiri (beberapa obat) dan dapat menurunkan mortalitas IMA. ACE
inhibitor memiliki efek kardioprotektif.
c. Reperfusi Miokard
a. Pemberian trombolitik awal kurang dari 6 jam dapat menghambat
perluasan infark, menurunkan mortalitas, dan memperbaiki fungsi
ventrikel kiri. Tidak dianjurkan pemberian trombolitik diatas 12 jam pasca
serangan.
b. Percutanous coronary intervention (PCI)
a. PCI primer.
Dianjurkan pada:
Presentasi ≥ 3jam.
Tersedia fasilitas PCI.
Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit.
(Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara
pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.
Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.
Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).
Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.
11
c. Rescue PCI.
Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas
dengan:
Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.
Keluhan iskemik yang berkepanjangan.
Syok kardiogenik.
d. Cegah komplikasi
Pemberian statin selain untuk menghambat sintesis kolesterol dan
meningkatkan ekspresi reseptor LDL di hepar, juga memiliki efek efek pleiotropik
yaitu memperbaiki fungsi endotel, anti inflamasi, anti proliferasi otot polos, anti
oksidan, anti thrombosis dan stabilisasi plak sehingga pemberian statin dianjurkan
pada pasien SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.
Strategi invasive dini pada IMA adalah angiografi koroner yang dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah timbul serangan nyeri dada. tindakan ini dilakukan
bila ada tanda- tanda iskemia berulang. (8)
Pasien yang telah mengalami infark miokard harus dimodifikasi segala faktor
resiko secara optimal, termasuk dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus. obat-
obat anti angina seperti anti platelet, nitrat, β blocker dan CCB diteruskan seumur
hidup sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan resiko gagal jantung yang
tinggi, penambahan ACE inhibitor dapat dilakukan. (8)
12
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis
IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai
menggunakan klasifikasi Killip:
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien
infark dengan ST elevasi, yakni : (13)
Kepala
Bentuk : Kesan normocephali
15
Rambut : Bewarna hitam beruban.
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-),
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
16
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdomino-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
17
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah (-), Rh basah (-),
Wh (-) Wh (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
Batas jantung kanan: di ICS LPSD
Batas jantung kiri: di linea axilaris anterior
Auskultasi: BJ I >BJ II, HR: 81x/i reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Hepar/Lien/Ren tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (N)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
18
Tonus otot Normotonu Normotonus Normotonus Normotonus
s
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
Glukosa darah
sewaktu Hasil Nilai Rujukan
Glukosa darah
sewaktu 147 <200
19
Bacaan EKG: sinus ritme HR 86 x/menit, st elevation anterolateral acute infarct.
2.5 RESUME
2.6 DIAGNOSIS
Anterolateral STEMI
20
2.7 Terapi
1. Bed rest
2. Diet lunak
3. 02 3 lpm
4. IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i makro
5. Inj. Ranitidin 1a/12 jam
6. Inj. Lovenix 0,4/12 jam (SC)
7. Aspilet 4x80mg 1x80 mg
8. Clopidogrel 4x75mg 1x75mg
9. ISDN 5mg bila sesak atau nyeri dada
10. Simvastatin 1x40mg
2.8 PROGNOSIS
21
BAB IV
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2008. s.l. : http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi /Profil
%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf, 2009.
10. Alwi, Idrus. INfark MIokard dengan Elevasi Segmen ST. [book auth.] Aru W
Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing, 2009.
11. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST.
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
12. Samsu, N., Sargowo, D., 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I
pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Tinjauan Pustaka. Malang: Fakultas
Kedokteran Brawijaya. Diambil dari http://mki.idionline.org/index.php?
uPage=mki.mki_viewall&smod=mki&s
p=public&id_katparent=14&id_artikel=178 . Di akses 13 juni 2015.
13. Morrow, David. Antman Elliott. Charlesworth, Andrew, et al. 2011. TIMI Risk
Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside,
24
Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. Diambil dari
http://circ.ahajournals.org. Di akses 13 juni 2015.
25