Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)”


DI RUANG ICU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SALATIGA

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep.

Disusun Oleh :

LULU SWASTIKA

NIM 20101440118042

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2020/2021
ST ELEVASI MIOKARD INFARK

A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi
pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah
koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-
benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen
dan mati. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat
inap terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI)
merupakan bagian dari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka
pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi
STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2006).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H
Gray,dkk,2005,136).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard
diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard karena
ketidakadekuatan aliran darah (Carpenito, 2008).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung
yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih
arteri koroner (Doengos, 2003).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang
irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium
(Price &Wilson, 2006).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali
sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah
otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua
kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-
elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari
arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi
seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian
dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,
sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

B. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab : (corwin, J Elisabeth 2009)
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
1) Factor pembuluh darah :
a) Aterosklerosis
b) Spasme
c) Arteritis
2) Factor sirkulasi :
a) Hipotensi
b) Stenosis aorta
c) Infisiensi
3) Factor darah :
a) Anemia
b) Hipoksemia
c) Polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat


1) Aktivitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertioidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropimiocard
3) Hypertensi diatolic
2. Factor predisposisi
a. Factor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Factor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
a) Hiperlipidemia
b) Hipertensi
c) Merokok
d) Diabetes
e) Obesitas
f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor :
a) Inaktivitas fisik
b) Pola kepribadian emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
c) Stress psikologis berlebihan.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Klinis
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama. Nyeri merupakan manifestasi yang paling
umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri
yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan
dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau
seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama
dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat
istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa
dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan
menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi
pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering
disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan
ansietas (Fauci, et al., 2007).
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)
2. Laboratotium
a. Pemeriksaan Enzim jantung
1) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
2) CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam
dan kembali normal pada 48-72 jam
3) LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat
dalam 24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
4) AST (/SGOT : Meningkat)
b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang
Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak
diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang
beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T akan kembali
normal hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya
plak menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus
dan akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan
vasospasm. Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial
maupun total, yang berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh
darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible
tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan
miokardium dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium,
diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat
irreversible. Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami
kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi
dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri,
berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi
juga lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga
dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial,
infark intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark
transmural meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark
miokard memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi
daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-
masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati,
dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukkan
beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut
yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2007)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik menghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan
menjauh dari jaringan iskemik, dan bisamengubah segmen ST
menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati tidak
mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,
mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan
penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q
terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara
elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard,
elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam
atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali
normal.
2. Enzim jantung
a. Peningkatan kadar kreatinin kinase miokard (CK-MB).
Peningkatan ini terjadi dalam 3-12 jam dari onset nyeri dada dan
mencapai puncaknya dalam 24 jam.
b. Peningkatan kadar Troponin jantung (Troponin-T dan Troponin-I).
Peningkatan terjadi dalam 3-12 jam dari onset nyeri dada dan
mencapai puncaknya dalam 24-48 jam.
c. Peningkatan kadar LDH dalam 12-24 jam, memuncak dalam 12-48
jam, dan memakan waktu yang lama untuk kembali normal.
d. AST ( aspartat amonitransferase ) meningkat terjadi dalam 6-12
jam, memuncak dalam 24 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
3. Test darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
a. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam
kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi
sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik
dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih
kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T. Seperti
yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH
selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot
skeletal.
b. Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling
spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah
terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi
dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial enzim jantung
diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika
nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
4. Oronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x
pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan
untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter
memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan
bagian dari angiografi koroner Zat kontras yang terlihat melalui sinar x
diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu
memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati
pembuluh darah dan jantung Jika ditemukansumbatan, tindakan lain
yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan
aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan
stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap
terbuka.
5. Elektrolit
Ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dankontraktilitas,
misalnya hipikalemi, hiperkalemi.
6. Sel darah putih
Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelahIMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
7. Kimia
Mungkin normal, tergangtung abnormalitas fungsi atau perfusiorgan
akut atau kronis.
8. GDA
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut
ataukronis.

9. Kolesterol atau Trigliserida serum


Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab IMA.
10. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung didugaGJK
atau aneurisma ventrikuler.
11. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menetukan dimensi serambi, gerakan katup
ataudinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
12. Pemeriksaan pecitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status
selmiocardia missal lokasi tau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel eskemi di sekitar area nekrotik.
13. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi daerah penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
14. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu
dilakukan pada fase IMA kecuali mendekati bedah jantung atau
angioplasty atau energensi.
15. Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menetukan respon kardivaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan

F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai
STEMI :
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
b. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
c. Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
d. Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri
dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat
di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Hospital/ Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera
mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan
secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan
dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah
baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri
merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah
mencapai keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk
mengurangi beben kerja jantung membatasi luas kerusaka.
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa
awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu,
pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama
12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien
harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan
menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis
dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat
hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di
ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara
bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus
sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,
pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus
mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat
harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus
tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan
jika pasien mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan
kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah
koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG
IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan
tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI.
Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang
perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin
juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.

d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan
ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali
menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan
kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan
terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak
miokard dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan
pada umumnya mendahulukan berkembangnya gagal jantung secara
klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah
infak ventrikel kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal
dari ekspansi infak antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya terjadinya penampungan segment non infak
mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan dan elegasi zona
infak. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
ditentukan dengan ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar
paska infak pada afeks pentrikel kiri yang menyebabkan penurunan
hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator yang
lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.

2. Gangguan hemodinamik/ Pump Failure


Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada STEMI.
Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan
rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti
vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi,
asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan
fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan
tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami
kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan
menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika
dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.
Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak
dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke
dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua
akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti
pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga
terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative
tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh
darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung.
Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan,
agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama
keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon,
pendidikan, dan pekerjaan.
b. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
c. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau
nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan
menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh
rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala
nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi
dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
6) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah
tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang
biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan
alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
7) Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta
bila ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
8) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola
hidup menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia,
dispnea pada istirahat/kerja.
9) Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
jantung koroner, masalah TD, DM.

Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
 Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
 Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
 Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
 Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
 Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
 Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
 Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan
pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit
setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan
kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri
mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan
oliguria
1. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, menentukan intervensi
menyeringai) mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Fokus menyempit nyeri berkurang dengan hangat/ dingin
(penurunan persepsi menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri nyeri: ……...
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan) frekuensi dan tanda penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, nyeri) berkurang dan antisipasi
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
menemui orang lain nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan/atau aktivitas, berkurang pemberian analgesik pertama kali
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam
- Respon autonom (seperti rentang normal
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami
tekanan darah, perubahan gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
b. Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Penurunan curah jantung NOC : NIC :


b/d gangguan irama jantung,  Cardiac Pump Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume, pre load dan effectiveness Catat adanya disritmia jantung
afterload, kontraktilitas  Circulation Status Catat adanya tanda dan gejala
jantung.  Vital Sign Status penurunan cardiac putput

 Tissue perfusion: Monitor status pernafasan yang


DO/DS: perifer menandakan gagal jantung
- Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan Monitor balance cairan
bradikardia selama………penurunan Monitor respon pasien terhadap efek
- Palpitasi, oedem kardiak output klien pengobatan antiaritmia
- Kelelahan teratasi dengan kriteria Atur periode latihan dan istirahat
- Peningkatan/penurunan hasil: untuk menghindari kelelahan
JVP  Tanda Vital dalam Monitor toleransi aktivitas pasien
- Distensi vena jugularis rentang normal Monitor adanya dyspneu, fatigue,
- Kulit dingin dan lembab (Tekanan darah, Nadi, tekipneu dan ortopneu
- Penurunan denyut nadi respirasi) Anjurkan untuk menurunkan stress
perifer  Dapat mentoleransi  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Oliguria, kaplari refill aktivitas, tidak ada  Monitor VS saat pasien berbaring,
lambat kelelahan duduk, atau berdiri
- Nafas pendek/ sesak nafas  Tidak ada edema paru,  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
- Perubahan warna kulit perifer, dan tidak ada bandingkan
- Batuk, bunyi jantung asites  Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
S3/S4  Tidak ada penurunan selama, dan setelah aktivitas
- Kecemasan kesadaran  Monitor jumlah, bunyi dan irama

 AGD dalam batas jantung


 Monitor frekuensi dan irama
normal pernapasan
 Tidak ada distensi  Monitor pola pernapasan abnormal
vena leher  Monitor suhu, warna, dan kelembaban
 Warna kulit normal kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi
stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan
c. Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien
 Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
imobilisasi  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang
 Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan keperawatan selama ….  Monitor nutrisi dan sumber energi
antara suplei oksigen Pasien bertoleransi terhadap yang adekuat
dengan kebutuhan aktivitas dengan Kriteria  Monitor pasien akan adanya
Gaya hidup yang Hasil : kelelahan fisik dan emosi secara
dipertahankan.  Berpartisipasi dalam berlebihan
DS: aktivitas fisik tanpa  Monitor respon kardivaskuler
 Melaporkan secara disertai peningkatan terhadap aktivitas (takikardi,
verbal adanya kelelahan tekanan darah, nadi dan disritmia, sesak nafas, diaporesis,
atau kelemahan. RR pucat, perubahan hemodinamik)
 Adanya dyspneu atau  Mampu melakukan  Monitor pola tidur dan lamanya

ketidaknyamanan saat aktivitas sehari hari tidur/istirahat pasien


beraktivitas. (ADLs) secara mandiri  Kolaborasikan dengan Tenaga
DO :  Keseimbangan aktivitas Rehabilitasi Medik dalam
dan istirahat merencanakan progran terapi yang
 Respon abnormal dari tepat.
tekanan darah atau nadi  Bantu klien untuk mengidentifikasi
terhadap aktifitas aktivitas yang mampu dilakukan
 Perubahan ECG :  Bantu untuk memilih aktivitas
aritmia, iskemia konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
d. Gangguan pertukaran Gas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
è ketidakseimbangan perfusi exchange ventilasi
ventilasi  Keseimbangan asam  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran Basa, Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler-alveolar  Respiratory Status :  Keluarkan sekret dengan batuk atau
DS: ventilation suction
è sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status  Auskultasi suara nafas, catat adanya
è Dyspnoe Setelah dilakukan suara tambahan
è Gangguan penglihatan tindakan keperawatan
 Berikan bronkodilator ;
DO: selama …. Gangguan
-………………….
è Penurunan CO2 pertukaran pasien teratasi
-………………….
è Takikardi dengan kriteria hasi:
 Barikan pelembab udara
è Hiperkapnia  Mendemonstrasikan
 Atur intake untuk cairan
è Keletihan peningkatan ventilasi
mengoptimalkan keseimbangan.
è Iritabilitas dan oksigenasi yang
 Monitor respirasi dan status O2
è Hypoxia adekuat
 Catat pergerakan dada,amati
è kebingungan  Memelihara kebersihan
kesimetrisan, penggunaan otot
è sianosis paru paru dan bebas
tambahan, retraksi otot supraclavicular
è warna kulit abnormal dari tanda tanda
dan intercostal
(pucat, kehitaman) distress pernafasan
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
è Hipoksemia  Mendemonstrasikan
 Monitor pola nafas : bradipena,
è hiperkarbia batuk efektif dan suara
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
è AGD abnormal nafas yang bersih, tidak
cheyne stokes, biot
è pH arteri abnormal ada sianosis dan
 Auskultasi suara nafas, catat area
èfrekuensi dan kedalaman dyspneu (mampu
nafas abnormal mengeluarkan sputum, penurunan / tidak adanya ventilasi dan
mampu bernafas suara tambahan
dengan mudah, tidak  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ada pursed lips) ststus mental
 Tanda tanda vital  Observasi sianosis khususnya membran
dalam rentang normal mukosa
 AGD dalam batas  Jelaskan pada pasien dan keluarga
normal tentang persiapan tindakan dan tujuan
 Status neurologis penggunaan alat tambahan (O2,
dalam batas normal Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
e. Kecemasan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kecemasan berhubungan NOC : NIC :


dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
- Koping
Faktor keturunan, Krisis kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan
situasional, Stress,
 Gunakan pendekatan yang
perubahan status kesehatan, selama ……………klien
menenangkan
ancaman kematian, kecemasan teratasi dgn
 Nyatakan dengan jelas harapan
perubahan konsep diri, kriteria hasil:
terhadap pelaku pasien
 Klien mampu
kurang pengetahuan dan
 Jelaskan semua prosedur dan apa
mengidentifikasi dan
hospitalisasi
yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan
gejala cemas  Temani pasien untuk memberikan
DO/DS:  Mengidentifikasi, keamanan dan mengurangi takut

mengungkapkan dan  Berikan informasi faktual mengenai


- Insomnia
menunjukkan tehnik diagnosis, tindakan prognosis
- Kontak mata kurang
untuk mengontol  Libatkan keluarga untuk
- Kurang istirahat
cemas mendampingi klien
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas  Vital sign dalam batas  Instruksikan pada pasien untuk

- Takut normal menggunakan tehnik relaksasi

- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh perhatian

- Penurunan TD dan denyut wajah, bahasa tubuh  Identifikasi tingkat kecemasan

nadi dan tingkat aktivitas  Bantu pasien mengenal situasi yang


- Diare, mual, kelelahan menunjukkan menimbulkan kecemasan
- Gangguan tidur berkurangnya  Dorong pasien untuk
- Gemetar kecemasan mengungkapkan perasaan, ketakutan,
- Anoreksia, mulut kering persepsi
- Peningkatan TD, denyut  Kelola pemberian obat anti
nadi, RR cemas:........
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J Elisabeth.2009. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : EGC


Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU.
Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc.

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi
Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.


Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai