DISUSUN OLEH :
RHETIYA MEKIZA
G1B117034
DOSEN PENGAMPU :
NS. YOSI OKTARINA, S.KEP,. M.KEP
A. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang
diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat
progresif, terjadi perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil.
(Susilo., 2013; Oktavianus & Sari., 2014)
Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak didada atau gejala-
gejala lain sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut
adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina
tidak stabil, non ST segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen
infark myocard. Sindrom Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMIdan unstable
angina pectoris.
B. ETIOLOGI
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan
pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4
hal yaitu :
1. Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah
akibat konsumsi kolesterol yang tinggi.
2. Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)
3. Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus
menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah
Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :
1. Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)
2. Stress atau emosi dan terkejut.
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat.
C. PATOFISIOLOGI
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplei darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat
penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total
arteri oleh emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner
juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan.Pada setiap kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30-45menit)
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis
menyebabkan bekuan darah atau trombus yang akan menyumbat pembuluh
darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan mengalir ke
cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan
curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotic. Sebagai
akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan
tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya
akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan.Hal ini disebabkan
oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan
kepekaaan terhadap rangsangan.
IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral
sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur
lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga
IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
E. MANIFESTASI KLINIK
Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa
keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan
sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke
kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada
juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2005) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
a) Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke
otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
b) Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada
(angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan
berlangsung selama lebih dari 20 menit.Rasa nyeri ini dapat menjalar ke
rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung.Nyeri dapat
timbul pada waktu istirahat.Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita
yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita
yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya
menjadi lebih berat atau lebih sering.
c) Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri
yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak,
muntah atau keringat dingin.
F. PATHWAY
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaa yang dapat dilakukan untuk pasien Sindrom Koroner
Akut (SKA) yaitu :
1. Morphine
Diberikan jika nitroglycerin sublingual tidak pengobatan yang
cukup penting pada infark miokard dengan alasan:
a. Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi
aktivitas neurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin
b. Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel
kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen.
c. Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi
after load ventrikel kiri.
d. Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.
2. Oksigen
Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard. Pemberian
oksigen mampu mengurangi ST elevasi pada infark anterior.
Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam
pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak
bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut :
a. Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan
hemodinamik yang tidak stabil.
b. Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut
c. Pasien dengan saturasi oksigen < 90%.
3. Nitroglycerin
Tablet nitroglycerin sublingual dapat diberikan sampai 3 kali
dengan interval 3-5 menit jika tidak ada kontraindikasi. Obat ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,
misalnya pada pasien dengan tekanan diastolik ≤ 90 mmHg atau 30
mmHg lebih rendah dari pemeriksaan awal. Nitroglycerin adalah
venodilator dan penggunaannya harus secara hati-hati pada keadaan
infark inferior atau infark ventrikel kanan, hipotensi, bradikardi,
takikardi, dan penggunaan obat penghambat fosfodiesterase dalam
waktu <24 jam.
4. Acetylsalicylic acid
Acetylsalicylic acid 160-325 mg dikunyah, untuk pasien yang
belum mendapat acetylsalicylic acid dan tidak ada riwayat alergi dan
tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Acetylsalicylic
acid supositoria dapat digunakan pada pasien dengan mual, muntah atau
ulkus peptik, atau gangguan saluran cerna atas.
5. Terapi reperfusi awal
Sebelum melakukan terapi reperfusi awal harus dilakukan evaluasi
sebagai berikut:
a. Langkah I: Nilai waktu onset serangan, risiko STEMI, risiko
fibrinolisis dan waktu yang diperlukan untuk transportasi ke ahli
kateterisasi PCI yang tersedia.
b. Langkah II: strategi terapi reperfusi fibrinolisis atau invasif.
Terapi fibrinolisis dilakukan jika onset < 3 jam, tidak tersedia
pilihan terapi invasif; waktu doctor-baloon atau door-baloon > 90
menit; door-baloonminus door-needle > 1 jam, dan tidak terdapat
kontraindikasi fibrinolisis.
Terapi invasif (PCI) dilakukan jika onset > 3 jam, tersedia ahli PCI,
kontak doctorbaloon doctorbaloon atau door-baloon <90 menit;
doorbaloonminus door-needle < 1 jam. Terdapat kontraindikasi
fibrinolisis, termasuk risiko perdarahan intraserebral, pada STEMI
risiko tinggi (CHF, Killip ≤ 3) atau diagnosis STEMI diragukan.
6. Low Molecular Weight Heparin (misalnya enoxaparin)
Indikasi: STEMI, NSTEMI, angina tidak stabil ; pada STEMI
digunakan sebagai terapi tambahan fibrinolitik. Mekanisme kerja:
menghambat thrombin secara tidak langsung melalui kompleks
antithrombin III Dibandingkan dengan unfractionated heparin lebih
selektif pada penghambatan faktor Xa.
7. Clopidogrel dapat menggantikan acetylsalicylic acid bila pasien alergi
terhadap acetylsalicylic acid.
8. Pemberian dosis awal clopidogrel 300 mg (loading dose) dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari merupakan terapi tambahan selain
acetylsalicylic acid, UFH atau LMWH dan GP IIb/IIIa. Mekanisme kerja
clopidogrel adalah sebagai antiplatelet, antagonis reseptor adenosine
diphosphat.
9. Statin (MHGCoenzyme A Reductase Inhibitor) mengurangi insiden
reinfark, angina berulang, rehospitalisasi, dan stroke bila diberikan dalam
beberapa hari setelah infark miokard. Pemberian dapat dilakukan lebih
awal (dalam 24 jam) pada infark miokard dan bila sudah mendapatkan
statin sebelumnya maka terapi dilanjutkan.
10. Terapi complete heart block
Keadaan bradikardi akibat complete heart block dengan
hemodinamik tidak stabil harus disiapkan untuk pemasangan pacu
jantung transkutan atau transvena. Sambil menunggu persiapan pacu
jantung dapat dipertimbangkan pemberian atropine 0,5mg i.v dengan
dosis maksimal 3mg i.v. Selain itu dapat dipertimbangkan pemberian
epinefrin dengan dosis 2-10 μg/kgBB/menit.