Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk


kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. Infark miokard
adalah nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen otot jantung. Infark miokard terjadi karena adanya kematian sel
miokardium akibat terlepasnya plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner
yang mencetuskan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan trombus, dan
spasme koroner. (1) Infark miokard termasuk ke dalam kelompok Sindrom
Koroner Akut (SKA) yang terdiri unstable angina pektoris, infark miokard non
elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST
(STEMI). SKA adalah isilah yang digunakan untuk kumpulan gejala yang muncul
akibat iskemia miokard akut. (2)
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. (2)
Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya
pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (3)
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Di Indonesia pada
tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama,
dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Jumlah pasien penyakit jantung yang
menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548
jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183
kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut
(13,49%) dan kemudian diikiuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung
lainnya (13,37%). (4)
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran (EKG) dan peningkatan
pertanda biokimia jantung. (5)
Elektrokardiogram (EKG) merupakan metode pemeriksaan noninvasive
yang mudah didapatkan untuk menegakkan diagnosis infark miokard akut. EKG

1
membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan enzim kerusakan jantung
terdeteksi. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inverse gelombang T. (5)
Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan
penderita infark miokard. Agar standard dan strategi pengobatan serta
penatalaksanaan pasien infark miokard berlangsung optimal, efektif dan efisien
sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, maka perlu
adanya suatu sistem dan mekanisme yang terus menerus memonitor dan
memantau terapi obat yang diterima pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infark miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemik hebat yang
terjadi secara tiba- tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya thrombus
yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. selama berlangsungnya proses
agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga
substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklerotik. apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri
koroner, maka akan terjadi infark miokard. (5) Infark Miokard Akut (IMA)
merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung
mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark.

2.2 Klasifikasi
Infark miokard merupakan salah satu sindrom koroner akut. Infark miokard
dibagi menjadi unstable angina pectoris, NSTEMI (Non ST-Elevasi Miokard
Infark) dan STEMI (ST-Elevasi Miokard Infark). Pada NSTEMI, tidak terlihat
adanya gelombang ST-segmen elevasi dan gelombang Q patologis seperti pada
STEMI. (7) Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi sebagian
dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga
tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

2.3 Faktor resiko


Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
3
aterotrombosis. Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok,
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk
di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa
faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein.
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang
tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan
antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih
panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik. Wanita relatif lebih
sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian
menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek
perlindungan estrogen. (7) (9)
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar
lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi
lemak jenuh, kolesterol, dan kalori. Infark miokard umumnya terjadi pada pasien
dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun
dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah
menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda”
dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). (7) (9)

2.4 Tanda dan Gejala Klinis


Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. sifat
nyeridada angina adalah sbb: (10)
 Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial
 Sifat nyeri: rasa sakit seperti di tekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung, interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan ssesudah
makan.

4
 Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
dan lemas.

Gambar. 2.1 Lokasi nyeri dan penjalaran khas infark

2.5 Patogenesis
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid. (8)
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner.Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. (10)
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. (10)
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
5
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi (10)
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak.Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik (10)

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan
yang berdampingan. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang
meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.(11)
a. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung.
Selanjutnya perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta
faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stres, serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.(12)
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.(13)
Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien
IMA. Sifat nyeri dada angina :
 Lokasi: sub/retrosternal, prekordial

6
 Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan dipelintir
 Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat
 Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.(13)
b. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior
memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi)
dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca
STEMI.(13)
c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan
kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus
diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

7
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark
miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-
gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau
ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien
tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.(13)
Lokasi Lokasi elevasi Perubahan Arteri koroner
segmen st resiprokal
Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang
LAD/Diagona
l
Anterioseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang LAD
diagonal cabang
LAD septal

Anteriorekstensi I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner


f kiri,proksimal
LAD
Anterolateral I, II,III,aVF,V7,V Arteri koroner kiri
aVL,V3,V4,V5,V 8,V9 Cabang LAD-diagonal
6 dan cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan
cabang decendens
posterior dan cabang
arteri koroner kiri
sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal


dan cabang sirkumfleks
8
Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri
cabang LAD-septal
Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/
sirkumfleks
Ventrikel kanan V3R-V4R I,aVL Arteri koroner kanan
proksimal

d. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan
adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn
I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,
terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan
biomarker.

9
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan
ada nekrosis jantung (infark miokard).
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
 Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic
dehidrogenase (LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.(13)

2.7 Penatalaksaan
Prinsip intervensi pada AMI adalah: (8)
 mengatasi nyeri dada
 Stabilkan hemodinamik (control tekanan darah dan frekuensi nadi)
 reperfusi miokard secepatnya dengan trombolitik, guna mencegah terjadinya
nekrosis jaringan dan membatasi perluasan infark.
 Mencegah komplikasi

a. Mengatasi nyeri dada


 Berikan O2 2-4 liter/menit
 beri nitrat oral atau intarvena untuk anti angina
 beri antiplatelet loading dose aspirin 160-325 mg ditambah clopidogrel
300 mg
 berikan morfin atau petidin untuk nyeri infark
 beri diazepam 2- 5 mg setiap 8 jam

b. Stabilkan hemodinamik

10
Pasien dipuasakan, dan diberikan laxantia agar tidak mengedan saat BAB.
pasien juga diharuskan untuk bed rest 24 jam bebas angina.
Tekanan darah dan laju jantung harus dikontrol secara ketat dengan β blocker
dan atau ACE inhibitor tergantung kondisi pasien. β blocker memiliki efek anti
iskemia, anti aritmia, anti adrenergic, anti trombotik dan memperbaiki disfungsi
ventrikel kiri (beberapa obat) dan dapat menurunkan mortalitas IMA. ACE
inhibitor memiliki efek kardioprotektif.
c. Reperfusi Miokard
a. Pemberian trombolitik awal kurang dari 6 jam dapat menghambat
perluasan infark, menurunkan mortalitas, dan memperbaiki fungsi
ventrikel kiri. Tidak dianjurkan pemberian trombolitik diatas 12 jam pasca
serangan.
b. Percutanous coronary intervention (PCI)

a. PCI primer.
Dianjurkan pada:
 Presentasi ≥ 3jam.
 Tersedia fasilitas PCI.
 Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit.
 (Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara
pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.
 Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.
 Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).
 Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.


Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak
dapat dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah.
Pada tindakan ini tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa
dengan dosis penuh.

11
c. Rescue PCI.
Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas
dengan:
 Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.
 Keluhan iskemik yang berkepanjangan.
 Syok kardiogenik.

Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana


rescue PCI tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus
dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada
PCI primer atau rescue PCI adalah Bare metal stent (BMS).

d. Cegah komplikasi
Pemberian statin selain untuk menghambat sintesis kolesterol dan
meningkatkan ekspresi reseptor LDL di hepar, juga memiliki efek efek pleiotropik
yaitu memperbaiki fungsi endotel, anti inflamasi, anti proliferasi otot polos, anti
oksidan, anti thrombosis dan stabilisasi plak sehingga pemberian statin dianjurkan
pada pasien SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.
Strategi invasive dini pada IMA adalah angiografi koroner yang dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah timbul serangan nyeri dada. tindakan ini dilakukan
bila ada tanda- tanda iskemia berulang. (8)
Pasien yang telah mengalami infark miokard harus dimodifikasi segala faktor
resiko secara optimal, termasuk dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus. obat-
obat anti angina seperti anti platelet, nitrat, β blocker dan CCB diteruskan seumur
hidup sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan resiko gagal jantung yang
tinggi, penambahan ACE inhibitor dapat dilakukan. (8)

2.8 Komplikasi dan Prognosis

IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia (takiaritmia,


bradiaritmia), disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok kardiogenik,
perikarditis dan lain-lain.

12
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis
IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai
menggunakan klasifikasi Killip:

Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)


Tidak ada tanda gagal jantung
I 40-50% 6
kongestif
+ S3 dan/atau ronki basah di basal
II 30-40% 17
paru
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
Klasifikasi Killip pada IMA

Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien
infark dengan ST elevasi, yakni : (13)

Skor risiko/mortalitas 30 hari


Faktor risiko (bobot)
(%)
Usia 65-74 (2) atau usia >75
(3) 0(0,8) / 1(1,6)

DM/HT/angina (1) 2(2,2)

SBP<100 (3) 3(4,4)

HR >100 (2) 4(7,3)

Klasifikasi killip II-IV (2) 5(12,4)

Berat <67 kg (1) 6(16,1)

ST elevasi anterior atau LBBB 7(23,4)


(1)
8(26,8)
Waktu ke reperfusi >4jam (1)
>8(35,9)
13
(skor maksimum 14 poin)
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. PS
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pangururan
Pekerjaan : Wiraswata
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 21 Desember 2017
Tanggal Pemeriksaan : 21 Desember 2017
2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Nyeri dada
b. Keluhan Tambahan : sesak nafas, lemas dan berkeringat dingin
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke igd dengan keluhan nyeri dada setengah jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan tertindih
yang menjalar ke lengan kiri dan lengan kanan sampai ke punggung. Nyeri
dirasakan dalam 1 bulan belakangan saat pasien beraktifitas berat dan
14
berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas serta
berkeringat dingin bersamaan saat terjadi nyeri dada. Pasien juga
mengeluhkan lemas setelah nyeri dada dirasakan.
Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada.
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, perokok dan jarang
berolahraga.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, perokok dan jarang
berolahraga
g. Riwayat Pemakaian Obat
Tidak ada.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Jantung : 81 x/i, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi Nafas : 25 x/I
Temperatur : 36,6 0C
b. Status General
Kulit
Warna : Kuning langsat
Turgor : Kembali Cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)

Kepala
Bentuk : Kesan normocephali
15
Rambut : Bewarna hitam beruban.
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-),

Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)

Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)

Axilla : Pembesaran KGB (-)


Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdomino-thorakal
Retraksi : (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
16
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler


Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah (-), Rh basah (-),
Wh(-)
Wh (-)

Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdomino-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor

17
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah (-), Rh basah (-),
Wh (-) Wh (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
Batas jantung kanan: di ICS LPSD
Batas jantung kiri: di linea axilaris anterior
Auskultasi: BJ I >BJ II, HR: 81x/i reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Hepar/Lien/Ren tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (N)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
18
Tonus otot Normotonu Normotonus Normotonus Normotonus
s
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah ( 21 Desember 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 16,9 14-17 gr/dl
Eritrosit 5,57 4,7-6,1 x 106 mm3
Leukosit 6,6 4,5-10,5 x 103/ mm3
Trombosit 117 150-450 x 103/ mm3
Hematokrit 47,8 45-55%
Eosinofil 2 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Netrofil Segmen 62 50-70 %
Limfosit 24 20-40 %
Monosit 9 2-8 %

B . Fungsi Ginjal (21 Desember 2017)

Fungsi Ginjal Hasil Nilai Rujukan


Ureum 28 13-43 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,67-1,17 mg/dL

C. Glukosa darah sewaktu (21 Desember 2017)

Glukosa darah
sewaktu Hasil Nilai Rujukan
Glukosa darah
sewaktu 147 <200

19
Bacaan EKG: sinus ritme HR 86 x/menit, st elevation anterolateral acute infarct.

2.5 RESUME

Pasien datang ke igd dengan keluhan nyeri dada setengah jam


sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan tertindih
yang menjalar ke lengan kiri dan lengan kanan sampai ke punggung. Nyeri
dirasakan dalam 1 bulan belakangan saat pasien beraktifitas berat dan
berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan berkeringat dingin
bersamaan saat terjadi nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan lemas setelah
nyeri dada dirasakan. Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat
hipertensi tidak ada. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak
dan jarang berolahraga.

2.6 DIAGNOSIS
Anterolateral STEMI

20
2.7 Terapi
1. Bed rest
2. Diet lunak
3. 02 3 lpm
4. IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i makro
5. Inj. Ranitidin 1a/12 jam
6. Inj. Lovenix 0,4/12 jam (SC)
7. Aspilet 4x80mg  1x80 mg
8. Clopidogrel 4x75mg  1x75mg
9. ISDN 5mg bila sesak atau nyeri dada
10. Simvastatin 1x40mg

2.8 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

21
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan nyeri dada,
nyeri dada tembus ke belakang dan kadang-kadang menjalar ke tangan. Hasil
pemeriksaan EKG ditemukan irama sinus, dengan normoaxis, gelombang QRS
rate 86 kali per menit dengan STEMI anterolateral. Hal utama dalam
mendiagnosis infark miokard meliputi anamnesis, pemeriksaanEKG 12 lead, dan
pemeriksaan biomarkerjantung.
Tata laksana infark miokard umum dancepat meliputi suplementasi oksigen,
acetylsalicylicacid, nitroglyserin, morphine (disingkatMONA-CO) dengan
clopidogrel.Terapi reperfusi definitif, baik dengan fibrinolisisatau dengan terapi
invasif (PCI).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Gambaran Kadar Troponin T dan Craetini Kinase Mypcardial Band pada


Infark Miokard Akut. Prasetyo, Rendi Dwi, Syafitri, Masnul and Efrida.
3, Padang : Jurnal Kesehatan Andalas, 2014, Vol. 3.

2. Anand, S S, Islam, S and Rosegren, A. Risk Factors for Myocardial Infarction


in Women and Men. Interheart Study, European Heart Journal. [Online]
[Cited: Januari 18, 2015.] http://eurheartj.oxfordjournals.
org/content/29/7/932.short.

3. Fenton, D E. Miocard Infarction. Emedicine Medscape. [Online] 2009. [Cited:


Februari 23, 2010.] http://emedicine.medscape.com/article/759321-
overview.

4. Santoso, M Setyawan. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.


[Online] 2005. [Cited: Februari 23, 2010.]
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/CDK/article/view/2860.

23
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2008. s.l. : http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi /Profil
%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf, 2009.

6. Kabo, Peter. Bagaimana Menggunakan Obat- obat Kardiovaskular Secara


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2012.

7. European Society of Cardiology. STEACS: Guidelines for the Management of


Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting Persistent ST Segment
Elevation. s.l. : ESC Pocket Guideline, 2011.

8. Kabo, Peter. Bagaimana Menggunakan Obat- Obat Kardiovaskular Secara


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2012.

9. Brown, T C. Penyakit Aterosklerotik Koroner. [book auth.] S A Price and L M


William. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta : EGC, 2006.

10. Alwi, Idrus. INfark MIokard dengan Elevasi Segmen ST. [book auth.] Aru W
Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing, 2009.

11. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST.
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

12. Samsu, N., Sargowo, D., 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I
pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Tinjauan Pustaka. Malang: Fakultas
Kedokteran Brawijaya. Diambil dari http://mki.idionline.org/index.php?
uPage=mki.mki_viewall&smod=mki&s
p=public&id_katparent=14&id_artikel=178 . Di akses 13 juni 2015.

13. Morrow, David. Antman Elliott. Charlesworth, Andrew, et al. 2011. TIMI Risk
Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside,

24
Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. Diambil dari
http://circ.ahajournals.org. Di akses 13 juni 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai