Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : SINDROM KORONER AKUT

DISUSUN OLEH :

EDI SUSANTO (J.0105.19.118)

NENDEN DEWI MARINI (J.0105.19.088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BUDI LUHUR CIMAHI

2019/2020
1. DEFINISI

Andra (2006) dalam Deni 2015 mengatakan Sindrom Koroner Akut

(SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.

Wasid (2007) SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak

Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q)

dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan

ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur

plak aterosklerosis yang tak stabil.

Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk

menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom

coroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit

coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi

ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark

atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut

merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak

di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

iskemia miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium

berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada electrocardiogram (EKG) dan

perubahan biomarker jantung (Kumar&cannon, 2009).


2. ETIOLOGI

Rilantono (1996) dalam Deni (2015) mengatakan sumber masalah

sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung

(vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:

1) Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat

konsumsi kolesterol tinggi.

2) Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

3) Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang

terus menerus.

4) Infeksi pada pembuluh darah.

a. Faktor penyebab

a) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :

 Faktor pembuluh darah :

a) Aterosklerosis.

b) Spasme

c) Arteritis

 Faktor sirkulasi :

a) Hipotensi

b) Stenosis aorta

c) Insufisiensi
 Faktor darah :

a) Anemia

b) Hipoksemia

c) Polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat :

a) Aktifitas berlebihan

b) Emosi

c) Makan terlalu banyak

d) Hypertiroidisme

c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

a) Kerusakan miocard

b) Hypertropi miocard

c) Hypertensi diastolik

b. Faktor predisposisi

Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :

a) Usia > 40 tahun

b) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada

wanita meningkat setelah menopause

c) Hereditas

d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.


c. Faktor resiko yang dapat diubah :

a) Mayor :

 Hiperlipidemia

 Hipertensi

 Merokok

 Diabetes

 Obesitas

 Diet tinggi lemak jenuh, kalori

b) Minor:

 Inaktifitas fisik

 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).

 Stress psikologis berlebihan.

3. MANIFESTASI KLINIS

1) Nyeri :

a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-

menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah

dan abdomen bagian atas.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak

tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke

bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan

emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang

dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,

pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat

karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu

neuroreseptor.

2) Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri

epigastrik.

3) Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi,

dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

4. PATOFISIOLOGI

Rilantono (1996) dalam Deni (2015) mengatakan SKA dimulai dengan

adanya ruptur plak arter koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,

pembentukan trombus, serta aliran darah coroner yang mendadak

berkurang.Hal ini terjadi pada pla coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap

yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’.

Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan
dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan

faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang

banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan

pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosi

akut’.Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,

proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis

tersebut.Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak

melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel

endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga

menyebabkan ruptur plak.

Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP

merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai

nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun

troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang

memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika

mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan

sebelum terjadinya plak).Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya

inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine

oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini

dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis,

perokok, hipertensi, dan gagal jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang

terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya


lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan

aktivator NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding

pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte

chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis

yang esensial.

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat

disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan

disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,

tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit

oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel

otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan

sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat

agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner,

menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti

secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang

ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal,

yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi

pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya

Sindrom coroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan,

yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi,

terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari

suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan

peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi


debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran coroner

juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai

pencegahan dan terapi.

PATHWAY
Faktor resiko Penyempitan lumen arteri, rupture plak,
aterosklerosis thrombosis, dan spasme arteri.

Penururnan aliran darah arteri koroner

Metabolisme anaerob Gangguan suplai oksigen miokard

Produksi asam laktat Iskemia Miokardium

Nyeri akut Iskemia > 30 menit

Kerusakan otot miokardium

Gambaran ST
depresi dan Elevasi

Infark miokardium

Fungsi ventrikel kiri dan


Penurunan curah gangguan kontraktilitas:
jantung daya kontraksi , curah
jantung , perubahan daya
kembang dan gerakan
dinding ventrikel

Tekanan ventrikel kiri


Pola nafas tidak
Kongestif pulmonal
efektif

Tekanan hidrostatik melebihi


tekanan osmotik
Pengembangan
paru tidak
Edema paru optimal
5. PENGKAJIAN

A. WAWANCARA

a. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin (umumnya jenis

kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun), alamat, agama, suku bangsa,

status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.

b. Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,hubungan

dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

B. KELUHAN UTAMA

Nyeri dada

C. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU

DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress, dan Riwayat

penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi)

D. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat ,  terasa panas, di dada retro

sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-

10), nyeri berlangsung ± 10 menit

E. PENGKAJIAN (PRIMERY SURVEY DAN SEKUNDER SURVEY) DAN

HEAD TO TOO

1.  PRIMERY SURVEY
C.  Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun

A.  Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau krekles

B.  Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas

2.  SEKUNDER SURVEY

1) Aktivitas

 Gejala

 Kelemahan,

 Kelelahan

 Tidak dapat tidur.

 Pola hidup menetap


 Jadwal olah raga tidak teratur

 Tanda

 Takikardi

 Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2) Sirkulasi

 Gejala :

 Riwayat IMA sebelumnya

 Penyakit arteri coroner

 Masalah tekanan darah

 Diabetes mellitus.

 Tanda :

 TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural

dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri

 Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat

kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur

(disritmia) mungkin terjadi.

 Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin

menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau

komplain ventrikel.

 Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi

otot papilar

 Friksi ; dicurigai Perikarditis

 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur


 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,

edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung

atau ventrikel.

 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran

mukossa atau bibir

3) Integritas ego

 Gejala :

 Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati

 Perasaan ajal sudah dekat

 Marah pada penyakit atau perawatan

 Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.

 Tanda

 Menolak

 Menyangkal

 Cemas

 Kurang kontak mata

 Gelisah

 Marah

 Perilaku menyerang

 Fokus pada diri sendiri

4) Eliminasi

 Tanda :

 Normal
 Bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan

 Gejala :

 Mual

 Kehilangan nafsu makan

 Bersendawa

 Nyeri ulu hati atau rasa terbakar

 Tanda :

 Penurunan turgor kulit

 Kulit kering/berkeringat.

 Muntah.

 Perubahan berat badan.

6) Higiene

 Gejala dan tanda :

Kesulitan melakukan tugas perawatan

7) Neurosensori

 Gejala :

 Pusing

 Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)

 Tanda :

 Perubahan mental

 Kelemahan

8) Nyeri atau ketidaknyamanan


 Gejala :

 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak

berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat

atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan

viseral).

 Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,

dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu

lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,

punggung, leher.

 Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.

 Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin

pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,

diabetes mellitus , hipertensi, lansia

9) Pernafasan

 Gejala :

 Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat

 Dispnea nocturnal

 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

 Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

 Tanda :

 Peningkatan frekuensi pernafasan

 Nafas sesak / kuat


 Pucat, sianosis

 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

10)Interaksi sosial

 Gejala :

 Kesulitan koping dengan stressor yang ada.

 Tanda :

 Kesulitan istirahat dengan tenang.

3. HEAD TO TOO

 Kepala dan wajah: pucat, bibir sianosis


 Leher : peninggian vena jugularis
 Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada,tanda
kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redupdan pekak
jantung melebar
 Abdomen : Adanya nyeri akan memberikan respon mual dan
muntah, Palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada keempat
kudran, Peningkatan paristaltik usus merupakan tanda kardial pada
IMA, Tympani.
 Pelvis dan Perineum: tidak ditemukan adanya gangguan pada
genetalia dan di organ ini tetap normal
 Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) EKG

a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut,

meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan

terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang


dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm

pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment

elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.

b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada

2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment

depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.

c. Gambaran EKG

 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam

mendiagnosa AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi

mempunyai nilai klinis yang tinggi.

Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen

depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda

hipertropi ventrikel kiri.

 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST

segemen Elevasi,yang pada jam awal masih berupa hiperakut T

(gelombang T tinggi ) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi.

Adanya new RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG

pada infark gelombang Q.

 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG-nya normal

menunjukkan besar kemungkinan nonkardiac pain. Sementara

progonosis dengan perubahan ECG hanya T inverted lebih baik

dari ST segmen depresi yang masuk dalam risiko tinggi.

2) Enzim Jantung, yaitu :


o CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai

puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.

o Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat

dideteksi 4-8 jam pasca infark

o LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya

setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.

3) Elektrolit.

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,

misalnya hipokalemi, hiperkalemi.

4) Sel darah putih

Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah

IMA berhubungan dengan proses inflamasi.

5) Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan

inflamasi

6) AGD

Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau

kronis.

7) Kolesterol atau Trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.

8) Rontgen Dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK

atau aneurisma ventrikuler.


9) Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau

dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

10) Pemeriksaan pencitraan nuklir

 Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard

misal lokasi atau luasnya AMI.

 Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

11) Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan

dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).

12) Angiografi coroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.

Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan

serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur

tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung

angioplasty atau emergensi.

13) Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup

ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark

dan bekuan darah.

14) Tes stress olah raga

Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering


dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase

penyembuhan.

7. PENCEGAHAN

a. Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya secara teratur.

b. Menghentikan kebiasaan merokok.

c. Mengurangi makanan dan minuman yang kaya akan lemak dan gula.

8. PENATALAKSANAAN

A. FARMAKOLOGI

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan

pasien SKA adalah:

1) Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena dapat

membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami

cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan

sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit

secara kanul hidung.

2) Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi.

Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol

spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit

dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200

ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100

mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke


miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan

beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding

ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran

kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi

pertanyaan).

3) Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan

kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan

venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik;

serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga

preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien

tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil

memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi

pernapasan

4) Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner

akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).

Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan

mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut

menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.

5) Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival)

menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%,

sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan

adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14%

menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang


dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik

"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4.

Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang

mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah

pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata

efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan

berulangnya angina pectoris.

6) Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini

menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu

perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara

menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor

platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin

bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan

nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk

prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah

mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent

coroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah

dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama

Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang

baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%

menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–

16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping

netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan


dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu

evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel

sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan

Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih

rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin,

meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan

setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang

membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari

peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet

agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi

dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in

Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa

Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk

pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada

aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner

akut (SKA) meliputi :

1) Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-

preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping

trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT).

Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada

pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet.

Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus,


dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu

4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat

badan < 70 kg.

2) Low Molecular Heparin Weight Heparin( LMWH): Diberikan pada

APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai

kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh

lebih lama; high bioavailability; dose – independent clearance;

mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi

platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von

Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu

pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih

banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek

hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk

dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin.

Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg

intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu

antiXa/kg subkutan selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical

Brochure of Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo).

3) Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran

bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek

antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian

Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS


Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin

dengan Asparin.

4) Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan

pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya

dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila

diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi.

Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan

cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP,

kolagen, dan serotonin. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban,

dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara

peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I

secara intravena jelas menurunkan kejadian coroner dengan

segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak

menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara

invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan

untuk mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar

telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi

dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti

dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi

perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet

(trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut

trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26.

Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi


pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban

dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab

menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi

platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia.

Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab

dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin

dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk

persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS.

5) Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang

berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung trombin.

GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien

APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan

yang bermakna terhadap mortalitas 17,28.

6) Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch

block (LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu

pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus

APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA)

kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior

dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal

pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik

terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri coroner

dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-

PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA.


Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA

plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko

perdarahannya sama saja.

7) Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik

kateterisasi jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan

memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan

atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan

membuka sumbatan pembuluh darah coroner dengan balon dan

lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan demikian aliran

darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi

normal.

B. KEPERAWATAN

1) Istirahat yang teratur untuk mengurangi beban kerja jantung

2) Oksigenasi

(Aserias, 2019)

9. ANALISA DATA

NO Data Senjang Etiologi Masalah

1. DS: Faktor resiko Penurunan


Mayor aterosklerrosis curah jantung
 Palpitasi ↓
Minor Penyempitan
 (-) lumen arteri
rupture plak
DO: thrombosis dan
Mayor spasme arteri
 Takikardia ↓
 Gambaran ekg aritmia atau Penurunan
aliran darah
gangguan konduksi coroner
Minor ↓
 Gelisah Gangguan
suplai oksigen
miokard

Iskemia
miokardium

Iskemia >30
menit

Kerusakan otot
miokardium

Gambaran ST
depresi dan
elevasi

Infark
miokardium

Perubahan
gaya kembang
dan gerakan
dinding
ventrikel

Penurunan
curah jantung

2. DS: Faktor resiko Nyeri akut


Mayor aterosklerrosis
 Mengeluh nyeri ↓
Minor Penyempitan
 (-) lumen arteri
rupture plak
DO: thrombosis dan
Mayor spasme arteri
 Tampak meringis ↓
 Bersikap protektif (mis: Penurunan
mengindari nyeri) aliran darah
 Gelisah coroner
 Sulit tidur ↓
Gangguan
suplai oksigen
Minor miokard
 Pola napas berubah ↓
 Berfokus pada diri sendiri Metabolism
 Diaforesis anaerob

Produksi asam
laktat

Nyeri akut

3. DS: Tekanan Pola napas


Mayor ventrikel kiri tidak efektif
 Dispneu ↓
Kongestif
Minor pulmonal
 Ortopneu ↓
Tekanan
DO: hidrostatik
Mayor melebihi
 Penggunaan otot bantu tekanan
pernapasan osmotic
 Fase ekspirasi memanjang ↓
 Pola napas abnormal (mis: Edema paru
takipneu, kussmaul) ↓
Minor Pengembanga
 Pernapasan cuping hidung n paru tidak
optimal
 Tekanan ekspirasi menurun

 Ventilasi semenit menurun
Pola nafas
 Kapasitas vital menurun tidak efektif

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia

miokard)

2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung

3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi


11. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA PERENCANAAN
N
KEPERAWAT TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O
AN
1 Nyeri akut
TUPAN Manajemen nyeri
berhubungan Setelah Tindakan
dengan agen dilakukan 1. Observasi
pencedera tindakan a. Identifikasi a. Perubahan
fisiologis keperawatan lokasi, dalam
(iskemia selama 1x6 jam karakteristik, lokasi/intensitas
miokard) yang nyeri akut durasi, tidak umum
ditandai hilang. frekuensi, dapat
dengan: TUPEN kualitas, menunjukkan
DS: Setelah intensitas nyeri terjadinya
Mayor dilakukan b. Identifikasi komplikasi. Nyeri
 Mengeluh tindakan skala nyeri cenderung
nyeri keperawatan c. Identifikasi menjadi konstan,
Minor selama 30 respons nyeri lebih hebat dan
 (-) menit agen non verbal menyebar ke
pencedera d. Identifikasi atas, nyeri dapat
DO: fisiologis faktor yang lokal bila terjadi
Mayor (iskemia memperberat abses. Sehingga
 Tampak miokard) dan dapat memilih
meringis membaik memperingan intervensi yang
 Bersikap dengan kriteria: nyeri tepat
protektif  Keluhan e. Identifikasi b. Berguna dalam
(mis: nyeri pengetahuan pengawasan
menginda menurun dan keyakinan keefektifan obat
ri nyeri)  Meringis tentang nyeri dan kemajuan
 Gelisah menurun f. Identifikasi penyembuhan
 Sulit tidur  Sikap pengaruh c. Untuk
Minor protektif budaya mengetahui
menurun terhadap tingkat nyeri
 Pola
 Gelisah respon nyeri d. Untuk
napas
menurun g. Identifikasi menghindari
berubah
 Kesulitan pengaruh nyeri terjadinya nyeri
 Berfokus
tidur pada kualitas e. Karena nyeri
pada diri
menurun hidup dapat
sendiri
 Pola napas h. Monitor terapi merupakan
 Diaforesis komplementer faktor utama
membaik
yang sudah yang
 Berfokus
diberikan menghambat
pada diri
kemampuan dan
sendiri
2. Terapeutik keinginan
menurun a. Berikan teknik individu untuk
 Diaforesis nonfarmakolog pulih dari suatu
menurun is untuk penyakit
mengurangi f. Karena
rasa nyeri keyakinan dan
(mis. Terapi nilai-nilai budaya
musik, mempengaruhi
aromaterapi) cara individu
b. Kontrol dalam mengatasi
lingkungan nyeri. Ekspresi
yang nyeri dapat
memperberat dibagi ke dalam
rasa nyeri dua kategori
(mis.kebisinga yaitu tenang dan
n, suhu emosi.
ruangan, Klien tenang
pencahayaan) umumnya akan
c. Fasilitasi diam berkenaan
istirahat dan dengan nyeri,
tidur mereka memiliki
d. Pertimbangkan sikap dapat
jenis dan menahan nyeri
sumber nyeri sedangkan klien
dalam yang emosional
pemilihan akan berekspresi
strategi secara verbal
meredakan dan akan
nyeri menunjukkan
3. Edukasi tingkah laku
a. Jelaskan nyeri dengan
penyebab, merintih dan
periode dan menangis
pemicu nyeri g. Untuk
b. Jelaskan mengetahui
strategi aktivitas apa
meredakan saja yang tidak
nyeri bisa dilakukan
c. Anjurkan klien pada saat
memonitor nyeri
nyeri secara h. Untuk
mandiri mengetahui
d. Anjurkan apakah terapi
menggunakan komplementer
analgetik tersebut efektif
secara tepat atau tidaknya
e. Ajarkan teknik dalam mengatasi
nonfarmakolog nyeri
is untuk
mengurangi
rasa nyeri a. Menghindari
4. Kolaborasi ketergantungan
a. Kolaborasi akan obat
pemberian farmakologis
analgetik, jika b. Lingkungan yang
perlu nyaman akan
meningkatkan
relaksasi pasien
sehingga dapat
menurunkan
rasa nyeri
c. Sebagai salah
satu cara
distraksi
sehingga pasien
terhindar dari
nyeri
d. Untuk
memastikan
bahwa nyeri
pasien post
operasi dapat
dibebaskan

a. Agar pasien
mengetahui
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
sehingga pasien
dapat
menghindari hal
tersebut
b. Agar pasien
mengetahui cara
untuk mengatasi
nyeri
c. Agar pasien
dapat langsung
melaporkan
nyeri yang
dirasakan
kepada perawat.
Intervensi dini
pada kontrol
nyeri
memudahkan
pemulihan
otot/jaringan
dengan
menurunkan
tegang otot dan
memperbaiki
sirkulasi
d. Nyeri berat/lama
dapat
meningkatkan
syok dan lebih
sulit hilang,
memerlukan
dosis obat lebih
besar,yang
dapat mendasari
masalah/komplik
asi dan dapat
memperberat
depresi
pernapasan
e. Untuk
menghindari
ketergantungan
terhadap obat
farmakologis

a. Untuk
mengontrol/men
gurangi nyeri
dan
meningkatkan
kerjasama
dengan aturan
terapeutik
2 Penurunan TUPAN Perawatan Jantung
curah jantung Setelah 1. Observasi
berhubungan dilakukan a. Identifikasi a. Manifestasi
dengan tindakan tanda/gejal klinis dari
perubahan keperawatan a primer tamponade
irama jantung selama 1x6 penurunan jantung yang
yang ditandai jamtidak terjadi curah dapat terjadi
dengan: penurunan jantung pada
DS: curah jantung. (meliputi perikarditis bila
Mayor TUPEN dispnea, akumulasi
 Palpitasi Setelah kelelahan, cairan/eksudat
Minor dilakukan edema, dalam kantung
 (-) tindakan ortopnea, perikardia
keperawatan peningkata membatasi
DO: selama 30 n CVP) pengisian dan
Mayor menit irama b. Monitor curah jantung
 Takikardia jantung tekanan b. Pada GJK dini,
 Gambara membaik darah sedang atau
n EKG dengan kriteria: c. Monitor kronis tekanan
aritmia  Palpitasi saturasi darah dapat
atau menurun oksigen meningkat.
gangguan  Takikardia d. Monitor Pada HCF
konduksi menurun keluhan lanjut tubuh
Minor  Gambaran nyeri dada tidak mampu
 (-) EKG e. Monitor lagi
aritmia EKG 12 mengkompens
atau sadapan asi dan
gangguan f. Monitor hipotensi tidak
konduksi aritmia dapat normal
menurun lagi
2. Terapeutik c. Kadar oksigen
a. Posisikan menentukan
pasien tingkat dispnea,
semi fowler dan dispnea
atau fowler merupakan
dengan manifestasui
kaki ke klinis dari GJK
bawah atau d. Nyeri dada
posisi merupakan
nyaman manifestasi
b. Berikan klinis dari GJK
terapi e. Untuk
relaksasi mengetahui
untuk adanya
mengurang gangguan
i stress, aritmia
jika perlu f. Aritmia
merupakan
3. Edukasi manifestasi
a. Anjurkan klinis dari
beraktivitas tamponade
fisik sesuai jantung
toleransi
b. Anjurkan
beraktivitas a. Untuk
fisik secara menurunkan
bertahap beban kerja
jantung,
4. Kolaborasi memaksimalka
a. Kolaborasi n curah jantung
pemberian b. Perilaku yang
antiaritmia, bermanfaat
jika perlu untuk
b. Rujuk ke mengontrol
rehabilitasi ansietas,
jantung meningkatkan
relaksasi,
menurunkan
beban kerja
jantung

a. Untuk
mengurangi
beban kerja
jantung
b. Untuk
mengurangi
beban kerja
jantung

a. Mengurangi
terjadinya
aritmia
sehingga
menghindari
terjadinya
tamponade
jantung
b. Agar
penanganan
lebih tepat dan
cepat

3. Pola napas TUPAN Manajemen jalan a. Berguna dalam


tidak efektif Setelah napas evaluasi derajat
berhubungan dilakukan 1. Observasi distres
dengan tindakan a. Monitor pernapasan
sindrom keperawatan pola napas dan/ atau
hipoventilasi selama 1x6 jam b. Monitor kronisnya
yang ditandai pola napas bunyi proses penyakit
dengan: efektif. napas b. Pernapasan
DS: TUPEN tambahan bising, ronkhi
Mayor Setelah dan mengi
 Dispneu dilakukan 2. Terapeutik menunjukkan
Minor tindakan a. Posisikan tertahannya
 Ortopneu keperawatan semi fowler sekret dan/atau
selama 30 obstruksi jalan
DO: menit sindroma napas
Mayor hipoventilasi
 Pengguna membaik a. Posisi
an otot dengan kriteria: membantu
bantu memaksimalka
pernapasa  Dispneu n ekspansi
n menurun paru dan
 Fase  Ortopneu menurunkan
ekspirasi menurun upaya
memanjan  Penggunaa pernapasan.
g n otot Ventilasi
 Pola bantu maksimal
napas pernapasa membuka area
abnormal n menurun atelektasis dan
(mis:  Pemanjang meningkatkan
takipneu, an fase gerakan sekret
kussmaul) ekspirasi ke dalan jalan
Minor menurun napas besar
 Pernapas  Pernapasa untuk
an cuping n cuping dikeluarkan
hidung hidung Pemantauan
menurun respirasi a. Berguna dalam
 Tekanan
 Tekanan 1. Observasi evaluasi derajat
ekspirasi
ekspirasi a. Monitor distres
menurun
menurun frekuensi, pernapasan
 Ventilasi
 Frekuensi irama, dan/atau
semenit
napas kedalaman kronisnya
menurun
membaik dan upaya proses penyakit
 Kapasitas napas b. Berguna dalam
vital  Ventilasi
semenit b. Monitor evaluasi derajat
menurun pola napas distress
meningkat
 Kapasitas c. Auskultasi pernapasan
vital bunyi dan atau
meningkat napas kronisnya
proses penyakit
2. Terapeutik c. Bunyi napas
a. Atur dapat menurun,
interval tidak sama
pemantaua atau tak ada
n respirasi pada area yang
sesuai sakit. Krekels
kondisi adalah bukti
pasien peningkatan
cairan dalam
3. Edukasi area jaringan
a. Jelaskan sebagai akibat
tujuan dan peningkatan
prosedur permeabilitas
pemantaua membaran
n alveolar-
kapiler. Mengi
adalah bukti
konstiksi
bronkus
dan/atau
penyempitan
jalan napas
sehubungan
dengan
mukus/edema.

a. Agar tindakan
lebih efektif

a. Meningkatkan
kerjasama
dalam prosedur
sehingga
harapan
bersama dapat
tercapai
DAFTAR PUSTAKA

Deni irawan. (2015).


https://www.academia.edu/28597083/ASKEP_SEMINAR_GADAR_KEL.
Diakses tanggal 18 april 2020

Kumar&cannon, 2009 dalam Aserias 2019.


Reposiutery.um-surabaya.ac.id. diakses tanggal 19 april 2020

http://docshare02.docshare.tips/files/27066/270666127.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik edisi 1 cetakan III (revisi). Jakarta Selatan :
DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi

dan Indikator Diagnostik edisi 1 cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik edisi 1 cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai