Anda di halaman 1dari 13

UNIVERSITAS PANCASILA

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN

UJIAN AKHIR SEMSTER

PENYAKIT KARDIOVASKULER

PERKEMBANGAN/ PATOFISOLOGI DAN TATA LAKSANA FARMAKOLOGI

INFARK MIOKARDIUM AKUT (IM) -> PENY. JANTUNG KORONER

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Apt. Ros Sumary, M.S

Oleh

Anisa Rachmita Arianti

NPM : 5420221061
A. Pendahuluan

Penyakit kardiovaskuler menurut WHO merupakan serangkaian gangguan yang


menyerang jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner (PJK),
penyakit serebrovaskular, hipertensi (tekanan darah tinggi), dan penyakit vaskular perifer
(PVD). Ada banyak macam penyakit kardiovaskuler, tetapi yang paling umum dan
terkenal adalah penyakit jantung koroner (PJK). Data WHO (2019) penyakit
kardiovaskular menyebabkan kematian sebanyak 17,9 juta/tahun, angka ini adalah 31%
dari seluruh kematian di dunia. Dimana, PJK merupakan penyebab utama kematian di
USA dan 715.000 orang di amerika menderita infark miokard pada tahun 2019(1).

B. Apa yang dimaksud Penyakit Jantung Koroner dengan Infark


Miokardium(1)(2)
Penyakit Jantung Koroner Infark Mioakardium Akut
Suatu kelainan yang disebabkan oleh Kematian/ nekrosis jaringan miokard
penyempitan/penghambatan pembuluh akibat penurunan secara tiba-tiba aliran
arteri yang mengalirkan darah ke otot. darah arteri koronaria ke jantung
Pada PJK penyempitan / sumbatan /terjadinya peningkatan kebutuhan O2
pembuluh arteri disebabkan proses secara mendadak tanpa perfusi arteri
arterosklerosis (pengerasan dinding koronaria yang cukup. Dengan
pembuluh darah). Dengan gejala nyeri gejala nyeri dada yang tidak kunjung
dada sebelah kiri menjalar hingga hilang walaupun sudah beristirahat.
epigstrum, rasa terbakar, dapat disertai Selain itu, gejala lainnya adalah
keringat dingin dan timbul tiba-tiba keringat dingin, mual, muntah, jantung
berdebar-debar, dan pusing.
C. Mengapa Infark MIokardium Akut vs Penyakit Jantung Koroner bisa terjadi
1. Infark Miokardium Akut, disebabkan oleh pasokan oksigen ke miokardium
berkurang karena adanya sumbatan di pembuluh koroner. Hal ini terjadi karena
adanya ruptur plak aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan
trombus, penyumbatan total pada arteri oleh trombus, aktifitas fisik yang berat,
stress emosional yang berlebihan, peningkatan respon system saraf simpatis
dapat menyebabkan ruptur plak(2)
2. Penyakit Jantung Koroner, disebabkan salah satunya ketika sesorang memiliki
kebiasaan makan berlemak tinggi terutama lemak jenuh sehingga terbentuknya
plak-plak lemak disebut atheroma yang akan menyebabkan Aterosklerosis, yaitu
suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh endapan lemak,
trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya
ke tunika media, sehingga pembuluh darah mengeras dan menyempit(1)
D. Siapa yang memiliki faktor Resiko Infark Miokardium Akut dan Penyakit
Jantung Koroner. Pada dasarnya penyebab pada infark miokardium akut dan
penyakit jantung koroner sama, Berikut Faktor Resiko yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain :Umur ≥ 65 tahun, jenis kelamin, laki laki beresiko lebih besar pada infark
miokardium sedangkan jenis kelamin perempuan lebih beresiko pada penyakit
jantung koroner dan riwayat keuarga dengan penyakit jantung coroner atau
suddenly death. Faktor resiko dapat dimodifikasi antara lain Konsumsi makanan
yang menggandung kolestrol dalam jumlah banyak, merokok/ tembakau, penyakit
seperti DM/ Displidemia/Hipertensi, obesitas, kurang olahraga dan konsumsi
alcohol(1)
E. Kapan seseorang terkena PJK dan Infark , saat aliran darah ke arteri koroner
jantung mengalami penyempitan disebut dengan kondisi Penyakit Jantung Koroner.
Sehingga membuat otot jantung kekurangan oksigen dan mengalami
kerusakan/nekrosis jaringan miokardium -> Infark Miokardium(1)
F. Bagaimana Patofisiologi dan Perkembangan Penyakit
Penyakit Jantung Koroner, penyebab utamanya aterosklerosis(akmulasi plak
didalam dinding arteri). Berikut patofisiologi : Faktor Resiko menyebabkan cedera
non spesifik di arteri -> cedera/ luka pada Lapisan Endotel menyebabkan masuknya
lipid terutama LDL untuk berkumpul di area sub intima, hal ini memicu pengeluaran
mediator inflamasi yaitu fagosit dan monosit. Lalu monosit dalam jaringan berubah
menjadi makrofag dimana makrofag akan menelan kolestrol teroksidasi kemudian
membentuk sel busa dan garis – garis lemak dalam pembuluh darah. Selain itu
terjadi mikrokalsifikasi intraseluluer yang membentuk endapan dalam sel otot polos
dari lapisan otot sekitarnya. Lalu lapisan pelindung fibrin (ateroma) terbentuk
diantara lapisan arteri dan endapan lemak. Ateroma kemudian menjadi plak hal ini
menyebabkan arteri membesar terjadi penebalan seiring berjalannya waktu.
Penebalan yang disebabkan oleh plak akibatnya terjadi penyempitan sehingga
aliran suplai koroner terganggu yang disebut Penyakit Jantung Koroner.Dimana
pada tahap lanjut plak ini dapat menjadi obstruksi, trombus bahkan rupture(4).
Infark Miokardium Akut (IMA) : Faktor resiko → memicu salah satunya plak
ateroma pembuluh darah koyak atau pecah. Hal ini akan dikuti proses agregasi
trombosit sehingga terbentuk trombus. Dimana trombus ini bisa menyumbat
pembuluh darah arteri yang disebut Arterisklerosis. Trombus juga dapat membentuk
gumpalan darah yang menghalangi aliran darah disebut trombosis. Maupun
terjadinya Arteria Koronaria Spasme, sehingga aliran darah ke jantung menurun
→Oksigen dan nutrisi turun → Jaringan miokardium mengalami iskemi atau kondisi
dimana suatu jaringan / organ kurang suplai oksigen, jika berlangsung lama
menyebabkan nekrosis miokardium kondisi ini dinamakan infark miokardium akut
(IMA). Dimana IMA dibedakan menjadi 2 : Non-ST elevation myocardial infarction
penyumbatan sebagian, dimana trombus menyebabkan bahaya pada jaringan dan
nekrosis miocardial ringan dan ST elevation myocardial infarction : penyumbatan
sempurna oleh trombus. Tanda khas elemen segmen ST dan di deteksi
peningkatan troponin dalam darah(3).
Bagaimana Perkembangan penyakit PJK dan Infark Miokardium(5)
Faktor resiko yang
dapat dimodifikasi Jaringan Miokardium Nekrosis/ kematian
maupun yang tidak mengaglami ISKEMI jaringan miokard
dapat di modifikasi

jantung kekurangan
Cedera non spesifik pasokan darah yang
pada dinding arteri Infark Miokaridum AKut
mengandung banyak
(lapisan endotel),
oksigen.

Pembuluh darah arteri


LDL jantung menyempit dan
teroksidasi,Plak
mengeras (Penyakit
mulai terbentuk
Jantung Koroner).

Gangguan Plak
(agregasi terus – Peningkatan ukuran
menerus dari plak). trombus di dinding
Sehingga terbentuk arteri koroner
Trombus

G. Tata Laksana Terapi Farmakologi Pada penyakit Jantung Koroner dan Infark
Miokardium: Pain killer (morfin), O2, Terapi anti iskemia (nitrat, β-blocker, CCB,
antiplatelet dan antikoagulan, fibrionolisi (infark miokardium ST), revaskularisasi
koroner(1)(2). Pada infark miokardium dibedakan 2 STEMI dan N-STEMI, untuk
pemberian terapi dibawah ini :
1. Tx. Farmakologi STEMI, farmakoterapi awal elevasi segmen ST harus termasuk
oksigen intranasal (jika saturasi oksigen <90%), sublin gual (SL) diikuti oleh
nitrogliserin (NTG) intravena (IV), aspirin,IV -blocker, unfractionated heparin (UFH),
dan fibrinolysis. Morfin diberikan kepada pasien dengan angina refrakter sebagai
analgesik dan venodilator yang menurunkan preload.Diberikan saat di IGD(1).
2. Tx Farmakologi NSTEMI : Terapi fibrinolitik tidak diberikan, Clopidogrel harus
diberikan (selain aspirin),penghambat reseptor GP IIb/IIIa diberikan kepada pasien
berisiko tinggi untuk terapi medis serta untuk pasien PCI,tidak ada indikator kualitas
standar untuk pasien dengan NSTEMI yang tidak terdiagnosis. Pedoman,
farmakoterapi awal untuk elevasi NSTEMI harus mencakup O2 intranasal (jika
saturasi O2 <90%), SL diikuti oleh IV NTG, aspirin, infus -blocker, dan UFH atau,
lebih disukai, LMWH. Morfin pada pasien dengan angina refrakter. Agen ini harus
diberikan lebih awal, saat pasien masih di unit gawat darurat(1).
a. Terapi Farmakologi
1. Oksigen diindikasikan untuk pasien yang terengah-engah, hipoksia (saturasi
oksigen ≤ 90) dan atau dengan gagal jantung, dimana diberikan untuk 6 jam
pertama. Mekanisme pemberian oksigen pada pasien IMA adalah
memperbaiki kondisi hipoksia dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar
tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam
sistem respirasi(2).
2. Riperfusi Terapi bertujuan membatasi luasnya daerah infark miokard hal yang
sangat menentukan prognosis pasien. Bila STEMI terjadi dalam waktu 12 jam
setelah awitan simptom, maka reperfusi perlu dilakukan secepatnya. Tetapi
bila sudah melampaui 12 dari awitan simptom maka tidak ada lagi jaringan
yang dapat diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien
hilang. Pengobatan trombolitik dan PCI diberikan jika ada tanda – tanda
iskemik(1).
a) Terapi Fibrinolitik diindikasikan untuk IMA dengan durasi ± 20 menit dan <
12 jam sejak timbul gejala awal, Elevasi segmen ST dengan tinggi minimal
1 mm pada dua atau lebih petunjuk yang berdekatan. Obat yang sering
digunakan
- streptokinase dengan dosis 1,5 juta unit diencerkan dalam 100 ml
dektrose 5 %/ NaCl 0,9 % melalui infus selama 30 – 60 menit.
- Alteplase (Activase®; rtPA) adalah bentuk rekombinan dari tPA
manusia. Alteplase diberikan secara bolus intravena diikuti dengan
infus.
- Urokinase (Abbokinase®; UK) aktivator plasminogen tipe urine (uPA)

Alteplase
Streptokinase
Target kerja obat SK dan tPA akan bergabung dengan plasminogen dan
membentuk kompleks enzim. Kompleks enzim tersebut akan memecahkan
ikatan antara asam amino valin dan arginin pada plasminogen lainnya
(bukan plasminogen yang terlibat dalam pembentukan kompleks enzim).
Akibatnya, plasminogen berubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu plasmin.
Selanjutnya, plasmin akan mendegradasi fibrin-fibrin pada trombus
sehingga sumbatan/clot darah dapat terurai(7)(8)

b) Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga


dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri yang bisa
mngakibatkan penyumbatan pembuluh darah(10)(11). Macam antiplatelet :
1. Obat Penghambat COX : Aspirin untuk semua pasien tanpa kontraindikasi
dalam waktu 24 jam sebelum atau setelah kedatangan ke rumah sakit.
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut.
Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 80 mg sampai 325 mg
untuk seterusnya Mex Kerja Aspirin menekan pembentukan
tromboksan A2 (TXA2) dengan cara
menghambat siklooksigenase di dalam
platelet (trombosit) melalui asetilasi yang
ireversibel. Dimana TAX2 berperan penting
sebagai vasokontriktor dan aggregator
platelet. Sebagian dari keuntungan ASA
dapat terjadi karena kemampuan anti
inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur
plak.
2. Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat ; obat ini menghambat adenosin
diphospat (ADP), menghasilkan penghambatan agregasi trombosit. Obat
nya antara lain :
- Clopidogrel mekanisme kerja dengan menghambat pengikatan
Adenosin Difosfat (ADP) pada reseptor ADP di platelet, dengan
demikian menghambat aktivasi kompleksglikoprotein GPIIb/IIIa yang
dimediasi ADP, yang menimbulkan penghambatan terhadap agregasi
platelet. Biotransformasi Clopidogrel diperlukan untuk menghasilkan
penghambatan agregasi platelet, menekan aktivitas kompleks
glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan menghambat agregasi trombosit
secara efektif. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 75 mg/hari. Clopidogrel dapat dipakai pada pasien
yang tidak tahan dengan aspirin dan dalam jangka pendek dapat
dikombinasi dengan aspirin untuk pasien yang menjalani pemasangan
stent.
- Tiklopidine mekanisme kerja dengan menghambat ADP sehingga
karenanya agregasi trombosit dan perubahan reseptor fibrinogen
trombosit menjadi bentuk yang mempunyai afinitas kuat juga dihambat.
Digunakan pada pasien yang mempunyai hipersensitivitas atau
gangguan gastrointestinal akibat aspirin.
3. Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitor : Reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa
yakni reseptor penting pada proses akhir agregasi trombosit, yang akan
berikatan dengan fibrinogen plasma. Ikatan ini akan menjadi “jembatan“
antar trombosit yang berdekatan untuk saling berikatan, dan seterusnya
berikatan satu sama lain sedemikian rupa sehingga akhirnya terbentuk
“sumbat“ hemostatik. Trombosis dapat dihambat secara efektif dengan
penghambatan reseptor ini. Penghambatan “jalur akhir“ agregasi trombosit
oleh glikoprotein IIb/IIIa ini terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien IMA. GP IIb/IIIa inhibitor tidak diberikan pada pasien STEMI yang
tidak mendapatkan terapi PCI.
- Abciximab: 0,25 mg/kg IV bolus diberikan 10 sampai 60 menit sebelum
dimulainya PCI, diikuti 0,125 mcg/kg/menit (maksimum 10 mcg/menit)
selama 12 jam.
- Eptifibatide: 180 mcg/kg IV bolus, diulang dalam 10 menit, dilanjutkan
dengan infus 2 mcg/kg/menit untuk 18 sampai 24 jam setelah PCI.
- Tirofiban: 25 mcg/kg IV bolus, kemudian 0,15 mcg/kg/menit sampai 18
sampai 24 jam setelah PCI.
Mekanisme aksi obat antiplatelet
pada jalur COX, reseptor ADP dan
Reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa

4. Terapi antikoagulan diberikan untuk menghambat terjadinya sumbatan


pada sistem koagulasi darah saat sudah aktif sehingga mencengah
terbentuknya trombus pada pembuluh darah. Berikut jenis antikoagulan
untuk IMA(12)(7):
- Foundaparinuks : 2.5 mg subkutan
- Heparin dengan berat molekul rendah (LMWH) : Enoksaparin dosis
1mg/kg, dua kali sehari dan nadroprain 0,1 ml/10 kg, SC dua kali sehari
- UFH (heparin tidak terfraksi) : Bolus i.v 60 Unit/kg, dosis maksimal 4000
U. Infus i.vi. 12 Unit/kg selama 24-48 jam dengan dosis maksimal 1000
U/jam. Target APTT 1½-2x atau 60 – 80 detik. Harus dalam monitoring
dan pengukuran.

5. Nitrat : vasodilator yang kuat, berperan untuk merelaksasikan vena.


Mekanisme kerja melalui venodilasi dalam pengurangan kembalinya darah
vena ke jantung, sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung,
kebutuhan oksigen berkurang, dan mengurangi nyeri. Nitrogliserin
sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Nitrat I.V harus diberikan
pada pasien, yang masih mengalami nyeri dada setelah pemberian 3 tablet
nitrat sublingual (bila tidak ada kontraindikasi seperti penggunaan sildenafil
dalam 24 jam terakhir) EKG menunjukan iskemia miokard (menderita gagal
jantung)(1)(2).
6. Beta bloker , mekanisme kerja mengurangi kebutuhan O2 dengan
menurunkan laju denyut jantung dan mengurangi ketegangan dinding
ventrikel dengan menurunkan afterload. Sehingga obat ini dapat
menggurangi kondisi suatu keadaan kurangnya aliran darah ke organ tubuh
tertentu dan ruptur dinding(1)(2).
7. Angiotensin Converting Enzym (ACEI), mekanisme kerja menghambat
enzyme ACE sehingga terjadi perubahan angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2 akibatnya terjadi penurunan afterload dan preload sehingga
mampu menyeimbangkan suplai oksigen dan memperbaiki fungsi indotel.
Contoh obat : captopril (2-3x 6,25 – 50 mg), Ramipril 2,5-10 mg/hari(1)(2)
8. Calcium Chanel Blocker (CCB) digunakan untuk menghilangkan gejala
iskemik pada pasien yang memiliki kontraindikasi pada beta bloker.
Mekanisme kerja : menghambat masuknya kalsium ke dalam arteri sel otot
polos sehingga menurunkan denyut jantung (diltiazem/verapamil) lebih
dipilih kecuali pada pasien yang memiliki disfungsi LV sistolik, bradikardia,
atau penyumbatan jantung*1)(2).
9. Morfin adalah analgetik dan anxiolitik poten yang mempunyai efek
hemodinamik. Diperlukan monitoring tekanan darah yang seksama. Obat
ini direkomendasikan pada pasien dengan keluhan menetap atau berulang
setelah pemberian terapi anti-iskemik. Dosis yang direkomendasikan bolus
iv 2 – 5 mg(1)(2).
Adapun obat yang digunakan pasien saat rawat jalan/setelah rawat inap(1):
- Tablet golongan nitrat sublingual jika nyeri dada 2-3 menit pakai 1 dosis,
dapat diulang dengan interval 5 menit sampai 3 dosis total. Jika gejala
berlangsung selama 15 menit bawa ke RS
- Isosorbidinitrat untuk mencegah sakit dada. Jika digunakan berkala obat ini
dapat mengurangi sejumlah kondisi yang memerlukan penggunaan nitrat SL
- Aspirin dosis rendah menggurangi kemungkinan serangan jantung berulang
dengan cara mencegah melekatnya sel darah (platelet-platelet) bersama -
sama.
- Bisoprolol menormalkan denyut jantung berdebar – debar
- ACEI untuk menggontrol tekanan darah
- Statin, dapat memperbaiki fungsi endotel

C. Terapi Non Farmakologi (1)

1. Primary Percutan Coronary Intervention (PCI) adalah pengobatan pilihan untuk


membangun kembali aliran darah arteri koroner untuk pasien dengan ACS elevasi
segmen ST ketika pasien datang dalam 3 jam onset gejala. Keuntungan PCI primer
adalah membuka oklusi 90 % pada infark.

2. Cangkok Bypass Arteri Coroner (CABG) dimana ahli bedah mencangkok arteri
koroner untuk memotong area penyumbatan atau kelemahan pembuluh darah . Satu
atau lebih pembuluh darah mungkin terlibat. Prosedur ini lebih invasif dan panjang,
tetapi juga bisa lebih efektif dalam jangka panjang. Setelah CABG, pasien mungkin
tidak memerlukan intervensi tambahan. CABG disarankan pada pasien anatomi
koroner berisiko tinggi, obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri/penyakit 3-pembuluh (triple
vessel disease) terutama bila fraksi ejeksi rendah (< 50%)/ditemui DM.

3. Rehabilitasi Medik dilakukan untuk menggembalikan fungsi – fungsi organ tubuh


pada pasien yang mengalami serangan jantung dan pasca operasi. Seperti tes
evaluasi dengan treadmill , fisioterapi monitoring telemtri dan lain sebagainya.

4. Modifikasi faktor resiko : berhenti merokok, pertahankan BB optimal, latihan


aktivitas 30 – 60 menit 3- 4 x seminggu (jalan ringan, aktivitas yang sesuai dengan
kondisi), diet batasi makanan yang mengandung kolestrol dan lain sebagainya.

Kesimpulan : Infark Miokadium merupakan salah satu manifestasi dari penyakit


jantung koroner. Dimana PJK penyebab utamanya adalah terbentuknya plak –plak
lemak disebut atheroma yang akan menyebabkan Aterosklerosis sehingga pembuluh
darah arteri menyempit yang mana menyebabkan aliran darah terhambat dan terjadi
penyumbatan hal ini berakibat terjadinya nekrosis pada miokardium yang disebut
Infark Miokardium. Jika sumbatan terjadi total maka disebut STEMI dan jika
sumbatan tidak total disebut NSTEMI

Pemberian terapi dibedakan menjadi terapi farmakologi seperti Pain killer (morfin),
O2, Terapi anti iskemia (nitrat, β-blocker, CCB, antiplatelet dan antikoagulan,
fibrionolisi (infark miokardium ST) serta terapi non farmakologi revaskularisasi
koroner (CABG dan PCI) dan rehabilitas medik
Daftar Pustaka

1. Muchid, dkk., 2006, Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus
Sindrom Koroner Akut, Penerbit Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Departemen Kesehatan, Jakarta
2. Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015, Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut. Pedoman Tatalaksan Sindr Koroner Akut
4. Santoso M., Setiawan T, 2005, Artikel Penyakit Jantung Koroner, Cermin Dunia
Kedokteran No. 147,
5. Prayitno,S., Steven, WH., 2018, Penyakit Kardiovaskuler, Graha Ilmu, Yogyakarta
6. Nurseslabs - For All Your Nursing Needs
7. Katzung BG, 2007, Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 10, EGC,
8. Blann, A.D., Landray, M.J., and Lip, G.Y.H. 2002. ABC of antithrombotic therapy: An
overview of antithrombotic therapy. British Medical Journal 2002 (325):762-765.
9. Satoto, H.H., 2014, TINJAUAN PUSTAKA Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner , Jurnal
Anastesi Indonesia, Vol (3): 192-224
10. Yuri, A.G., Timothy Watson, 2008, The Role of Aspirin in Cardiovascular Prevention,
Journal American Collage Cardiology, (51): 43-57
11. Ahmad, T.,Deepak Voora and Richard C. Becker, 2011, The pharmacogenetics of
antiplatelet agents: towards personalized therapy?, Division of Cardiology, Duke
University School of Medicine
12. http://www.kesehatankerja.com/ANTICOAGULANT%20-
%20APA%20ITU.htm

Anda mungkin juga menyukai