Anda di halaman 1dari 5

Hadits Arbain ke 35: Ukhuwah dan Hak-Hak 

Muslim

Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Jangan saling


menghasud, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi, dan jangan
membeli barang yang telah dibeli orang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Orang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Karena itu,
tidak mendhaliminya, tidak menelantarkannya, tidak membohonginya, dan
tidak melecehkannya. Takwa itu di sini, [sambil menunjuk dadanya tiga kali].
Cukuplah seseorang dikategorikan jahat jika dia menghina saudaranya sesama
muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap muslim adalah suci terpelihara.”
(HR Muslim)

7. Kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim.

Seorang muslim dituntut untuk bermuamalah dengan saudaranya sesama


muslim dengan cara yang dapat melahirkan pertautan hati. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu.” (al-Hujuraat: 10)

Dengan demikian ia dilarang untuk melakukan hal-hal yang bisa memicu


perpecahan hati dan di antara pemicu keretakan hati yang paling utama ada
empat perkara: Kedhaliman, rasa tidak peduli, dusta, dan memandang rendah
orang lain.

Ini semua menunjukkan bahwa persaudaraan adalah sesuatu yang sangat


urgendi dalam Islam. Bahkan lantaran urgensinya pula seorang muslim tidak
dianggap sempurna keimanannya, jika belum mencintai sudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian ia akan berusaha untuk tidak
menyakiti hati saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk
kemudlarataan.

Yang juga perlu diketahui bahwa ketinggian akhlak di dalam Islam, tidaklah
terbatas kepasa sesama Muslim. Namun manfaat dari akhlak tersebut juga
akan dirasakan oleh semua umat manusia. Karenanya, semua perkara di atas
juga diharamkan bagi setiap manusia. Jika ada orang kafir diperlakukan
dengan salah satu perkara di antas, maka hal itu semata-mata karena
kekafirannya.

a. Dilarang mendhaliminya.
Tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi diri,
agama, kehormatan dan agamanya, tanpa alasan yang dibenarkan agama.
Karena hal itu adalah kedhaliman yang akan menghancurkan persaudaraan
Islam. Tentang kedhaliman, telah dikupas pada pembahasan hadits, “Wahai
hamba-Ku, Aku telah haramkan kedhaliman atas diri-Ku, dan Aku haramkan
atas kalian. Makan janganlah saling mendhalimi.”

b. Dilarang membiarkannya dengan kesulitannya.


Tidak memberikan pertolongan kepada sesama muslim adalah haram.
Terutama saat ia benar-benar membutuhkan pertolongan. Allah swt.
berfirman, “Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan
pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (al-Anfaal:
72)

Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang membiarkan muslim


lainnya (tanpa mendapatkan pertolongan) saat kehormatannya dirampas dan
harga dirinya dirusak, kecuali Allah akan membiarkannya saat ia
membutuhkan pertolongan-Nya (HR Abu Dawud)

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang dihadapannya ada seorang muslim


yang dihinakan, akan tetapi ia tidak menolongnya, padahal ia mampu
menolongnya, maka Allah akan menghinakannya di hadapan seluruh makhluk
pada hari kiamat.” (HR Ahmad)

“Barangsiapa yang menolong saudaranya ketika ia tidak berada di hadapannya,


maka Allah akan menolongnya di dunia dan di akhirat. (HR Bazzar)

Tidak memberikan pertolongan, bisa dalam masalah diniawi, seperti sebetulnya


ia mampu menolong orang yang didhalimi tetapi tidak melakukannya. Bisa jgua
dalam urusan ukhrawi, seperti sebetulnya ia mampu memberikan nasehat
kepada orang lain tapi ia tidak melakukannya.

c. Dilarang berdusta dan mendustakan.


Di antara hak seorang muslim lainnya adalah berkata jujur dan mempercayai
perkataan saudaranya. Termasuk menodai amanat apabila memberitakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya, atau pembicaraannya
bertentangan dengan hakekat sebenarnya, terutama jika tampak pada orang
yang diajak bicara bahwa ia mempercayai pembicaraan itu.

Nawas bin Sam’an ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,


“Pengkhianatan yang besar adalah ketika saudaramu berbicara jujur
kepadamu tetapi kamu berdusta kepadanya.” (HR Ahmad)

Berdusta bukan untuk tujuan kemashlahatan, persahabatan, menjaga nyawa


dan harta adalah penipuan dan pengkhianatan. Rasulullah saw. bersabda:
“Jika seorang hamba berbohong dengan suatu kebohongan, maka malaikat
akan menjauh satu mil darinya karena busuknya apa yang keluar dari
kebohongan itu.”

d. Dilarang menghinanya.
Seorang muslim dilarang menganggap remeh saudaranya. Hendaklah
memposisikan saudaranya pada posisi semestinya. Karena ketika Allah
menciptakannya, Dia tidak menghinakannya, tetapi memuliakannya,
meninggikannya, mengajaknya berbicara, dan memeliharanya. Maka menghina
kepadanya merupakan tindakan yang melampaui batas terhadap Allah , karena
dia telah bersikap sombong yang merupakan dosa besar.

Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah seorang hamba berbuat
jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim.” Penghinaan muncul dari
kesombongan, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Sombong adalah menolak kebenaran dan menghina manusia.”
Imam Ahmad meriwayatkan, “Sombong adalah tidak mengetahui kebenaran
dan menghina manusia.”

Dalam riwayat lain, “Tidak menghargai manusia. Dia melihat manusia bukan
apa-apa.” Hal itu karena orang yang sombong melihat dirinya sempurna,
sementara orang lain banyak kekurangannya, maka ia mengecilkan dan
menghinakan mereka. sombong adalah keburukan yang paling besar, karena ia
akan memasukkan pemiliknya ke dalam neraka dan menjauhkannya dari
surga.

Dari shahih Muslim disebutkan, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam
hatinya terdapat sebesar biji saawi kesombongan.” Haritsah bin Wahhab ra.
berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah ingin aku beritahukan kepada
kalian tentang ahli surga? Yaitu setiap orang lemah yang dianggap lemah, yang
jika berjanji kepada Allah ia memenuhinya. Tidakkah kalian ingin aku
beritahukan tentang penghuni neraka? yaitu semua orang yang kasar, tidak
sabaran, dan sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Takwa adalah sebuah barometer.

Takwa adalah menjauhi adzab Allah swt. dengan cara melakukan setiap
perintah dan meninggalkan semua larangan. Sesungguhnya Allah swt. hanya
akan menghormati manusia dengan ketakwaannya, bukan karena diri atau
kekayaannya. Karenanya bisa saja seseorang di mata orang lain hina karena
kurang beruntung dalam kenikmatan dunia, akan tetapi di sisi Allah ia
mempunyai kedudukan dan nilai tinggi dibanding orang yang terpandang di
mata masyarakat, karena kedudukan, kekuasaan, dan harta yang sebenarnya
diperoleh secara tidak halal.

Kedudukan manusia di sisi Allah berfariasi, sesuai dengan amal perbuatannya


masing-masing dan sebanding dengan ketakwaan yang dimiliki. Bukan karena
kedudukan atau pun keturunannya. Bukan juga karena bentuk raut muka dan
warna kulit. Juga bukan karena banyaknya harta yang dimiliki. Allah
berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (al-Hujuraat: 13)

Suatu ketika Rasulullah saw. ditanya: “Siapakah orang yang paling mulia.”
Beliau menjawab, “Orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa di
antara kalian.”

Adapun tempat ketakwaan adalah hati, Allah berfirman, “Demikianlah


[perintah Allah]. Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan
bentuk tubuh kalian, akan tetapi melihat hati kalian.”
Dengan demikian, tidak seorang pun mengetahui hakekat takwa kecuali Allah
swt. berbagai amalan yang tampak juga belum tentu membuahkan ketakwaan.
Namun yang akan melahirkan ketakwaan adalah ketakutan kepada Allah dan
senantiasa melakukan muraqabah (selalu merasa diawasi Allah).

Jika demikian maka betapa banyak orang yang berwajah tampan ataupun
cantik, memiliki harta melimpah, kedudukan yang tinggi, namun hatinya
kosong dari ketakwaan. Betapa banyak orang yang kurang beruntung dalam
tiga hal di atas, namun hatinya penuh dengan ketakwaan, mereka ini lah yang
paling mulia di sisi Allah swt. Bermuara dari realita ini, maka menghina adalah
kejahatan yang besar, karena telah menjungkirbalikkan barometer yang ada,
dengan bertumpu pada sisi luar dan mencampakkan sisi dalam yang menjadi
barometer yang sebenarnya.

9. Terperliharanya seorang muslim.


Nyawa, harta dan kehormatan seorang muslim terpelihara. Hal ini dinyatakan
Rasulullah saw. saat khutbah yang sangat monumental, yaitu khutbah Wada’,
di padang Arafah. Dalam khutbah tersebut beliau bersabda: “Sesungguhnya
harta, darah, dan kehormatan kalian adalah terpelihara, seperti terpeliharanya,
hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini…”
Inilah hak-hak manusia secara umum, yang menjadi landasan tertegaknya
masyarakat muslim yang aman sentosa. Dalam masyarakat tersebut, seorang
muslim akan merasa tenang terhadap hartanya, karena tak ada seorang pun
yang akan mencuri ataupun merampasnya. Merasa tenang terhadap
kehormatannya, karena tidak ada siapa pun yang menginjak-injaknya.

Untuk menciptakan kondisi ini, Allah telah menetapkan hukuman qishash bagi
siapa saja yang membunuh atau menghilangkan salah satu anggota tubuh,
menetapkan potong tangan sebagai hukuman orang yang mencuri, menetapkan
rajam bagi pezina.

Kemudian terpeliharanya seorang muslim ini benar-benar mencapai


puncaknya, tatkala sekedar menakut-nakuti atau menyebabkanny rasa tidak
aman pun dilarang di dalam Islam.

Abu Dawun meriwayatkan bahwa seorang sahahbat mengambil tambang


kepunyaan temannya, hingga ia terkejut takut, maka Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah halal seorang muslim menakuti muslim yang lain.” (HR Abu Dawud)

“Janganlah salah seorang di antara kalian menyembunyikan tongkat


saudaranya, bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” (HR Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi)

“Janganlah antara dua orang saling berbisik dan meninggalkan orang yang
ketiga, karena hal itu dapat membuatnya sedih.” (HR Bukhari dan Muslim) dan
dalam riwayat lain terdapat tambahan, “Kerena hal itu dapat menyakiti
seorang mukmin. Sedangkan Allah membenci orang yang menyakiti seorang
mukmin.”

10. Selain hal-hal di atas, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hadits-
hadits di atas:
– Islam bukan hanya aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mencakup akhlak
dan muamalah.
– Dalam Islam akhlak tercela merupakan kejahatan yang sangat dibenci
– Niat dan amalan adalah barometer yang digunakan Allah untuk menimbang
hamba-Nya
– Hati adalah sumber ketakutan kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai