Anda di halaman 1dari 7

Konsep Penyakit SKA

A. Definisi Sindrome Koroner Akut (SKA)


Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu masalah pada karidovaskular yang
utama karena menyebabkan angka perwatan rumah sakit dan juga angka kematian yang
tinggi (Irmallita dkk, 2015). SKA merupakan terminology yang dipakai pada keadaan
gangguan aliran darah coroner parsial hingga total ke miokard secara akut (Lily, 2012).
Aziz, L.I., Waladani, B. dan Rusmanto, R. (2019). Sindrom koroner akut (SKA)
merupakan kegawatdaruratan jantung dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
akibat komplikasi yang dapat menyebabkan kematian mendadak tanpa penanganan
yang tepat waktu dan memadai. Sindrom koroner akut (SKA) sendiri merupakan bagian
dari penyakit arteri koroner (PJK), di mana sindrom koroner akut angina tidak stabil
(unstable pektoris/UAP), infark miokard dengan elevasi ST (infark miokard dengan
elevasi ST (STEMI) dan infark miokard tanpa ST elevasi infark miokard tanpa elevasi
STE (STEMI) (Myrtha, 2012). Sindrom koroner akut (SKA) merupakan masalah
kardiovaskular utama karena menyebabkan angka rawat inap yang tinggi dan angka
kematian yang tinggi (Irmalita, 2015) dalam Hamka (2020)
Sindrom Korone Akut merupakan penyakit dinamis yang melibatkan proses
transisi spektrum penyakit akibat perubahan intraluminal mulai dari oklusi parsial
hingga reperfusi total atau total. Spektrum klinis dari SKA adalah sebagai berikut:
(Young dan Libby, 2007):
1. Penyakit jantung koroner : keadaan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen miokard, mengakibatkan hipoksia dan akumulasi metabolit berbahaya,
biasanya karena aterosklerosis.
2. Angina pectoris : Perasaan tidak nyaman di dada dan sekitarnya, akibat iskemia
otot jantung.
3. Angina stabil : Suatu bentuk angina kronis yang berulang, berkembang dengan
aktivitas dan emosi dan sembuh dengan istirahat dan pemberian nitrat. Tidak ada
kerusakan permanen pada otot jantung
4. Angina varian : Gambaran klinis seperti angina, terjadi saat istirahat, terjadi
sebagai akibat dari spasme vaskular koroner.
5. Angina tidak stabil : Suatu bentuk angina dengan frekuensi dan durasi yang
meningkat, terjadi dengan aktivitas yang lebih ringan. Dapat berkembang
menjadi infark miokard akut jika tidak segera diobati.Silent Ischemia : bentuk
asimtomatik dari proses iskemik miokardium. Dapat dideteksi dengan EKG dan
pemeriksaan laboratorium.
6. Infark Miokard Akut : proses Nekrosis miokard karena penurunan aliran darah
yang berkepanjangan. Sering disebabkan oleh trombosis, mungkin pertama atau
berulang dengan riwayat angina.
B. Etiologi
Menurut (Aspiani, 2015) penyebab sebenarnya dari masalah tersebut hanya terletak pada
penyempitan pembuluh jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini disebabkan oleh empat
hal, antara lain:

a. Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) pada pembuluh darah akibat asupan


kolesterol yang tinggi.
b. Penyumbatan (trombosis) oleh sel-sel bekuan darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang sedang
berlangsung.
d. Infeksi
pembuluh darah Terjadinya SKA dipengaruhi oleh berbagai kondisi, yaitu
aktivitas/gerakan fisik yang berlebihan (tanpa syarat), stres emosional, syok, udara
dingin. Keadaan ini berkaitan dengan peningkatan aktivitas simpatis sedemikian
rupa sehingga tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat, dan
kontraktilitas jantung meningkat (Aspiani, 2015).

Hal serupa juga dijelasakan dalam Toh, A. J. E. (2019) menjelaskan bahwa Etiologi
penyakit arteri koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pada arteri
koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah ini dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung, yang sering ditandai dengan rasa sakit. Pada kasus yang parah,
jantung bisa kehilangan kemampuan untuk memompa darah. Hal ini dapat merusak sistem
pengendalian detak jantung dan berakibat fatal (Hermawatirisa, 2014) Faktor risiko utama
yang termasuk adalah tekanan darah tinggi, hiperlipidemia, merokok, dan obesitas. (Toh,
A. J. E.,2019).

C. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram (EKG) dan
pemeriksaan penanda jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi (Lily, 2012):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

D. Patofisiologis
Kebanyakan SKA merupakan manifestasi akut dari robekan atau ruptur plak
ateromatosa koroner. Hal ini terkait dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan lapisan fibrosa yang menutupi plak. Peristiwa ini diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Trombus kaya trombosit (trombus
putih) terbentuk. Trombus ini sebagian atau seluruhnya menyumbat arteri koroner;
atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal.
Selain itu, terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi, yang
memperberat gangguan peredaran darah koroner. Penurunan aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokard. Jika suplai oksigen terganggu selama sekitar 20
menit, nekrosis miokard (infark miokard) terjadi.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total arteri koroner.
Obstruksi subtotal, disertai dengan vasokonstriksi dinamis, dapat menyebabkan
iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Selain nekrosis, konsekuensi
iskemia adalah gangguan kontraktilitas miokard akibat hibernasi dan proses anestesi
(setelah hilangnya iskemia), aritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Pada beberapa pasien dengan SKA, ruptur plak tidak
terjadi, seperti dijelaskan di atas . Mereka memiliki SKA karena obstruksi dinamis
akibat spasme lokal arteri koroner epikardial (angina Prinzmetal).
Penyempitan arteri koroner tanpa spasme atau trombus dapat terjadi akibat
perkembangan plak atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan (PIC).
Beberapa faktor ekstrinsik seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, dan
takikardia dapat memicu terjadinya ACS pada pasien yang sudah memiliki plak
aterosklerotik (Irmalita dkk, 2015).
E. Manifestasi Klinis
Dalam banyak kasus, tanda dan gejala MI tidak dapat dibedakan dari angina tidak
stabil, maka istilah Sindrom Koroner Akut (SKA).
1. Nyeri dada, yang datang tiba-tiba dan menetap meskipun telah istirahat atau
minum obat, adalah gejala utama .
2. Beberapa pasien memiliki gejala yang sama sebelum atau sebelumnya telah
didiagnosis dengan penyakit arteri koroner (CAD ), tetapi sekitar setengah dari
pasien melaporkan tidak ada gejala sebelumnya.
3. Pasien sering datang dengan gejala kombinasi, termasuk nyeri dada, sesak napas,
mual, muntah dan kecemasan.
4. Pasien juga mungkin memiliki kulit yang dingin, pucat, lembab, Frekuensi
jantung dan pernapasan dapat meningkat. Tanda dan gejala yang disebabkan oleh
stimulasi sistem saraf simpatis mungkin singkat atau mungkin menetap.
(Anies,2006) dalam (Toh, A. J. E., 2019) mejelasakan bahwa> 70% telah terjadi
penyempitan arteri koroner. Keadaan ini dapat memburuk dan menyebabkan
sindrom koroner akut (SKA) atau dikenal sebagai henti jantung mendadak : seperti
tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, rasa seperti terbakar
pada dada, disertai sesak nafas, banyak berkeringat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram (EKG)
Berfungsi untuk merekam sinyal listrik yang melewati jantung tubuh. EKG
seringkali dapat mendiagnosis tanda-tanda serangan jantung sebelum atau sedang
berlangsung
2. Ekokardiogram
Tes ini berguna untuk mendiagnosis penyakit arteri koroner. menggunakan
gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung Anda.
3. CT scan jantung
Dapat digunakan untuk melihat deposit kalsium di arteri Anda. Kelebihan
kalsium dapat menyempitkan pembuluh darah, yang bisa menjadi tanda
kemungkinan penyakit arteri koroner. Selain mengambil sinar-X dan ultrasound
untuk , Anda perlu menyimpulkan kondisi Anda.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
a. Nitrat (nitrogleserin) untuk meningkatkan suplai oksigen.
b. Antikoagulan (aspirin, heparin).
c. Analgesik (morfin sulfat).
d. Penghambat enzim pengonversi angiotensin (Angiotensinconverting enzyme
[ACE]).
e. Memulai pemberian beta-bloker dan pemberian terus dilanjutkan setelah
pasien pulang.
f. Trombolitik (alteplase [t-PA, Activase] dan reteplase [r-PA, TNKase]):
harus diberikan sedini mungkin setelah awitan gejala, umumnya dalam 3-6
jam.
2. Terapi Non Farmakologis
a. Istirahat yang teratur untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Oksigenasi
c. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi merupakan teknik untuk mengalihkan respon nyeri pada
klien. Ada berbagai macam cara, misal teknik napas dalam, masase, dll.
d. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada
pasien dan keluarganya dan untuk mengurangi rasa takut terhadap proses
penyakit. Pendidikan kesehatan juga dapat mencakup perencanaan
pemulangan saat pasien pulang.

H. Prognosis SKA

Prognosis sindrom koroner akut, terutama pada kelompok STEMI dan angina tidak stabil,
bervariasi karena pasiennya heterogen. Stratifikasi risiko diperlukan untuk menilai
prognosis. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan sistem skoring. Sistem poinnya
adalah:

TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction)

Skoring menggunakan sistem skoring TIMI adalah sebagai berikut:

 Risiko rendah (0-2 poin)

 Risiko sedang (3-5 poin)

 Risiko tinggi (5-7 poin)

Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:

 Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)

 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)\

 Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)

 Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)

 Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu kurang dari 24 jam
(1 poin)

 Deviasi segmen ST (1 poin)

 Peningkatan enzim jantung (1 poin)


GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)

Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko sindrom koroner
akut:

 Risiko rendah (0-133 poin)

 Risiko sedang (134-200 poin)

 Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)

Penilaian skor GRACE, termasuk usia, denyut jantung, tekanan darah sistolik, kadar
kreatinin, derajat killip, riwayat henti jantung, peningkatan enzim jantung, dan deviasi
segmen ST. (Korones, R. 2011) dalam (Stub, D et al. 2015) pasien yang menjalani
revaskularisasi cepat memiliki prognosis yang lebih baik. Pasien dengan gagal jantung
rumit atau kelas Killip tinggi memiliki angka kematian yang tinggi.

I. Diet

Diet yang dapat dilakukan oleh pasien SKA adalah diet rendah lemak, hindari konsumsi
makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang cukup tinggi, konsumsi makanan yang
mengandung senyawa fitonutrien. Senyawa fitonutrien adalah salah satu zat pada makanan
yang membantu jantung menjadi lebih kuat. Batasi asupan garam untuk menjaga kesehatan
jantung. Dalam satu hari batasi pengonsumsian garam sebanyak 5-6 gram perhari untuk
orang dewasa. 

Daftar Pustaka
Aspiani, R., Y. 2012. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan kardiovakuler aplikasi
NIC & NOC. Jakarta: EGC.
Aziz, L. I., Waladani, B., & Rusmanto, R. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Sindrom Koroner Akut Non-ST Elevasi Miokard Infark dengan Nyeri Dada
Akut. Proceeding of The URECOL, 184-188.

Hamka, H. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn “B” YANG


MENGALAMI SINDROM KORONER AKUT DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI DI RUANG PERAWATAN GARUDA RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA MAKASSAR.

Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto BL, Tobing D, Firman D et al (2015). Pedoman
tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI

Kones R. Oxygen therapy for acute myocardial infarctionthen and now. A century of
uncertainty. Am J Med 2011;124(11):1000–5.

Kusumastuti, A. (2018). HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KECEMASAN PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT (SKA) DI RUANG
HCU RSUP Dr. KARIADI SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
Qolbi, N. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN “B” YANG
MENGALAMI SINDROM KORONER AKUT (SKA) DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
MAKASSAR.
Rilantono, Lily l. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012

Stub D, Smith K, Bernard S, Nehme Z, Stephenson M, Bray JE, et al. Air versus oxygen in
ST-segment-elevation myocardial infarction. Circulation. 2015;131(24):2143–50.

Toh, A. J. E. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Kebutuhan Dasar Gangguan


Aman Nyaman Pada Tn. GF Dengan Sindrom Koroner Akut Di Ruangan Iccu Rsud
Prof. Dr. WZ Johannes Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kupang).

Anda mungkin juga menyukai