Disusun oleh :
Apriawan
Erviana Yulianti
Jihan Sartika
Leni Husyanti
Nurhalimah
Roswati Handayani
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan miokard akibat terjadi
penurunan aliran darah pada pembuluh koroner menuju miokard, sehingga cadangan
oksigen tidak mencukupi kebutuhan oksigen pada miokard. Berdasarkan data American
Heart Association pada tahun 2010 kasus IMA tercatat terjadi 8.500.000 dan terhitung
sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia .
DiIndonesia, berdasarkan laporan Direktorat Jendral Pelayanan Medik
(Ditjen Yanmed) tahun 2005, penyakit sistem sirkulasi termasuk didalamnya
penyakit kardiovaskular dan stroke menjadi penyebab kematian utama. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan prevalensi penyakit jantung
koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
IMA disebabkan oleh adanya thrombus arteri koroner, dengan menyebabkan
kematian miosit jantung pada area yang disuplai oleh arteri (Crawford, 2014). Sel-sel
miosit yang mati pada kondisi ini membedakan infark secara patologi dari bentuk lain
kerusakan jaringan miokard yang cenderung menghacurkan miosit lebih banyak. Sekitar
4 – 12 jam setelah kematian sel, miokard yang infrak mulai mengalami nekrosis
koagulasi, proses dimana adanya sel yang swelling, rusaknya organel, dan denaturasi
protein.Ada empat faktor risiko biologis infark yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Faktor risiko lain yang dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses pembentukan aterosklerosis. Faktor-faktor
tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,
faktor psikososial, konsumsi buah–buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang
terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. Selain itu timbul
rasa nyeri ekstremitas atas, mandibular (tulang rahang bawah), rasa tidak nyaman pada
pencernaan (saat beraktivitas atau istirahat), dispnea bahkan kelelahan. Nyeri pada IMA
biasanya berlangsung lebih dari 20 menit. Nyeri sering menyebar dan tidak tergantung
posisi, bahkan beberapa bagian tidak dapat bergerak dan kemungkinan disertai
berkeringat, mual dan kehilangan kesadaran secara tiba-tiba. Infark Miokard Akut
diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasrkan hasil pemeriksaan EKG yaitu, STEMI dan
NSTEMI. Pasien STEMI mengalami perubahan pada hasil pemeriksaan EKG, yaitu
adanya kenaikan pada bagian gelombang ST. setelah pemeriksaan EKG, pasien diagnosis
IMA akan mendapatkan terpi oksigen dan aspirin.Obat lain yang diberikan pada pasien
yang didiagnosis IMA yaitu antitrombotik yang terdiri atas antiplatelet, fibrinolitik,
antikoagulan, βbloker, nitrat, CCB (Calcium Chanel Blocker), oksigen, statin, dan ACEI
(Angiotensin converting-enzyme inhibitor).Antikoagulan diberikan untuk revaskularisasi
arteri dan dikombinasi dengan antiplatelet untuk menghambat agregasi dan thrombosis
lebih lanjut yang terjadi pada arteri.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan pemahaman tentang IMA.
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dan etiologi dari IMA.
3. Untuk memahami patofisiologi dari IMA.
4. Untuk memahami asuhan keperawatan bagi pasien IMA.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka pendek dari arteri
coroner, sementara IMA berasal dari oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner
yang berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan
miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga
dapat menyebabkan oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan jantung pada klien
sama untuk semua tipe PJK. (M.Black, Joyce, 2014 : 344)
C. Patofisiologi
Infark miokardium terjadi saat aliran darah kebagian otot jantung sepenuhnya
terhambat, menyebabkan iskemia jaringan yang lama dan kerusakan sel ireversibel.
Oklusi koroner biasanya disebabkan oleh ulserasi atau rupturnya lesi aterosklerosis.
Ketika lesi aterosklerosis rupture atau membentuk ulkus, zat dilepaskan yang
menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan thrombus, dan tonus vasomotor lokal.
Sebagai hasilnya, pembuluh mengecil dan terbentuk thrombus (bekuan) yang menyumbat
pembuluh dan aliran darah menuju miokardium yang jauh dari obstruksi.
Cedera seluler terjadi saat sel tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup.
Dengan iskemia lama yang berlangsung lebih dari 20 hingga 45 menit, hipoksemia
ireversibel menyebabkan kematian selular dan nekrosis jaringan. Oksigen glikogen, dan
simpanan ATP sel iskemik dengan cepat berkurang. Metabolism seluler berpindah ke
proses anaerob, menghasilkan ion hydrogen dan asam laknat. Asidosis seluler
meningkatkan kerentanan sel terhadap kerusakan lebih lanjut dengan pelepasan enzim
intraseluler lewat membrane sel yang rusak.
Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih
manifestasi yang jarang terjadi di atas. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan thrombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012 :
87).
F. Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)
Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA. Oleh karena itu,
tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau
paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)
1. Disritmia.
Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA.
Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang
iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat
mengganggu system konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok
jantung). Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal
jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis dari area yang sebelumnya
iskemik juga dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce, 2014 ;
347)
2. Syok kardiogenik.
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi lebih dari 70
% klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1) penurunan
kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak terdeteksi,
dan (3) sepsis. (M.Black, Joyce, 2014 :347)
3. Gagal jantung dan edema paru.
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan jantung
adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 %
wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian
setelah IMA. (M.Black, Joyce, 2014 :347)
4. Emboli paru.
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (trombosis
vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga
20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode
konvalensi. (M.Black, Joyce, 2014: 347)
5. Infark miokardium berulang
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % lakilaki dan 35 % wanita dapat
mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih,
embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma.
(M.Black, Joyce, 2014 : 347)
6. Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium. Komplikasi yang terjadi
karena nekrosis dari miokardium antara lain aneurisme ventrikel, ruptur jantung
(ruptur miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot papiler yang ruptur.
Komplikasi ini jarang tetapi serius, iasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 ahri setelah MI.
Jaringan miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan meningkatkan kerentanan
terkena komplikasi ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)
7. Perikarditis.
Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis dini
(dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan
permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi
pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada
memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan
mereda dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black, Joyce, 2014 : 348)
8. Sindrom dressler (perikarditis akut)
Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir enam minggu
hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak diketahui,
diduga terjadi karena faktor autoimun. 7 Klien biasanya datang dengan demam
berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium, gesekan friksi
pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini merupakan fenomena
yang akan sembuh sendiri dan tidak ada pengobatan yang telah diketahui. Terapi
meliputi aspirin, prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi antikoagulasi
dapt memicu tamponade kordis dan harus dihindari pada klien ini. (M.Black, Joyce,
2014 : 348).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
2. Uji Laboratorium :
a. CK-MB
b. Troponin
c. Laktat dehidrogenese (LDH)
d. Aspartat transaminase (AST)
e. Laju Endap Darah ( LED)
f. Leukosit
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, pendidikan,
tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan dengan stress atau sebab dari
lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk
membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan
resikopenyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita lebih
dari50 tahun.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut, punggung, atau
lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas dan kesulitan bernapas.
3. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya
tajamdan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar
kebelakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.
Nyerimiokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai
30menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakanlebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar sampai lengan kiri, rahang dan
bahu yangdisertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji apakah mempunyai riwayatdiabetes
mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskulerberakibat
berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding
pembuluh darah. Hipertensi yang sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan
pada arteri renalisdan hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh
arteroma dan memberikan komplikasi trombo emboli.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
7. Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol darah,
kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan
kebiasaan keluarganya. (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94) g. Riwayat Psikososial Rasa takut,
gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada klien dan keluarga.
Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oelh klien. Peubhan psikologis
tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan terhadap penyebab, proses dan
penanganan penyakit infark miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang
kooperatif dengan perawat.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkatan gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
b. Tanda-Tanda Vital
Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan menurun, nadi
meningkat lebih dari 20 x/menit.
c. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit kepala,
disorientasi, bingung, letargi.
2) Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi perubahan
pupil.
3) Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru kronis, napas
pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, bunyi napas
tambahan (krekels, ronki, mengi), mungkin menunjukkan komplikasi 9
pernapasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
romboembolitik pulmonal, hemoptysis.
4) Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran.
5) Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah,perubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.
6) Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung menurun
berat.
7) Sistem Kardiovaskuler
Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
8) Sistem Endokrin
Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat gangguan pada sistem
endokrin.
9) Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri, pergerakan
ekstremitas menurun dan tonus otot menurun.
10) Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun, kulit pucat, sianosis.
11) Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran
d. Pada pemeriksaan EKG
1) Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
Elevasi yang curam dari segmen ST
Gelombang T yang tinggi dan lebar
VAT memanjang Gelombang Q tampak.
2) Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
Gelombang Q patologis
Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
3) Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)
Gelombang Q patologis tetap ada
Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan infark miokard akut menurut Black dan Hawks (2015) yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat oklusi arteri kororner
dengan hilang atau terbatasnya aliran darah ke area miokardium dan nekrosis dari
miokardium.
b. Perfusi jaringan tidak efektif (kardiopulmonal) berhubungan dengan thrombus
pada arteri koroner mengakibatkan gangguan aliran darah padda jaringan
miokardium.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik negative pada
jantung karena iskemia, cedera, atau infark pada miokardium, dibuktikan oleh
perubahan tingkat kesadaran, kelemahan, pusing, hilangnya nadi perifer, suara
jantung abnormal, gangguan hemodinamik, dan henti jantung paru.
d. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan curah jantung,
yang ditunjukkan oleh sianosis, pengisian kapiler yang terganggu, penurunan
tekanan oksigen arteri (PaO2), dan dispnea
e. Kehilangan kekuatan berhubungan dengan pengalaman hamper mati dan
perubahan gaya hidup diantisipasi, yang dibuktikan oleh perasaan yang terucapkan
sebagai “merasa dikutuk”, menangis dan merah.
2. Diagnosa Keperawatan infark miokard akut menurut (…) yaitu:
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan Agens fisik (iskemia jaringan)
b. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan Penurunan preload
meningkatkan resistansi vascular sistemik (SVR)
c. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
d. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan status
kesehatan, ekonomi; ancaman kematian
e. Risiko ketidkefektifan perfusi jaringan otak, gastrointestinal,perifer Yang
berhubungan dengan Efek samping terapi; terapi trombolitik
3. Diagnosa Keperawatan infark miokard akut menurut SDKI-PPNI yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus kapiler dibuktikan
dengan kesadaran menurun, Dispnea, Pola napas abnormal, pusing dan gelisah.
b. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (iskemia) dibuktikan dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, gelisah, tekanan darah meningkat dan pola napas berubah.
d. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
dibuktikan dengan dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG
menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukan iskemia
dan sianosis.
e. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri dan kematian dibuktikan dengan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, sulit
tidur, dan merasa tak berdaya.
f. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi dibuktikan dengan
menanyakan masalah yang dihadapi dan menunjukan perilaku berlebihan (misal
apatis, agitasi dan histeria).
C. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi keperawatan infark miokard akut menurut Black dan Hawk (2015) yaitu:
Kolaboratif
- Beri oksigen tambahan dengan rute yang tepat.
- Beri medikasi, sesuai indikasi; mis., isosorbid
dinitrat nitrogliserin, Analgesik, seperti morfin
sulfat.
Risiko penurunan curah jantung3 Efektivitas Pompa Jantung Perawatan Jantung: Akut
Faktor risiko4: - Mempertahankan stabilitas Independen
- Penurunan preload- meningkatkan hemodinamik, seperti TD, curah - Pantau status mental. Investigasi perubahan
resistansi vascular sistemik (SVR) jantung dalam kisaran normal, mendadak atau perubahan kontinu dalam
- Perubahan frekuensi/irama jantung haluaran urine adekuat, status mental, seperti ansietas, konfusi, letargi,
- Perubahan kontraktilitas- infarksi menurunkan frekuensi atau tidak dan stupor.
otot atau diskinetik terjadi disritmia. - Inpeksi pucat, sianosis, bercak, dan kulit dingin
- Melaporkan penurunan eoisode atau lembap.
Definisi3: dyspnea dan agina. - Pantau pernapasan, perhatikan kerja
Ketidakadekuatan darah yang dipompa - Mendemonstrasikan peningkatan pernapasan.
oleh jantung untuk memenuhi toleransi aktivitas. - Akultasi suara nafas.
kebutuhan metabolic tubuh. - Evaluasi kualitas dan ekualitas nadi.
Auskultasi bunyi jantung: Catat terjadinya
bunyi S3 dan S4.
- Catat keberadaan bising dan rubs.
- Periksa TD dengan sering. Pantau tekanan
hemodinamik ketika slang/alat invasive
terpasang.
- Pantau frekuensi dan irama jantung.
Dokumentasikan disritmia melalui telemetri.
- Pantau haluaran, perhatikan perubahan dalam
haluaran urine. Catat berat jenis urine, sesuai
indikasi. Hitung keseimbangan cairan.
- Catat distensi vena jugular dan pembentukan
edema akibat posisi tergantung.
- Timbang berat badan setiap hari menggunakan
timbangan yang sama.
- Sediakan perlengkapan dan medikasi
kedaruratan.
Kolaboratif
- Beri oksigen tambahan, sesuai indikasi.
- Ukur curah jantung dan parameter fungsional
jika tepat.
- Tinjau EKG berkala
- Pantau data laboraturium, seperti enzinm
jantung, gas darah arteri (GDA), elektrolit.
- Bantu intervensi medis atau bedah, sesuai
indikasi:
Beri medikasi sesuai indikasi:
Obat-obatan antidisritmia, beta blocker,
inhibitor enzim pengonversi angiotensin,
penyekat reseptor angiotensin, aspirin,
agens trombolitik, intervensi coroner
perkutan (PCI), termasuk angioplasty
coroner transluminal perkutan (PTCA),
dengan atau tanpa stenting
Persiapkan pembedahan, sesuai indikasi
Bantu pemasangan dan pertahankan alat
pacu jantung atau defibrillator kardiak
internal (AICD) jika digunakan.
Intoleran aktivitas3 Toleransi Aktivitas: Manajemen Energi:
Yang berhubungan dengan4: - Mendemonstrasikan peningkatan Independen
Ketidak seimbangan antara suplai dan progresif yang terukur dalam - Catat dan dokumentasikan frekuensi dan irama
kebutuhan oksigen toleransi terhadap aktivitas dengan jantung serta perubahan TD sebelum, selama,
frekuensi dan irama jantung, TD dan setelah aktivitas, sesuai indikasi.
Definisi3: dalam batas normal klien, dan kulit Hubungkan dengan laporan nyeri dada atau
Ketidakcukupan energy psikologis hangat, merah muda, dan kering. sesak napas.
untuk mempertahankan atau - Melaporkan tidak terjadinya agina - Dorong tirah baring pertama-tama ke kursi
menyelesaikan aktivitas kehidupan saat beraktivitas. untuk istirahat. Setelah itu, batasi aktivitas
sehari-hari yang baru atau yang ingin berdasarkan nyeri atau respons jantung yang
dilakukan. merugikan. Beri aktivitas pengalihan non-stres.
- Instruksikan klien untuk menghindari tindakan
yang meningkatkan tekanan abdomen, seperti
mengejan selama defekasi.
- Jelaskan pola peningkatan tingkat aktivitas
secara bertahap, seperti bagun ke kursi toilet
(commode) atau duduk di kursi, lakukan
ambulasi progresif, dan istirahat setelah makan.
- Tinjau tanda dan gejala yang merefleksikan
intoleransi terhadap tingkat aktivitas saat ini
atau yang memerlukan pemberitahuan ke
perawat atau dokter..
Kolaboratif
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
Ansitas3 kontrol Diri Terhadap Ansietas: Penurunan Ansitas:
Yang berhubungan dengan4: - Mengenali dan mengungkapkan Independen
- Ancaman terhadap atau perubahan perasaan. - Identifikasi dan kenali persepsi klien tentang
status kesehatan, ekonomi; - Mengidentifikasikan penyebab dan ancaman atau situasi. Dorong ekspresi, dan
ancaman kematian faktor kontribusi. hindari menolak perasaan, dan ketakutan.
- Konflik yang tidak disadari - Mengungkapkan penurunan - Catat terjadinya permusuhan, menarik diri, dan
mengenai nilai esensial, tujuan ansietas atau ketakutan. penyangkalan – afek yang tidak tepat atau
hidup - Mendemonstrasikan keterampilan menolak mematuhi regimen medis.
- Krisis situasi positif dalam menyelesaikan - Pertahankan sikap percaya diri, tampa
- Transmisi interpersonal masalah. penenangan yang salah.
- Mengidentifikasi dan - Orientasikan klien dan orang dekat kepada
Definisi3: menggunakan sumber secara tepat. prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Perasaan tidak nyaman atau Tingkatkan partisipasi jika memungkinkan..
kekhawatiran yang samar disertai - Observasi tanda verbal dan nonverbal dari
respons otonom (sumber sering kali ansietas, dan tinggal bersama klien. Intervensi
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh jika klien menunjukkan prilaku destruktif.
individu); perasaan takut yang - Terima tetapi jangan kuatkan penggunaan
disebabkan oleh antisipasi terhadap penyangkalan. Hindari konfrontasi.
bahaya. Hal ini merupakan isyarat - Jawab semua pertayaan secara faktual. Beri
kewaspadaan yang memperingatkan informasi yang konsisten; ulangi sesuai
individu akan adanya bahaya dan indikasi.
memampukan individu untuk bertindak - Beri privasi untuk klien dan orang dekat.
menghadapi ancaman. - Beri periode istirahat dan waktu tidur tampa
gangguan serta lingkungan yang tenang,
dengan klien mengendalikan tipe dan jumlah
stimulus eksternal.
- Dukung proses berduka, termasuk waktu yang
diperlukan untuk resolusi.
- Dorong kemandirian, perawatan diri sendiri,
dan pengambilan keputusan dalam rencana
terapi yang diterima.
- Dorong diskusi mengenai harapan setelah
pulang.
Kolaboratif
- Beri medikasi anti-ansietas atau hipnotik,
sesuai indikasi, seperti alprazolam dan
lorazepam.
Risiko ketidkefektifan perfusi Efektivitas pompa Jantung: Regulasi Hemodinamik:
jaringan [otak, Mendemonstrasikan perfusi yang Independen
gastrointestinal,perifer]3 adekuat yang tepat secara individual, - Investigasi perubahan mendadak atau
Yang berhubungan dengan4: seperti kulit hangat dan kering, nadi perubahan yang terus-menurus terjadi dalam
- Efek samping terapi; terapi perifer ada dan kuat, tanda vital berada kondisi mental seperti konfusi, iritabilitas,
trombolitik dalam kisaran normal klien, klien sadar letargi, dan stupor.
- Hipertensi atau terorientasi, asupan dan haluaran - Pantau respirasi, perhatikan kerja pernapasan.
- Spasme arteri coroner, infark seimbang, tidak ada edema, bebas - Pantau haluaran, perhatikan perubahan dalam
miokardium terbaru nyeri. Atau ketidaknyamanan, stabil, warna dan haluaran urine.
perbaikan EKG, tanda vital, dan - Kaji fungsi gastrointestinal, catat anoreksia,
Definisi3: kondisi mental. penurunan atau penghilangan bising usus,
Rentan terhadap penurunan sirkulasi mulai dan muntah, distensi abdomen, dan
otak, gastrointestinal, dan perifer yang konstipasi.
dapat mengganggu kesehatan. Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena
Independen
- Dorong latihan kaki aktif atau pasif dibantu.
- Kaji nyeri di eksremitas bawah dan tanda
Homan, eritema, dan edema.
- Instruksikan klien dalam pemakaian dan
pelepasan kaus kaki antiemboli, jika
digunakan.
Kolaboratif
Pakai alat kompresi sekuensial (SCD), sesuai
indikasi.
E. Evaluasi keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah ntuk mengetahui sejauh mana perawat dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikat.Langkah-langkah
evaluasi sebagai berikut :
1. Daftar tujuan-tujuan pasien.
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.Melihat bahasan
diatas, yang dimaksud dengan evaluasi merupakan hasil pencapaian yang telah
dilakukan dengan berdasarkan kriteria.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan miokard akibat terjadi
penurunan aliran darah pada pembuluh koroner menuju miokard, sehingga cadangan
oksigen tidak mencukupi kebutuhan oksigen pada miokard. IMA disebabkan oleh adanya
thrombus arteri koroner, dengan menyebabkan kematian miosit jantung pada area yang
disuplai oleh arteri). Sel-sel miosit yang mati pada kondisi ini membedakan infark secara
patologi dari bentuk lain kerusakan jaringan miokard yang cenderung menghacurkan
miosit lebih banyak. Sekitar 4 – 12 jam setelah kematian sel, miokard yang infrak mulai
mengalami nekrosis koagulasi, proses dimana adanya sel yang swelling, rusaknya
organel, dan denaturasi protein.
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang
terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. . Infark Miokard
Akut diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasrkan hasil pemeriksaan EKG yaitu,
STEMI dan NSTEMI. Pasien STEMI mengalami perubahan pada hasil pemeriksaan
EKG, yaitu adanya kenaikan pada bagian gelombang ST.
B. Saran
Joyce M. Block, Jane Hokanson Hawks.Elsevier, 2015 Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk hasil yang diharapkan.
Priscilla Lemone, Karen M. Burke, Gerene Bauldoff, 2017. Buku Ajar Keperwatan Medikal
Bedah Gangguan Kardiovaskuler. Edisi 5, EGC : Jakarta.
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi
Jilid 1, 2015 : 23
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI