Anda di halaman 1dari 11

A.

Tinjauan Teori Gagal Jantung


1. Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung (Sudoyo et all, 2014). Gagal jantung merupakan keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan (Sylvia & Lorraine, 2015).
2. Istilah Dalam Gagal Jantung
a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantun memompa darah
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan , fatik, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah
gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel atai gangguan jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan doppler-
ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran darah vena pulmonalis (Sudoyo et al.,
2014).
b. Gagal Jantung Akut dan Kronis
Gagal jantung akut adalah robekan daun katup sevara tiba-tiba akibat endokarditis,
trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung menurun secara tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Gagal jantung
kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara
bertahap. Kongesti perifer sangan nampak, namun tekanan darah masih terpelihara
dengan baik (Sudoyo et al., 2014)
c. Gagal Jantung Kanan dan Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi bila kelainannya melemahkan ventrikel kanan , seperti hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugolaris.
3. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung ACC/AHA (American
Collage of Cardiology/American Heart Association) atau berdasarkan gejala yang
berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA (New York Heart Association) (Siswanto
et al., 2015).
1
Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung (ACC/AHA) fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
Tidak terdapat gangguan struktural atau sehari-hari tidak menimbulkan
fungsional jantung, tidak terdapat tanda kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas

Stadium C Kelas III


Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
jantung yang mendasari tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas
(refrakter)

4. Etiologi Gagal Jantung


Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk
memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena
kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah
kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan karena
tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang
jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang
menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel (Rachma, 2014).
Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi miokard
atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus kardiomiopati
atau viral karditis (Kasper et al., 2004). Gagal jantung karena disfungsi miokard
mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk mensuplai kebutuhan metabolisme jaringan.
Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard bila mekanisme kompensasi gagal. Penyebab
kerusakan pada miokard antara lain infark miokard, stress kardiovaskular (hipertensi,
penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol),infeksi atau pada beberapa kasus tidak
2
diketahui penyebabnya (Crawford, 2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada
koroner, congenital, kelainan katub, hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan
terjadi peningkatan beban melebihi kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub
aorta dan pada endokarditis dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan
fungsi sistolik yang normal, biasanya pada kondisi kronik, misal mitral stenosis tanpa
disertai kelainan miokard (Kasper et al., 2004).
5. Patofisiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu gangguan
mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu
beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau kontriksi perikard, jantung tidak
dapat diastole, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel,
restriksi endokardial atau miokardial) dan abnormalitas otot jantung yang terdiri dari
primer (kardiomiopati, miokarditis metabolic, toksin atau sitostatika) dan sekunder
(iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal) (Rachma, 2014).
Beban pengisian (preload) dan beban tekanan (afterload) pada ventrikel yang
mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi
jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang
lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat
dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung
yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return)
ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan
kembali curah jantung (Sylvia & Lorraine, 2015).
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi, maka
terjadilah keadaan gagal jantung (Sudoyo et al., 2014)
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun
dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole
dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya
3
untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan
ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan
dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi
ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila
beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan meransang ventrikel kanan
untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas
kemempuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung
kanan, sehingga pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan (Rachma,
2014).
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya
pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal
jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume
akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam
kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke
dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena
sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan hepar) dengan segala
akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini
terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat
timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites (Rachma, 2014).
Manifestasi CHF tidak hanya disebabkan karena ketidakmampuan jantung dalam
mensuplai oksigen yang adekuat ke jaringan perifer, tapi juga tergantung pada respon
sistemik dalam mengkompensasi ketidakadekuatan suplai oksigen ke jaringan. Beberapa
faktor yang menentukan cardiac output meliputi heart rate dan stroke volume. Stroke
volume ditentukan oleh preload, kontraktilitas, dan afterload. Variabel-variabel ini
penting diketahui dalam patofisiologis CHF dan potensi terapi. Selain itu interaksi
kardiopulmonary penting juga untuk diketahui dalam peranannya dalam kegagalan
jantung (Bare & Smeltzer, 2013).
Gangguan jantung dapat diakibatkan karena pasien memiliki hipertensi. Ketika
hipertensi telah berlangsung lama, maka akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri yang
4
merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan
faktor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi
konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi
ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivitas sistem RAA memacu mekanisme frank starling
melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya
akan terjadi gangguan kontraktilitas miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik)
(Sudoyo et al., 2014).
6. Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Tabel 2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak napas - Peningkatan JVP
- Orthopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxymal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3
- Intoleransi aktivitas - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelas - Bising jantung
- Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam. Dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- BB bertambah > 2 Kg/Minggu - Suara pekak di basal paru pada
- BB turun (gagal jantung stadium perkusi
lanjut) - Takikardi
- Perasaan kembung/begah - Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun - Nafas cepat
- Perasaan bingung - Hepatomegali
- Depresi - Ascites
- Berdebar - Kaheksia
- Pingsan
(Siswanto et al., 2015)
Kriteria Framingham dapat juga dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif,
diagnosis gagal jantung ditegakan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor
(Sudoyo et al., 2014).
a. Kriteria major
1) Paroksismal nokturnal dispnea
2) Distensi vena jugolaris
3) Ronkhi paru
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
5
7) Peninggian tekanan vena jugolaris
8) Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor
1) Edema ekstremitas
2) Batuk pada malam hari
3) Disnea deffort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasits vital 1/3 dari normal
7) Takikardi (>120x/menit)
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Pada tahap simtomatik dimana sindrom GJ sudah terlihat jelas, seperti fatik, sesak
napas, kardiomegali, peningkatan tekanan vena jugolaris, asites, hepatomegali, dan
edema sudah jelas, maka diagnosis GJ mudah dibuat. Namun bila sindrom tersebut
belum terlihat jelas (tahap asimtomatik) seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri,
maka keluhan fatik dan keluhan yang lain hilang timbul dan tidak khas, sehingga
harus ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen, ekokardiografi, dan pemeriksaan
Brain Natriuretic Peptide. Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan
pengobatan utama gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai
euvolemik) (Sudoyo et al., 2014).
1) ACE-inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
ACE-inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis
kecil dapat diberikan setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta
dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor
tersebut diberikan (Sudoyo et al., 2014). ACEI harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%. ACE-I kadang-
kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema, oleh karena itu ACEI hanya diberikan pada
pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal. Penggunaan ARB
direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β
dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. ARB

6
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI (Siswanto et al.,
2015).
2) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)(Siswanto et al., 2015).
3) Aldosteron antagonis
Dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia dan beberapa studi menunjukan penurunan mortilitas dengan
pemberian jenis obat ini (Sudoyo et al., 2014). Penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi
ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV
NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat (Siswanto et al.,
2015).
4) Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B) (Siswanto et al., 2015)
5) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

7
Tabel 3. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung

Sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012.
b. Penatalaksanaan dengan Alat Non Bedah
Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun,
pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrilator) sebagai alat mencegah mati mendadak
pada jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status
fungsional dan kualitas hidup, namun mahal (Sudoyo et al., 2014). ICD (Implantable
cardioverter-defibrillator) dan CRT ( Cardiac resynchronization therapy) merupakan
alat yang direkomendasikan pada gagal jantung lanjut ( advanced heart failure )
simtomatik, yang sudah mendapatkan terapi farmakologis gagal jantung secara
optimal (Siswanto et al., 2015).
c. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
1) Ketaatan Pasien Berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi (Siswanto et al., 2015).

8
2) Pemantauan Berat Badan
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dokter (Siswanto et al., 2015)
3) Asupan Cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
4) Penurunan Berat Badan (Siswanto et al., 2015)
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (Siswanto et al., 2015)
5) Kehilangan Berat Badan Tanpa Rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.
Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (Siswanto et al.,
2015). Berikan diet jantung. Tujuan diet, diantaranya memberikan makanan
secukupnya tanpa membebankan kerja jantung, menurunkan berat badan, bila
mempunyai berat badan berlebih, mencegah atau menghilangkan penimbunan
garam atau air (Almatsier, 2010)
Macam-macam diet jantung :
1) Diet jantung I
Diberikan kepada pasien jantung akut, seperti Myocardium Infant (MCI)
atau dekompensasi kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5L cairan/hr
selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat
rendah energy dan semua zat gizi. Sehingga sebaiknya hanya diberikan selama
1-3 hari.
2) Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
diberikan sebagai pindahan dari diet jantung I, atau setelah fase akut dapat
diatasi. Jika disertai hipertensi dan edema, diberikan diet rendah garam. Diet
ini rendah energy, protein, dkalsium, dan tiamin.
9
3) Diet Jantung III
Diet jantung III diberikan dalam bentuk maknanan lunak atau biasa. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung II, atau kepada pasien jantung
dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan/ edema,
diberikan sebagai diet jantung gaaram rendah. Diet rendah energy dan
kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
4) Diet Jantung IV
Diet jantung IV diberian dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien jantung dengan
keadaan ringan. Jika disetai dengan hipertensi dan/ edema, diberikan sebagai
diet jantung garam rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi lain, kecuali
kalsium
6) Latihan Fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah
sakit atau di rumah. Untuk pasien penderita jantung, tidak perlu berolahraga
seperti atlet, namun cukup memenuhi criteria FITT, yaitu frekuensi, intensitas,
tempo, dan tipe aktivitas (Yahya, 2010). Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali
perminggu. Jadi, tidak perlu memaksakan diri untuk berolahraga seiap hari.
Terlalu sering berolahraga tanpa jeda, bahkan dapat meningkatkan kecenderungan
cedera. Intensitas latihan fisik akan efektif jika dilakukan dalam kadar
sedang.latihan disebut berintensitas sedang apabila laju jantung berada dalam zona
60-90% denyut nadi maksimal (DNM). Rumus menghitung DNM adalah 220-
umur. Tempo berolahraga paling tidak selama 20 menit dan tidak perlu lebih dari
1 jam. Seseorang yang sebelumnya tidak bisa berolahraga, diawali dengan latihan
selama 10-15 menit, lalu tingkatkan secara bertahap tipe aktivitas fisik yang
disarankan adalah kombinasi latihan aerobic dan kalistenik untuk melenturan otot,
seperti memutar lengan, membungkuk, sit up, dan push up. Idealnya, aktivitas
olahraga dimulai dengan fase pemanasan sekitar 3-5 menit yang diikuti 20-60
menit latihan aerobic, dan diakhiri dengan fase pendinginan selama 3-5 menit
(Yahya, 2010).

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Jantung
1. Pengkajian (Anamnesa)

11

Anda mungkin juga menyukai