PENYAKIT KARDIOVASKULER
Dosen Pengampu :
Oleh
NPM : 5420221061
A. Pendahuluan
jantung kekurangan
Cedera non spesifik pasokan darah yang
pada dinding arteri Infark Miokaridum AKut
mengandung banyak
(lapisan endotel),
oksigen.
Gangguan Plak
(agregasi terus – Peningkatan ukuran
menerus dari plak). trombus di dinding
Sehingga terbentuk arteri koroner
Trombus
G. Tata Laksana Terapi Farmakologi Pada penyakit Jantung Koroner dan Infark
Miokardium: Pain killer (morfin), O2, Terapi anti iskemia (nitrat, β-blocker, CCB,
antiplatelet dan antikoagulan, fibrionolisi (infark miokardium ST), revaskularisasi
koroner(1)(2). Pada infark miokardium dibedakan 2 STEMI dan N-STEMI, untuk
pemberian terapi dibawah ini :
1. Tx. Farmakologi STEMI, farmakoterapi awal elevasi segmen ST harus termasuk
oksigen intranasal (jika saturasi oksigen <90%), sublin gual (SL) diikuti oleh
nitrogliserin (NTG) intravena (IV), aspirin,IV -blocker, unfractionated heparin (UFH),
dan fibrinolysis. Morfin diberikan kepada pasien dengan angina refrakter sebagai
analgesik dan venodilator yang menurunkan preload.Diberikan saat di IGD(1).
2. Tx Farmakologi NSTEMI : Terapi fibrinolitik tidak diberikan, Clopidogrel harus
diberikan (selain aspirin),penghambat reseptor GP IIb/IIIa diberikan kepada pasien
berisiko tinggi untuk terapi medis serta untuk pasien PCI,tidak ada indikator kualitas
standar untuk pasien dengan NSTEMI yang tidak terdiagnosis. Pedoman,
farmakoterapi awal untuk elevasi NSTEMI harus mencakup O2 intranasal (jika
saturasi O2 <90%), SL diikuti oleh IV NTG, aspirin, infus -blocker, dan UFH atau,
lebih disukai, LMWH. Morfin pada pasien dengan angina refrakter. Agen ini harus
diberikan lebih awal, saat pasien masih di unit gawat darurat(1).
a. Terapi Farmakologi
1. Oksigen diindikasikan untuk pasien yang terengah-engah, hipoksia (saturasi
oksigen ≤ 90) dan atau dengan gagal jantung, dimana diberikan untuk 6 jam
pertama. Mekanisme pemberian oksigen pada pasien IMA adalah
memperbaiki kondisi hipoksia dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar
tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam
sistem respirasi(2).
2. Riperfusi Terapi bertujuan membatasi luasnya daerah infark miokard hal yang
sangat menentukan prognosis pasien. Bila STEMI terjadi dalam waktu 12 jam
setelah awitan simptom, maka reperfusi perlu dilakukan secepatnya. Tetapi
bila sudah melampaui 12 dari awitan simptom maka tidak ada lagi jaringan
yang dapat diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien
hilang. Pengobatan trombolitik dan PCI diberikan jika ada tanda – tanda
iskemik(1).
a) Terapi Fibrinolitik diindikasikan untuk IMA dengan durasi ± 20 menit dan <
12 jam sejak timbul gejala awal, Elevasi segmen ST dengan tinggi minimal
1 mm pada dua atau lebih petunjuk yang berdekatan. Obat yang sering
digunakan
- streptokinase dengan dosis 1,5 juta unit diencerkan dalam 100 ml
dektrose 5 %/ NaCl 0,9 % melalui infus selama 30 – 60 menit.
- Alteplase (Activase®; rtPA) adalah bentuk rekombinan dari tPA
manusia. Alteplase diberikan secara bolus intravena diikuti dengan
infus.
- Urokinase (Abbokinase®; UK) aktivator plasminogen tipe urine (uPA)
Alteplase
Streptokinase
Target kerja obat SK dan tPA akan bergabung dengan plasminogen dan
membentuk kompleks enzim. Kompleks enzim tersebut akan memecahkan
ikatan antara asam amino valin dan arginin pada plasminogen lainnya
(bukan plasminogen yang terlibat dalam pembentukan kompleks enzim).
Akibatnya, plasminogen berubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu plasmin.
Selanjutnya, plasmin akan mendegradasi fibrin-fibrin pada trombus
sehingga sumbatan/clot darah dapat terurai(7)(8)
2. Cangkok Bypass Arteri Coroner (CABG) dimana ahli bedah mencangkok arteri
koroner untuk memotong area penyumbatan atau kelemahan pembuluh darah . Satu
atau lebih pembuluh darah mungkin terlibat. Prosedur ini lebih invasif dan panjang,
tetapi juga bisa lebih efektif dalam jangka panjang. Setelah CABG, pasien mungkin
tidak memerlukan intervensi tambahan. CABG disarankan pada pasien anatomi
koroner berisiko tinggi, obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri/penyakit 3-pembuluh (triple
vessel disease) terutama bila fraksi ejeksi rendah (< 50%)/ditemui DM.
Pemberian terapi dibedakan menjadi terapi farmakologi seperti Pain killer (morfin),
O2, Terapi anti iskemia (nitrat, β-blocker, CCB, antiplatelet dan antikoagulan,
fibrionolisi (infark miokardium ST) serta terapi non farmakologi revaskularisasi
koroner (CABG dan PCI) dan rehabilitas medik
Daftar Pustaka
1. Muchid, dkk., 2006, Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus
Sindrom Koroner Akut, Penerbit Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Departemen Kesehatan, Jakarta
2. Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015, Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut. Pedoman Tatalaksan Sindr Koroner Akut
4. Santoso M., Setiawan T, 2005, Artikel Penyakit Jantung Koroner, Cermin Dunia
Kedokteran No. 147,
5. Prayitno,S., Steven, WH., 2018, Penyakit Kardiovaskuler, Graha Ilmu, Yogyakarta
6. Nurseslabs - For All Your Nursing Needs
7. Katzung BG, 2007, Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 10, EGC,
8. Blann, A.D., Landray, M.J., and Lip, G.Y.H. 2002. ABC of antithrombotic therapy: An
overview of antithrombotic therapy. British Medical Journal 2002 (325):762-765.
9. Satoto, H.H., 2014, TINJAUAN PUSTAKA Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner , Jurnal
Anastesi Indonesia, Vol (3): 192-224
10. Yuri, A.G., Timothy Watson, 2008, The Role of Aspirin in Cardiovascular Prevention,
Journal American Collage Cardiology, (51): 43-57
11. Ahmad, T.,Deepak Voora and Richard C. Becker, 2011, The pharmacogenetics of
antiplatelet agents: towards personalized therapy?, Division of Cardiology, Duke
University School of Medicine
12. http://www.kesehatankerja.com/ANTICOAGULANT%20-
%20APA%20ITU.htm