6
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI (Siswanto et al.,
2015).
2) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)(Siswanto et al., 2015).
3) Aldosteron antagonis
Dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia dan beberapa studi menunjukan penurunan mortilitas dengan
pemberian jenis obat ini (Sudoyo et al., 2014). Penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi
ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV
NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat (Siswanto et al.,
2015).
4) Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B) (Siswanto et al., 2015)
5) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
7
Tabel 3. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
Sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012.
b. Penatalaksanaan dengan Alat Non Bedah
Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun,
pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrilator) sebagai alat mencegah mati mendadak
pada jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status
fungsional dan kualitas hidup, namun mahal (Sudoyo et al., 2014). ICD (Implantable
cardioverter-defibrillator) dan CRT ( Cardiac resynchronization therapy) merupakan
alat yang direkomendasikan pada gagal jantung lanjut ( advanced heart failure )
simtomatik, yang sudah mendapatkan terapi farmakologis gagal jantung secara
optimal (Siswanto et al., 2015).
c. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
1) Ketaatan Pasien Berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi (Siswanto et al., 2015).
8
2) Pemantauan Berat Badan
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dokter (Siswanto et al., 2015)
3) Asupan Cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
4) Penurunan Berat Badan (Siswanto et al., 2015)
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (Siswanto et al., 2015)
5) Kehilangan Berat Badan Tanpa Rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.
Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (Siswanto et al.,
2015). Berikan diet jantung. Tujuan diet, diantaranya memberikan makanan
secukupnya tanpa membebankan kerja jantung, menurunkan berat badan, bila
mempunyai berat badan berlebih, mencegah atau menghilangkan penimbunan
garam atau air (Almatsier, 2010)
Macam-macam diet jantung :
1) Diet jantung I
Diberikan kepada pasien jantung akut, seperti Myocardium Infant (MCI)
atau dekompensasi kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5L cairan/hr
selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat
rendah energy dan semua zat gizi. Sehingga sebaiknya hanya diberikan selama
1-3 hari.
2) Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
diberikan sebagai pindahan dari diet jantung I, atau setelah fase akut dapat
diatasi. Jika disertai hipertensi dan edema, diberikan diet rendah garam. Diet
ini rendah energy, protein, dkalsium, dan tiamin.
9
3) Diet Jantung III
Diet jantung III diberikan dalam bentuk maknanan lunak atau biasa. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung II, atau kepada pasien jantung
dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/ edema,
diberikan sebagai diet jantung gaaram rendah. Diet rendah energy dan
kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
4) Diet Jantung IV
Diet jantung IV diberian dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien jantung dengan
keadaan ringan. Jika disetai dengan hipertensi dan/ edema, diberikan sebagai
diet jantung garam rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi lain, kecuali
kalsium
6) Latihan Fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah
sakit atau di rumah. Untuk pasien penderita jantung, tidak perlu berolahraga
seperti atlet, namun cukup memenuhi criteria FITT, yaitu frekuensi, intensitas,
tempo, dan tipe aktivitas (Yahya, 2010). Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali
perminggu. Jadi, tidak perlu memaksakan diri untuk berolahraga seiap hari.
Terlalu sering berolahraga tanpa jeda, bahkan dapat meningkatkan kecenderungan
cedera. Intensitas latihan fisik akan efektif jika dilakukan dalam kadar
sedang.latihan disebut berintensitas sedang apabila laju jantung berada dalam zona
60-90% denyut nadi maksimal (DNM). Rumus menghitung DNM adalah 220-
umur. Tempo berolahraga paling tidak selama 20 menit dan tidak perlu lebih dari
1 jam. Seseorang yang sebelumnya tidak bisa berolahraga, diawali dengan latihan
selama 10-15 menit, lalu tingkatkan secara bertahap tipe aktivitas fisik yang
disarankan adalah kombinasi latihan aerobic dan kalistenik untuk melenturan otot,
seperti memutar lengan, membungkuk, sit up, dan push up. Idealnya, aktivitas
olahraga dimulai dengan fase pemanasan sekitar 3-5 menit yang diikuti 20-60
menit latihan aerobic, dan diakhiri dengan fase pendinginan selama 3-5 menit
(Yahya, 2010).
10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Jantung
1. Pengkajian (Anamnesa)
11