Anda di halaman 1dari 23

BAB I

KONSEP TEORI

1.1 Infark Miokard

1.1.1 Definisi
Infrak miokard merupakan sebagai terjadinya nekrosis pada
miokardium akibat iskemia. Sebagai manifestasi klinis dari penyakit
jantung iskemik, infrak miokard paling sering disebabkan oleh
berkurangnya suplai darah ke jantung yang terjadi karena rupture
aterosklerosis pada arteri koroner. Infark Miokard Akut (IMA) adalah
suatu kondisi dimana otot jantung tidak mendapatkan cukup darah dan
kematian sel miokardium akibat terlepasnya plak aterosklerotik dari
salah satu arteri koroner yang mencetuskan terjadinya agregasi
trombosit, pembentukan trombus, dan spasme koroner. Infark miokard
mengacu pada kerusakan bagian jaringan miokard saat suplai darah
secara tiba-tiba terganggu baik oleh penyempitan arteri koroner kronis
dari aterosklerosis atau adanya obstruksi dari embolus atau thrombus.
(Utami & Gugun, 2012; Prasetyo, Syafri, & Efrida, 2014; Panjaitan,
Billy, & Kevin, 2015; Wijaya & Putri, 2013)

1.1.2 Klasifikasi
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu : IMA
transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada
daerah distribusi suatu arteri koroner:
1. IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian
dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak
konfluens
2. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi
suatu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari
suatu arteri koroner). (Wijaya & Putri, 2013)

1
Berdasarkan kelainan pada gelombang ST:
1. STEMI
IMA dengan elevasi segmen ST (ST elevasion myocardial
infarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST
2. NSTEMI
Angina fektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokard
akut tanpa elevasi ST (Non ST elevation myocardial infarction =
NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan
kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosa
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. (Wijaya & Putri, 2013)

1.1.3 Etiologi
Penyebab infrak miokard akut adalah :
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan
atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri
oleh emboli atau thrombus
2. Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak
seimbanagan antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan
jaringan terhadap O2. (Wijaya & Putri, 2013)

Penyebab suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh


3 faktor, yaitu:
1. Faktor pembuluh darah :
 Aterosklerosis
 Spasme
 Arteritis

2
2. Faktor sirkulasi:
 Hipotensi
 Stenosos aorta
 Insufisiensi
3. Faktor darah :
 Anemia
 Hipoksemia
 Polisitemia. (Wijaya & Putri, 2013)

Penyebab lain :
1. Curah jantung yang meningkat :
 Aktivitas berlebihan
 Emosi
 Makan terlalu banyak
 Hypertiroidisme
2. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada :
 Kerusakan miocard
 Hypertropi miocard
 Hypertensi diastolic
3. Faktor predisposisi :
 Faktor risiko bilogis yang tidak dapat diubah :
 Usia lebih dari 40 tahun
 Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan
pada wanita meningkat setelah menopause
 Hereditas
 Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
 Faktor risiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
- Hiperlipidemia
- Hipertensi
- Merokok

3
- Diabetes militus
- Obesitas
- Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor :
- In aktifitas fisik
- Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif)
- Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran
darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri
koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau
penurunan aliran darah akibat syok atau
perdarahan. (Wijaya & Putri, 2013)

1.1.4 Patogen dan Patofisiologi


Infrak miokard didefinisikan sebagai terjadinya nekrosis pada
miokardium akibat iskemia. Sebagai manifestasi klinis dari penyakit
jantung iskemik, infrak miokard paling sering disebabkan oleh
berkurangnya suplai darah ke jantung yang terjadi karena rupture
aterosklerosis pada arteri koroner. Aterosklerosis diawali dengan
terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh turbulensi aliran darah dan iritan kimiawi. Adanya disfungsi
memungkinkan masuknya low-density lipoprotein (LDL) yang
teroksidasi ke dalam tunika intima. (Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)
Kemudian, LDL teroksidasi menarik monosit yang ada dalam
sirkulasi darah untuk masuk ke dalam tunika intima dan
berdiferensiasi menjadi makrofag yang memicu respon inflamasi.
Makrofag akan memakan LDL teroksidasi dan membentuk foam cell
yang tampak sebagai fatty streak pada permukaan lumen arteri.
Makrofag juga memanggil sel-sel inflamasi akut lainnya sehingga
menyebabkan terbentuknya inti nekrotik pada bagian dalam plak yang
ditutupi oleh fibrous cap. (Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)

4
Selanjutnya, trauma pada pembuluh darah mengakibatkan
rupture plak nekrotik sehingga menarik trombosit. Respons
pembekuan darah ini menyebabkan terbentuknya trombus yang dapat
mengoklusi pembuluh darah sehingga menghasilkan iskemia pada
miokardium yang diperdarahinya. Iskemia yang tidak memperoleh
reperfusi menyebabkan kematian jaringan otot jantung. Berkurangnya
jaringan nekrotik digantikan dengan jaringan granulasi yang berisikan
jaringan ikat longgar dan pembuluh darah baru sebagai respons
pemulihan jaringan. (Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)
Sebagai hasilnya, terjadi pemulihan yang menggantikan otot
jantung yang sudah mati dengan jaringan ikat padat yang bersifat non
fungsional yang tidak dapat berkontraksi . berkurangnya kemampuan
kontraksi jantung dalam area yang luas dapat mengakibatkan
menurunnya curah jantung sehingga lama-kelamaan berujung pada
gagal jantung. (Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)

1.1.5 Manifestasi Klinis


1. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus,
terletak dibagian bawah sternum dan peut atas, adalah gejala
utama yang biasanya muncul,
2. Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin,
pusing, mual dan muntah. (Wijaya & Putri, 2013)

1.1.6 Tanda dan Gejala


1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi
3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri)

5
4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG)
5. Dapat menjalar ke arah rahang dan leher
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diafhoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah. (Wijaya & Putri, 2013)

1.1.7 Komplikasi
 Disritmia

 Gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik


 Tromboemboli
 Perikarditis
 Ruptura miokardium
 Aneurisma ventrikel. (Wijaya & Putri, 2013)

1.2 Stem Cell

1.2.1 Definisi
Stem = batang, Cell = Sel; maka Stem Cell adalah sel yang
menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun
keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Sel punca adalah
kumpulan sel tidak terspesialisasi yang memiliki karakteristik khusus
sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang ada di dalam tubuh.
Sel ini mampu berdiferensiasi secara alami dan tanpa batas waktu
melalui pembelahan sel menjadi sel yang lebih spesifik dan dapat
berfungsi dalam mengganti sel yang rusak. (Aisyah, 2017; Halim,
Sandra, Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
Sel punca dipercaya memiliki manfaat pada miokardium yang
iskemik, terutama dalam neovaskularisasi dan efek parakrin.
Disamping efeknya dalam regenerasi sel otot jantung, sel punca

6
diketahui menghambat sintesis sitokin proinflamasi, seperti TNF-α
dan interleukin-6. Selain itu, sel punca juga diketahui dapat
menyekresi sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang berfungsi
menghambat apoptosis dan fibrosis sel otot jantung dan sel endotel,
memperbesar kontraktilitas, serta memproduksi ekspresi sitokin
antiinflamasi, seperti interleukin-10. (Aisyah, 2017)

1.2.2 Karakteristik Stem Cell


1) Belum Berdiferensiasi (Undifferentiated)
Stem cell yang belum memiliki bentuk dan fungsi
layaknya sel lainnya pada organ tubuh. Sel ini belum memiliki
fungsi khusus seperti berdenyut, menghantarkan implus,
menghantarkan hormon, ataupun fungsi lainnya. Bukti ilmiah
bahkan menunjukan bahwa populasi stem cell dalam suatu
jaringan matur, tampaksebagai suatu populasi sel inaktif, yang
fungsinya baru terlihat dalam waktu dan kondisi tertentu.
(Halim, Sandra, Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
2) Mampu Memperbanyak Diri Sendiri (Self Renewal)
Stem cell ini dapat melakukan replikasi dan menghasilkan
sel –sel berkarakteristik sama dengan sel induk. Kemampuan
memperbanyak diri tidak dimiliki oleh sel-sel tubuh lainnya
seperti sel jantung, otak ataupun pankreas. Populasi stem cell
dalam tubuh terjaga dengan kemampuannya memperbanyak diri
sendiri. Kemampuan ini dapat dilakukan berulang kali, bahkan
diduga tidak terbatas. Selain itu, kemampuan ini juga
dipertahankan dalam jangka waktu relatif lama. (Halim, Sandra,
Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
3) Dapat Berdiferensiasi Menjadi > 1 Jenis Sel (Multipoten/
Pluripoten)
Kemampuan stem cell dalam berdiferensiasi juga dinilai
lebih istimewa dibandingkan sel-sel lain yang jauh lebih matur,
karena stem cell mampu berdiferensiasi menjadi >1 jenis sel

7
tubuh. Sel bersifat pluripoten mampu berdiferensiasi menjadi
sel tubuh apapun, yaitu berasal dari ketiga lapisan embrional
(ektoderm, mesoderm, dan endoderm). Sel bersifat multipoten
hanya mampu berdeferensiasi beberapa jenis sel, yang biasanya
berada dalam suatu golongan serupa, seperti sel-sel sistem
hematopoietik, ataupun sistem saraf. (Halim, Sandra, Beodiono,
Djuwantono, & Setiawan, 2010)

1.2.3 Jenis-jenis Stem Cell/Sel Punca


Sel punca memiliki dua karakteristik utama, self-renewal, yaitu
kemampuan untuk melakukan siklus pembelahan sel terus-menerus
dengan tetap mempertahankan kondisi tidak terdiferensiasi dan
kemampuan membentuk sel terspesialisasi. Secara garis besar, sel
punca dapat berasal dari:
1) Sel Punca Embrionik (ESC)
Sel punca ini berasal dari inner cell mast blastosit. Sel embrio
mencapai fase ini pada hari 4-5 setelah fertilisasi. ESC bersifat
pluriproten karena dapat membelah menjadi ketiga derivat
lapisan germinal, yaitu ectoderm, mesoderm, dan endoderm.
ESC yang biasa digunakan untuk penelitian-penelitian terbaru
adalah mouse embryonic stem cell (Mesc) dan human
embryonic stem cell (Hesc) yang dibentuk dari hasil fertilisasi in
vitro. Penggunaan tipe sel ini sering menjadi kontriversi baik
dalam kalangan agama maupun moral. Hal yang harus menjadi
perhatian adalah sel punca ini sangat pluripoten sehingga
seringkali menyebabkan pembentukan tumor. (Panjaitan, Billy,
& Kevin, 2015)
2) Sel Punca Fetus
Sel punca fetus diambil dari jaringan fetus yang sudah
mengalami diferensiasi disbanding ESC. Sama dengan ESC,
terdapat kontroversi etik dan rejeksi imun dari pasien resipien.
(Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)

8
3) Sel Korda Umbilikus Manusia
Sel korda umbilikus hanya dapat membelah menjadi sel-sel
darah sehingga hanya dapat menangani masalah hematologi.
(Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)
4) Sel Punca Cairan Amnion (AFSC)
Sel ini berasal dari sel yang tersuspensi dalam cairan amnion.
Amnion adalah membrane ekstraembrional yang menghasilkan
cairan amnion untuk mencegah benturan pada fetus. Cairan
amnion diproduksi oleh membran amnion dan filtrasi darah
maternal. Cairan amnion ini berisi sel amnion, sitokin, serta
growth factor. AFSC memiliki kamampuan membelah di antara
ESC dan sel punca dewasa sehingga tetap dapat membelah
menjadi derivat ketiga lapisan germinal, tetapi tidak akan
membentuk tumor, bahkan pada pasien yang sangat
imunodefisien. Selain itu, karena ekspresi materi genetik di
mambran amnion cukup rendah, Human ASC terbukti dapat
menyebabkan rejeksi pada resispen tikus tertapi tidak
menimbulkan rejeksi pada spesies manusia (alogenik).
Keuntungan lainnya dari penggunaan sel panca ini adalah tidak
adanya masalah etik. (Panjaitan, Billy, & Kevin, 2015)
5) Sel Punca Dewasa
Sel punca dewasa merupakan sel punca yang secara alami
terdapat di berbagai organ. Sel yang biasa digunakan adalah
sumsum tulang (mencakup sel punca mesenchymal<0,01; sel
progenitor endotelial 1-2%; sel punca hematopoitik), sel
adipose, atau sel darah, skeletal myoblast, periperal blood. Sel
ini bersifat multipoten yang berarti dapat membelah menjadi sel-
sel yang spesifik organ tersebut. (Panjaitan, Billy, & Kevin,
2015; Alwi, 2012)
6) Induced Pluripotent Stem Cell
Sel punca ini berasal dari sel somatik yang telah dikultur dengan
medium sehingga mengembalikan keadaannya menjadi

9
pluripoten. Dengan kemampuan pluripotensinya ini, maka tipe
sel ini dapat membelah menjadi berbagai macam sel. Sama
dengan sel punca dewasa, sel ini mengurangi risiko rejeksi imun
oleh resipien. Namun, kelemahan sel ini adalah terbukti sering
terjadi distrupsi materi genetic karena gen-gen yang diberikan,
bahkan dapat membentuk tumor. Selain itu, pembentukan sel
pluripoten dari sel panca dewasa cukup sulit. (Panjaitan, Billy, &
Kevin, 2015)

1.2.4 Jenis dan Bentuk Stem Cell Untuk Infark Miokard


Jenis stem cell bagi penderita infark miokard yang telah banyak
diuji di laboratorium dan klinis, antara lain stem cell hematopoietik,
stem cell masenkimal, stem cell sumsum tulang, dan stem cell hati
fetal. Baik stem cell hematopoietik, stem masenkimal, maupun stem
cel sumsum tulang tergolong sebganai stem cell dewasa, sehingga
dapat diisolasi dari tubuh penderita itu sendiri (autotransplantasi);
sedangkan stem cell hati fetal adalah stem cell yang didapat dari donor
penderita kehamilan ektropik dan abortus, atas persetujuan dan dan
izin tertulis dari komite etik setempat dan donor yang bersangkutan.
(Halim, Sandra, Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
Jadi untuk bentuk dari stem cell itu sendiri yang sering
digunakan yaitu dalam bentuk bone marrow stem cell telah dilakukan
pula pembuktian atau penelitian mengenai stem cell tersebut yaitu
yang dilakukan oleh Orlic dan kawan-kawan pada tahun 2001.
(Halim, Sandra, Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
Dalam jurnalnya, Orlic dan kawan-kawan melakukan riset
terhadap kelompok menci berjenis kelamin jantan dan betina. Sel-sel
sumsum tulang mencit jantan diambil dengan cara aspirasi.
Seblumnya sel dimodifikasi menggunakan extragreen flourescent
protein sehingga mudah dilebling dan diamati dengan in vivo. Setelah
menunjukan hasil positip memiliki protein permukaan c-kit dari sumsu
tulang mencit jantan langsung diinjeksi ke area jantung mencit wanita

10
yang telah dibuat infark. Sembilan minggu setelag penyuntikan 68%
area infark mengalami tanda-tanda penyembuhan. (Halim, Sandra,
Beodiono, Djuwantono, & Setiawan, 2010)
Pada manusia, uji klinis stem cell pada penderita infark jantung
akut pun menunjukan hasil yang sangan menjanjikan. Pada tahun
2004, Schachinger dan kawan-kawan mengeluarkan publikasi yang
memberitakan hasil trensplantasi stem cell pada pasien penderita
infark miokard akut. Prosedur penerapan terapi ini disebu dengan
transplantation of progenitor cell and regeneration enbancemen in
acute myocardial infarction (TOPCARE-AMI). Sumber stem cell
yang digunakan dalam riset ini adalah sumsum tulang darah epi
penderita infark miokad. Hasil riset menunjukan bahwa fraksi enjeksi
ventrikel kiri pasien infark miokard akut meningkat secara signifikan
pascatransplantasi stem cell, yang sebelumnya diisolasi dari sumsum
tulag maupun darah tepi. (Halim, Sandra, Beodiono, Djuwantono, &
Setiawan, 2010)

1.2.5 Mekanisme Stem Cell Pada Perbaikan Miokard


Mekanisme perbaikan jaringan rusak melalui aplikasi stem cell
terdiri atas dua jenis, yaitu diferensiasi stem cell dan produksi faktor
pertumbuhan stem cell. Telah banyak studi yang membuktikan bahwa
transplantasi stem cell seperti stem cell sumsum tulang dalam
penanganan infark miokard mampu meningkatkan fungsi ventrikel
dan mengurangi area infark sehingga dapat menghambat remodeling.
Meskipun demikian, masih menjadi kontroversi apakah hal itu terjadi
sebagai efek langsung dari diferensiasi atau karena penggabungan sel
dengan kardiomiosit. Hal tersebut karena diperlukan sekitar 1 milyar
kardiomiosit dalam mengatasi defisit miosit akibat infark yang dapat
menginduksi gagal jantung. (Amin, 2013)
Mekanisme perbaikan jaringan yang kedua yaitu melalui
produksi faktor pertumbuhan sel terkait dengan masih adanya stem
cell yang berada di jantung setelah 2 minggu implantasi. Hal itu

11
mengarahkan pada hipotesis adanya peran sekresi sitokin dan faktor
pertumbuhan dari stem cell dalam proses regenerasi jaringan. Melalui
komunikasi sel parakrin, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang telah
disekresikan stem cell, berperan dalam melindungi kardiomiosit dari
apoptosis sel, menginduksi proliferasi kardiomiosit, dan merekrut
stem cell kardiak yang telah ada sebelumnya. Melalui kedua
mekanisme perbaikan jantung tersebut, stem cell terbukti berperan
dalam meningkatkan serta memperbaiki fungsi jantung. (Amin, 2013)

1.2.6 Jumlah Stem Cell


Miokard terdiri atas sekitar 20 juta kardiomiosit per gram per
jaringan. Rerata ventrikel kiri mempunyai berat kurang lebih 200
gram, sehingga jumlah kardiomiositnya mencapai kira-kira 4 milyar.
Agar infark dapat mengakibatkan gagal jantung, diperlukan kematian
sekitar 25% dari ventrikel, sehingga defisit miosit oleh infark yang
dapat mengakibatkan gagal jantung berjumlah sekitar 1 milyar
kardiomiosit. Oleh karena itu diperlukan jumlah sel yang sama disertai
sinkronisasi elektromekanik dari jantung inang. (Amin, 2013)

1.2.7 Metode Aplikasi Stem Cell


Pendekatan transvaskuler cocok untuk terapi infark yang akan
mengantarkan jumlah sel dalam jumlah besar menuju area jejas. Sel
diantarkan menuju lumen sentral melalui inflasi balon kateter dalam
memaksimalkan waktu kontak antara sel dengan sistem mikrosirkulasi
arteri yang terkait area infark. Teknik itu mudah dilakukan dalam
waktu kurang dari sejam dan dapat membuat sel bertahan di area
infark. Metode aplikasi stem cell dengan injeksi langsung ke area
infark sulit dilakukan karena memerlukan operasi terbuka di dada.
(Amin, 2013)
Metode aplikasi intravena lebih efektif karena dapat mencapai
jaringan dan pembuluh di sekitar area infark. Sel tidak hanya
mencapai area infark saja, namun menjangkau area yang mengalami

12
jejas sebelumnya dan tidak terdeteksi radiografi, sehingga dapat
mencegah masalah yang mungkin timbul di masa depan di area
tersebut. (Amin, 2013)

1.2.8 Waktu Aplikasi Stem Cell


Pada 48 jam pertama pasca-infark miokard, akan terjadi
debridemen dan pembentukan matriks fibrin sebelum fase
penyembuhan dimulai. Setelah 3-4 hari pertama sel infark mengalami
adhesi, molekul konsentrasi akan lebih menstimulasi stem cell yang
ditransplan, ke dalam proses inflamasi dibandingkan pembentukan
miokardium yang fungsional. Tujuh hari setelah infark miokard,
konsentrasi VEGF mencapai puncaknya, sementara molekul
konsentrasi adhesi akan menurun. (Amin, 2013)
Setelah 2 minggu pembentukan jejas terkait infark, manfaat
stem cell dalam regenerasi akan menurun, sehingga waktu aplikasi
stem cell yang paling tepat ialah antara 7-14 hari pasca-infark
miokard. Hal tersebut sesuai dengan studi REPAIR-AMI, bahwa
pasien yang ditransplantasikan stem cell sampai hari ke-4 pasca-infark
miokard, tidak menghasilkan manfaat. Sementara pada pasien yang
ditransplantasikan pada hari ke 4-8 menunjukkan peningkatan ejeksi
fraksi. Meskipun demikian, masih diperlukan studi yang lebih lanjut
terkait hal ini. (Amin, 2013)

1.2.9 Tantagan Dalam Aplikasi Stem Cell


Terapi stem cell ini sendiri memiliki tujuan utama, yaitu untuk
regenerasi sel yang telah rusak dalam hal ini untuk menggantikan
kardiomiosit. Untuk mencapai hasil yang optimal, tentunya harus
dapat menjawab pertanyaan mendasar seperti jenis stem cell, jumlah

13
yang dipakai, metode isolasi dan penyimpanan sel yang tepat, rute
administrasi, serta waktu yang tepat. (Amin, 2013)

BAB II

ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT STEM CELL TERAPI PADA


PENYAKIT KARDIOVASKULER KHUSUS PADA INFARK MIOKARD

14
1. Dalam e-jurnal Medika, Vol. 5 No. 4 Pada April 2016, dengan judul jurnal
yaitu; Potensi Aplikasi Granulocyte-Colony Stimulating Factor Via
Microchip Subkutan Sebagai Terapi Preventif Pada Traveler Pasca Infark
Miokardium yang di tulis oleh I Gede Yuhana Dharma Sasmita Program
Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Menerangkan dalam jurnalnya bahwa:

Hasil:
Hasil yang di dapatkan pada uji coba hewan model (babi guinea)
setelah delapan minggu pasca transplantasi MSC (Masenkimal Stem Cell),
yaitu: Peningkatan kapasitas fungsional jantung, pencegahan remodeling
patologis, peningkatkan hemodinamika pasca IM dan penurunan tekanan
akhir diastolik pada ventrikel sinistra yang bermakna peningkatan relaksasi
diastolik dan penurunan stres dinding ventrikel. Efikasi klinik MSC dalam
kardiomioplasti diinvestigasi secara contnue dan telah dipublikasikan
keberhasilannya.

Pembahasan:

Modulasi MSC sumsum tulang mencakup proses mobilisasi MSC


menuju sirkulasi dan retensi intramiokardium untuk memulai
transdiferensiasi. Mobilisasi MSC menuju darah tepi dimodulasi oleh
granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF). Riset mengenai aplikasi G-
CSF untuk kepentingan terapi modulasi MSC pasca IM telah berhasil
mencapai tahap randomized clinical trial.
Microchip merupakan perangkat mikroelektronik yang telah
diaplikasikan secara klinis untuk kepentingan penghantar substansi terapi
yang dapat memodulasi potensi aplikasi. Microchip sebagai teknologi dalam
memfasilitasi terapi G-CSF (granulocyte-colony stimulating factor) terletak
pada penerapan microchip sebagai komponen administrasi G-CSF.
Microchip ini adalah sebagai kontainer G-CSF dengan dosis tertentu.
Aktivitas kontraksi MSC yang sinkron dengan kardiomiosit didasari
oleh kapasitas MSC sebagai pace maker biologis. MSC terbukti

15
memproduksi faktor inotropik untuk memodulasi kontraksi sel. Efek
parakrin MSC mempertahankan multipotensi MSC dan memproteksi
kardiomiosit pada kondisi hipoksia. MSC yang dikondisikan pada stroma
sumsum tulang yang hipoksik memiliki resistensi yang lebih besar terhadap
hipoksia.
Regenerasi miokardium adalah mekanisme terpenting dalam
kardiomioplasti seluler terkait perbaikan fisiologis jantung pasca infark.
Terdapat tiga mekanisme yang menunjukkan aktivitas MSC dalam
regenerasi miokardium. Pertama: transdiferensiasi Akt-MSC sebagai
kardiomiosit, kedua: melalui modulasi proliferasi kardiomiosit dan, ketiga:
melalui perekrutan Cardiac Progenitor Cell (CPC).
Ketiga mekanisme regenerasi miokardium yang diperankan MSC
terkait dengan upregulasi HGF, IGF-1, VEGF, bFGF, dan SDF-1. Terkait
transdiferensiasi, MSC melakukan fusi dengan kardiomiosit dan melepaskan
bFGF dan HGF yang merupakan growth factor spesifik untuk menginisiasi
ekspresi fenotip kardiomiosit. Mekanisme ini menggantikan kardiomiosit
yang mengalami nekrosis dan berperan penting dalam mencegah
pembentukan jaringan fibrotik, penipisan dinding ventrikel dan
compensatory hypertrophy miokardium. Efek regenerasi miokardium MSC
telah dapat dideteksi dalam 48 jam.

2. Dalam Plos One Volume 7 Issue 12 pada Desember 2012, dengan judul
jurnal yaitu; Intramyocardial Delivery of Mesenchymal Stem Cell-Seeded
Hydrogel Preserves Cardiac Function and Attenuates Ventricular
Remodeling after MyocardialInfarction yang di tulis oleh Eva Mathieu,
Guillaume Lamirault, Claire Toquet, Pierre Lhommet, Emilie Rederstorff ,
Sophie Sourice, Kevin Biteau, Philippe Hulin, Virginie Forest , Pierre

16
Weiss, Je´roˆme Guicheux, Patricia Lemarchandl. Menerangkan dalam
jurnal bahwa:

Hasil:
Penelitian menunjukkan bahwa viabilitas MSC dipertahankan
sepanjang percobaan, pelacakan MSC di jaringan jantung untuk menentukan
apakah hydrogen si-HPMC memungkinkan sel injeksi dan engraftment pada
jaringan jantung, MSC terdeteksi 24 jam setelah implantasi menggunakan
perlabelan CFSE fluoresensi dan CD90 pada jaringan inang karena
kemungkinan cepat kehilangan fluorisensi dari CFC berlabel CFSE
fluoresensi merah PKH26 digunakan untuk melacak MSC 14 hari setelah
disuntikkan ke jaringan jantung. Evaluasi histology miokardium selama 24
jam setelah injeksi MSC dengan atau tanpa hidrogel menunjukkan bahwa
sebagian besar MSC yang dicangkokkan dilokalisasi di dinding ventrikel
kiri disekitar situs injeksi dan MSC bertahan 14 hari setelah injeksi jaringan
ventrikel kiri. Data menunjukkan bahwa si-HPMC hidrogel mampu
mendukung implantasi dan engraftment MSC di jaringan jantung.
Efek komparatif dari hidrogel, MSC, dan MSC+hidrogel pada fungsi
jantung dan remodeling LV MI , diinduksikan oleh ligasi arteri koroner
LAD pada usia 26 tahun tikus setelah induksi MI, tikus diacak menjadi 4
perlakuan kelompok untuk menerima suntikan intramyocardial, PBS
sebagai kontrol, hidrogel, MSC dan MSC+hidrogel. Hasilnya menunjukkan
adanya peningkatan. yang signifikan pada bekas luka relatif ketebalan
kelompok hidrogel, MSC dan MSC+hidrogel sebagai dibandingkan dengan
kelompok PBS. Indeks ekspansi infrak dihitung dengan menggunakan
ukuran MI dan keretakan bekas luka relative parameter. Indeks ini secara
signifikan dikurangi dengan suntikan hidrogel, MSC dan MSC-hidrogel
dibandingkan untuk injeksi PBS.

Pembahasan:
Pada saat hamil batang rekayasa jaringan berbasis sel, hidrogel ideal
biokompatibel dengan MSC dan jaringan jantung seharusnya juga bisa

17
disuntikkan kedalam miokardium untuk memberikan keuntungan
pengiriman minim invasif yang bertujuan untuk penggeledahan selulosa
unggas hydrogel dengan MSC dapat dipertahankan fungsi jantung dan
melupakan remodeling LV pada tikus model MI.
Secara logis dimulainya in vivo percobaan untuk mengetahui efek
menguntungkan dari suntikan hidrogel saja, MSC sendiri atau MSC-seeded
hidrogel, di parameter jantung tikus yang mengalami infrak yang dimana
dilihat disfungsi LV dan renovasi setelah MI yang digunakan sebagai
penentu utama transisi kegagalan jantung dan kematian jantung.
Injeksi hidrogel si-HPMC sendiri mempengaruhi fungsi LV terutama
selama 4 minggu pertama setelah MI, dengan penurunan yang progresif
setelah dilakukan injeksi. Injeksi hidrogel disarankan untuk
mempertahankan jangka pendek fungsi jantung akan tetapi mungkin tidak
cukup untuk mencegah jangka panjang gagal jantung.

BAB III

ANALISIS KELOMPOK

3.1. Pembahasan
Seperti yang dituliskan oleh I Gede Yuhana Dharma Sasmita dalam
jurnalnya pada tahun 2016, dengan menunjukan hasil yang positif dimana

18
transplantasi MSC (Masenkimal Stem Cell), dimana masenkimal stem cell ini
merupakan bagaian dari salah satu stem cell dewasa yang mampu berdifrensiasi
menjadi osteosit, kardiosit, adiposit. MSC yang ditransplantasikan pada hewan
model mengalami perbaikan dan peningkatan kapasitas fungsional jantung,
peingkatan hemodinaikapasca IM (Infark Miokard) dan penurunan relaksasi
diastolik pada ventrikel sinistra yang bermakna, peningkatan relaksasi diastolik dan
penurunan stres dinding ventrikel.
Hasil yang telah didapatkan memberikan harapan baru pada para penderita
penyakit degeneratif. Ternyata dengan terapi stem cell memberikan hasil yang baik
sebagaimana yang telah dituliskan dalam buku “stem cell; dasar teori & aplikasi
klinis” oleh dr. Denny Halim dkk, menuliskan dalam bukunya penelitian yang telah
terbukti langung pada manusia penelitian itu ditemukan pada tahun 2004 yang
diberitakan langsung oleh Schachinger dkk hasil transplantasi stem cell pada pasien
penderita infark miokard akut. Sumber stem cell yang diambil/digunakan yaitu
sumsum tulang dan darah tepi penderita infark miokard, dengan hasil yang
menunjukan fraksi ejeksi ventrikel kiri pasien infark miokar akut meningkat secara
signifikan pascatransplantasi stem cell.
I Gede Yuhana Dharma Sasmita juga membahas aplikasi G-CSF
(Granulocyte-Colony Stimulating Factor) via makrochip. G-CSF merupakan
sebagai modulator bagi MSC yan dalam kardiomioplasti seluler mencakup
mobilisasi dan homing MSC. Dalam hal ini banyak dunia kesehatan melakukan
berbagai cara untuk melakukan transplantsi stem cell. Ada yang mengatakan
metode aplikasi intravena lebih efektif karena dapat mencapai jaringan dan
pembuluh disekitar infark miokard. Namun dalam jurnalnya I Gede Yuhana
Dharma Sasmita memberitakan hasil kontruksi komparteman microchip yang
berupa silikon dilapisi dengan membran pelapis obat, G-CSF yang berfungsi
sebagai modulator dari MSC dimasukan kedalam microchip yang dikemas dalam
bentuk kapsul, yang kemudian diimplementasikan secara subkutan.
Tujuan dari terapi G-CSF pada traveler pasca IM adalah melakukan
pencegahan komplikasi IM dan meningkatkan kapasitas fungsional jantung
dalam menghadapi risiko selama traveler. Telah didapatkan hasil
menjanjikan seperti yang dituliskan diawal dengan hewan model sebagai uji
cobanya. Namun tak selamanya selalu unggun dalam usaha pasti ada
kekurangannya, kekurangan dari tecnologi microchip memiliki keterbatasan

19
struktural dalam melakukan transfer substansi terapi dosis tinggi. Dengan
demikian di perlukan penelitian lebih lagi mengenai hal tersebut.
Seperti halnya juga yang telah dituliskan dalam jurnal oleh Eva
Mathieu1 dkk pada tahun 2012, menunjukan beberapa hal yang menunjukan
keterkaitan stem cell terhadap infark miokard dengan penggunaan
biomaterial sebagai wahana dalam penyampaian sel reparatif yang
digunakan dalam memperbaiki khasiat terapi sel induk yang beroperasi
untuk infrak miokard. Di dalam penelitian ini di antara biomaterial yang
telah dipertimbangkan untuk jaringan teknik dan pengobatan peneliti lebih
memilih menggunakan hidrogel karena mempunyai sifat injectability dan
cross-linking. Hidrogel si-HPMC mampunyai karakteristik dan sifat reologi
larutan dimana si-HPMC dicampurkan dengan asam buffer yang diukur
sehingga menghasilkan HPMC hidrogel dimana hidrogel ini mempunyai ph
7,4.
Penginduksian peningkatan remodeling LV, ditandai dengan
peningkatan dimensi ruang LV yang menyebabkan penurunan LVFS dan
LVEF. Dibandingkan dengan kelompok PBS, injeksi hidrogel, MSC atau
MSC+hidrogel secara signifikan mengurangi peningkatan MI yang
diinduksikan pada LV end-systolic diameter berakhir pada periode analisis
dan mempertahankan akhir diastolik LV, dibandingkan kelompok PBS,
namun tidak memperbaiki LV. Kekurangan dari jurnal ini adalah di mana
peneliti masih memerlukan pemahaman tentang efek penyebaran dan
kekakuan polimer terhadap infrak perluasan dan kemerosotan yang terjadi
pada fungsi jantung

3.2. Kesimpulan
Dari beberapa jurnal yang telah dibaca oleh kelompok ternyata
memang stem cell itu memiliki dampak yang cukup baik bagi penderita
penyakit degeneratif, sehingga banyak yag mengatakan dengan adanya stem
cell memberikan harapan baru bagi para penderita penyakit degeneratif
tersebut. Telah banyak dilakukan penelitian terkait stem cell terhadap
penyakit degeneratif, seperti yang telah dituliskan dalam buku “stem cell;

20
dasar teori & aplikasi klinis” oleh dr. Denny Halim dkk, didapatkan sebuah
hasil dari penelitian yang dituliskan dalam buku tersebut bahwa enjeksi
ventrikel kiri pasien infark miokard akut meningkat secara signifikan
pascatransplantasi stem cell, tentu percobaan ini dilakukan langung pada
manusia.
Tentu dengan adanya pembuktian seperti yang telah dituliskan diatas
mengenai stem cell ini begitu pula mengenai perkembagan penelitiannya
yang selelu menjadi topik oleh para peneliti. Pasalnya masih banyak hal
yang harus diteliti lebih lanjut oleh para peneliti mengenai stem cell baik
dalam segi jenis stem cell maupun tatacara pengaplikasiannya yang banyak
menjadi perhatian bagi para peneliti. Seperti yang ditulis dalam jurnal
Potensi Aplikasi Granulocyte-Colony Stimulating Factor Via Microchip
Subkutan Sebagai Terapi Preventif Pada Traveler Pasca Infark Miokardium
yang di tulis oleh I Gede Yuhana Dharma Sasmita pada tahun 2016, dalam
jurnalnya ia ingin menlihat keefektifan via microchip yang berupa silikon
yang dibut merupai kapsul dengan memasukan G-CSF yang berfungsi sebagai
modulator dari MSC.
Dalam hal ini tentu tak semuanya menjadi hal yang ungul, dilihat dari cara
tersebut ternyata via microchip mempuyai beberapa keterbatasan struktural dalam
melakukan transfer substansi terapi dosis tinggi. Sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut.
Stem cell ini tentuh masih menjadi trend itulah alasan kenapa
kelompok mengangkat stem cell sebagai trend dan issue dalam makalah ini.
Hal ini dapat dibuktikan dari lamanya penelitian yang terus berkembang.
Para peneliti telah mengetahui mengenai stem cell ini dan mulai tertarik
untuk melakukan penelitian sejak tahun 1950-an dan hingga saat ini pada
tahun 2017 masih ada penelitian yang muncul mengenai keterkaitan stem
cell bagai penderita penyakit degeneratif. Hal seperti ini dikarenakan banyak
penelitian yang masih harus ditelusuri lagi mengenai perkembagannya
untuk melakukan transplantasi pada penderita penyakit degeneratif.
Berhubugan dengan inilah para peneliti masih banyak membicarakan
mengenai stem cell.

21
DAFTAR PUSTAKA

Delima, Mihardja, L., & Siswono, H. (2009). Prevalensi Dan Faktor Determinan
Penyakit Jantung Di Indonesia. Bul. Penelit. Kesehat., Vol. 37, No. 3 , 142-
159.
Susilo, C. (2015). Identifikasi Faktor Usia, Jenis Kelamin Dengan Luas Infark
Miokard Pada Penyakit Jantung Koroner (Pjk) Di Ruang Iccu Rsd Dr.
Soebandi Jember. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol. 6 , No. 1 ,
1-7.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: deepublish.
Panjaitan, H. P., Billy, M., & Kevin, J. (2015). Cardiostem: Inovasi Aminotic
Fluid Stem Cell Termodifikasi Gen Vegf (Vascular Endothelial Growth
Factor) Dengan Carrier Chitosan Hydrogel Sebagai Terapi Regeneratif
Infark Miokard. Essence of scientific medical journal, Vol. 12, No. 1 , 8-18.
Amin, H. Z. (2013). Terapi Stem cell untuk Infark Miokard Akut. eJKI Vol. 1, No.
2, , 156-164.

22
Prasetyo, R. D., Syafri, M., & Efrida. (2014). Gambaran Kadar Troponin T dan
Creatinin Kinase Myokaardial Band Pada Infrak Miokard Akut. Jurnal
Kesehatan Andalas 3(3) , 445-449.
Utami, M. R., & Gugun, A. M. (2012). Hubungan Angka Neutropil dengan
Mortalitas Miokard Akut. Mutiara Medika 12(1) , 1-5.
Sasmita, I. G. (2016). Potensi Aplikasi Granulocyte-Colony Stimulating Factor
Via Microchip Subkutan Sebagai Terapi Preventif Pada Traveler Pasca
Infark Miokardium. E-Jurnal Medika, Vol. 5 No.4 , 1-14.
Alwi, I. (2012). Perkembagan Terapi Sel Punca (Stem Cell) Pada Penyakit
Jantung: Masa Kini Dan Harapan Masa Depan. Medical Hospital, Vol. 1 No.
2 , 71-79.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Aisyah. (2017). Mampukah Sel Punca Digunakan Untuk terapi Gagal Jantung.
Surat Kabar Kedokteran Dan Kesehatan Nasional Sejak Tahun 1970, No 5.
XLVIII .
Halim, D., Sandra, F., Beodiono, A., Djuwantono, T., & Setiawan, B. (2010).
STEM CELL dasar teori & aplikasi Klinis. Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Mathieu, E., Lamirault, G., Toquet, C., Lhommet, P., Rederstorff, E., Sourice, S.,
et al. (2012). Intramyocardial Delivery of Mesenchymal Stem Cell-Seeded
Hydrogel Preserves Cardiac Function and Attenuates Ventricular
Remodeling after Myocardial Infarcation. Pols One Optimizing Cell
Transplantation for Cardiac Repair Vol, 7 Issue 12 , 1-12.

23

Anda mungkin juga menyukai