Anda di halaman 1dari 5

Q.

S Al Baqarah Ayat 1-5

Artinya :

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

1. Alif Lm Mm.
2. Kitab (Al- Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa,
3. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan
menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,
4. Dan mereka beriman kepada (Al-Quran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan
adanya akhirat.
5. Merekalah yang medapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung.
Kandungan Q>S Al Baqarah Ayat 1-5

1. Alif laam miin.


Ayat ini terdiri dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan mim yang dibaca secara
terpisah meski tertulis dalam bentuk satu kata. Ayat yang terletak di awal surah seperti
ini disebut pula dengan huruf at-tahajji (huruf abjad). Model ayat seperti ini terdapat
di terdapat 19 surah, seperti, alif laam raa, alif laam miim shaad dan sebagainya.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang ayat-ayat seperti ini. Menurut as-Suyuthi,
pendapat yang tepat adalah bahwa ia termasuk ayat mutasyabih (samar) yang
mengandung rahasia Allah yang hanya diketahui oleh-Nya. Sebagian ulama seperti
Ibnu Abbas berpendapat bahwa ayat ( )dan ayat lain yang sejenis merupakan
singkatan dari kalimat tertentu. Ayat ( )misalnya dimaknai sebagai singkatan dari
( Akulah Allah yang Maha Mengetahui).
Menurut Qatadah, huruf-huruf tersebut merupakan nama-nama Al-Quran.
Sedangkan menurut Mujahid dan Ibnu Zaid, huruf-huruf itu adalah nama-nama surah.
Dikatakan nama surah karena jika Fulan membaca, misalnya , maka pendengar
pun mengetahui bahwa Fulan sedang membaca sebuah surat yang dibuka
dengan . Dalam kesempatan lain, Ibnu Abbas mengatakan bahwa huruf-huruf itu
adalah sumpah. Lebih lanjut al-Akhfasy menjelaskan bahwa Allah bersumpah dengan
huruf-huruf tersebut.
Sedangkan at-Tustari berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut adalah nama
Allah yang mengandung berbagai makna dan sifat-Nya. Jika ayat tersebut dipisah-
pisahkan, maka huruf alif berarti susunan yang diciptakan Allah. Dia menyusun
segala sesuatu sesuai dengan yang Ia kehendaki. Sedangkan huruf lam berarti
( kelembutan-Nya yang abadi). Huruf mim berarti ( kedermawanan-Nya
yang agung). Ayat-ayat demikian juga jika digabungkan dengan satu sama lain akan
menjadi kata yang bermakna nama Allah, seperti ayat ,, dan , akan
menjadi ( ar-Rahman) yang berarti Maha Pengasih.
Masih banyak pandangan ulama yang berupaya untuk menafsirkan tentang
ayat-ayat demikian. Namun seperti pandangan Ibnu Katsir, pandangan-pandangan
tersebut mungkin untuk dikompromikan, yaitu bahwa ayat-ayat tersebut merupakan
nama-nama surah dan nama-nama Allah yang dipergunakan untuk mengawali suatu
surah. Setiap huruf dalam ayat-ayat tersebut menunjuk kepada salah satu nama dari
nama-nama Allah serta menunjuk kepada suatu sifat dari berbagai sifat-Nya. Hal itu
sesuai dengan kebiasaan Alquran yang membuka awal surat dengan ungkapan
pujian (tahmid), pensucian (tasbih), dan pengagungan (tazhim) kepada Allah.

2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; sebagai petunjuk bagi orang-
orang yang bertakwa,
Dalam at-Tafsir al-Muyassar, ayat di atas ditafsirkan bahwa inilah Alquran
yang merupakan kitab yang agung. Tak ada keraguan bahwa ia berasal dari Allah. Tak
satu pun dari orang bertakwa yang boleh meragukan penjelasannya. Orang-orang
yang bertakwa bisa mengambil manfaat darinya, baik berupa ilmu yang bermanfaat
dan amal saleh. Mereka itulah orang-orang yang merasa takut kepada Allah dan rela
mengikuti hukum-hukum-Nya.
Bagi orang-orang yang bertakwa, Alquran memang kitab suci yang tak
diragukan otentisitas dan kebenaran pesan yang dikandungnya. Ia menjadi
petunjuk (huda) bagi orang-orang yang bertakwa dalam menjalani hidup ini. Namun
bagi orang-orang yang tidak bertakwa, Alquran bisa jadi diragukan kebenaran dan
keasliannya. Hal inilah yang terjadi pada sebagian orang Islam yang tergoda dengan
para orientalis. Mereka teracuni pemikiran-pemikiran para orientalis yang meragukan
kebenaran Alquran. Keraguan-keraguan tersebut akhirnya menggerogoti keimanan.
Pada gilirannya, mereka pun tak lagi meyakini Alquran sebagai kitab suci dari Allah
yang pasti benar. Mereka bahkan menganggap Alquran hanya sebagai naskah kitab
suci biasanya yang bisa dikritik dan diragukan kebenarannya

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya tentang siapa yang
dimaksud dengan orang yang bertakwa. Ayat ini lantas menjelaskan bahwa orang-
orang yang bertakwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) beriman kepada yang
gaib; 2) mendirikan shalat; dan 3) dan menyumbangkan sebagian rezekinya kepada
orang-orang yang berhak.
Dari ciri-ciri tersebut, bisa ditanyakan kembali apa yang dimaksud
dengan iman? Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan
dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang
dikehendaki oleh iman itu.
Yang ghaib ialah sesuatu yang tak dapat ditangkap oleh pancaindra. Percaya
kepada yang gaib yaitu, meyakini adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat
ditangkap oleh pancaindra, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya,
seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
Shalat menurut bahasa Arab berarti doa. Menurut istilah syara, shalat adalah
ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam,
yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah.
Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-
syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti
khusyuk, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Menafkahkan
sebagian rezeki berarti memberikan sebagian dari harta yang telah diberikan oleh
Tuhan kepada orang-orang yang ditentukan oleh agama, seperti orang-orang fakir,
orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan lain-lain.

4. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu
dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat.
Setelah ayat sebelumnya menyebutkan tiga ciri orang yang bertakwa, ayat ini
menyebutkan dua ciri berikutnya, yaitu (4) meyakini Alquran yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi
sebelumnya, seperti Taurat, Injil, dan semua kitab lainnya; (5) dan meyakini
kehidupan akhirat yang mengakhiri kehidupan dunia atau mengakhiri penciptaan.
Dalam ayat ini, terdapat persoalan bagaimana Alquran diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Imam ar-Razi menjelaskan bagaimana proses pewahyuan itu
terjadi. Menurutnya, sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad, Jibril mendengar
langsung Kalam Allah di langit. Jika ditanyakan, bagaimana cara Jibril mendengar
Kalam Allah? Padahal Kalam Allah tidak terdiri dari huruf dan suara seperti yang
dikenal manusia. Dalam hal ini, terdapat beberapa kemungkinan.
Pertama, Allah bisa saja menciptakan pendengaran bagi Jibril guna
mendengar Kalam-Nya langsung, lantas Allah memberikan kemampuan kepada Jibril
untuk mengungkapkannya dalam bentuk ungkapan tertentu dari Kalam-Nya yang
qadim tersebut. Kedua, Allah menciptakan tulisan dalam susunan tertentu di Lauh
Mahfuz lantas Jibril membaca dan menghafalkannya. Ketiga, Allah menciptakan
suara-suara terpisah yang menggambarkan susunan kalimat tertentu yang muncul
pada jasad tertentu, lantas Jibril menangkap suara-suara tersebut. Selanjutnya, Allah
memberikan pengetahuan kepada Jibril bahwa ungkapan-ungkapan tersebut sesuai
dengan makna yang dikandung dari Kalam-Nya yang qadim itu.
Dalam ayat di atas juga disebutkan tentang keyakinan terhadap kehidupan
akhirat sebagai salah satu ciri orang-orang bertakwa. Adanya kehidupan akhirat
adalah sebuah konsekuensi logis dari prinsip keadilan Tuhan sebagaimana yang
diuraikan oleh kalangan Mutazilah. Allah telah menjanjikan kebahagiaan di akhirat
bagi orang-orang yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah juga
mengancam kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang tidak sudi mengikuti
aturan dan larangan-Nya.
Dengan demikian, jika hari akhirat yang dijanjikan Tuhan itu tidak ada, maka
berarti Tuhan tidak adil, padahal Allah tidak mungkin berbuat tidak adil. Hal itu
karena orang-orang yang membangkang terhadap aturan dan larangan Allah telah
menikmati berbagai kenikmatan di dunia. Sementara orang-orang yang taat kepada-
Nya justru tidak menikmati sebagian kenikmatan dunia karena mengikuti perintah-
Nya.

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung.
Ayat-ayat sebelumnya telah menyebutkan lima ciri-ciri orang bertakwa.
Selanjutnya pada ayat ini, orang-orang yang bertakwa disebut sebagai orang-orang
yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan sebagai orang-orang yang beruntung.
Dengan kata lain, ayat ini merupakan penegasan tentang ganjaran yang akan diperoleh
orang-orang bertakwa, yaitu petunjuk dari Allah dan keberuntungan.
Keberuntungan yang diperoleh orang-orang bertakwa itu tidaklah didapat
dengan mudah. Ia bukanlah seperti keberuntungan orang yang mendapat hadiah tanpa
usaha dan kerja keras. Namun keberuntungan itu harus diperoleh dengan kerja keras.
Karena itulah kata dasar yang digunakan dalam ayat di atas adalah al-falh (), yang
berarti membelah dan memotong. Dalam bahasa Arab, petani disebut fallaah ((, k ) ,
karena seorang petani harus bekerja keras dengan membelah atau membajak tanah.

Anda mungkin juga menyukai