Anda di halaman 1dari 23

A.

Tinjauan Teori Penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS)


1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan
oleh gangguan aliran darah pembuluh darah koroner jantung secara akut. Umumnya
disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak aterosklerosis
yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu timbulnya gumpalan-gumpalan
dara (trombosis) (Bare & Smeltzer, 2013). Sindrom koroner akut (SKA) adalah
sindrom klinis yang biasanya disebabkan oklusi total atau sebagian dari yang
mendadak pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis (Sungkar, 2017).
2. Etiologi
Kebanyakan kasus sindrom koroner akut ini disebabkan oleh adanya penyempitan
pembuluh darah yang memasok jantung. Hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa
kondisi, diantaranya :
a. Aterosklerosis
Adanya plak yang terbentuk pada dinding dalam arteri dan menyumbat aliran
darah. Pembentukan plak biasanya secara bertahap selama beberapa tahun di
satu tempat atau lebih di arteri koroner (Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Berkurangnya suplai oksigen miokardium
Hal ini bisa terjadi pada keadaan anemia, viskositas darah meningkat, dan
daerah dengan keadaan tekanan udara rendah, yaitu pada dataran tinggi tingkat
oksigen menurun (Nurarif & Kusuma, 2015)
c. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
Hal ini bisa terjadi pada keadaan peningkatan tekanan miokardium (hipertensi,
stenosis aorta) (Nurarif & Kusuma, 2015)
3. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya aterosklerosis (Bare & Smeltzer, 2013),
diantaranya :
a. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Dislipidemia (LDL meningkat, HDL menurun)
2) Hipertensi
3) Diabetes Melitus, sindrom metabolik
4) Diet tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam
5) Merokok
6) Kurang aktivitas fisik
1
7) Stress
b. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Usia Lanjut
2) Jenis kelamin (lebih sering pada pria)
3) Herediter
4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan
biomarka jantung. SKA dibagi menjadi :
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total
arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh
lapisan dinding jantung (Myrtha, 2012)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri
koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi
berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup
parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan
pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB)
menuju ke sirkulasi (Myrtha, 2012)
c. Angina pektoris stabil (APS)
Angina pektoris stabil mempunyai karakteristik tertentu, yaitu nyeri
retrosternal yang lokasi terseringnya di dada, substernal atau sedikit kekiri, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian
ulnar, punggung atau pundak kiri yang terjadi kurang lebih selama 10 menit yang
dipicu oleh aktivitas, stres emosional dan menghilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin. Karakteristik yang terpenting dari APS adalah adanya
perburukan nyeri dada yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan stres
emosional (Sudoyo, B, et all, 2014)
Klasifikasi angina pektoris :
1) Angina atipikal
Memenuhi 3 dari karakteristik nyeri dada :
a) Rasa tidak nyaman di retrosternal yang sesuai dengan karakteristik nyeri
dan lamanya nyeri
b) Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres
2
c) Nyeri berkurang pada saat istirahat dengan atau pemberian nitrat
2) Angina atipikal
Memenuhi dua dari karakteristik diatas
3) Nyeri dada non-kardiak
Memenuhi satu atau tidak memenuhu karakteristik diatas
d. Angina pektoris tidak stabil (APTS)
Angina pektoris tidak stabil didefinisikan sebagai angina pektoris dengan satu
diantara tampilan klinis :
1) Terjadi saat istirahat atau aktivitas minimal dan biasanya berlangsung lebih
dari 20 menit (jika tidak ada penggunaan nitrat atau analgetik)
2) Nyeri hebat dan biasanya nyerinya jelas
3) Biasanya lambat laun bertambah berat
Menurut American Collage of Cardiology (ACC) dan America Heart
Association (AHA) perbedaan angina pektoris tidak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST ialah apakah iskemia yang mucul cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada miokardium. Diagnosis angina tidak stabil bila
pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tidak ada kenaikan troponin
maupun CK-MB, dengan ataupun tanda perubahan EKG untuk iskemia, seperti
adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang
T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada
tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari
NSTEMI (Sudoyo, B, et all, 2014)
5. Patofisiologi
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri
koroner. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada
suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner
menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Myrtha, 2012). Sebagian
bedar SKA adalah menifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang
koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikiti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk trombus yang kaya trombosit. Trombus ini
akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial,
atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh dara koroner yang lebih distal.
Selain itu, terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga
3
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokardium).
Infark miokardium tidak selalu menyebabkan oklusi total pembuluh darah
koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Selain
nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium karena
proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), serta disritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel). Pada sebagian
pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria
epikardial (angina prizmental). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembetukan plak atau restenosis setelah
intervensi koroner perkutan. Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang
telah mempunyai plak aterosklerosis (PERKI, 2018).
Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA, diantaranya ruptur plak
atherosklerotik; aktivasi, agresi, dan adhesi trombosit; aktivasi sekunder sistem
koagulasi plasma; vasokontriksi koroner; ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen (Myrtha, 2012).
Tabel 1. Faktor- faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium :
Penurunan Suplai Oksigen Peningkatan Kebutuhan Oksigen
Berkurangnya aliran oksigen Peningkatan denyut jantung :
a. Stenosis a. Takiaritmia atrium
b. Vasospasme b. Takiaritmia ventrikel
c. Hipotensi Peningkatan wall stress :
d. Takikardi a. Hipertensi
e. Bradikardi b. LVH
f. Hipovolemia c. Stenosis aorta
g. Trombosis koroner
Berkurangnya kandungan oksigen Peningkatan kecepatan metabolisme
dalam darah : jaringan :
a. Anemia a. Demam
b. Hipoksia b. Hipertiroid

6. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa neyri dada tipikal (angina
tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan utama angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrostrernal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten
4
(beberapa menit) atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai
keluhan penyerta seperti diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan
sinkop (PERKI, 2018).
Keluhan angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal. Gangguan pencernaan (indigesti), sesak napas yang tidak
dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal
ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25 – 40 tahun) atau usia lanjut (>75
tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia (PERKI,
2018). Bare & Smeltzer (2013) menyebutkan tanda dan gejala yang dapat ditemukan
pada pasien SKA, diantaranya :
a. Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan, diremas atau rasa penuh
b. Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak nyaman di kedua
lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c. Sesak nafas
d. Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing
7. Penatalaksanaan Medik
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan
mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-masa kritis pada penderita infark
adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana komplikasi gangguan listrik jantung
yang fatal VT-VF merupakan hal yang paling sering sebagai penyebab suddent death
(Sungkar, 2017).
Tatalaksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan
napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya.
Semua pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus dipantau dengan
pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan
resusitasi dan defibrilasi (Bare & Smeltzer, 2013)
a. Oksigen
Oksigen bersifat vasoaktif sehingga hanya diberikan apabila ada indikasi.
Pemberian oksigen bila terjadi penurunan saturasi oksigen arteri dan
dipertahankan pada kadar saturasi 93-96%. Pemberikan oksigen yang berlebihan
dapat menyebabkan hiperoksemia sehingga dapat terjadi vasokonstriksi. Hasil
penelitian menunjukkan pemberian oksigen pada pasien STEMI tanpa hipoksia
dapat meningkatkan kerusakan pada miokardium.

5
b. Analgesik
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak
menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik
yang dapat diberikan, diantaranya :
1) Nitrat atau Nitrogliserin
Nitrat, misalnya isosorbide dinitrate, dapat diberikan secara sublingual
apabila tidak ada hipotensi. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg,
sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit. Pemberian nitrat secara intravena
diberikan bolus inisial 12,5-25 mikrogram dan rumatan 5-10 mikrogram per
menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10 mikrogram per menit sesuai kondisi
pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi pemberian nitrat pada pasien yang
menggunakan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya.
2) Morfin
Morfin pada non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) diberikan
1-5 mg melalui intravena. Pemberian dapat diulang 5-30 menit sesuai dengan
kondisi nyeri pasien, namun hati-hati terhapat overdosis yang dapat
menyebabkan depresi pernapasan dan hipotensi. Naloxon 0,4-2,0 mg intravena
diberikan apabila terjadi overdosis morfin. Pemberian morfin pada STEMI
diberikan 2-4 mg secara intravena.
c. Antiplatelet
Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata
laksana sindrom koroner akut.
1) Aspirin
Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah untuk dosis awal. Selanjutnya
diberikan dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.
2) Clopidogrel
Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut
dimulai dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan
75 mg per hari.
d. Penurun Kolesterol
Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan
metabolisme seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana
dengan pemberian obat penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan HMG

6
co-A reductase inhibitor. Sediaan yang banyak tersedia adalah simvastatin 40 mg
per hari atau atorvastatin 10-20 mg per hari.
e. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi pada SKA terdiri dari terapi fibrinolitik dan intervensi
koroner perkutan (PCI), merupakan hal penting dalam tatalaksana STEMI. Sampai
saat ini belum ada terapi tertentu yang efektif untuk semua pasien dan kondisinya.
Pada pasien SKA dengan elevasi segmen ST di UGD atau ICCU dengan onset
klinis nyeri dada < 12 jam harus secepatnya dilakukan pemilihan dan penentuan
terapi reperfusi fibrinolitik atau intervensi koroner perkutan (PCI). Waktu dan
pemberian terapi reperfusi yang tepat sangat penting. Idealnya waktu yang
dibutuhkan dari pasien masuk ruang gawat darurat sampai mulainya terapi
fibrinolitik (door-to-needle time) adalah 30 menit, sedangkan untuk PCI adalah 90
menit.
Selama terapi fibrinolitik dilakukan pemantauan terhadap irama jantung,
tekanan darah, dan kesadaran pasien. Selama pemberian terapi fibrinolitik
diberikan tidak jarang terjadi komplikasi aritmia, hipotensi atau edema paru,
maupun alergi. Komplikasi ini harus ditangani bersamaan dengan fibrinolitik.
Terapi fibrinolitik dilanjutkan dengan pemberian antitrombin/antikoagulan sebagai
ko-terapi. Indikasi keberhasilan terapi fibrinolitik, diantaranya :
1) Berkurangnya rasa nyeri dada
2) Evolusi atau perubahan EKG berupa kembalinya elevasi segmen ST ke garis
isoelektrik atau menurunnya elevasi ST > 50 % pada sadapan yang paling
jelas terlihat setelah 90 menit dimulainya terapi fibrinolitik
3) Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak
4) Timbulnya aritmia reperfusi bukan indikator yang baik untuk keberhasilan
reperfusi.
8. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
a. Diet Jantung
Tujuan diet, diantaranya Memberikan makanan secukupnya tanpa
membebankan kerja jantung, menurunkan berat badan, bila mempunyai berat
badan berlebih, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air
(Almatsier, 2010)
Macam-macam diet jantung :

7
1) Diet jantung I
Diberikan kepada pasien jantung akut, seperti Myocardium Infant (MCI)
atau dekompensasi kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5L cairan/hr
selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat
rendah energy dan semua zat gizi. Sehingga sebaiknya hanya diberikan selama
1-3 hari.
2) Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
diberikan sebagai pindahan dari diet jantung I, atau setelah fase akut dapat
diatasi. Jika disertai hipertensi dan edema, diberikan diet rendah garam. Diet
ini rendah energy, protein, dkalsium, dan tiamin.
3) Diet Jantung III
Diet jantung III diberikan dalam bentuk maknanan lunak atau biasa. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung II, atau kepada pasien jantung
dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/ edema,
diberikan sebagai diet jantung gaaram rendah. Diet rendah energy dan
kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
4) Diet Jantung IV
Diet jantung IV diberian dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien jantung dengan
keadaan ringan. Jika disetai dengan hipertensi dan/ edema, diberikan sebagai
diet jantung garam rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi lain, kecuali
kalsium
b. Olahraga
Kegiatan aktivivitas fisik dapat memperbaiki tekanan darah, kadar gula
darah dan kolesterol., serta dapat menurunkan berat badan. Gerak fisik yang
dilkukan secara teratur dapat memperbaiki fungsi endotel, yakni sel pelapis
dinding dalam pembuluh darah (Yahya, 2010).
Olahraga, seperti jalan kaki, berlari, bersepda, maupun berenang,
bermanfaat untuk memperbaiki aliran darah koroner, menghambat proses
peradangan di dalam pembuluh darah, dan menjaga agar sel-sel tidak gampang
menggumpal. Untuk pasien penderita jantung, tidak perlu berolahraga seperti atlet,
namun cukup memenuhi criteria FITT, yaitu frekuensi, intensitas, tempo, dan tipe
aktivitas (Yahya, 2010).
8
Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali perminggu. Jadi, tidak perlu
memaksakan diri untuk berolahraga seiap hari. Terlalu sering berolahraga tanpa
jeda, bahkan dapat meningkatkan kecenderungan cedera. Intensitas latihan fisik
akan efektif jika dilakukan dalam kadar sedang.latihan disebut berintensitas
sedang apabila laju jantung berada dalam zona 60-90% denyut nadi maksimal
(DNM). Rumus menghitung DNM adalah 220-umur. Tempo berolahraga paling
tidak selama 20 menit dan tidak perlu lebih dari 1 jam. Seseorang yang
sebelumnya tidak bisa berolahraga, diawali dengan latihan selama 10-15 menit,
lalu tingkatkan secara bertahap tipe aktivitas fisik yang disarankan adalah
kombinasi latihan aerobic dan kalistenik untuk melenturan otot, seperti memutar
lengan, membungkuk, sit up, dan push up. Idealnya, aktivitas olahraga dimulai
dengan fase pemanasan sekitar 3-5 menit yang diikuti 20-60 menit latihan aerobic,
dan diakhiri dengan fase pendinginan selama 3-5 menit (Yahya, 2010).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Anamnesa)
a. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian RPS yang mengandung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST yang meliputi:
1) Provoking Incident
Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan
setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain
Seperti apa nyeri yang dirasakan atau yang digambarkan klien.
Sifat nyeri dapat seperti tertekan , diperas, atau diremas.
3) Region: Rediation, relief
Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan lengan.
4) Saverity (Scale) of Pain
Klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 dan
klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada
9
saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9
(skala 0-10)
5) Time
Sifat mula timbulnya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul
mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan
lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada
waktu istirahat. Nyeri biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung
lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi
dispneu, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung kelengkapan
data kondisi saat ini. Data ini diperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes mellitus, atau
hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti nitrat dan
penghambat beta serta obat-obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu, alergi, obat, dan reaksi
alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek
samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab
kematian. Penyakit jantung iskemik pada orangtua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
e. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Demikian
pula dengan kebiasaan soasial dengan menanyakan kebiasaan dan pola bhidup
misalnya minum alcohol atau obat tertentu, kebiasaan merokok dikaji dengan
menanyakan kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang per hari,
dan jenis rokok.

10
f. Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak perlu
kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Gejala perubahan integritas
ego yang dapat dikaji adalah klien menolak, menyangkal, cemas, kurang
kontak mata, gelisah , marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
2. Pengkajian (Pemeriksaan Fisik)
a. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan, kedaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
kompos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak
napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas
terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini
terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri
pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium
yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
c. B2 (Blood)
1) Inspeksi : inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi
nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri diatas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan lengan.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan
3) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. tidak ditemukan sianosis perifer.
Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan poster tubuh,

11
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respons dari
adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien.
Oleh karena itu, perawat perlu memontor adanya oliguria pada klien dengan
IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristeltik usus yang
merupakan tanda utama IMA.
3. Pengkajian (Pemeriksaan Penunjang)
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Troponin
Troponin adalah protein dalam sel otot yang mengontrol interaksi antara
myosin dan aktin yang terdiri dari tiga subunit: TnC, TnI, dan TnT. Meskipun
subunit ini ditemukan baik di otot rangka / skeletal dan otot jantung namun
bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) di otot jantung secara
struktural unik dan sangat spesifik. Kadar Tropinon I dan Troponin T didalam
serum hampir tidak ada (negatif) pada orang sehat sehingga terdeteksinya atau
peningkatan yang sedikit saja dapat digunakan sebagai penanda yang sensitif
dan kuat dalam terjadinya kerusakan miosit. Sebagai catatan bahwa troponin
jantung dapat dideteksi dalam jumlah kecil dalam serum pada kondisi-kondisi
lain yang menyebabkan regangan atau inflamasi jantung akut (misalnya,
eksaserbasi gagal jantung, miokarditis, krisis hipertensi, atau emboli paru
yang dapat menyebabkan regangan ventrikel kanan).
Pada Infark miokard, kadar serum troponin mulai meningkat 3 - 4 jam
setelah awal timbulnya gejala atau discomfort, puncaknya antara 18 dan 36
jam dan kemudian menurun perlahan, yang dapat terdeteksi hingga 10-14 hari
pada infark miokard yang luas. Dengan demikian, pengukuran troponin dapat
membantu untuk mendeteksi infark miokard selama hampir 2 minggu setelah
peristiwa tersebut terjadi. Mengingat sensitivitas dan spesifisitasnya yang
tinggi, troponin jantung adalah biomarker serum utama dalam mendeteksi
nekrosis miokard (Bare & Smeltzer, 2013).

12
2) Creatine Kinase
Enzim Creatine kinase (CK) secara reversibel mentransfer gugus fosfat
dari creatine phosphate ke ADP utntuk memproduksi ATP. Kreatin kinase
ditemukan di jantung, otot rangka, otak, dan organ lainnya sehingga kadar
serum enzim tersebut dapat meningkat karena cedera pada salah satu jaringan
tersebut.
Namun, tiga isoenzim CK dapat meningkatkan spesifisitas diagnostik jika
dilihat dari segi asalnya: CK-MM (terutama ditemukan di otot rangka), CK-
BB (terutama di otak), dan CK-MB (terutama terlokalisasi di jantung).Sebagai
catatan CK-MB dapat ditemukan sedikit dalam jaringan di luar jantung,
termasuk rahim, prostat, usus, diafragma, dan lidah. CK-MB juga membentuk
1-3 % dari creatine kinase dalam otot rangka /skeletal. Dengan tidak adanya
trauma pada organ-organ lain dan jaringan, maka elevasi CK-MB lebih
mengarah pada cedera miokard. Jika menggunakan CK-MB untuk diagnosis
infark miokard umumnya dengan menghitung rasio CK-MB terhadap CK total
yang nilainya > 2,5%.
Kadar serum CK-MB mulai naik 3-8 jam setelah infark, puncaknya pada
24 jam, dan kembali normal dalam waktu 48 sampai 72 jam (lihat Gambar.1).
Urutan waktu ini penting peningkatan CK-MB karena cedera diluar jantung
atau non-infark miokard (misalnya, miokarditis) biasanya tidak menunjukkan
pola seperti ini dimana mencapai puncak lebih lama. Hal ini menunjukkan
bahwa CK-MB tidak sensitif atau spesifik untuk mendeteksi cedera miokard
berbeda jika diukur dengan troponin.
Kadar troponin dan CK-MB baru mulai meningkat beberapa jam setelah
timbulnya infark miokard sehingga jika nilainya normal pada pemeriksaan
pertama (misalnya, di rumah sakit gawat darurat) maka belum bisa
menyingkirkan adanya infark miokard akut, dapat diulang 3-6 jam kemud ian
(Bare & Smeltzer, 2013).
b. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.

13
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal
untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat
nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area
nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak
aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST
disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari
berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal (Bare & Smeltzer,
2013)
c. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x
pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter
melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini dinamakan
kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner .
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter
pada aliran darah. Zat kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari
aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Jika ditemukan
sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty,dapat dilakukan untuk
memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri
tetap terbuka (Bare & Smeltzer, 2013).
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat sumbatan arteri
koroner
b. Penurunan curah jantung nerhubungan dengan penurunan aliran darah koroner
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen akibat iskemia jantung, imobilitas lama
d. Cemas berhubungan dengan situasi yang tidak dikenali yang tidak dapat
diperkirakan, takut akan kematian.
(Herdman & Kamitsuru, 2014)

14
5. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Pain Management :
dengan iskemia miokard keperawatan selama  Lakukan pengkajian nyeri
akibat sumbatan arteri ...x 24 jam klien dapat : secara komprehensif
koroner 1. Mengintrol nyeri dengan termasuk lokasi,
kriteria : karakteristik, durasi,
- Mengenal faktor frekuensi, kualitas dan
penyebab dan tindakan faktor presipitasi
untuk mencegah nyeri  Observasi reaksi
- Menunjukan nonverbal dari
teknikrelaksasi yang ketidaknyamanan
efektif untuk  Gunakan teknik
meningkatkan komunikasi terapeutik
kenyamanan untuk mengetahui
- Menggunakan tindakan pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri  Bantu pasien dan keluarga
dengan analgetik dan untuk mencari dan
non analgetik secara menemukan dukungan
tepat  Kontrol lingkungan yang
- Mengenal tanda pencetus dapat mempengaruhi nyeri
nyeri untuk mencari seperti suhu ruangan,
pertolongan pencahayaan dan
- Melaporkan gejala kebisingan
kepada tenaga kesehatan  Kurangi faktor presipitasi
2. Menunjukan tingkat nyeri
nyeri dengan kriteria :  Pilih dan lakukan
- Melaporkan nyeri penanganan nyeri
berkurang (farmakologi, non
- Klien tidak menunjukan farmakologi dan
posisi tubuh melindungi interpersonal)
- Tidak ada kegelisahan  Kaji tipe dan sumber nyeri
dan ketegangan otot untuk menentukan
- Klien tidak menunjukan intervensi
15
perubahan dalam  Ajarkan tentang teknik
kecepatan pernapasan, non farmakologi: napas
denyut jantung, atau dala, relaksasi, distraksi,
tekanan darah kompres hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ….
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan atau
tindakan yang tidak
berhasil

Analgesik Administration
 Tentukan lokasi ,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan
 Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan klien dalam
pemilihan analgetik
 Pilih analgetik secara
tepat/kombinasi lebih dari
satu analgetik yang telah
diresepkan
 Monitor vital sign
16
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan asuhan Cardiac Care
nerhubungan dengan keperawatan selama ...x 24  Evaluasi adanya nyeri
penurunan aliran darah jam klien menunjukan curah dada
koroner jantung yang adekuat,  Catat adanya disritmia
dengan kriteria : jantung
- TD dalam rentang  Catat adanya tanda dan
normal gejala penurunan cardiac
- Denyut jantung dalam output
batas normal  Monitor status
- Hipotensi ortostatik tidak kardiovaskuler
ada, nadi perifer kuat  Monitor status pernafasan
- Bunyi napas normal yang menandakan gagal
- Dapat menoleransi jantung
aktivitas, tidak ada  Monitor balance cairan
kelelahan  Monitor respon pasien
- Tidak ada edema paru, terhadap efek pengobatan
perifer, dan tidak ada antiaritmia
ascites  Atur periode latihan dan
- Tidak ada penurunan istirahat untuk
kesadaran menghindari kelelahan
- Tidak ada distensi vena  Observasi toleransi
jugularis aktivitas pasien
- Tidak ada disritmia  Observasi adanya
- Tidak ada diaporesis dyspneu, fatigue, tekipneu
- Tidak ada mual dan ortopneu
- Ukuran jantung normal  Anjurkan untuk
menurunkan stress
 Ciptakan hubungan yang
saling mendukung antara
17
klien dan keluarga
 Anjurkan klien untuk
melaporkan adanya
ketidaknyamanan dada
 Tawarkan dukungan
spiritual untuk klien dan
keluarga
Vital Sign Monitoring
 Catat adanya fluktuasi TD
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
18
 Kolaborasi pemberian
obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kolaborasi pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress
lingkungan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24  Tentukan keterbatasan
ketidakseimbangan suplai jam klien menunjukan klien terhadap aktivitas
dan kebutuhan oksigen toleransi terhadap aktivitas,  Tentukan penyebab lain
akibat iskemia jantung, dengan kriteria : kelelahan
imobilitas lama - Klien dapat menentukan  Motovasi klien untuk
aktivitas yang sesuai mengungkapkan perasaan
dengan peningkatan nadi tentang keterbatasannya
- Mampu melakukan  Observasi asupan nutrisi
ADLs secara mandiri sebagai sumber energi
- Tekanan darah dan adekuat
frekuensi napas,  Observasi respon jantung-
mempertahankan irama paru terhadap aktivitas
dalam nbatas normal (takikardi, disritmia,
- TTV dalam batas normal dispnea, diaporesis, pucat,
- EKG dalam batas normal dll)
- Mempertahankan warna  Batasi stimulus
dan kehangatan kulit lingkungan (pencahayaan
dengan aktivitas atau kegaduhan)
- Melaporkan peningkatan  Anjurkan untuk
aktivitas harian melakukan periode
istirahat dan aktivitas
 Rencanakan periode
19
aktivitas saat klien
memiliki banyak tenaga
 Hindari aktivitas selama
periode istirahat
 Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas
harian sesuai sumber
energi
 Ajarkan klien dan
keluarga teknik untuk
memenuhi kebutuhan
sehari-hari yang dapat
meminimalkan
penggunaan oksigen.
 Instruksikan klien dan
keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala kelelahan
yang memerlukan
pengurangan aktivitas
 Anjurkan klien untuk
memilih aktivitas sesuai
dengan daya tahan tubuh
 Evaluasi program
peningkatan aktivitas
Terapi Aktivitas
 Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
20
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
 Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction
dengan situasi yang tidak keperawatan selama ...x 24  Gunakan pendekatan yang
dikenali yang tidak dapat jam klien mampu mengontrol menenangkan
diperkirakan, takut akan cemas, dengan kriteria :  Jelaskan semua prosedur
kematian - Klien mampu dan apa yang dirasakan
21
mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala  Pahami prespektif pasien
cemas. terhadap situasi stres
- Mengidentifikasi,  Temani pasien untuk
mengungkapkan dan memberikan keamanan
menunjukkan tehnik dan mengurangi takut
untuk mengontol cemas.  Dorong keluarga untuk
- Vital sign dalam batas menemani klien
normal.  Lakukan back / neck rub
- Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh
wajah, bahasa tubuh dan perhatian
tingkat aktivfitas  Identifikasi tingkat
menunjukkan kecemasan
berkurangnya  Bantu pasien mengenal
kecemasan. situasi yang menimbulkan
- Melaporkan tidur kecemasan
adekuat  Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
(Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson, 2013)
(Dochterman & Bulechek, 2013)

22
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2010). Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bare, B., & Smeltzer, S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Dochterman, J. ., & Bulechek, G. . (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) (6th ed.).
St. Louis Missouri: Elsevier Mosby.
Herdman, T. ., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnoses 2015 - 2017 (10th ed.). Oxford:
Wiley Blackwell.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC) (5th ed.). St. Louis Missouri: Elsevier Mosby.
Myrtha, R. (2012). Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Kalbemed, 39(4).
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction.
PERKI. (2018). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. www.inaheart.org (4th ed.).
www.inaheart.org.
Sudoyo, A., B, S., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (6th ed.). Jakarta: Internal Publishing.
Sungkar, M. A. (2017). Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST. Retrieved October
6, 2018, from http://rsroemani.com/rv2/wp-content/uploads/2017/09/STEMI-ACS-dr-
Sungkar.pdf
Yahya, F. (2010). Menaklukkan Pembunuh No. 1 Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung
Koroner Secara Tepat dan Cepat. Bandung: Qanita.

23

Anda mungkin juga menyukai