Anda di halaman 1dari 46

2

LAPORAN KASUS INFARK MIOKARD AKUT


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama : Enjel Mandey, S.Kep


NIM : 20014104021

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2021

BAB 1

PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang

Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal dengan


sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan penyakit utama
penyebab kematian di dunia salah satunya Infark Miokard Akut (IMA)
(Pratiwi, 2012). Infark Miokard Akut (IMA) sangat mengkhawatirkan karena
sering berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan sebelumnya (Farissa,
2012). Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan ancaman hidup yang
berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum, kolaps dan kematian yang
mendadak.Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA.
Tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam
jiwa atau paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014).Dengan
melakukan perawatan kesehatan pengurangan nyeri dada seperti pemberian
relaksasi diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih buruk
(Kartika, 2013).
Data dari WHO pada tahun 2012 sebesar 17,5 juta (31%) orang meninggal
dikarenakan penyakit kardiovaskuler dan penyebab kedua terbesar adalah
Infark Miokard Akut (IMA) (WHO, 2016). Di ASEAN salah satu negaranya
yakni Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah 371,0 ribu jiwa
(WHO, 2014). Penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia. Sedangkan di Jawa Timur menempati urutan ke
delapan di Indonesia (RISKESDAS, 2013).
Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya infarkyang
disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang lebih 30-45 menit.
Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai
oksigen oleh pembuluh darah mengalami gangguan karena adanya sumbatan
trombosis plak ateroma pada arteri koroner. Plak dapat menyebabkan
penyempitan arteri koroner, sehingga bisa terjadi iskemiamiokard.Nyeri akan
timbul saat manifestasi hemodinamika yang sering terjadi yaitu peningkatan
ringan tekanan darah dan denyut jantung. Infark Miokard Akut (IMA) dapat
menyebabkan disritmia, gagal jantung kongestive dan syok kardiogenik,
tromboemboli, perikarditis, ruptura miokardium, dan aneurisma ventrikel
( Price&Wilson, 2006).
Nyeri akut merupakan permasalahan utama pada pasien Infark
Miokard Akut (IMA). Nyeri merupakan suatu rasa sensorik tidak nyaman
yang sifatnya subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan
dengan rusaknya jaringan aktual, potensial, ataupun menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cidera
4
akut, penyakit atau intervensi bedah dan berawal yang cepat dengan intensitas
ringan sampai berat dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6 bulan
(Andarmoyo, 2013). Dalam penanganan nyeri akut dapat dilakukan asuhan
keperawatan seperti manajemen nyeri dan monitor tanda-tanda vital (Bulechek
dkk, 2013). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care
provider) berperan dalam melaksanakan intervensi keperawatan yakni
perawatan manajemen nyeri (Potter&Perry, 2009). Peran perawat juga sebagai
care giver untuk membantu pasien dapat melalui proses penyembuhan dan
kesehatannya kembali membaik atau sembuh dari penyakit tertentu pada
kebutuhan kesehatan klien secara holistik meliputi kesehatan emosi, spiritual,
dan sosial (Potter&Perry, 2009).
BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA

A. Definisi Infark Miokard Akut (IMA)


Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung
(miokard) yang disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya darah baik
relatif maupun secara absolut (Muwarni, 2011).
Infark Miokard Akut (IMA) oleh orang awam disebut serangan jantung
yaitu penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga
aliran darah ke otot jantung tidak cukup sehingga menyebabkan jantung mati
(Rendi&Margareth, 2012).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena
adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran
darah ke jaringan otot jantung (Black&Joyce, 2014).
B. Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)
Menurut Fakih Ruhyanuddin (2006), penyebab Infark Miokard Akut (IMA)
adalah :
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.
2. Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak
seimbangan antara miokardial O₂ suplai dan kebutuhan jaringan terhadap
O₂. Penyebab suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh
faktor
a. Faktor pembuluh darah :
1) Ateroskeloris
2) Spasme
3) Arteritis
b. Faktor sirkulasi :
1) Hipotensi
2) Stenosos aorta
3) Insufisiensi
c. Faktor darah :
1) Anemia
2) Hipoksemia
3) Polisitemia
Penyebab lain :
1. Curah jantung yang meningkat :
a. Aktifitas berlebih
b. Emosi
c. Makan terlalu banyak
d. Hypertiroidisme
2. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a. Hypertropi miocard
b. Hypertensi diastolic
3. Faktor predisposisi :
a. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam
b. Faktor risiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
a) Hiperlipidemia
b) Hipertensi
c) Merokok
d) Diabetes Melitus
e) Obesitas
f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor :
a) In aktifitas fisik
b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
c) Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah akibat dari
penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya
aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan.
4. Faktor risiko menurut Framingham :
a. Hiperkolesterolemia: > 275 mg/dl
b. Merokok sigaret: > 20/hari
c. Kegemukan: > 120% dari BB ideal
d. Hipertensi: > 160/90 mmHg
e. Gaya hidup monoton
C. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)
Secara morfologis Infark Miokard Akut (IMA) dibedakan atas dua jenis yaitu: Infark
Miokard Akut (IMA) transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi
pada daerah distribusi suatu arteri koroner (Price, 2005) :
1. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dimana nekrosis hanya
terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa
bercak-bercak dan tidak konfluens.
2. Infark Miokard Akut (IMA) sub-endokardial dapat regional (terjadi
pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi
lebih dari satu arteri koroner).
Berdasarkan kelainan gelombang ST (Sudoyo, 2006) :
1. STEMI
Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST
elevasion myocardialinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari
spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pectoris tak stabil, Infark Miokard Akut (IMA) tanpa elevasi ST,
dan Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST.
2. NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan
miokardakut tanpa Elevasi ST (Non ST elevation myocardial
infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan
dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose
NSTEMI ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung.
D. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)
1. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus, terletak di bagian bawah
sternum dan perut atas, adalah gejala utama yang biasanya muncul. Nyeri akan
terasa semakin berat sampai tak tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan berat, bisa
menyebar ke bahu dan lengan yang biasanya lengan kiri. Tidak seperti angina, nyeri
ini muncul secara spontan (bukan setelah bekerja berat atau gangguan emosi) dan
menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan
istirahat maupun nitrogliserin (Brunner&Suddart, 2005).
2. Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing, mual dan
muntah (Brunner&Suddart, 2005).
9

3. Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard Akut (IMA) yang terjadi


terutama pada saat-saat pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan
kepekaan terhadap rangsangan. Sisrem syaraf otonom juga berperan besar
terhadap terjadinya aritmia karena klien Infark Miokard Akut
(IMA)umumnya mengalami peningkatan parasimpatis dengan
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada Infark Miokard Akut (IMA) inferior akan mempertinggi
kecenderungan terjadinya fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
4. Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai
suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar,
rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan
dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher,
rahang, atau bahu kri.
Tanda dan gejala infark miokard (TRIAGE) adalah :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak
mereda, biasanya di atas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
e. Dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, penting atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
E. Patofisiologi Infark Miokard Akut (IMA)
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan selular yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis.
Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti
berkontraksi secara permanent. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Ukuran infark akhir bergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila
pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan
bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil
daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel.
Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior
ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian
perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula
otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari
kedua atau ketiga mulai proses degradasi jaringan dan pembuangan
semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relative tipis.
Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat
laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan
mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah
terbentuk dengan jelas.
1) Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)
a) Disritmia
Komplikasi paling sering dalam Infark Miokard Akut (IMA)
adalah gangguan irama jantung (90%). Faktor predisposisi adalah :
• Iskemia jaringan
• Hipoksemia
• Pengaruh sistem syaraf Para-Simpatis dan Simpatis
• Asidosis laktat
• Kelainan hemodinamik
• Gangguan keseimbangan elektrolit
b) Gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik
Sepuluh dan sampai lima belas pasiem infark miokard
mengalami syok kardiogenik, dengan mortalitas antara 80-95%.
c) Tromboemboli
Study pada 924 kasus kematian akibat infart miokard akut (IMA)
menunjukkan adanya trombi mural pada 44% kasus endokardium.
Study autopsy menunjukkan 10% kasus Infark Miokard Akut (IMA)
yang meninggal mempunyai emboli arterial ke otak, ginjal, limfa,
atau mensenterium.
d) Perikarditis
Sindrom ini dihubungkan dengan Infark Miokard Akut (IMA)
yang digambarkan pertama kali oleh Dressler dan sering disebut
Sindrom Dressler. Biasanya terjadi setelah infark transmural tetapi
dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis biasanya
sementara, yang tampak pada minggu pertama setela infark. Nyeri
dada dari perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan
pada dada anterior. Nyeri ini memburuk dengan inspirasi dan
biasanya dihubungkan dengan takikardia, demam ringan, dan
friksion rup perikardial yang trifasik dan sementara.
e) Ruptura miokardium
Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian
sebanyak 10% dirumah sakit karena Infark Miokard Akut (IMA).
Ruptur ini menyebabkan tamponade jantung dan kematian. Ruptur
septum interventrikular jarang terjadi pada kerusakan miokard luas,
dan menimbulkan Defek Septum Ventrikel.
f) Aneurisma ventrikel
Kejadian adalah komplikasi lambat dari Infark Miokard Akut
(IMA) yang meliputi penipisan, pengembungan, dan hipokinesis dari
dinding ventrikel kiri setelah infark transmural. Aneurisma ini sering
menimbulkan gerakan proksimal pada dinding ventrikel, dengan
pengembungan keluar segmen aneurisma pada kontraksi ventrikel.
Kadang-kadang aneurisma ini ruptur dan menimbulkan temponade
jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi disebabkan penurunan
kontraktilitas atau embolisasi.
2) Penatalaksanaan Medis Infark Miokard Akut (IMA)
Penatalaksanaan infark miokard akut tersebut meliputi :
1. Pemberian oksigen
2. Anti nyeri:
 Nitrat sebagai vasodilator sistemik sehingga mengurangi beban kerja
jantung
 Morfin
 NSAID
3. Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissue-type plasminogen activator
(t-PA), serta aspirin dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset
gejala.
4. Obat ACE inhibitor untuk mengurangi pre load dan afterload
5. Beta blocker untuk menurunkan kecepatan denyut jantung
6. Pembedahan :
 Coronary artery bypass grafting (CABG)
 Percutaneous coronary intervention (PCI)
7. Modifikasi pola hidup:
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Mengatur pola makan
 Menurunkan berat abdan
 Mengurangi stress
 Rutin olahraga

3) Pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut (IMA)


Infark miokard klasik disertai oleh trias diagnostic yang khas (Price,
2006). Yang terdiri dari :
a) Gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung
lama dan hebat, biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah, dan
perasaan seakan-akan menghadapi ajal.
• Tetapi, 20-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi atau
asimtomatik.
• Sekitar setengah dari kasus ini benar-benar tersembunyi dan tidak
diketemukan kelainan, dan diagnosis melalui pemeriksaan EKG yang
rutin atau pemeriksaan postmortem.
b) Meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel- sel
miokardium yang nekrosiss
• Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase (CK
atau CPK), glautamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau GOT)
dan laktat dehidrogenase (LDH).
• Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang khas
sesudah terjadinya infark miokardium.
• Meskipun enzim ini merupakan pembantu diagnosis yang sangat
berharga, tetapi interprestasinya terbatas oleh fakta bahwa
peningkatan enzim yang terukur bukan merupakan indicator
spesifik kerusakan miokardium, terdapat proses-proses lain yang
juga dapat menyebabkan peningkatan enzim, sehingga dapat
menyesatkan interprestasi.
• Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas
dilepaskan oleh miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan
diagnosis.
• Pelepasan isoenzim, MB-CK merupakan petunjuk enzimatik dari
infark miokardium yang paling spesifik.
c) Terlihat perubahan-perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang
Q yang nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
 perubahan-perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak
diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis.
 Sedang beberapa waktu segment ST dan gelombang T akan
kembali normal; hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai
bukti elektrokardiogram adanya infark lama.
 Tetapi hanya 50% atau 75% pasien Infark Miokard Akut (IMA)
yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini.
 Pada 30% pasien didiagnosa dengan infark tidak terbentuk
gelombang Q (Price, 2006).
Penyimpangan KDM Infark Miokard Akut (IMA)
1. Oksigenasi
Infark miokard akut serangan jantung terjadi karena arteri koroner
mengalami penyempitan. Arteri koroner adalah pembuluh darah yang sangat
penting dalam sistem kardiovaskular. Pembuluh ini bertugas mengalirkan
darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otot jantung atau miokard.
Penyempitan arteri koroner umumnya disebabkan oleh aterosklerosis atau
penumpukan plak kolesterol LDL, lemak jenuh, dan lemak trans pada
dinding dalamnya. Saat arteri koroner menyempit, aliran darah ke otot
jantung jadi berkurang atau malah berhenti seketika. Hal ini menyebabkan
otot jantung kekurangan pasokan oksigen yang dibutuhkan untuk bisa
berfungsi.
2. Pola tidur
Penyakit IMA dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur pasien dalam
bentuk meningkatnya kepekaan terhadap rangsangan, penurunan efisiensi
tidur, meningkatkan waktu bangun, durasi tidur pasien menjadi pendek,
pasien kesulitan mempertahankan tidur. Pada kondisi infark maka di sel
miokard keadaan sekitar infark kemungkinan terjadi iskemia, sehingga pada
iskemia ataupun infark memerlukan oksigen dan nutrisi yang banyak tetapi
suplay yang diberikan sangat rendah akibat terjadinya emboli di arteri
koroner akibatnya terjadi ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
di miokard. Kekurangan suplay oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan ,
kemudian terjadi metabolisme anaerob. Pada metabolisme aneorob jumlah
energi (ATP) yang dihasilkan jauh lebih rendah. Sehingga akibat kekurangan
energi maka aktifitas otot terutamanya mengalami kelemahan. Pasien IMA
sering mengalami imsomnia, dengan periode waktu dan frekuensi tidur yang
pendek. Hal ini disebabkan oleh hilangnya neuron kolinergik di batang otak
yang mengontrol tidur karena penghancuran diri sel yang dikenal sebagai
apoptosis. Infark miokard selain menyebabkan depresi, juga berhubungan
dengan pelepasan factor yang memprovokasi peradangan jaringan, termasuk
otak, dan secara khusus daerah yang mengontrol tidur, terutama fase tidur.
3. Aktivitas
Aktivitas bila dilakukan pada pasien IMA maka sistem kardiovaskuler akan
meningkatkan aliran darah dari ekstermitas ke jantung sehingga cardiac
output juga akan mengalami peningkatan.
Selain itu juga meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, meningkatkan
suplai darah ke jantung dan otot serta mencegah kehilangan plasma darah.
Menurut Potter & Perry (2010) terjadinya hambatan mobilisasi pada klien
yang dirawat di rumah sakit disebabkan oleh kecemasan yang diakibatkan
proses penyakit yang dialaminya. Kecemasan merupakan pengalaman
emosional dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga seseorang
merasakan perasaan was-was (khawatir) seolah olah ada sesuatu yang buruk
akan terjadi, kecemasan yang dialami pasien akibat adanya ancaman yang
berupa kegagalan fisiologis seperti jantung, sistem imun dan lainnya yang
akan berdampak kepada ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas. Seorang yang mengalami kecemasan
sering tidak tahan melakukan aktivitas sebab pasien yang merasa khawatir
atau cemas lebih mudah lelah kerena mereka mengeluarkan energi yang
cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi pasien mengalami
keletihan baik secara fisik dan emosional. Kecemasan yang dialami pada
pasien akan menyebabkan pelepasan hormon kartisol dan mengaktifkan SPP
(sistem saraf pusat) untuk menstimulasi katekolamin yang menyebabkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan darah sehingga terjadinya
peningkatan kebutuhan oksigen di jantung hal ini akan memperberat kondisi
iskemik dan akan memperluas area infark pada miokardium serta
memperparah keluhan utama pasien yaitu nyeri dada.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahapan pertama dalam proses keperawatan.
Pengkajian keperawatan meliputi :
1. Identitas klien
Pengkajian identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama,
alamat tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan.
2. Pengkajian Primer
Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles

Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas

Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun

Disability
- GCS

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan dengan obat-obat antiangina seperti nitrat dan penghambat
beta serta obat-obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi
dimasa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul.
4. Riwayat Keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keurunannya.
5. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkunyannya. Demikian pula
dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya
minum alkohol atau obat tertentu.
6. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak perlu, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, klien AMI biasanya baik atau compos
mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat.
b. Breathing
Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh sesak
napas seperti tercekik. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah jantung oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
c. Blood
 Inspeksi : Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien.
Keluhan lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium Penyebaran nyrei dapat meluas didada
 Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada AMI tanpa komplikasi
bisanya tidak ditemukan.
 Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan AMI. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya tidak ditemukan pada AMI tanpa komplikasi
 Perkusi : Batar jantung tidak mengalami pergeseran
d. Brain

Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosis perifer.


Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, menegang adanya nyeri dadi akibat infark pada miokard
e. Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien.
Oleh karena itu perawat perlu monitor adanya oliguria pada klien dengan
AMI karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. Bowel
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada kepada keempat kuadran, penurunan peristaltik
usus yang merupakan tanda utama AMI.
g. Bone
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering ,erasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olah
raga tak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dipsnea
pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga
dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012).
Menurut Herdinan & Kamitsuru, 2015 diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup yang berikut :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran-kapiler(00030).
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus,
gaya hidup kurang gerak, hipertensi, kurang pengetahuan tentang faktor pemberat,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit, merokok (00204).
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, agen cidera fisik, agen
cidera kimiawi(00132).
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, ancaman pada status terkini,
hereditas, hubungan interpersonal, kebutuhan yang tidak dipenuhi, konflik nilai,
konflik tentang tujuan hidup, krisis maturasi, pajanan pada toksin penularan
interpersonal, penyalahgunaan zat, perubahan besar, riwayat keluarga tentang
ansietas, stresor(00146).
5. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan, adanya iskemik atau nekrotik jaringan miokard ditandai
dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas (00093).
C. Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran-kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
gangguan pertukaran gas teratasi.
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosi dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
Manajemen jalan nafas (3140)
- Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw trust, sebagaimana mestinya
- Posisikan pasien untuk memksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Masukan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal airway
(OPA), sebagaimana mestinya
- Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
- Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
- Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
- Posisikan untuk meringankan sesak nafas
Terapi oksigen
- Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
- Batasi (aktivitas) merokok
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier
- Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
- Monitor aliran oksigen
- Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
- Anjurkan pasien mengenai pentingnya meninggalkan perangkat (alat) pengiriman
oksigen dalam keadaan siap pakai
- Pastikan pengkantian masker oksigen atau kanul nasal setiap kali perangkat di ganti
Monitor pernafasan (3350)
- Monitor kecepatan, kedalaman, irama, dan kesulitan bernafas
- Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas,
retraksi pada otot supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok dan mengi
- Catat lokasi tracea
- Monitor kelelahan otot-otot diagfragma dengan pergerakan parasoksikal
- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronki pada jalan
napas utama
- Monitor kemampuan batuk efektif pasien
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus, gaya
hidup kurang gerak, hipertensi, kurang pengetahuan tentang faktor pemberat, kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, merokok.
 Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dapat teratasi.
 Kriteria hasil
- Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan funsi sensori motori kranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada garakan-garakan involunter
- Tidak ada ortostatik hipertensi
c. Intervensi
Manajemen sensasi perifer (2660)
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin tajam
atau tumpul Monitor adanya paretese
- Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
- Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- Monitor kemampuan BAB
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Monitor adanya tromboplebitis
- Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
30

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, agen cidera fisik, agen cidera kimiawi
 Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkuran.
 Kriteria hasil
- Mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Intervensi
Manajemen nyeri (1400)
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mengontrol nyeri
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Pemberian Analgesik (2210)
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
31
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, ancaman pada status terkini,
hereditas, hubungan interpersonal, kebutuhan yang tidak dipenuhi, konflik nilai,
konflik tentang tujuan hidup, krisis maturasi, pajanan pada toksin penularan
interpersonal, penyalahgunaan zat, perubahan besar, riwayat keluarga tentang
ansietas, stresor.
a. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam ansietas dapat
teratasi.
b. Kriteria hasil
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol
cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
c. Intervensi
Pengurangan kecemasan (5820)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back / neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/
nekrotik jaringan miokard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah
dalam aktifitas.
 Tujuan : Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3x24 jam intoleran
aktifitas dapat teratasi.
 Kriteria Hasil :
- Klien klien berpartisipasi dalam aktifitas sesui kemampuan klien
- nadi 60-100 x/menit
- TD 120/80 mmHg
- Kaji TTV tiap dua jam
- Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)
- Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang
tidak berat
d. Intervensi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- monitor lokasi dan ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Anjurkan tirah baring
DAFTAR PUSTAKA

Bullechek. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri :


Elsevier. Bullechek. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri :
Elsevier.

Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.


Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Banjarmasin : Salemba Medika.

Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2006). Pathofisiologi Edisi 6. Jakarta :


EGC.

SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat.

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta :
Nuha Medika.
RESUME GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Enjel Mandey Tanggal : 06 Januari 2021


NIM : 20014104021 Tempat : IGD

Identitas
Nama : Tn. L.L
Umur : 55 Thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Malalayang
Diagnosa medis : Infark Miokard Akut
Tgl/Jam pengkajian : 06-01-2021

1. Pengkajian kondisi mental


A : pasien masih dapat berbicara dengan keadaan sesak dan menahan nyeri
V : pasien menjawab pertanyaan yang ditanyakan perawat walaupun dalam keadaan sesak
P : pasien dapat berespon saat diberi rangsangan nyeri
U : pasien dapat berespon dengan suara ataupun rangsangan nyeri

2. Primary Survey
Airway : Tidak ada sumbatan jalan napas.
Breathing : Pasien mengalami sesak saat bernafas. HR: 120x/menit. SpO2= 96%.
Circulatio : nadi 120x/m. pasien mengalami takikardi. TD : 160/90
Dissability : kesadaran composmentis. GSC 15 (E4V5M6)
3. Secondary Survey
EKG/Exposure : Premature Ventrikular Contraction, ST elevasi
Get Vital Sign: -TD 190/60 mmHg
- N: 120x/menit
- R: 120x/menit
- SB:36,8
- GCS: 15 E4V5M6
History:
 Keluhan utama :
Klien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Klien mengatakan merasa sesak saat
bernafas.
 Riwayat Kesehatan Sekarang :
Klien datang di RS dengan keluhan nyeri dada dialaminya saat sedang bekerja dikantor.
Nyeri terasa seperti di tindih dengan batu besar, nyeri menyebar ke bahu kiri dan pasien
mengatakan nyeri tidak hilang walaupun klien sudah beristirahat.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien memiliki riwayat hipertensi dan hyperlipidemia
 Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarga klien tidak memiliki penyakit sama denga yang
di derita klien.

Head to Toe :
1. Kepala
Kepala klien terdapat rambut berwarna hitam tidak terdapat bengkak, kulit kepala bersih dan
tidak ada lesi.
2. Mata
Kemampuan melihat baik, pupil isokor reflek cahaya, kanan kiri positif, konjungtiva
simetris, tidak menggunakan alat bantu.
3. Hidung
Bersih, tidak ada secret, tidak ada polip hidung, klien Terpasang O2 nasal kanul 3L/m
4. Telinga
Simetris kanan dan kiri, tidak ada gangguan pendengaran, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran
5. Mulut
Klien berbicara normal, gigi bersih dan tidak ada gangguan mengunyah, tidak ada
pembesaran tonsil
6. Dada
Bentuk simetris kiri kanan, terdapat pengembangan dada
7. Perut
Tidak nyeri tekan, tidak ada massa,
8. Kelamin
Klien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan
9. Eksrremitas atas
Tidak ada gangguan
10. Eksrremitas bawah
Tidak ada gangguan
11. Kulit
Kulit bersih, turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang, akral dingin
12. Psikososial
Keluarga pasien menganggap sakit sebagai ujian
Harapan keluarga pasien lekas sembuh dan pulang kerumah
Keluarga pasien berinteraksi dengan baik dengan petugas kesehatan
13. Px Penunjang : Hasil pemeriksaan leb
 CKMB : 7.6
 Troponin T : 2,8
 Kreatinikinase : 160
 Ori kalium : 4.0Mg/
 Magnesium : 1.9 mg/dl
 SpO2 : 96%
EKG :
 PMC (premature ventrikular contraction)
 ST elevasi
Klasifikasi data
Data Subjektiv Data Objektiv
 Klien mengatakan merasa nyeri dada  kesadaran (Composmentis, GCS 14,
sebelah kiri. E4V4M5)
 Klien mengatakan nyeri terasa seperti di  Klien tampak menahan nyeri. Skala nyeri 6
tindih dengan batu besar, (0-10)
 Klien mengatakan nyeri menyebar ke bahu  P : nyeri bersifat tiba-tiba
kiri dan pasien mengatakan nyeri tidak Q : nyeri terasa seperti ditimpa dengan batu
hilang walaupun klien sudah beristirahat besar
 Klien mengatakan merasa sesak saat R : nyeri dada menyebar ke bahu kiri
bernafas. S : skala nyeri 6
 klien mengatakan memiliki riwayat T : menetap
penyakit hipertensi dan hyperlipidemia  Klien tampak sesak saat bernafas
 klien mengatakan klien mengkonsumsi  RR=120X/m
merokok dan dapat menghabiskan 2-3  TD 160/90mmHg
bungkus/hari.  N 120x/m
 SB : 36,8
 Terpasang O2 nasal kanul 3L/m
CKMB : 7.6
Troponin T : 2,8
Kreatinikinase : 160
Ori kalium : 4.0Mg/1.9 mg/dl
SpO2 : 96%
EKG :
PMC (premature ventrikular contraction)
dan ST elevasi

Analisis data
Data Analisis penyebab Diagnosa Keperawatan
 DS : Klien mengatakan merasa nyeri Penyempitan Nyeri Akut
dada sebelah kiri. pembuluh darah
 Klien mengatakan nyeri terasa seperti
di tindih dengan batu besar
 Klien mengatakan nyeri menyebar ke
bahu kiri dan pasien mengatakan nyeri
tidak hilang walaupun klien sudah
beristirahat
 DO : klien tampak nyeri
Klien tmpak meringis
TD : 160/90 mmHg,
N : 120x/m, S: 36,8
Skala nyeri 6 (0-10)
 DS : Klien mengeluh sesak saat Sesak nafas Pola nafas tidak efektif
bernafas
 DO :
RR : 120x/m
klien terpasang O2 nasal kanul 3
liter
EKG :
PMC (premature ventrikular
contraction) ST Elevasi

TD : 160/90 mmHg,
N : 120x/m, S: 36,8
 DS : Perubahan frekuensi Penurunan perfusi jaringan
klien mengatakan merasa nyeri irama jantung
dada menyebar ke bahu kiri
klien tampak gelisah
 DO :
TD : 160/90 mmHg,
N : 120x/m, S: 36,8
CKMB : 7.6
Troponin T : 2,8
Kreatinikinase : 160
Ori kalium : 4.0Mg/1.9 mg/dl
SpO2 : 96%
EKG : PMC (premature ventrikular
contraction) dan ST elevasi
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC Rasional


Nyeri akut b.d penyempitan Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri  Untuk mengetahui tingkat nyeri secara
pembuluh darah keperawatan diharapkan nyeri Observasi menyeluruh
berkurang.  Identifikasi lokasi, karakteristik,  Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
Dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas  Untuk mengetahui dan menghindari
 Mampu mengontrol nyeri nyeri faktor yang memperparah nyeri
 Melaporkan bahwa myeri berkurang  Identifikasi skala nyeri  Lingkungan yang tenang dan nyaman
dengan menggunakan manajemen  Identifikasi respon nyeri non verbal dapat membantu mengontrol nyeri
nyeri  Identifikasi faktor yang memperberat  Untuk mengalihkan perhatian sehingga
 Menyatakan rasa nyaman setelah dan memperingan nyeri kesadaran klien terhadap nyeri dapat
nyeri berkurang Terapeutik berkurang
 Kontol lingkungan yang memperberat  Untuk membantu mempercepat proses
nyeri penyembuhan pasien
 Fasilitasi istirahat  Analgesik untuk mengurangi rasa
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk nyeri
mengurangi nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian analgesik
Observasi
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital seblum dan
se sudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik sesuai indikasi
Pola nafas tidak efektif b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas  Untuk mengetahui pola napas,
sesak nafas keperawatan diharapka pola nafas Observasi mengetahui apakah ada masalah lain
kembali efektif  Monitor pola napas (frekuensi. yang muncul sehingga dapat
Dengan kriteria hasil : Kedalaman, usaha napas) menetukan intervensi yang tepat
 Nafas kembali efektif  Monitor bunyi napas tambahan (mis.  Untuk mengetahui adanya sumbatan
 Gelisah berkurang Gurgling, mengi, whezzing, ronkhi jalan napas yang dapat memperparah
 Respirasi dalam rentang normal (16- kering) kondisi
20x/m) Terapeutik  Posisi Semifowler akan membantu
 Pertahankan kepatenan jalan napas menurunkan ekspansi oksigen dan
head-tilt dan chin-lift meningkatkan ekspansi paru sehingga
 Posisikan semi fowler atau fowler sesak nafas berkurang
 Berikan oksigen  Agar kadar oksigen dalam tubuh dapat
Terapi oksigen terpenuhi sehingga fungsi organ
Observasi berjalan dengan lancar
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor alat terapi oksigen
 Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis. Oksimetri, analisa gas darah)
 Monitor tanda-tanda hipofentilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelekstasis
 Monitor integritas hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
Kolaborasi
 penentuan dosis oksigen pada saat
aktivitas dan tidur
Penurunan curah jantung Perawatan Jantung Akut  Tekanan darah yang
b.d perubahan frekuensi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Observasi meningkat/menurun dapat menjadi
irama jantung keperawatan diharapkan Curah jantung  monitor EKG untuk perubahan ST dan salah satu pemicuh terjadinya
membaik / stabil. T penurunan curah jantung
Dengan kriteria hasil :  monitor aritmia (kelainan irama dan  gambaran EKG pasien dapat
 Disritmia terkontrol frekuensi) membantu dalam menentukan
 monitor enzim jantung (mis. CKMB, diagnosa medik yang tepat
 Haluaran urin normal Tromponin T)  Mempertahankan saturasi oksigen
 TTV dalam batas normal Terapeutik pasien dalam kedaan normal
- Gambaran EKG tak menunjukan  pertahankan tira baring minimal 12  Pemeriksaan CKMB, Tromponin T,
perluasan infark, PR int dan QRS jam dapat membantu menentukan
durasi dalam batas normal.  sediakan lingkungan yang kondusif diagnosia sindrom koroner akut yang
- Dapat mentoleeransi aktivitas, tidak untuk istirahat dan pemulihan lebih rinci
ada kelelahan Edukasi  Untuk membantu mempercepat proses
 anjurkan segera melaporkan nyeri penyembuhan pasien
dada  Terapi non farmakologi dapat
 jelaskan tindakan yang dijalani pasien mengatasi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian angina
 Kolaborasi pemberian morfin
JURNAL INTERVENSI 1

Judul : Peningkatan Kualitas Tidur Klien Kardiovaskuler dengan Pengaturan Posisi


Tidur di Ruang Rawat Inap Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis : Merdekhawati (2017)
Latar belakang dan tujuan penelitian : Data penyakit kardiovaskular di ruang rawat
inap jantung tahun 2015 terdapat lima penyakit tertinggi diantaranya Congestive
Heart Failure (CHF), Decompensasi Cordis (DC), Infak Miokard Akut (IMA),
Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner. Gangguan kebutuhan dasar pada klien
dengan gangguan kardiovaskular akan menimbulkan masalah keperawatan, salah
satunya adalah gangguan pernafasan. Tindakan yang tepat dapat mengatasi masalah
keperawatan tersebut dengan mempertahankan tirah baring dengan memberikan posisi
tidur semi fowler. Tujuan tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk menurunkan
konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru yang maksimal, serta untuk
mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolus. Pengaturan posisi tidur pasien dengan posisi semi fowler 45o dapat
membantu mengatasi kesulitan pernapasan dan kardiovaskular.
Metode penelitian :
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimen dengan desain
one group pre-test and post-test. Populasi dalam penelitian ini adalah klien CHF,
Decompensasi Cordis, infark miokard akut, Hipertensi, dan Penyakit jantung koroner.
Besaran sampel dalam penelitian ini berjumlah 33 responden.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling. Analisis
yang dilakukan yaitu Analisa univariat dimana Analisis univariat bertujuan untuk
memperoleh gambaran deskriptif dari setiap variabel yang meliputi variabel
dependen, bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan
nilai mean, standar devisiasi, min, max dll dan Analisa bivariat dimana Analisa data
ini untuk mengetahui pengaruh pengaturan posisi tidur terhadap kualitas tidur klien di
ruang rawat inap jantung RSUD raden Mattaher Jambi , analisa ini menggunakan uji
Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% , (α = 0,05) jika P-value <
α (0,05) maka Ha gagal ditolak dan berarti ada pengaruh sebelum dan sesudah
perlakuan.
Out come jurnal :
Hasil penelitian Dilihat pada Klien di ruang rawat inap jantung yang
mengalami kualitas tidur buruk rata-rata tidak mendapatkan posisi tidur yang baik.
Dari 33 responden yang dilakukan pengaturan posisi tidur, sebanyak 39% (13 orang)
tidak mendapatkan posisi tidur sebelum dilakukannya pretest.
Pada saat dilakukan penelitian 75% (25 orang) responden mengatakan bahwa
sebelum dilakukan pengaturan posisi tidur klien mengalami sesak nafas pada saat
tidur, sehingga menyebabkan klien sering terbangun. Setelah dilakukan pengaturan
posisi tidur 100% (33 orang) responden mengatakan mengalami penurunan sesak
nafas sehingga tidur klien pun lebih baik. Pengaturan posisi tidur pasien dengan posisi
semi fowler dapat membatu merelaksasi tubuh sehingga kualitas tidur membaik.
Mengatur pasien dalam posisi tidur semi-fowler akan membantu menurunkan
konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru maksimal serta mengatasi
kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolus.
Dengan posisi semi-fowler, sesak napas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan
durasi tidur klien.
Kesimpulan Jurnal :
Ada perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah dilakukan pengaturan
posisi tidur yaitu terjadi peningkatan kualitas tidur sesudah dilakukan pengaturan
posisi tidur dari Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 artinya terdapat
perbedaan signifikan nilai kualitas tidur dengan pemberian posisi tidur semi fowler.
No Problem Intervensi Comperrative Intervensi Out Come
1 Seorang laki-laki Terapi Semi Fowler. penelitian lain yang dilakukan Hasil penelitian Dilihat pada Klien di
berusia 55 tahun MRS Intervensi dilakukan dengan cara mengatur Sulistyowati (2015) tentang ruang rawat inap jantung yang
dengan keluhan sesak posisi tidur semifowler dengan cara baringkan Pengaruh Sudut Posisi Tidur mengalami kualitas tidur buruk rata-rata
nafas klien terlentang mendatar ditempat tidur dan Terhadap Kualitas Tidur dan Status tidak mendapatkan posisi tidur yang baik.
atur ketinggian tempat tidur dengan elevasi Kardiovaskuler Pada Pasien IMA di Dari 33 responden yang dilakukan
kepala 30-45 derajat menggunakan bantal. Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi pengaturan posisi tidur, sebanyak 39%
Surakarta, dengan intervensi yang (13 orang) tidak mendapatkan posisi tidur
sama yaitu posisi semi fowler, sebelum dilakukannya pretest.
peneliti mengatakan bahwa kualitas Pada saat dilakukan penelitian 75% (25
tidur sesudah dilakukan pengaturan orang) responden mengatakan bahwa
posisi tidur menunjukkan sebelum dilakukan pengaturan posisi
peningkatan terbukti dengan nilai p tidur klien mengalami sesak nafas pada
value = 0,000. saat tidur, sehingga menyebabkan klien
sering terbangun. Setelah dilakukan
pengaturan posisi tidur 100% (33 orang)
responden mengatakan mengalami
penurunan sesak nafas sehingga tidur
klien pun lebih baik.
JURNAL INTERVENSI 2
Judul : Evektivitas Oksigenasi Nasal Kanul Terhadap Saturasi Oksigen pada penyakit
ACS Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
Penulis : Darmawan (2019)
Latar belakang dan tujuan penelitian :
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian manusia nomor satu di Negara
berpenghasilan rendah dan menengah menyumbang >75% atau sekitar 7,5 juta kasus
dari seluruh kematian di dunia (WHO, 2015). Setiap tahunnya angka kematian
mengalami peningkatan akibat penyakit jantung, menurut penelitian yang dilakukan
di Amerika didapatkan 17,7 juta jiwa kematian akibat dari penyakit jantung (WHO,
2017). Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sendiri pada tahun 2017 mencapai
angka 420.449 jiwa penderita diseluruh rumah sakit (Kemenkes RI, 2017).
Sistem oksigenasi berperan penting dalam mengatur pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan disemua sel untuk dapat
menghasilkan sumber energi. Karbondioksida yang dihasilkan oleh selsel secara
metabolisme aktif membentuk asam yang harus dibuang oleh tubuh. Dalam
melakukan pertukaran gas sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi bekerja sama,
sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru (Dr, R,
Darmanto 2015). Pemberian oksigen sendiri mampu mempengaruhi ST elevasi pada
infark anterior yang berdasarkan consensus, dianjurkan pemberian oksigen dalam 6
jam pertama terapi dan pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak
bermanfaat. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak nafas.
Tujuan penelitian mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien
Metode penelitian :
Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian quasi eksperimental dengan
rancangan One-group Pra-Post Test Design. Populasi pada penelitian ini seluruh
pasien yang menderita ACS yang di rawat di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Teknik
pengambilan sampling dengan nonprobability sampling menggunakan purposive
sampling dan didapatkan sampel sebanyak 22 responden dengan kriteria inklusi
pasien mengalami kekurangan oksigen. Analisis bivariate dalam penelitian ini
menggunakan uji paired t-test, peneliti ingin mengetahui perbedaan saturasi oksigen
antara sebelum dan sesudah pemberian oksigenasi nasal kanul, dimana pemberian
oksigenasi subjek yang sama hanya saja di uji 2 kali yaitu sebelum dan sesudah
pemberian oksigenasi.
Out come jurnal
menunjukkan analisa sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul
terhadap saturasi oksigen didapatkan nilai mean sebelum sebesar 91.59, dan setelah
diberikan terapi oksigenasi nasal kanul selama 6 jam dengan pengukuran secara
berkala didapatkan nilai mean sebesar 93.9. pada hasil pengukuran sebelum dan
sesudah didapatkan nilai rata-rata kenaikan saturasi oksigen sebesar 2.40. hasil
analisis pengukuran pada saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi nasal
kanul didaptkan nilai p (0.000)< α (0,05).
pasien yang mengalami IMA dengan onset 24 jam teridentifikasi hypoxia dan
berdasarkan evidence dianjurkan untuk diberikan oksigen. pemberian terapi oksigen
terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri pada pasien
infark miokard akut didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh perubahan saturasi
oksigen yang signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian
terapi oksigen pada pasien Infark Miokard Akut.
Kesimpulan Jurnal :
Ada efektifitas sebelum dan sesudah pemberian saturasi oksigenasi nasal kanul
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien acute coronary syndrome dengan
nilai Pvalue (0.000) < α (0.05).
No Problem Intervensi Comperrative Intervensi Out Come
1 Seorang laki-laki Terapi oksigen. Peneliitian yang dilakukan oleh menunjukkan analisa sebelum d
berusia 55 tahun MRS Dengan cara : Febriyanti. W.T. (2017). Tentang sesudah diberikan terapi oksigenasi na
dengan keluhan sesak - Sediakan selang nasal kanul Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal kanul terhadap saturasi oksig
nafas - Siapkan tabung oksigen Prong Terhadap Perubahan Saturasi didapatkan nilai mean sebelum sebe
- Sambungkan nasal kanul dan perhatihan Oksigen Pasien Di Instalasi Gawat 91.59, dan setelah diberikan ter
kecepatan aliran sekitar 1-6 liter/menit. Darurat RSUP Prof. DR. R. D. oksigenasi nasal kanul selama 6 j
- Pasangkan ke hidung pasien dan rasakan Kandou Manado. menunjukkan dengan pengukuran secara berk
apakah ada oksigen yang keluar atau tidak bahwa rata-rata saturasi oksigen didapatkan nilai mean sebesar 93.9. p
sebelum dan sesudah diberikan hasil pengukuran sebelum dan sesud
oksigenasi nasal prong selama 10 didapatkan nilai rata-rata kenaik
menit pertama dan 10 menit kedua saturasi oksigen sebesar 2.40. h
didapatkan nila Pvalue yang sama analisis pengukuran pada saturasi oksig
yaitu 0.000 dimana Pvalue < α(0.05) sebelum dan sesudah diberikan ter
yang artinya ada pengaruh terapi nasal kanul didaptkan nilai p (0.000)<
oksigenasi nasal prong terhadap (0,05).
perubahan saturasi oksigen pada pasien yang mengalami IMA deng
pasien cidera kepala. onset 24 jam teridentifikasi hypoxia d
berdasarkan evidence dianjurkan un
diberikan oksigen. pemberian ter
oksigen terhadap perubahan satur
oksigen melalui pemeriksaan oksim
pada pasien infark miokard a
didapatkan hasil bahwa terda
pengaruh perubahan saturasi oksig
yang signifikan sebelum pemberian ter
oksigen dengan setelah pemberian ter
oksigen pada pasien Infark Miok
Akut.
JURNAL INTERVENSI 3
Judul : Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri Pada
Pasien Acute Myocardial Infarc Di RS Dr. Moewardi Surakarta
Penulis : Sunaryo & Lestari (2014)
Latar belakang dan tujuan penelitian :
Keluhan yang khas pada AMI adalah nyeri dada retrosternal (di belakang sternum),
seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan kepunggung dan
epigastrium. Keluhan Nyeri dada kiri sering mengawali serangan jantung yang
memiliki resiko lebih hebat bahkan kematian.
Ketepatan penatalaksanaan nyeri dada kiri pada pasien dengan Acute Myocardial
Infarc sangat menentukan prognosis penyakit. Intervensi keperawatan meliputi
intervensi mandiri maupun kolaburatif. Intervensi mandiri antara lain berupa
pemberian relaksasi, sedangkan intervensi kolaburatif berupa pemberian
farmakologis. Salah satu intervensi keperawatan yang digunakan untuk mengurangi
nyeri dada kiri adalah relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan pengembangan
metode respons relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat
menciptakan suatu lingkungan internal yang tenang sehingga dapat membantu pasien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi.
Tujuan Penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh relaksasi Benson dalam
menurunkan nyeri dada pada pasien Acute Myocardial Infarc.
Metode penelitian :
Desain penelitian ini adalah quasieksperimental dengan pre test and post test design
with control group, dimana desain ini melakukan tindakan pada dua atau lebih
kelompok yang akan diobservasi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 17 orang untuk kelompok intervensi dan 16 orang
untuk kelompok kontrol.
Kriteria inklusi responden dalam penelitian ini adalah:
1. Bersedia menjadi responden.
2. Pasien dapat berkomunikasi dan mengerti bahasa Indonesia.
3. pasien dengan keluhan nyeri
Kriteria ekslusi :
1. klien yang tidak bersedia menjadi responden
Out come jurnal :
Hasil penelitian menunjukan bahwa Rata rata responden berdasarkan skala nyeri
sebelum dilakukan intervensi Analgetik + Relaksasi Benson pada hari-1 adalah mead
5,6 dan 3,8 pada hari ke-2, sedangkan pada responden dengan intervensi Analgetik
saja rata-rata skala nyeri 5,8 pada hari ke-1 dan 4,0 pada hari ke-2 perawatan di
ICVCU.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Terapi kombinasi Analgetik dan Relaksasi
Benson berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri pada pasien Acute Myocardial
Infarc (Pvalue = 0,000), sehingga bila dibandingkan dengan kelompok responden
yang hanya mendapatkan terapi analgetik (Pvalue=0,004) maka dapat disimpulkan
bahwa relaksasi Benson berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
Acute Myocardial Infarc.
Relaksasi Benson adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan
perhatian kepada relaksasi sehingga kesadaran klien terhadap nyerinya berkurang,
relaksasi ini dilakukan dengan cara menggabungkan relaksasi yang diberikan dengan
kepercayaan yang dimiliki klien. Individu yang mengalami ketegangan dan
kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi
yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat
menekan rasa tegang, cemas, insomnia, dan nyeri.
Kesimpulan Jurnal :
Hasil Penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna skala nyeri dada pada
pasien Acute Myocardial Infarc setelah mendapatkan terapi analgetik. Hasil Penelitian
juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna skala nyeri dada pada pasien Acute
Myocardial Infarc setelah mendapatkan kombinasi terapi analgetik dan relaksasi
Benson. Kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgetik lebih efektif menurunkan
nyeri pada pasien Acute Myocardial Infarc dibandingkan dengan yang hanya
mendapatkan terapi analgesik
No Problem Intervensi Comperrative Intervensi Out Come
1 Seorang laki-laki Terapi relaksasi nafas dalam. Penelitian yang dilakukan oleh Hasil penelitian menunjukan bahwa R
berusia 55 tahun MRS Dengan cara : Rustono 2018 tentang efektifitas rata responden berdasarkan skala ny
dengan keluhan nyeri - tarik nafas melalui hidung relaksasi benson terhadap penurunan sebelum dilakukan intervensi Analgeti
- tahan selama tiga detik skala nyeri dada pada pasien SKA di Relaksasi Benson pada hari-1 ada
- dan hembuskan kembali dari mulut secara Ruang Intermediate Medikal Rumah mead 5,6 dan 3,8 pada hari ke
perlahan sambil mengucapkan kalimat Sakit Jantung dan Pembuluh Darah sedangkan pada responden deng
religius sesuai dengan kepercayaan pasien Harapan Kita Jakarta, peneliti intervensi Analgetik saja rata-rata sk
mengatakan bahwa Kombinasi nyeri 5,8 pada hari ke-1 dan 4,0 pada h
Relaksasi Benson dan terapi ke-2 perawatan di ICVCU.
analgesik lebih efektif menurunkan Hasil penelitian ini menunjukkan bah
skala nyeri dada pada pasien SKA Terapi kombinasi Analgetik d
dibandingkan dengan yang hanya Relaksasi Benson berpengaruh terhad
menerima terapi analgesik saja. penurunan skala nyeri pada pasien Ac
Myocardial Infarc (Pvalue = 0,00
sehingga bila dibandingkan deng
kelompok responden yang han
mendapatkan terapi analge
(Pvalue=0,004) maka dapat disimpulk
bahwa relaksasi Benson berpenga
terhadap penurunan skala nyeri p
pasien Acute Myocardial Infarc.
insomnia, dan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan (2018. Efektivitas Terapi Oksigen Nasal Kanul Terhadap Saturasi Oksigen
Terhadap Penyakit ACS Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasi.
Jurnal Keperawatan Vol. 3 No. 2 (Okober, 2019)
Merdekawati (2017). Peningkatan Kualitas Tidur Pasien Kardiovaskuler Dengan
Pengaturan Posisi tidur. Jurnal Keperawatan Vol 4(2) Juni 2019 (382-387).
Nanda Nic-Noc jilid 2
Nursing Interventions Classification (NIC). EDISI KE 7
Nursing Outcome Classification (NOC). EDISI KE 7
Sunaryo (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Pasien Miokard Infark. Jurnal Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai